Anda di halaman 1dari 16

Clinical Sciene Session

RUPTUR PERINEUM

Oleh :

Aristya Rahadiyan Budi 1840312410

Pembimbing :

Dr. Syahrial Syukur, Sp.OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUD SUNGAI DAREH

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Bekalang

Kehamilan dan persalinan adalah suatu proses fisiologis, diharapkan ibu

akan melahirkan secara normal, dalam keadaan sehat baik ibu maupun bayinya.

Namun apabila proses kehamilan yang tidak dijaga dan proses persalinan tidak

dikelola dengan baik, maka ibu dapat mengalami berbagai komplikasi selama

kehamilan, persalinan, masa nifas, yang bahkan dapat menyebabkan kematian.

Persalinan sering mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka biasanya

ringan, tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya.

Perlukaan pada jalan lahir besar kemungkinan terjadi pada primigravida

diakibatkan perineum yang kaku.

Robekan perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak

jarang juga pada persalinan berikutnya.

Bahaya dan komplikasi akibat terjadinya ruptur perineum adalah

perdarahan yang dapat menjadi hebat khususnya pada ruptur derajat dua dan

tiga atau jika ruptur meluas ke samping atau naik ke vulva mengenai clitoris.

Infeksi Juga dapat terjadi akibat ruptur perineum. Laserasi perineum dapat

dengan mudah terkontaminasi feses karena dekat dengan anus. Infeksi juga

dapat menjadi sebab luka tidak segera menyatu sehingga timbul jaringan parut.

Untuk mencegah perlukaan perineum yang tak teratur dan tidak terarah

dapat dilakukan episiotomi.


1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan dari makalaih ini adalah untuk menambah pengetahuan

tentang ruptur perineum.

1.3 Batasan Masalah

Makalah ini membahas definisi, etiologi, faktor risiko, gambaran klinis,

diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi dari ruptur perineum dan

membandingkan dengan yang dilakukan di RSUD Sungai Dareh.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini adalah dengan tinjauan pustaka yang merujuk

pada berbagai literatur.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Perineum1,2

Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak dibawah

dasar panggul. Batas–batasnya adalah:

a. Superior: Dasar panggul yang terdiri dari Musculus Levator dan Musculus

Coccygeus.

b. Lateral: tulang dan ligament yang membentuk pintu bawah pinggul (exitus

pelvis): yakni dari depan kebelakang angulus subpubis, ramus

ischiopubicus, tuber ischiadicum, ligamentum Sacrotuberosum,

Os.coccygis.

c. Inferior: kulit dan fascia.

Perineum adalah daerah yang terletak antar vulva dan anus, panjangnya rata-

rata 4cm. Perineum dimulai dari tepi bawah vulva sampai tepi bawah anus. Saat

persalinan perineum meregang dan kadang perlu dilakukan pemotongan

(episiotomi) untuk membesarkan jalan lahir dan mencegah robekan.


Gambar 2.1. Anatamo Perineum

2.2 Definisi Ruptur Perineum2,3

Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan

secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat persainan.

Ruptur perineum menghasilkan luka yang tidak beraturan pada perineum saat lahir.
Ruptur perineum berbeda dengan episiotomi, dimana ruptur perineum

merupakan robekan yang bersifat traumatik karena perineum tidak kuat menahan

regangan pada saat janin lewat.

2.3 Kalsifikasi Ruptur Perineum2,3

Berdasarkan luas robekannya, ruptur perineum dibagi menjadi :

a. Derajat satu

Robekan hanya terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, dan kulit

perineum

b. Derajat dua

Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum dan

otot perineum.

c. Derajat tiga

Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum, otot

perineum dan sfingter ani eksterna.

Ruptur perineum grade tiga, dibagi menjadi 3 sub grup, yaitu :

III a : robekan mengenai < 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna

III b : robekan mengenai > 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna

III c : robeksampai mengenai otot sfingter ani interna.

d. Derajat empat

Robekan terjadi pada seluruh perineum dan sfingter ani yang meluas sampai ke

mukosa rektum
Gambar 2.2 Grade ruptur perineum

2.4 Etiologi Ruptur Perineum2,4

Terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak

kehamilan dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana

mestinya, riwayat persalinan. ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat

dan episiotomi.

a. Primipara

Bila kepala janin telah sampai didasar panggul, vulva mulai membuka.

Rambut kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai teregang.

Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Yang tampak

dalam anus adalah dinding depan rektum. Perineum bila tidak ditahan, akan

robek (= ruptura perinei), terutama pada primigravida. Perineum ditahan


dengan tangan kanan, sebaiknya dengan kain kasa steril. Robekan perineum

terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada

persalinan berikutnya.

b. Janin Besar

Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram. Persalinan

dengan berat badan janin besar dapat menyebabkan terjadinya laserasi

perineum. Berat badan janin dapat mempengaruhi persalinan dan laserasi

perineum. Bayi yang mempunyai berat badan yang besar dapat menimbulkan

penyulit dalam persalinan diantaranya adalah partus lama, partus macet dan

distosia bahu. Sebelum bersalin hendaknya ibu diperiksa Tinggi Fundus Uteri

agar dapat diketahui tafsiran Berat Badan Janin dan dapat diantisipasi adanya

persalinan patologis yang disebabkan bayi besar seperti ruptura uteri, ruptura

jalan lahir, partus lama, distosia bahu, dan kematian janin akibat cedera

persalinan.

c. Presentasi defleksi

Presentasi defleksi yang dimaksud dalam hal ini adalah presentasi puncak

kepala dan presentasi dahi. Presentasi puncak kepala bagian terbawah adalah

puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba Ubun-ubun Besar (UUB) yang

paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan. Menurut statistik hal ini

terjadi pada 1% dari seluruh persalinan. Komplikasi yang terjadi pada ibu

adalah partus yang lama atau robekan jalan lahir yang lebih luas.

Presentasi dahi adalah posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada

pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dahi, biasanya

dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
Mekanisme persalinan kepala memasuki panggul biasanya dengan dahi

melintang, atau miring. Pada waktu putaran paksi, dahi memutar ke depan.

Maxilla (fossa canina) sebagai hipomoklion berada di bawah simpisis,

kemudian terjadi fleksi untuk melahirkan belakang kepala melewati perineum,

lalu defleksi, maka lahirlah mulut, dagu di bawah simpisis. Hal ini

mengakibatkan partus menjadi lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang

berat dan ruptura uteri.

d. Presentasi bokong

Presentasi bokong atau letak sungsang adalah janin yang letaknya

memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di

bawah merupakan persalinan dengan penyulit.

e. Faktor Penolong Persalinan

Cara memimpin mengejan dan dorongan pada fundus uteri. Peran dari

penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang

mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini proses tergantung dari

kemampuan penolong dalam menghadapi proses persalinan.

2.5 Gejala Klinis2

Tanda dan gejala robekan jalan lahir adalah sebagai berikut :

• Perdarahan

• Darah segar yang mengalir setelah bayi lahir

• Uterus tidak berkontraksi dengan baik

• Plasenta tidak normal

Gejala yang sering terjadi adalah:

• Pucat
• Lemah

• Pasien dalam keadaan menggigil

2.6 Tatalaksana Ruptur Perineum1,2,3

Sebelum menangani ruptur perineum, pastikan :

a) Sebelum merepair luka episiotomy laserasi, jalan lahir harus

diekpose/ditampilkan dengan jelas, bila diperlukan dapat menggunakan

bantuan speculumsims.

b) Identifikasi apakah terdapat laserasi serviks, jika harus direpair terlebih

dahulu.

c) Masukkan tampon atau kassa kepuncak vagina untuk menahan perdarahan

dari dalam uterus untuk sementara sehingga luka episiotomi tampakjelas.

d) Masukkan jari ke II dan III dalam vagina dan regangkan untuk dinding

vagina untuk mengekpose batas atas (ujung)luka.

e) Jahitan dimulai 1 cm prosimal puncak luka, luka dinding vagina dijahit

kearah distal hingga batas commissuraposterior.

f) Rekontruksi diapgrama urogenital (otot perineum) dengan cromic catgut2-

g) Teruskan jahitan dengan menjahit perineum.

Menurut Oxorn, ada beberapa langkah menangani ruptur perineum

• Robekan derajat pertama

Robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin. Tujuannya adalah

merapatkan kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan hemostatis.

Pada rata-rata kasus beberapa jahitan terputus lewat mukosa vagina, fourchette

dan kulit perineum sudah memadai. Jika perdarahannya banyak dapat


digunakan jahitan angka-8, jahitan karena jahitan ini kurang menimbulkan

tegangan dan lebih menyenagkan bagi pasiennya.

• Robekan derajat kedua lapis demi lapis:

a) Jahitan terputus, menerus ataupun jahitan simpul digunakan

untuk merapatkan tepi mukosa vagina dan submukosanya;

b) Otot-otot yang dalam corpus perineum dijahit menjadi satu dengan terputus;

c) Jahitan subkutis bersambung atau jahitan terputus, yang disimpulkan secara

longgar menyatukan kedua tepi kulit

• Robekan derajat ketiga dan empat

Reparasi perineum tingkat III dan IV membutuhkan approksimasi mukosa

rectum, spincter ani internal dan eksternal. Puncak laserasi mukosa rectum

diidentifikasi dan diapproksimasi menggunakan vicryl 4.0 secara interrupted.

Secara klasik direkomendasikan untuk tidak menembus dinding mukosa rektum

sampai kelumen anus untuk mencegah terbentuknya fistula. Jahitan diteruskan

sampai pinggir anus. Spincter ani interna ditutup dengan vicryl 2.0 secara kontinu,

Gambar 2.3 Reparasi Mukosa Rektum

Spincter ani eksternal tampak sebagai pita otot rangka dengan kapsul fibrous.

Secara klasik teknik end to end digunakan untuk membawa ujung spincter bersama-
sama pada 4 kuadran (jam 12, 3, 6, 9 ) dengan jahitan interrupted menembus otot

dan kapsul. Teknik alternative adalah reparasi overlapping pada spincter ani

eksternal dengan membawa secara bersama ujung spincter dengan jahitan matras

dan hasilnya permukaan jaringan yang kontak lebih luas.

Diseksi pada spincter ani eksterna dari jaringan sekitamya dengan scissor

Metzenbaum kadang dibutuhkan untuk mendapatkan panjang yang adekuat untuk

otot yang overlap. Jahitan dilakukan dari puncak sampai dasar melewati flaps

superior dan inferior kemudian dari dasar sampai puncak melewati flaps inferior

dan superior. Ujung proksimal dari flaps superior dioverlappkan dengan bagian

distal dari flap inferior

Gambar 2.4 Teknik End to end pada reparasi spincter ani eksterna
Gambar 2.5 Teknik overlapping pada reparasi spincter ani eksterna

2.7 Komplikasi2

Komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum adalah :

a. Perdarahan

Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan

dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan

yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting.

Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital,

mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan

lanjutan dan menilai tonus otot.

b. Fistula

Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan

pada vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing

luka, maka urin akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan

kandung kencing atau rectum yang lama antara kepala janin dan panggul,

sehingga terjadi iskemia.


c. Hematoma

Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena

adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai

dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.

Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa

iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan

varikositas.

d. Infeksi

Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia

pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya

kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan

meningkatnya suhu tubuh melebihi 380 C, tanpa menghitung pireksia nifas.

Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan, dan

dilakukan inspeksi pada traktur gentitalis untuk mencari laserasi, robekan

atau luka episiotomi.


BAB 3
DISKUSI

Pada pertolongan persalinan terkadang dapat terjadinya ruptur perineum,


hal ini dapat disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak kehamilan dan berat badan
bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, riwayat persalinan.
ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi. Pada pasien ruptur
perineum disebabkan oleh tindakan episiotomi atas indikasi perineum kaku.

Setelah dilakukan tindakan episiotomi dan bayi lahir, dilakukan


manajemen Kala 3 dan dilanjutkan dengan penilaian laserasi pada ruptur perineum,
pada pasien didapatkan laserasi derajat 2, yaitu Robekan terjadi pada mukosa
vagina, vulva bagian depan, kulit perineum dan otot perineum sehingga
tatalaksana yang dilakukan pada adalah jahit lapis demi lapis dengan sebelumnya
dilakukan anestesi lokal pada bagian yang akan dijahit, hal ini sudah sesuai dengan
kepustakaan yang telah ada yaitu
 Jahitan terputus, menerus ataupun jahitan simpul digunakan untuk
merapatkan tepi mukosa vagina dan submukosanya;
 Otot-otot yang dalam corpus perineum dijahit menjadi satu dengan
terputus;
 Jahitan subkutis bersambung atau jahitan terputus, yang disimpulkan
secara longgar menyatukan kedua tepi kulit

Setelah dilakukan tindakan penjahitan hingga jahit kutis, dilakukan

tindakan aseptik dan antiseptik dengan membersihkan seluruh permukaan perineum

dari sisa-sisa darah dengan menggunakan air lalu bagian yang dijahit dioleskan

cairan antiseptik seperti betadine di sepanjang bekas jahitan, luka jahitan dibiarkan

terbuka dan pasien diajarkan untuk melakukan personal higiene.


DAFTAR PUSTAKA

1. Utama, Bobby Indra. Ruptur Perineum. Modul Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2016

2. Ariadi. Ruptur Perineum Grade III-IV. Modul Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2016

3. Martohoesodo S, Marsianto. Perlukaan dan Peristiwa lain pada persalinan, dalam:

Ilmu Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 2008.

4. Prawitasari E, Yugistyowati A, Sari DK. Penyebab Terjadinya Ruptur Perineum

pada Persalinan Normal di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang. Jurnal Ners

dan Kebidanan Indonesia. 3(2);2015;77-81

Anda mungkin juga menyukai