Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perineum merupakan bagian yang sangat penting dalam fisiologi.
Keutuhan perineum tidak hanya berperan atau menjadi bagian penting dari
proses persalinan, tetapi juga diperlukan untuk mengontrol proses buang
air besar dan buang air kecil, menjaga aktifitas peristaltik normal (dengan
menjaga tekanan intra abdomen) dan fungsi seksual yang sehat. Robekan
perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan menjaga tidak sampai dasar panggul dilalui kepala janin dengan
cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir tidak ditahan terlampau
kuat dan lama karena menyebabkan asfiksia perdarahan dalam tengkorak
janin dan melemahkan otot-otot dan pada dasar panggul karena
direnggangkan terlalu lama.
Pesalinan seringkali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka yang
biasa terjadi biasanya ringan tetapi sering kali juga terjadi luka yang luas
dan berbahaya, untuk itu setelah persalinan harus dilakukan pemeriksaan
vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum
perlu dilakukan setelah pembedahan pervaginam.
Faktor janin yang menjadi penyebab terjadinya ruptur perineum
adalah berat badan lahir, posisi kepala yang abnormal, distosia bahu,
kelainan bokong dan lain-lain. Berat badan lahir yang lebih dari 4000
gram dapat meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum hal ini
disebabkan oleh karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan
kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar (Wiknjosastro, 2007).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ruptur jalan lahir?
2. Apa saja tipe ruptur jalan lahir?

1
3. Apa penyebab ruptur jalan lahir?
4. Apa tanda dan gejala ruptur jalan lahir?
5. Bagaimana patofisiologi ruptur jalan lahir?
6. Bagaimana pathway dari ruptur jalan lahir?
7. Bagaiman Penanganan ruptur jalan lahir?
8. Apa komplikasi ruptur jalan lahir?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan ruptur jalan lahir?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian ruptur jalan lahir.
2. Mahasiswa mampu saja tipe ruptur jalan lahir
3. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab ruptur jalan lahir.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala ruptur jalan lahir
5. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi ruptur jalan lahir.
6. Mahasiswa mampu pathway dari ruptur jalan lahir
7. Mahasiswa mampu menjelaskan Penanganan ruptur jalan lahir
8. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi ruptur jalan lahir.
9. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan ruptur
jalan lahir

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir
baik secara spontan maupun dengan alat atau tindakan. Robekan perineum
umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat. Robekan terjadi pada hampir semua primipara
(Wiknjosastro, 2005 : 665).

Ruptur perineum adalah robeknya perineum pada saat janin lahir.


Berbeda dengan episiotomy, robekan ini sifatnya traumatic karena
perineum tidak kuat menahan regangan pada saat janin lewat
(Siswosudarmo, Ova Emilia, 2008, p.144).

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama


dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Prawirohardjo,2007).
Jadi ruptur perineum atau robekan jalan lahir adalah suatu robekan
yang terjadi pada jalan lahir yang disebabkan karena trauma saat
persalinan, yang umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin terlalu cepat.

B. Tipe Ruptur Jalan Lahir


Macam-macam Robekan Jalan Lahir
a. Perlukaan vulva
Perlukaan vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika robekan
atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan perdarahan banyak, tidak
perlu dilakukan tindakan apa-apa. Tapi jika robek agak besar dan
banyak berdarah, lebih-lebih jika robek jika robek terjadi pada

3
pembuluh darah di daerah klitoris, Perlu dilakukan penghentian
perdarahan dan penjahitan luka robekan (Wiknjosastro, 2010).
b. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga terjadi pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat
dihindarkan atau di kurangi dengan menjaga agar panggul tidak di lalui
oleh kepala janin dengan cepat (aii yeyeh rukiyah, 2010).
Derajat ruptur perineum
a) Derajat I : Ruptur terjadi hanya pada mukosa
vagina,  komisura posterior, kulit perineum.
b) Derajat II  : Ruptur terjadi pada mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum dan otot perineum.
c) Derajat III  : Ruptur mengenai pada mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum, otot perineum dan otot
spinter ani.
d) Derajat IV     : Ruptur mengenai mengenai pada mukosa
vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum otot
spinter ani dan rectum.

C. Penyebab Ruptur Jalan Lahir


Menurut Fadil ( 2008 ), beberapa hal yang menajdi penyebab
terjadinya robekan perineum sebagai berikut :
1. Umumnya terjadi pada persalinan
2. Kepala janin terlalu cepat lahir
3. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
4. Jaringan parut pada perineum
5. Distosia bahu

Sedangkan Enggar ( 2010 ) menambahkan beberapa faktor yang bisa


menjadi penyebab robekan peinrum adalah posisi persalinan, cara
meneran dan berat bayi baru lahir yang terlalu besar ( > 4000 gram )

4
Menurut Mochtar, 2005 yang dapat menyebabkan terjadinya robekan
jalan lahir adalah

1. Kepala janin besar


2. Presentasi defleksi (dahi, muka).
3. Primipara
4. Letak sungsang.
5. Pimpinan persalinan yang salah.
6. Pada obstetri dan embriotomi : ekstraksi vakum, ekstraksi
forcep, dan embriotomi

D. Tanda Dan Gejala Ruptur Jalan Lahir


Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut
berasal dari perlukaan jalan lahir (Depkes RI, 2005). Tanda-tanda yang
mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :
1. Kulit perineum mulai melebar dan tegang
2. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap
3. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi
robekan pada mukosa vagina
4. Bila kulit perineum pada garis tengah mulai robek, di antara
fourchette dan sfingter ani.

Tanda dan gejala robekan jalan lahir menurut Mochtar, 2005 :


1. Perdarahan
2. Darah segar yang mengalir setelah bayi lahir
3. Uterus tidak berkontraksi dengan baik
4. Plasenta tidak normal
5. Pucat
6. Lemah
7. Pasien dalam keadaan menggigil

5
E. Patofisiologi
1. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat
dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar
panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin
yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan
menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorok janin, dan
melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena
diregangkan terlalu lama (Sarwono, 2007).
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan
bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus
pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir
lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah
panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vaginial (Sarwono, 2007).
Perlukaan perineum umumnya terjadi unilateral, namun
dapat juga bilateral. Perlukaan pada diafragma urogenitalis dan
muskulus levator ani yang terjadi pada waktu persalinan normal atau
persalinan dengan alat dapat terjadi tanpa luka pada kulit perineum
atau pada vagina sehingga tidak kelihatan dari luar. Perlukaan
demikian dapat melemahkan dasar panggul sehingga mudah terjadi
prolapsus genitalia. Umumnya perlukaan perineum terjadi pada tempat
dimana muka janin menghadap. Robekan perineum dapat
mengakibatkan pula robekan jaringan pararektal sehingga rectum
terlepas dari jaringan sekitarnya. Diagnosa rupture perineum
ditegakkan dengan pemeriksaan langsung. Pada tempat terjadinya
robekan akan timbul perdarahan yang bersiafat arterial (Sarwono,
2007).
2. Rupture serviks

6
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga serviks
seorang multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan per
vaginam. Robekan serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan
yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus
berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya
robekan serviks uteri (Sarwono, 2007).
3. Rupture uterus
Pada saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami
retraksi, dinding korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih
tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh
janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah dan ke dalam
segmen bawah rahim. segmen bawah rahim menjadi lebih lebar karena
dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik ke atas oleh kontraksi
segmen atas rahim yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran
retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi.
Apabila bagian terbawah janin tidak dapat terdorong karena sesuatu
sebab yang menahannya (misalnya panggul sempit atau kepala janin
besar) maka volume korpus yang tambah mengecil pada saat his harus
diimbangi oleh perluasan segmen bawah rahim ke atas (Sarwono,
2007).
Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologi semakin
(physiologic retraction ring) semakin meninggi ke arah pusat melewati
batas fisiologi menjadi patologi (pathologic retraction ring) lingkaran
patologik ini di sebut lingkaran Bandl (ring van Bandl).
segmen bawah rahim terus menerus tertarik ke arah
proksimal, tetapi tertahan oleh serviks dan his berlangsung kuat terus
menerus tetapi bagin terbawah janin tidak kunjung turun ke bawah
melalui jalan lahir, lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi
dan segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas sembari dindingnya
sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi. Ini  menandakan telah

7
terjadi ruptur imminens dan rahim yang terancam robek pada saat his
berikut berlangsung dindinng SBR akan robek spontan pada tempat
yang tertipis dan terjadilah perdarahan. Jumlah perdarahan tergantung
pada luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus
(Cunningham, 2005).

F. Pathway

8
G. Penanganan Ruptur Jalan Lahir
Menurut Mochtar (2005), penanganan robekan jalan lahir adalah :
1. Untuk mencegah luka yang robek dan pinggir luka yang tidak rata
dan kurang bersih pada beberapa keadaan dilakukan episotomi.
2. Bila dijumpai robekan perineum dilakukan penjahitan luka dengan
baik lapis demi lapis, dengan memperhatikan jangan ada robekan yang
terbuka ke arah vagina yang biasanya dapat dimasuki oleh bekuan
darah yang akan menyebabkan luka lama sembuh.
3. Dengan memberikan antibiotik yang cukup .
Tujuan penjahitan robekan perineum adalah untuk menyatukan
kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang
tidak perlu.Penjahitan dilakukan dengan cara jelujur menggunakan
benang catgut kromik. Dengan memberikan anastesi lokal pada
ibu saat penjahitan laserasi, dan mengulangi pemberian anestesi jika
masih terasa sakit. Penjahitan dimulai satu cm dari puncak luka. Jahit
sebelah dalam ke arah luar, dari atas hingga mencapai bawah laserasi.
Pastikan jarak setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit.
Ikat benang dengan membuat simpul dalam vagina. Potong ujung
benang dan sisakan 1,5 cm.melakukan pemeriksaan ulang pada
vagina dan jari paling kecil ke dalam anus untuk mengetahui
terabanya jahitan pada rectum karena bisa menyebabkan fistula dan
bahkan infeksi (Depkes, 2009).
Ruptur perineum derajat empat atau robekan yang lengkap
memerlukan langkah-langkah yang teliti. Apeks robekan dalam
mukosa, rectum harus di perhatikan dan tepi mukosa rectum
dibalikkan ke dalam lumen usus dengan jahitan berulang. Jahitan ini
diperkuat lagi dengan jahitan terputus sekeliling fasia endopelvis.
Ujung robekan sfingterani cenderung mengalami retraksi ke lateral
dan posterior. Setelah di identifikasi dan dijepit dengan forcep, ujung
robekan didekatkan dengan dua atau tiga jahitan (Saifuddin,2006).

9
H. Komplikasi
Risiko komplikasi yang mungkin terjadi jika rupture perineum tidak
segera diatas, yaitu :
1. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan
dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan
penatalaksanaan yang cermat selama kala satu dan kala empat
persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara
memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta
memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus
otot (Depkes, 2006).
2. Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan
pada vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung
kencing luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina.
Fistula dapat menekan kandung kencing atau rectum yang lama antara
kepala janin dan panggul, sehingga terjadi iskemia (Depkes, 2006).
3. Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena
adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai
dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.
Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa
iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan
varikositas vulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan
nyeri. Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan
memungkinkan banyak darah yang hilang. Dalam waktu yang singkat,
adanya pembengkakan biru yang tegang pada salah satusisi introitus di
daerah rupture perineum.
4. Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia
pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat

10
masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi.
Dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi 380 C, tanpa
menghitung pireksia nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia
nifas harus diperhatikan, diisolasi, dan dilakukan inspeksi pada
traktus gentitalis untuk mencari laserasi, robekan atau luka
episiotomi. Kaitan yang ditemukan dalam penulisan ini adalah
penyebab terjadinya rupture perineum, hal-hal yang dapat dilakukan
serta tanda dan gejala yang terlihat serta upaya lanjutan yang berkaitan
dengan penanganannya
Robekan jalan lahir selalu menyebabkan perdarahan yang berasal dari
perineum, vagina, serviks dan robekan uterus (rupture uteri).
Penanganan yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah dengan
melakukan evaluasi terhadap sumber dan jumlah perdarahan. Jenis
robekan perineum adalah mulai dari tingkatan ringan sampai dengan
robekan yang terjadi pada seluruh perineum yaitu mulai dari derajat
satu sampai dengan derajat empat. Rupture perineum dapat diketahui
dari tanda dan gejala yang muncul serta penyebab terjadinya. Dengan
diketahuinya tanda dan gejala terjadinya rupture perineum, maka
tindakan dan penanganan selanjutnya dapat dilakukan.

I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Ruptur Jalan Lahir


1. Pengkajian Kegawatdaruratan
a. Pengkajian A, B, C:
1) A: Airway + Cervical Control
Kepatenan jalan nafas, kaji cedera dan obstruksi jalan nafas.
2) B : Breathing + Ventilation
Oksigen 4 lpm dengan masker, jika memburuk (pasien makin
sesak, takipneu, ronki bertambah, PaO2 ≥ 60mmHg dengan O2
konsentrasi tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu
mengurangi cairan edema secara adequat) maka dilakukan
endotrakeal intubation, suction, ventilator.

11
3) C : Circulation + Hemorrhagic Control
Kontrol perdarahan dan rehidrasi cairan kristaloid
4) D : Disability
Pemriksaan neurologis atau kesadaran (GCS).
5) E : Exposure + Hypothermia Prevention
Kontrol lingkungan dan hipotermi
6) F : Folley Catheter
(kontra indikasi: Ruptur uretra)
7) G : Gastric Tube
8) H : Heart Monitor and Pulse Oksimetri

b. Pengkajian (PQRST)
1) Provokes (pemicu)
2) Quality (kualitas)
3) Radiation (penyebaran)
4) Severity (intensitas)
5) Time (waktu)
6) Treatment (penanganan)
c. Tipsord-Klinkhammer dan Adreoni menganjurkan OLD CART
1) Onset of system (awitan gejala)
2) Location of Problem (lokasi masalah)
3) Duration of Symptoms (karakteristik gejala yang di rasakan)
4) Aggraviting Factor (faktor yang memperberat)
5) Relieving Factors (faktor yang meringankan)
6) Treatment ( penanganan sebekumnya)
d. Pengkajian Secara Umum
1) Identitas Pasien
2) Riwayat kesehatan
3) Keluhan Utama
4) Riwayat Kesehatan Sekarang
5) Riwayat kesehatan Dahulu

12
6) Riwayat kesehatan keluarga
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Vital Sign : TD, N, RR, S
2) Pemeriksaan Head To Toe
Mata : anemis
Abdomen : masih membesar, uterus teraba keras
Punggung : tidak ada luka
Genetalia : genetalia melebar dan ada luka robek di daerah
jalan lahir, terlihat perdarahan,
Ekstermitas : sianosis
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap

f. Data Umum Maternitas


1) Kehamilan ini di rencanakan
2) Status obstretikus
3) HPHT
4) HPL Jumlah anak dalam rumah:
5) Mengikuti kelas prenatal: Tidak
6) Jumlah kunjungan selama kehamilan ini:
Trimester I: 2
Trimester II: 2
Trimester III: 3
7) Masalah kehamilan yang lain
Trimester I: -
Trimester II: -
Trimester III: -
8) Kontrasepsi yang pernah di pakai:
9) Masalah yang pernah di alami selama penggunaan alat kontrasepsi:
10) Rencana kontrasepsi setelah kehamilan ini: -

13
11) Makanan bayi sebelumnya:
12) Pendidikan kesehatan yang ingin ibu dapatkan selamam perawatan:
13) Setelah bayi lahir siapa yang diharapkan membantu:
14) Riwayat Persalinan Sekarang
Mulai persalinan (kontraksi pervaginam)
15) Keadaan kontraksi
Frekuensi dan kekuatan denyut jantung janin
16) Pemeriksaan dalam
Ketuban pecah

g. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas jaringan: kulit (perineum) berhubungan dengan
faktor mekanik (tertekan janin)
2) Perdarahan berhubungan dengan terputusnya jaringan perinium
3) Risiko kekurangan volume cairan : syok hipovolemik b.d kehilangan
cairan aktif (perdarahan).

h. Intervensi Keperawatan
1) Kerusakan integritas jaringan: kulit (perineum) berhubungan dengan
faktor mekanik (tertekan janin)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi
penyembuhan luka primer

NOC : Penyembuhan luka : primer

Kriteria hasil :

a) Penyatuan kulit
b) Penyatuan ujung luka
c) Pembentukan jaringan parut
d) Perfusi jaringan
NIC : perawatan luka

14
a) Inspeksi adanya kemerahan, pembengkakan, atau tanda-tanda
dehisensi atau eviserasi pada area jahitan.
b) Bersihkan dengan salin normal atau pembersih nontoksik
c) Kaji luka terhadap karakteristik berikut:
- Lokasi, luas dan kedalaman
- Adanya dan karakter eksudat, termasuk kekentalan,, warna
- Adda atau tidaknya jaringan nekrotik
- Ada atau tiadaknya granulasi atau epitelisasi
- Ada atau tidaknya infeksi pada area setempat
d) Ajarkan perawatan luka jahitan, termasuk tanda dan gejala
infeksi, mengurangi penekanan pada area tersebut.
e) Gunakan unit TENS (transcutaneus electrical nerve stimulation)
2) Perdarahan berhubungan dengan terputusnya jaringan perinium
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perdarahan
berhenti.

NOC : perdarahan berhenti

Kriteria hasil :

a) Perdarahan berhenti
b) Tidak terjadi syok hipovolemik
c) Tanda vital dalam rentang normal
NIC : manajemen perdarahan

a) Pantau perdarahan (volume, area dan warna)


b) Pantau tanda-tanda vital (nadi, suhu, tekanan darah, respirasi)
c) lakukan penjahitan pada area perdarhan
d) lakukan pengikatan atau penghentian perdarahan pada pembuluh
darah yang menyebabkan perdarhan
e) Pertahankan masukan cairan melalui IV
f) Atur ketersediaan produk darah untuk transfusi

15
3) Risiko kekurangan volume cairan : syok hipovolemik b.d kehilangan
cairan aktif (perdarahan).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi
syok hipovolemik

NOC : keseimbangan cairan

Kriteria hasil:

a) Frekuensi nadi dan irama jantung


b) Frekuensi dan irama napas
c) Kewaspadaan mental dan orientasi kognitif
NIC : manajemen cairan

a) Pantau perdarahan
b) Kaji orientassi terhadap orang, tempat dan waktu
c) Pantau status hidrasi (misal: kelembaban membran mukosa,
keadekuatan nadi, tekanan darah orostatik)
d) Berikan therapi IV sesuai program
e) Atur ketersediaan produk darah untuk transfusi.

16
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik
secara spontan maupun dengan alat atau tindakan. Robekan perineum
umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat. Robekan terjadi pada hampir semua primipara
(Wiknjosastro, 2005 : 665).
Faktor-faktor yang mempengaruhi robekan jalan lahir antara lain : faktor
ibu, faktor janin, faktor persalinan pervaginam dan faktor penolong persalinan.
Klasifikasi ruptur jalan lahir ada 4, yaitu : ruptur jalan lahir derajat I, ruptur
jalan lahir derajat II, ruptur jalan lahir derajat III, ruptur jalan lahir derajat IV.

B. SARAN
1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang robekan jalan lahir


sampai dengan bagaimana manifestasi klinik dan penatalaksanaan
medisnya, menerapkan konsep asuhan keperawatan kepada klien dengan
perlukaan jalan lahir.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan


tim medis tentang robekan jalan lahir sehingga dapat memberikan pelayanan
yang terbaik bagi klien serta mampu memberikan asuhan secara
komprehensif

17
DAFTAR PUSTAKA

Mochtar.2005.Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi Edisi III.Jakarta:EGC


Prawirohardjo, 2007. Acuan Asuhan Persalinan Normal. YBPS : Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Saifuddin.2006.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta:Bina
Pustaka
Wiknjosastro H, dkk. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Indonesia: Yayasan Bina
Pustaka

18

Anda mungkin juga menyukai