PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari perlukaan jalan lahir
2. Mengetahui etiologi perlukaan jalan lahir
3. Mengetahui patofisiologi perlukaan jalan lahir
4. Mengetahui tanda dan gejala perlukaan jalan lahir
5. Mengetahui penatalaksanaan medis perlukaan jalan lahir
[1]
BAB II
PEMBAHASAN
[2]
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina
dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan
garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah
rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar
diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan
simpisis phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis
transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna
dan eksterna (Cunningham, 1995).
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina
diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus,
muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna.
Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung
utama perinium, sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi
yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi
merupakan infeksi masa puerperium yang paling sering ditemukan pada
genetalia eksterna. Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat
persalinan pada bagian perinium dimana muka janin menghadap
(Prawirohardjo S,1999).
1. Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perinium
2. Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea
transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
3. Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
4. Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rectum
[3]
2) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
Robekan Perineum
- Tingkat I
- Tingkat II
- Tingkat III
- Tingkat IV
[4]
2.3 Penanganan :
Persiapan alat
Wadah DTT ber isi : sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit
Cairan antiseptik (alkohol, betadin)
Anastesi : lidokain 1%
Persiapan pasien
Ibu posisi litotomi, pasang kain bersih di bawah bokong, atur lampu
kearah vulva atau perineum bersihkan dengan cairan antiseptik
Persiapan petugas
Lepas perhiasan dan cuci tangan, pakai sarung tangan DTT untuk
memasukkan lidokain 1% kedalam spuit kemudian pakai sarung tangan lain
Perawatan pasca persalinan
1. Tingkat I
[5]
1. Tingkat II
Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata aalh brgerigi maka pinggir yang
bergerigi harus di rapikan lebih dulu
1. Tingkat III
Fasia perifektal dan fasia septm rekto vaginal di jahit dengan catgut
kromik sehingga bertemu kembali
Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah di klem dengan klemplen lurus
kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik
Robekan dijahit lapis demi lapisseperti menjahit robekan perineum tingkat
II
[6]
sukar diatasi dari bawah terpaksa dilakukan laparatomi dan ligamentum
latum di buka untuk menghentikan perdarahan jika tidak berhasil arteria
hipogstrika perlu di ikat.
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. bibir depan
dan bibir belakang servik dijepit dengan klem fenster kemudian serviks
ditariksedidikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan.
Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung
untuk menghentikan perdarahan.
1. Etiologi
1. Partus presipitatus
2. Trauma karena pemakaian alat-alat operasi (cunam, perforator, vakum
ekstraktor)
3. Melahirkan kepala janin pada letak sungsang secara paksa karena
pembukaan servix belum lengkap
4. Partus lama
5. Diagnosa robekan cervix
[7]
Perdarahan PP pada uterus yang berkontraksi baik harus memaksa
kita untuk memeriksa servix inspekulo. Sebagai profilaksis sebaiknya
semua persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk memeriksakan
inspekulo.
1. Komplikasi
2. perdarahan
3. syok
4. inkompetensi servix atau infertilitas sekunder
5. Penanganan menjahit robekan servix
6. Pertama-tama pinggir robekan sebelah kiri dan kanan di jepit dengan klem
sehingga perdarahan menjadi berkurang atau berhenti
7. Kemudian sevix di tarik sedikit, sehingga lebih jelaskelihatan dari luar
8. Jika pinggir robekan bergerigi, sebaiknya sebelum di jahit pinggir tersebut
diratakan dulu dengan jalan menggunting pinggir yang bergerigi tersebut.
9. Setelah itu robeka dijahit dengan cutgut cromik, jahitan dimulai dari ujung
robekan dengan cara jahitan terputus-putus atau jahitan angka delapan
10. Pada robekan yang dalam, jahitan harus di lakukan lapis demi lapis. Ini
dilanjutkan untuk menghindari terjadinya hematoma dalam rongga di
bawah jahitan
[8]
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
3.2 saran
[9]