RUPTUR PERINEUM
Oleh:
Preseptor:
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
alat, termasuk melakukan episiotomi. Diperkirakan lebih dari 85% wanita yang
Laserasi spontan pada vagina dan perineum dapat terjadi saat kepala dan
bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu
bila didapatkan adanya gawat janin, adanya pernyulit pervaginam (letak sungsang,
distosia bahu, ektraksi cunam atau vakum), dan adanya jaringan parut pada vagina
yang dikenainya. Tatalaksana atau repair ruptur perineum didasarkan pada derajat
perineum.
1
1.3 Tujuan Penulisan
perineum.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Perineum terletak di antara vulva dan anus dengan panjang rata-rata 4 cm.
diafragma urogenitalis.3
Diafragma pelvis terdiri dari atas otot levator ani dan otot koksigis
posterior serta fasia yang menutupi kedua otot ini. Diafragma urogenitalis terletak
eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuber ischiadika
profunda, otot konstrikor uretra, dan fasia yang menutupinya. Perineum mendapat
3
Gambar 2. Kanalis Ani 4
pada persalinan pervaginam. Diperkirakan lebih dari 85% wanita yang melahirkan
4
membutuhkan penjahitan. Angka morbiditas meningkat seiring dengan
Laserasi spontan pada vagina dan perineum dapat terjadi saat kepala dan
bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu
cepat atau tidak terkendali. Pengendalian pada saat kepala bayi membuka vulva
melakukan episiotomi secara rutin untuk mencegah laserasi berlebihan saat proses
persalinan. Namun saat ini, prosedur itu tidak lagi dianjurkan secara rutin karena
1. Derajat I : Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau
tanpa mengenai kulit perineum. Mukosa vagina dan kulit perineum ruptur
tetapi otot perineal masih intak. Biasanya tidak perlu dilakukan penjahitan.
2. Derajat II: Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinea
perlukaan yang lebih dalam dan bisa meluas ke vagina dengan melukai
hendaknya luka dijahit kembali secara cermat. Lapisan otot dijahit dengan
terjadinya rongga mati (dead space). Adanya rongga mati antara jahitan-
katgut kromik atau benang sintetik yang baik secara simpul (interrupted
suture). Jahitan hendaknya jangan terlalu ketat agar tempat perlukaan tidak
timbul edema.
5
3. Derajat III: Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani
terjadi pada waktu persalinan normal atau persalinan dengan alat, dapat
terjadi tanpa luka pada kulit perineum atau pada vagina, sehingga tidak
sebagai berikut:
4. Derajat IV: Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani
dan mukosa rectum
1. Retractor Weislander’s
7
Gambar 8. Forceps Allis
5. Forceps arteri
6. Gunting Mitzembaum
8. Spekulum Sims
Tampon
Kapas besar
Povidon Iodine
Lidocain 1%
dilakukan penjahitan.
9
2. Penjahitan robekan perineum derajat 2
d. Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan benang 2-0 mulai dari 1 cm di
10
Gambar 15. Penjahitan Mukosa 5
e. Lanjutkan jahitan pada daerah otot perineum sampai ujung luka pada
11
benang, dan hanya disisakan masing-masing 1 cm. Jika robekan
cukup luas dan dalam, lakukan colok dubur, dan pastikan tidak ada
yang di jahit tidak boleh terdapat rongga (death space). Rongga yang terdapat
vagina. Jahitan kulit pada ruptur perineum derajat 2 tidak boleh terlalu ketat,
1. Perbaikan robekan harus dilakukan hanya oleh dokter yang sudah dilatih
secara formal (atau dalam supervisi) mengenai perbaikan sfingter ani primer.
12
a. Anestesi umum atau regional (spinal, epidural, kaudal) menjadi analgesik
yang berhati-hati.
Pada kasus yang jarang ditemui, tipe robekan "buttonhole" terisolasi dapat
benang Vicryl.
rektovaginal).
dengan baik.
13
b. Benang monofilamen non-absorbable seperti nilon atau Prolene
d. Absorpsi sempurna PDS lebih lama dari Vicryl dan kekuatan tensilnya
3. Sfingter ani interna harus diidentifikasi dan jika mengalami robekan harus
a. Sfingter ani interna tampak pucat seperti daging ikan mentah sedangkan
b. Ujung-ujung otot yang robek dijepit dengan forsep Allis dan perbaikan end-
3/0.
4. Sfingter ani eksterna harus diidentifikasi dan dijepit dengan forsep Allis
Mitzembaum.
14
c. Teknik overlap akan menyebabkan area kontak otot menjadi lebih luas
dapat tetap kontinen tetapi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
e. Jika operator tidak familiar dengan teknik overlap atau sfingter ani eksterna
dilakukan menggunakan 2-3 jahitan matras, seperti pada perbaikan sfingter ani
interna.
a. Perineum yang pendek dapat menyebabkan sfingter ani menjadi lebih rentan
b. Kulit vagina harus dijahit dan kulit perineum diaproksimasi dengan jahitan
telah sempurna dan memastikan bahwa seluruh tampon atau kapas telah
dikeluarkan.
15
3. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3
mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika
3. Hematoma
16
Jika terjadi hematoma, buka dan alirkan. Apabila tidak ada
tanda infeksi dan perdarahan berhenti, luka dapat ditutup kembali.
4. Infeksi
Jika terdapat tanda infeksi, buka dan alirkan luka. Singkirkan jahitan
yang terinfeksi dan bersihkan luka.Jika infeksi berat, berikan
antibiotika. Infeksi berat tanpa disertai jaringan dalam: amoksisilin
oral 3 x 500 mg (5 hari) dan metronidazol oral 3 x 500 mg (5 hari).
17
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Usia : 22 tahun
Agama : Islam
Suku : Minang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jalan Raya Padang Gelanggang Matur
MRS : 16 April 2019
Keluhan Utama:
Pasien datang ke IGD rujukan dari Puskesmas Matur dengan diagosis
G1P0A0H0 parturien aterm kala 1 fase aktif
18
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada riwayat keluarga menderita penyakit keturunan, kejiwaan, dan
menular.
Riwayat menstruasi
menarche usia 13 tahun
siklus haid 28 hari, teratur
lama haid 6 hari dengan 2-3 kali ganti pembalut
hari pertama haid terakhir: 14 Juli 2018
taksir persalinan 21 April 2019
Riwayat perkawinan
Perkawinan pertama, umur menikah 21 tahun, dan lama menikah 10 bulan
Riwayat obstetrik
1. Sekarang
Kontrasepsi
Pasien tidak pernah menggunakan metode kontrasepsi apapun.
Riwayat Kebiasaan
Tidak ada riwayat merokok, minum alkohol, narkoba.
19
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 82x/menit, kuat angkat
Frekuensi Nafas : 20x /menit, regular
Suhu : 36,7oC, aksiler
Status Generalis
Kepala : normocephal
Mata : konjunctiva anemis (-/-), Sclera ikterik (-/-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : gangguan pendengaran (-)
Mulut : bibir sianosis (-)
Leher : JVP 5-2 cm H2O, pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : Gerakan dada simetris.
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung kanan : linea sternalis dekstra, batas
jantung kiri : linea midclavicula ICS V sinistra
Auskultasi : S1 S2 normal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : membesar arah memanjang, linea nigra (+)
Palpasi : Soefl, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), nyeri tekan perut kanan bawah (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : Hangat (+), edema (-)
20
Inferior : Hangat (+), edema (-)
Status obstetri
Inspeksi : membesar arah memanjang, linea nigra (+)
Palpasi : tinggi fundus uteri 32 cm, 2 jari dibawah proceccus
xyphoideus
Leopold I : teraba bokong
Leopold II : teraba punggung disebelah kanan ibu
Leopold III : teraba kepala
Leopold IV : sudah masuk PAP
DJJ : 137 x/ menit
His : 2-3 x/20-40”/sedang
Taksir berat janin : (32-12) x 155 = 3100 gram
Inspekulo : tidak dilakukan
Pemeriksaan dalam : pembukaan 4-5 cm (4-5 jari longgar), presentasi
kepala, Hodge I-II , ketuban masih utuh, lendir dan darah (+)
21
Rencana
Ikuti persalinan
22
Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/ saat relaksasi
uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 - 160x/
menit)
Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua
hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan
meneran.
Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik
dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai
dengan keinginannya.
Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan
kondisi dan kenyamanan ibu dan janin, dan dokumentasikan
semua temuan yang ada.
Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka
untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran
secara benar.
Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan
kuat untuk meneran:
Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara
meneran apabila caranya tidak sesuai
Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
Berikan cukup asupan cairan peroral (minum)
Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah
120 menit (2 jam) meneran (Primigravida) atau 60 menit (1 jam)
meneran (multigravida)
Lindungi perineum dengan tangan kanan (dibawah kain bersih dan
kering), ibu jari pada salah satu perineum dan 4 jari tangan pada sisi
perineum yang lain. Tangan kiri menahan kepala bayi untuk menahan
posisi tetap fleksi saat keluar secara bertahap melewati introitus dan
23
perineum. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernapas cepat
dan dangkal.
Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi
Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas
kepala bayi.
Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat
dan potong di antara dua klem tersebut.
Pada pasien ini tidak terdapat lilitan tali pusat.
Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan
kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah
arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk
melahirkan bahu belakang.
Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan
atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas
(sanggah susur).
Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut
kepunggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki
(masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata
kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
Jam 21.30 WIB lahir bayi perempuan, bayi lahir cukup bulan,
menangis kuat dan bergerak aktif.
Bayi dikeringkan mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk
basah dengan handuk / kain yang kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.
Memeriksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada lagi bayi
dalam uterus.
Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik.
24
Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM
(intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikan oksitosin).
Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira
3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan
jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama
Pemotongan dan pengikatan tali pusat: Dengan satu tangan. Angkat tali
pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan dilakukan
pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut. Kemudian dilakukan
pengikatan tali pusat.
Agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi, bayi diletakkan tengkurap di
dada ibu. Lurus kan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada / perut
ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi
lebih rendah dari puting payudara ibu dan selimuti bayi
Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari
vulva.
Meletakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis,
untuk mendeteksi pelepasan plasenta. Tangan lain meregangkan tali
pusat.
Saat uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat dengan tangan kanan,
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah dorso
kranial.
Timbul tanda-tanda pelepasan plasenta:
Fundus uteri naik
Tali pusat yang terlihat menjadi lebih panjang ± 3 cm
Bentuk uterus menjadi membulat dan keras
Disertai pengeluaran darah dengan tiba-tiba
Saat plasenta muncul di introitus vagina, plasenta dilahirkan dengan
kedua tangan. Memegang dan memutar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada
wadahnya.
25
Setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, dilakukan masase uterus
dengan meletakkan telapak tangan pada difundus dan dilakukan
gerakan melingkar hingga uterus berkontraksi.
Memeriksa plasenta dan selaput plasenta,
Plasenta lahir spontan, lengkap 1 buah, berat ± 500 gram, insersi
parasentralis. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum
(dengan 2 jari telunjuk dan tengah tangan kanan membuka liang vagina untuk
memeriksa apakah ada laserasi atau robekan perineum dan vagina yang
menyebabkan perdarahan). Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan
perdarahan.
Melakukan asuhan pasca persalinan, yaitu :
Memastikan uterus berkontraksi baik
Melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
Dilakukan penimbangan bayi, memberikan tetes mata antibiotika dan
vit K.
Berat badan bayi : 3000 gram
Panjang badan bayi: 51 cm
Evaluasi perdarahan : perdarahan ± 50 cc
Diagnosis :
P1A0H1 post partus spontan
Sikap :
Kontrol KU,VS, PPV, Kontraksi
Awasi kala IV
Terapi :
IVFD RL 20 tpm drip met : oxy 1:1
Inj. Ceftriaxon 2x1 amp
Paracetamol 3x500 mg
Sulfat ferosus 2x180 mg
Vit. C 3x50 mg
Rencana:
Pindah ke bangsal.
26
3.6 KALA IV
Jam Waktu TD Nadi Suhu TFU Kontraksi Kandung Darah
ke uterus kemih
2 jari Kosong
1 21.45 130/80 92x 36,80 Baik Normal
bpst
2 jari
22.00 130/80 96x 36,80 Baik Kosong Normal
bpst
2 jari
22.15 120/80 88x 36,80 Baik Kosong- Normal
bpst
2 jari
22.30 120/80 84x 36,80 Baik Kosong Normal
bpst
2 jari
2 22.45 120/70 80x 36,70 Baik Kosong Normal
bpst
2 jari
23.15 120/80 80x 36,70 Baik Kosong Normal
bpst
Penatalaksanaan:
Ikuti persalinan
Tanggal/Jam
27
T = 36,7 oC
Konjungtiva pucat : (-/-)
Abdomen : TFU 3 jari dibawah pusat, kontraksi baik
Genitalia : V/U tenang, PPV (-)
Penatalaksanaan :
Cefixime 2 x 200 mg
SF tablet 1 x 180 mg
Vit C 2 x 50 mg
Antalgin tablet 3x 1
BAB 4
DISKUSI
28
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis dengan G1P0A0H0 parturien aterm kala 1 fase aktif..
Dari anamnesis didapatkan pasien sudah mengeluhkan nyeri pinggang
menjalar ke ari-ari dengan keluar lendir bercampur darah dari kemaluan
sejak 11 jam sebelum masuk rumah sakit, pada pemeriksaan fisik
didapatkan pasien dalam keadaan umum lemah, sadar, tanda vital dalam
batas normal. Dari hasil laboratorium mendapatkan hasil dengan kesan
leukositosis. Pada pasien ini dilakukan episiotomi dengan indikasi
perineum kaku. Ruptur perineum pada pasien ini merupakan ruptur
perineum tigkat II yakni robekan tidak hanya pada mukosa vagina tetapi
juga mengenai otot bulbocavernosus yang merupakan otot yang
membentuk badan perineum, dan cincin hymen. Ruptur ini paling sering
terjadi pada primigravida, akibat perineum masih lebih kaku dibanding
pada kehamilan berikutnya. Pada perineum yang kaku yang tidak
dilakukan episiotomi, maka ruptur perineum umumnya terjadi di garis
tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terpaksa lahir ke
belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-
bregmatika. Episiotomi tidak rutin dilakukan karena memiliki risiko
perdarahan, hematoma, infeksi, dan nyeri pascapersalinan. Indikasi
episiotomi adalah apabila ada gawat janin, penyulit pervaginam, dan
adanya jaringan parut pada vagina. Ruptur perineum dapat dibagi menjadi
4 derajat. Pada ruptur derajat 1 tidak dibutuhkan penjahitan. Pada rupture
derajat 2 dibutuhkan penjahitan mulai dari mukosa vagina, otot-otot
perineum, dan kulit. Ruptur derajat 3 dan 4 merupakan indikasi rujukan ke
layanan kesehatan sekunder, karena tindakan repair perineum dengan
derajat 3 dan 4 membutuhkan operator yang sudah terlatih. Teknik
menjahit yang tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi berupa
hematoma. Pasca tindakan repair perineum, pasien harus diedukasi untuk
menjaga kebersihan perineum untuk mengurangi risiko infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
29
1. Ikatan Dokter Indonesia. Ruptur Perineum Tingkat 1-2 dalam Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2014.
Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Daseh JS,
et.all.Maternal Anatomy dalam Williams Obstetric 24th Edition, 2014. New
York: McGraw Hill. Hal 16-35.
30