Anda di halaman 1dari 8

ROBEKAN JALAN LAHIR

Oleh
IIN NURHAYANTI
NIM P1337424419068

A. Pengertian
Robekan jalan lahir adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu
persalinan. Sedangkan luasnya laserasi ditentukan berdasarkan
kedalamannya. Pada laserasi perineum derajat I dan II jarang terjadi
perdarahan, namun pada laserasi derajat III dan IV sering menyebabakan
perdarahan post partum (Karkata, 2008). Laserasi jalan lahir terjadi hampir
pada semua persalinan pertama (primipara) dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan
menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat
(Budiyanto, 2014). Trauma bagian lunak terlazim mengenai perineum dan
vagina sebagai hasil laserasi atau episiotomi. Sebenarnya masing-masing
robekan atau potongan perineum merupakan cedera pada perineum dan
vagina (A.Friedman, 1997)

B. Etiologi
Penyebab Robekan Jalan Lahir:
(‘BAB II TINJAUAN TEORI’, 2007)
1. Faktor Maternal
a. Partus presipitatus
b. Mengejan terlalu kuat
c. Perineum yang rapuh dan oedema
d. Primipara
e. Kesempitan pintu bawah panggul
f. Varises Vulva
g. Kelenturan jalan lahir
2. Faktor Janin
a. Janin Besar
b. Presentasi defleksi
c. Presentasi bokong
d. Distosia bahu
e. Kelainan kongenital seperti hidrosefalus

3. Faktor Penolong Persalinan


a.Cara memimpin mengejan dan dorongan pada fundus uteri
b.Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala
c.Anjuran posisi meneran
d.Episiotomi

C. Pembagian Robekan Jalan Lahir


Robekan jalan lahir (perineum) dapat dibagi atas 3 tingkat (Hanifa
Wiknjosastro, 2005)
Tingkat 1: robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau
tanpa mengenai kulit perineum sedikit
Tingkat 2: robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai selaput
lendir vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi
tidak mengenai sfingter ani
Tingkat 3: robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai
mengenai otot-otot sfingter ani

Untuk klasifikasi laserasi perineum, menggunakan klasifikasi internasional


dari Sultan tahun 2002 (P.J.Door et al., 2015)
Tingkat 1: laserasi kulit
Tingkat 2: laserasi kulit dan perineum tanpa melibatkan sfingter
Tingkat 3: laserasi perineum dan anal
Tingkat 4: laserasi perineum, sfingter ani dan mukosa anus
D. Waktu Penjahitan Robekan Jalan Lahir
Penjahitan luka episiotomi-perineum, dapat dilakukan pada waktu menunggu
pelepasan plasenta, terutama untuk robekan tingkat pertama dan kedua.
Robekan perineum tingkat ketiga (totalis) sebaiknya dilakukan setelah
plasenta lahir karena memerlukan waktu yang lama. (Prof.dr.Ida Bagus Gde
Manuaba, 1999)

E. Tujuan Penjahitan Robekan Jalan Lahir


Tujuan menjahit laserasi adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh
(mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan
hemostatis). Setiap kali jarum masuk jaringan tubuh, jaringan akan terluka
dan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu
pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan benang yang cukup
panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan
pendekatan dan hemostatis. (Asuhan Persalinan Normal, 2008)

F. Anastesi Pada Penjahitan Robekan Jalan Lahir


Pada waktu menjahit luka perineum timbul rasa sakit dan takut padapenderita,
sedangkan tindakan penjahitan memerlukan ketenangan sehingga diperlukan
tindakan mati rasa atau anastesi pada penderita, dan dapat diberikan dalam
bentuk:
1. Anastesi lokal
Dengan cara:
a. Infiltrasi langsung pada luka perineum
b. Infiltrasi langsung pada nervus pudendus
2. Anastesi Umum
Anastesi umum yang diberikan bersifat jangka pendek dan ringan: ketamin
(ketalar) 0,5 mg/kgBB, diprivan 10 cc
Untuk keamanan dalam tindakan anastesi umum, sebaiknya didahului
dengan pemberian sulfas atropin dan valium masing-masing 1 ampul
3. Inhalasi
Dengan triline
(Prof.dr.Ida Bagus Gde Manuaba, 1999)

G. Persiapan Penjahitan
Persiapan untuk melakukan penjahitan luka robekan jalan lahir adalah:
1. Penjelasan mengenai Penjahitan
2. Posisi ibu yang adekuat dan pencahayaan yang baik
3. Inspeksi vagina dan perineum
Pemeriksaan rektal penting dilakukan ketika terjadi laserasi sfingter. Pada
pemeriksaan rektal, telunjuk di insersikan ke anus dan ibu jari diletakkan
pada sfingter. Sfingter di palpasi antara ibu jari dan jari telunjuk.
4. Penjahitan dengan kondisi aseptik
5. Anastesi yang memadai (10-20 ml lidokaine 1%)
6. Penjahitan dilakukan sesegera mungkin untuk mengurangi risiko infeksi
dan kehilangan darah, tetapi bila perlu melakukan manual plasenta,
penjahitan episiotomi ditangguhkan setelah plasenta lahir lengkap. Jika
jarak waktu antara dilakukan episiotomi dan penjahitan relatif lebih lama
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
(P.J.Door et al., 2015)

H. Teknik Penjahitan
1. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi
tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta
anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada
dalam posisi litotomi
2. Tempatkan handuk atau kain bersih dibawah bokong ibu
3. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum bisa
dilihat dengan jelas
4. Gunakan teknik aseptik pada memeriksa robekan atau episiotomi,
memberikan anastesi lokal dan menjahit luka
5. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir
6. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril
7. Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-
bahan disinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan
8. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan
mudah dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan
9. Gunakan kain/kassa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka
vulva, vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau
bekuan darah yang ada sambil menilai dalam dan luasnya luka
10. Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa
laserasi/sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika
laserasinya dalam atau episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk
memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukkan
jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati-hati dan angkat jari
tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasi sfingter ani. Raba tonus
atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu mengalami laserasi
derajat tiga atau empat dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk jika
mengalami laserasi serviks
11. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau
steril yang baru setelah melakukan pemeriksaan rektum
12. Berikan anastesi lokal
13. Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan
benang. Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat
lentur , kuat, tahan lama dan paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan
14. Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, dan
jepit jarum tersebut

Penjahitan Laserasi pada Perineum:


1. Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat
tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi, atau jika
tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya
2. Pastikan bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk
melakukan penjahitan sudah didisnfeksi tingkat tinggi atau steril
3. Setelah memberikan anastesilokal dan memastikan bahwa daerah tersebut
sudah di anastesi, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk
secara jelas menentukan batas-batas luka
4. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian
dalam vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikat dan potong
pendek benang yang lebih pendek dari ikatan.
5. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahut ke bawah ke arah cincin
himen
6. Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina
lalu kebawah cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi
7. Teruskan ke arah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur,
hingga mencapai bagian bawah laserasi
8. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan
penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan
subkuticuler
9. Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus
keluar dari belakang cincin himen
10. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung
benang dan sisakan sekitar 1,5cm
11. Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak
ada kassa atau peralatan yang tertinggal di dalam
12. Dengan lembut masukkan jari yang paling kecil ke dalam anus. Raba
apakah ada jahitan pada rektum
13. Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat
tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman.
14. Nasehati ibu untuk:
a. Menjaga perineum selalu bersih dan kering
b. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum
c. Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai
empat kali per hari
d. Kembali dalam seminggu untuk memerika penyembuhan luka. Ibu
harus kembali lebih awal jika mengalami demam atau mengeluarkan
cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut
menjadi lebih nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

A.Friedman, E. (ed.) (1997) Bedah Kebidanan Martius. Jakarta: EGC.

Asuhan Persalinan Normal (2008). Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

‘BAB II TINJAUAN TEORI’ (2007).

Budiyanto, dan sugianto 2014 abdul multi (2014) ‘Pengaruh Posisi Lithothomi
Dan Posisi Dorsal Recumbent Terhadap Derajat Robekan Perineum Pada Ibu
Bersalin Primi Gravida di BPM Myatoeti Kabupaten Malang’, Jurnal Fasilkom,
1(1), pp. 1–21. doi: 10.1109/MSP.2008.90.

Hanifa Wiknjosastro (ed.) (2005) Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

P.J.Door, V.M.Khouw, F.A.Chervenak, A.Grunebaum, Y.Jacquemyn,


J.G.Nijhuis, J.S.Effendi and J.C.Mose (2015) Obstetri Intervensi.

Prof.dr.Ida Bagus Gde Manuaba, D. (1999) Operasi Kebidanan Kandungan dan


Keluarga Berencana untuk Dokter Umum. EGC.

Anda mungkin juga menyukai