Anda di halaman 1dari 16

“LASERASI JALAN LAHIR”

Mata Kuliah : Asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal neonatal”


” Dosen pengampuh : supriyanti R. Usman, S.ST,M.KM”

Nn

Oleh kelompok 2
Nurlaila jalal
Nurrahmatia umakamea
Nurizkiya ( tidak aktif)
Nurul aulia A yamani
Winda Irwin

D-III KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES TERNATE
2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segalah
rahmat dan karunia-Nya yang telah memberi nikmat kesehatan sehingga penulis dapat menyusun
san menyelesaikan terpat sesuai dengan waktunya. Shalawat serta salam senantiasa dicurahkan
kepada Nabi Besar Muhamad SAW kepada seluruh umatnya Amin. Kami mengucapkan sykuru
kepada Tuhan yang Maha Esa sehingga kami mampu untuk menyeselasikan pembuatan makalah
sebagai tugas dari mata kulia Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
Suprianti R Usman, S.ST,M.KM pada mata kuliah Asuhan kebidanan Kegawatdaruratan
Maternal Neonatal. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para
pembaca daKami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat keselahan serta kekuragan didalamnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca maklah ini supaya maklah ini dapat menjadi makalah yang lebih baiak
lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kira semua. Terima kasih

Ternate 27 maret 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR I

DAFTAR ISI II

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHSAN 2

A. Pengertian laserasi jalan lahir 2


B. Diagnosa 2
C. Etiologi 3
D. Perubahan robekan serviks 3
E. Langkah klinis 4
F. Pencegahan infeksi 5
G. Eksplorasi ulang( sebelum tindakan) 5
H. Penjahit 5
I. Eksplorasi ulang(pasca tindakan) 5
J. Perawatan Pascatindakan 5
BAB III PENUTUP 6

A. Kesimpulan 6
B. Saran 6
DAFTAR PUSTAKA 7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laserasi perineum merupakan robekan yang terjadi pada perineum sewaktu proses persalinan.
Persalinan dengan tindakan seperti ekstraksi forsep, ekstraksi vakum, versi ekstraksi, kristeller
(dorongan pada fundus uteri) dan episiotomi dapat menyebabkan robekan jalan lahir. Laserasi
perineum dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat laserasi yaitu derajat I, derajat II, derajat III
dan derajat IV. Perdarahan postpartum sering terjadi pada laserasi perineum derajat I dan II.
Namun pada laserasi derajat I dan II jarang terjadi perdarahan postpartum. National Hospital
Discharge Survey (1997) melaporkan bahwa di Amerika Serikat angka morbiditas ibu hamil dan
bersalin diantaranya adalah komplikasi kebidanan (3,6%), toksemia gravidarum (5,8%), trauma
kebidanan meliputi laserasi jalan lahir dan hematom (5,0%) dan laserasi perineum (1,7%) serta
trauma lainnya (3,9%). Sedangkan angka morbiditas lainnya meliputi macam-macam infeksi dan
penyakit yang menyertai kehamilan, persalinan dan nifas (Friedman, 2003) Robekan jalan lahir
selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Sumber perdarahan
dapat berasal dari perineum,
vagina, serviks, dan robekan uterus (Ruptura Uteri). Robekan jalan lahir banyak dijumpai pada
pertolongan persalinan oleh dukun. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan risiko
rendah mempunyai komplikasi ringan sehingga dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)
maupun perinatal (Manuaba, 1998). Departemen Kesehatan RI (2009) melaporkan bahwa Angka
kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan laporan dari kabupaten/kota sebesar
117,02/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Kota Semarang
sebesar 85,47/100.000 kelahiran hidup. AKI disebabkan perdarahan (21,05%), infeksi (0%),
eklamsi (36,8%), dan lain-lain (42,1%) (Depkes RI, 2010).
Laserasi perineum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor maternal, faktor janin, dan
faktor penolong. Faktor maternal meliputi perineum yang rapuh dan oedema, primigravida,
kesempitan pintu bawah panggul, kelenturan jalan lahir, mengejan terlalu kuat, partus
presipitatus, persalinan dengan tindakan seperti ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, versi ekstraksi
dan embriotomi, varikosa pada pelvis maupun jaringan parut pada perineum dan vagina. Faktor
janin meliputi janin besar, posisi abnormal seperti oksipitoposterior, presentasi muka, presentasi
dahi, presentasi bokong, distosia bahu dan anomali kongenital seperti hidrosefalus. Faktor
penolong meliputi cara memimpin mengejan, cara berkomunikasi dengan ibu, ketrampilan
menahan perineum pada saat ekspulsi kepala, episiotomi dan posisi meneran (Mochtar, 1998,
Siswosudarmo & Emilia, 2008).
B. Rumusan masalah
a. .Bagaimana konsep teoritis dari laserasi jalan lahir?
b. Apa saja etiologi dari laserasi jalan lahir?
c. Bagaimana pencegahan infeksi pada laserasi jalan lahir?
d. Bagaimana asuhan kebidanan pada laserasi jalan lahir?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Laserasi Jalan Lahir
Robekan yang terjadi pada perineum, vagina, serviks, atau uterus, dapat terjadi secara
spontan maupun akibat tindakan manipulative pada pertolongan persalinan
 Essential diagnosis/ cardinal sign
Dicurigai jika perdarahan tetap berlangsung setelah memastikan kontraksi uterus
baik dan tidak terdapat sisa jaringan pada uterus ditemukan pada pemeriksaan
jalan lahir setelah kelahiran
Diagnosis :
Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak
didapatkan adanya retensi plasenta maupun adanya sisa plasenta, kemungkinan
terlah terjadi perlukaan jalan lahir.
 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan :
 Inspeksi dengan teliti terhadap vagina, serviks
 Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan :
Derajat satu :
a. Mukosa vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan aposisi luka baik
Derajat dua
a. Mukosa vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
d. Otot perineum
Jahit menggunakan teknik yang dijelaskan
Derajat tiga
a. Mukosa vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
d. Otot perineum
e. Otot sfingter ani
Derajat empat
a. Mukosa vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
d. Otot perineum
e. Otot sfingter ani
f. Dinding depan rectum
Penolong persalinan yang tidak di bekali ketrampilan untuk reparsi laserasi
perineum derjat tiga atau empat. Maka hendaknya segera merujuk kefsilitas
rujukan.
 Terapi
Penjahitan :
1. Sebelum merepair luka episiotomy atau laserasi, jalan lahir harus
diekpose/ditampilkan dengan jelas, bila diperlukan dapat menggunakan
bantuan speculum sims.
2. Identifikasi, apakah terdapat laserasi serviks, jika ada harus direpair terlebih
dahulu.
3. Masukan tampon atau kassa kepuncak vagina untuk menahan perdarahan dari
dalam uterus untuk sementara sehingga luka episiotomy tampak jelas
4. Masukan jari ke ll dan ke lll kedalam vagina dan regakan untuk dinding
vagina untuk mengespos batas atas (ujung) luka.
5. Jahitan dimulai dari 1cm proksimal puncak luka, luka dinding vagina dijahit
kearah distal hingga batas commissura posterior.
6. Rekontruksi diaphragm urogenital ( otot perineum) dengan chromic cat gut 2-
0
7. Jahitan diteruskan dengan penjahitan kulit perineum.
1) Robekan perineum
a) Konsep dasar
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Namun halmini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan
jalan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Dan
adanya robekan perineum ini dibagi menjadi: Robekan perineum derajat 1, robekan
perineum derajat 2,3 dan 4.
b) Derajat laserasi jalan lahir adalah sebagai berikut
Derajat I : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum:
Derajat II : muka vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum;
Derajat III : mukosa vagina, komisura posterior kulit perineum, otot perineum, otot
spinter ani eksterna; derajat IV: mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot spingter ani eksterna, dinding rectum anterior.

robekan, masukksan jarum pada ujung atau pojok laserasi atau luka dan dorong masuk
sepanjang luka mengikuti garis tempat jarum jahit akan masuk atau keluar, aspirasi dan
kemudian suntikkan sekitar 10 ml lidokain 0,5 % dibawah mukosa vagina, dibawah kulit
perineum, dan pada otot-otot perineum tunggu 2 menit agar anastesi efektif.
Penderita diberikan makanan yang tidak mengandung selulosa dan mulai hari ke 2 diberi
paraffinum lequidum sesendok makan 2 kali sehari dan jika perlu pada hari ke 6 diberi
klisma minyak (sumarah, 2009).
c) Perbaikkan robekan tingkat I dan II untuk menjahit robekan pada perineum dan vagina
Umumnya robekan tingkat I dapat sembuh sendiri tidak perlu dijahit, kaji ulang prinsip
dasar perawatan; berikan dukungan emosional; pastikkan tidak ada alergi terhadap
lodokain atau obat-obatan sejenis; periksa vagina, perineum, dan serviks; jika robekan
panjang dan dalam, periksa apakah robekan itu tingkat II atau IV dengan cara : masukkan
jari yang bersarung tangan ke anus, identifikasi spfringter, rasakan tonus springter,
gantung sarung tangan.
Jika aspringter kena, lihat reposisi robekan tingkat III dan IV, jika springter utuh,
teruskan reparasi, A dan antiseptic di daerah laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan
terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalan kerjasama dengan ibu selama persalinan dan
gunakan manufer tangan yang tepat untuk mengandalkan kelahiran bayi serta membantu
mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama ini dibutuhkan terutama saat kepala bayi dengan
diameter 5-6 cm telah membuka vulva (krowning). Kelahiran kepala yang terkendali dan
perlahan memberikan waktu pada jaringan vagina dan perineum untuk melakukan
penyesuaian dan akan mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Saat kepala
mendorong vulva dengan diameter 5-6 cm bombing ibu untuk meneran dan berhenti
untuk beristirahat atau bernapas dengan cepat.

2) Robekan vagina
a) konsep dasar perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tida
seberapa sering terdapat. Mungki ditemukan sesudah persalinan biasa tetapi lebih sering
sebagai akibat ekstraksi dengan cunam lebih-lebih kalau kepala bayi harus diputar.
Robekan dinding lateral dan bahu terlihat pada pemriksaan dengan speculum. Lanjut
perdarahan biasanya banyak, tetapi mudah di atasi dengan jahitan. Kadang-kadang
robekan atas vagina terjadi sebagai akibat menjalarnya uterine terputus, timbul banyak
pendarahan yang banyak membahayakan jiwa penderita apabila pendarahan demikian itu
sukar dikuasai dari bawah, terpaksa dilakukan laparatomi dan ligamentum latum dibuka
untuk mengentikkan pendarahan, jika hal yang terakhir ini tidak berhasil,
arteriahipogastrika yang bersangkutan perlu dilihat.
b) Perlukaan vagina terdiri dari:
1) Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina hal
ini terjadi apabila pada persalinan dengan disproporsi sefalopelviks terjadi
regangan segmen bawah uterus denganserviks uteri tidak terjepit antara kepala
janin dan tulang panggul sehingga tarikkan ke atas langsung ditampung oleh
vagina. Jika tarikan di atas dengan bagian yang lebih di bawah dan yang
berfiksasi pada jaringan sekitarannya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila
tindakan pervagina dengan masukkan tangan penolong kedalam uterus di buat
kesalahan, yang fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar supaya uterus tidak
naik ke atas.
Gejala-gejala yang timbul yaitu pasien gelisah, pernafasan dan nadi menjadi
cepat serta dirasakan nteri terus menerus dibawah perut. Segmen bawah uterus
tegang nyeri pada perabaan dan lingkaran retraksi tinggi sampai mendekati pusat
dan linga mentarotunda tegang.
2) Fistula akibat pembedaan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan
vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak dengan diganti SC. Fistula
dapat terjadi menandakan karena perlukaan pada vagina yang menembus
kandung kencing atau rectum, misalnya oleh karena robekan serviks menjalar ke
tempat-tempat tersebut. Jika kandung kencing luka, air kencing segera keluar
melalui vagina. Fistula dapat terjadi karena dinding vagina dan kandung kencing
atau rectum tertekan lama antara kepala janin dan panggul, sehingga terjadi
iskemia, akhirnya terjadinya nekrosis, jaringan nekrosis terlepas, terjadilah fistula
disertai inkonfinensialis. Bila ditemukan perlukaan kandung kencing setelah
persalinan selesai harus segera dilakukan penjahitan, lalu pasang dauer cateter
untuk beberapa lama fistula kecil dapat menutup sendiri apabila fistula tidak
sembuh sendiri maka sesudah 3 bulan post partum dapat dilakukan operasi untuk
menutupnya.
c) Etilogi
Penyebab robekan vagina terdiri dari: buatan atau cunam , vagina yang sempit, Arcus
pubis yang sempit, Lanjtkan laserasi serviks, posisi oksiput posterior, kepala bayi terlalu
cepat lahir, kepala bayi diputar sesaat kepala bayi lahir.
d) Tanda atau gejala robekan Vagina
Tanda dan gejala yang selalu ada: adanya perdarahan segar (perdarahan post partum);
darah segar dan mengalir segera setelah bayi lahir; plasenta lahir lengkap; uterus
berkontraksi.
Tanda dan gejala yang kadang-kadang ada: pucat, lemah,mengigil.
e) Pencegahan laserasi
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat bayi dilahirkan, terutama
saat kelahiran kepala dan bahu. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan
terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu selama persalinan dan
gunakan manufer tangan yang tepat untuk mengandalkan kelahiran bayi serta membantu
mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama ini dibutuhkan terutama saat kepala bayi dengan
diameter 5-6 cm telah membuka vulva (crowning). Kelahiran kepala yang terkendali dan
perlahan memberikan waktu pada jaringan vagina dan perineum untuk melakukan
penyesuaian dan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Saat kepala
mendorong vulva dengan diameter 5-6 cm bombing ibu untuk meneran dan berhenti
untuk beristirahat atau bernapas dengan cepat.
3) Robekan Serviks
a) Konsep Dasar
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara
berbeda dengan yang belim pernah melahirkan pervagina. Robekan serviks yang luas
menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar le segmen bawah uterus. Apabila terjadi
perdarahan yang tidak berhenti walaupun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus
berkontraksi baik, perlu dipikirkan adanya perlukaan jalan lahir khususnya robekan serviks
uteri. Dalam keadaan ini harus diperiksa dengan speculum. Pemeriksaan juga harus
dilakukan secara rutin setelah tindakan obstetric yang sulit.
Apabila ada robekan serviks perlu ditarik keluar dengan dengan beberapa cunam ovum,
supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik. Jahitan pertama dilakukan di ujung
atas luka, lalu kemudian di lakukan jahitan terus ke bawah. Apabila serviks kaku dan his
kuat, serviks uteri mengalami tekanan kuat oleh kepala janin sedangkan pembukaan tidak
maju. Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian serviks atau pelepasan serviks
secara sekuler. Pelepasan ini dapat dihindari dengan tindakan seksio sesarea jika diketahui
ada distosia sirvikalis. Apabila sudah terjadi pelepasan serviks biasanya tidak dibutuhkan
pengobatan hanya jika ada pendarahan, tempat pendarahan dijahit. Jika bagian serviks yang
terlepas masih berhubungan dengan jaringan lain sebaiknya hubungan itu diputuskan.
Robekan yang kecil-kecil selalu terjadi pada persalinan. Oleh karena itu, robekan yang harus
mendapat perhatian kita adalah robekan yabg dalam, yang kadang kadang sampai ke vornik.
Robekan biasanya terdapat dipinggir samping serviks bahkan kadang-kadang sampai ke
segmen bawah Rahim dan membuka parametrium. Robekan yang sedemikan dapat membuka
pembuluh-pembuluh darah yang besar dan menimbulkan pendarahan yang hebat. Robekan
seperti ini biasanya terjadi pada persalinan buatan , ekstraksi dengan forceps, ekstraksi pada
letak sungsang, versi dan akstraksi, dekapitalis, pervorasi, dan kraniokasi terutama jika
dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap. Robekan ini jika tidak dijahit selain
menimbulkan pendarahan juga dapat menjadi penyebab servisitis, parametritis, dan mungkin
juga terjadi pembesaran karsinoma servik, kadang –kadang menimbulkan pendarahan nipas
yang lambat (obstetric patologi Unpad, edisi 2, 2005).
Perdarahan pasca persalinan pada uterus yang berkontraksi baik harusmemaksa kita untuk
memeriksa servik uteri dengan pemeriksaan speculum sebagai proflaksasis sebaiknya semua
persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk pemeriksaan speculum.
Robekan serviks harus dijahit jika berdarah atau lebih besar dari 1 cm. kadang-kadang bibir
depan serviks tertekan antara kepala anak dan sympisis, terjadi nekrosis dan terlepas.
Adakalanya portio keseluruhannya terlepas, bagian yang terlepas itu merupakan cincin
(circular detachment) ini terutama terjadi pada primitua.
B. Diagnosa
Jika perdarahan postpartum pada uterus yang berkontraksi baik harus dilakukan pemeriksaan
serviks secara inspekulo. Sebagai profilaksis sebaiknya semua persalina buatan yang sulit
menjadi indikasi untuk pemeriksaan inspekulo.
C. Etiologi
Etilogi robekan serviks yaitu:
 Partus presipitatus
 Trauma karena pemaksaan alat seperti cunam
 Vakum ekstraktor
 Melahirkan kepala janin dengan letak sungsang secara paksa padahal pembukaan serviks
uteri belum lengkap
 Partus lama dimana telah terjadi serviks edem sehingga jaringan serviks sudah menjadi
rapuh dan mudah robek.
D. Perbaikan Robeka Serviks (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Perbaikan robekan pada serviks yaitu dengan tindakan diantaranya:
 Tindakan antisepsis pada vagina dan serviks
 Berikan dukungan emosional dan penjelasan
 Tidak melakukan anastesi
 Jika robekan luas atau sampai ke atas beri petidin dan diazepam secara IV
 Asisten menahan fundus
 Bibir serviks dijepit dengan klem ovum
 Pindahkan bergantian searah jarum jam sehingga semua bagian serviks dapat diperiksa
 Pada bagian yang terdapat robekan tinggalkan dua klem di antara dua robekan
 Jahit robekan serviks dengan cutgut kromik secara jelujur mulai dari apeks
 Jika sulit di ikat
 Apeks jepit dengan klem ovum atau arteri klem dipertahankan 4 jam
 Kemudian sesudah 4 jam kelem dilepas sebagaian
 Sesudah 4 jam berikutnya lepas semua
 Jika sampai puncak vagina robek lakukan laparatomi.

Prosedur penjahitan porsio merupakan salah satu upaya untuk menghentikan sumber
perdarahan dan konservasi fungsi fisiologisnya. Setiap robekan porsio yang melebihi ukuran
panjang 2 cm, harus dilakukan penjahitan, penjahitan dimulai dari 1 cm di atas ujung luka, yang
bertujuan untuk hemostasis. Setelah prosedur awal tersebut selesai, arah jahitan menuju ke
bagian distal. Karena porsio pasca persalinan sangat lunak, maka jahitan harus cukup erat dan
dapat mempertemukan tepi robekan secara sposisi. Tarikan atau ikatan yang terlalu kuat, justru
akan merobek jaringan tersebut atau memperlambat penyembuhan. Dengan indikasi: perdarahan
massif dari robekan porsio, robekan porsio ≥ 2 cm.
Penjahitan porsio dilakukan secara hati-hati pada perdarahan yang disebabkan oleh robekan
porsio dengan komplikasi yang belim teratasi, misalnya syok hipovolemik, syok septik, infeksi
berat, edema paru, gagal jantung.
E. Langkah Klinik :
Lakukan informed consent(Persetujuan Tindakan Meduik). Persiapan sebelum tindakan
adalah:
1) Pasien beri cairan dan slang infus sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah
dibersihkan dengan air sabun, lakukan uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi
kardiopulmoner, siapakan alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah.
2) Medikamentosa: Analgetilka: Pethidin 1-2 mg/kg BB (sediakan antidotum), ketamine
HCI 0,5 mg/kg BB, Tramadol 1-2 mg/kg BB: Sulfas atropinr 0,25-0,50 mg/ml: Sedative
(Diazepam 10 mg): Antibiotika: Larutan antiseptic (povidon lodin 10%): Oksigen dengan
regulator.
3) Instrumen : Cunam tampon: 1; Klem ovum (fenster clamp); 5; Spekulum slimm’s
dan/atau L:4; Perlengkapan jahit; Penjepit jarum (25 cm) dan jarum jaringan semilunaris
No. 6: 1; Benang kromik No. 0: 1 rol; Gunting benang (18-25 cm): 1; Pinset anatomi (18-
25 cm): 1; tabung 5 ml dan jarum suntik No. 23(sekali pakai): 2
4) Persiapan penolong (operator dan asisten); baju kamar tindakan, pelapis plastik, masker
kacamata pelindung: 3 set; sarung tangan DTT/steril: 4 pasang; tensimeter dan stetoskop:
1 set; alas kaki(sepatu/”boot” karet): 3 pasang; lampu sorot: 1 set.
F. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
Tindakan: Siapkan pasien dalam posisi lithotomic; bila penderita tidak dapat berkemih,
lakukan kateterisasi; cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan; pasang bilah speculum
bawah secara vertical, kemudian putar gagang speculum kebawah; pasang speculum atas, atur
sedemikian rupa sehingga dinding vagina dan porsio tampak lebih jelas,
G. Eksplorasi ulangan (sebelum tindakan)
1) Periksa pandang apakah terdapat robekan pada dinding vagina atau bagian lain. Ambil
tindakan yang sesuai apabila ditemukan robekan jalan lahir lainnya (selain porsio).
2) Setelah eksplorasi dinding vagina selesai, minta asisten untuk memegang speculum dan
pertahankan pada posisinya.
3) Tangan kiri dan kanan, masing-masing memegang klem ovum kemudian jepit porsio
depan dengan klem kiri2,5 cm lateral dari tempat tersenut, jepitkan klem kanan (terhadap
posisi penolong).
4) Lepaskan klem pertama, pindahkan lagi ke bagian porsio 2,5 cm disebelah klem kedua
dan seterusnya (mengikuti putaran jarum jam).
5) Lakukan langkah tersebut di atas (jepit bergantian) sehingga semua bagian porsio dapat
diperiksa.
6) Pada bagian yang terdapat robekan, tinggalkan 2 klem di antara robekan, lanjutkan
pemeriksaan dengan 2 klem yang lain.
H. Penjahitan
1) Ambil kedua klem yang menandai tempat robekan.
2) Perbaiki posisi klem kiri dan kanan (di antara tempat robekan) dengan memindahkan
masing-masing klem ke lateral kiri dan kanan (dengan jarak 2,5 cm dari tepi robekan kiri
dan kanan).
3) Upayakan agar cakupan jepitan klem dapat mencapai garis yang melalui titik paling
ujung dari robekan,
4) Bila pasien mengeluhkan adanya rasa nyeri yang disebabkan oleh penjepitan atau pasien
tidak kooperatif (gelisah), instruksikan asisten untuk menyuntikkan sedaltif dan
analgetika.
5) Bila ujung robekan dapat dicapai, teruskan jarum dimulai dari 1 cm di atas luka, ikat
dengan jahitan angka delapan.
6) Operator sebagai patokan arah:
 Mulai penjahitan dari bagian paling distal terhadap operator
 Tusukkan jarum pada bagian luar pada porsio tembuskan ke dalam dan silangkan
ke dalam kiri, tembuskan ke kiri luar distal, menyebrangi garis robekan ke kiri
dalam proksimal kemudian menembus ke kiri luar proksimal
 Buat simpul kunci dan jepit sisa benang sebagai panduan jahitan berikut
 Lanjutkan penjahitan dengan cara yang sama hingga ke ujung ke luar robekan
hingga seluruh robekan porsio terjahit dengan baik dan pendarahan dapat di atasi.
I. Eksplorasi ulangan (pascatindakan)
Lakukan pemeriksaan ulangan dengan menjepit porsio dengan 2 klem ovum kemudian
balikkan posiisi gagang klem agar permukaan dalam porsio dapat dipersiksa; pastikan
perdarahan dari robekan porsio dapat di atasi; control pendarahan pada bagian lain dari porsioa;
lanjutkan eksplorasi pada bagian lain setelah penanganan pada porsio selesai; control perdarahan
pada dinding vagina atau sekitar vulva (apabila ditemukan); bersihkan porsio dan lumen vagina
dengan kapas antiseptic; lepaskan klem ovum yang masih terpasang pada porsio; keluarkan
speculum. Langkah dekontaminasi pada alat-alat bekas pakai kemudia cuci tangan pasca
tindakan.
J. Perawatan pasca tindakan
1) Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan buat instruksi, apabila
diperlukan.
2) Catat kondisi pasien pasca tindakan dan buat laporan tindakan di dalam kolom yang
tersedia pada status penderita.
3) Buat instruksi pengobatan lanjutan, pemantauan kondisi pasien dan kondisi yang harus
segera dilaporkan,
4) Robekan Uteri (Ruftur Uteri)
a) Konsep dasar
Faktor presdisposisi yang menyebabkan rupture uteri yaitu multiparitas hal ini
disebabkan karena dinding perut yang lembet dengan kedudukan uterus dalam posisi
antefleksi sehingga terjadi kelainan letak dan posisi janin, janin sering lebih besar
sehingga dapat menimbulkan CPD; Pemakaian oksitosin untuk produksi persalinan yang
tidak tepat ; kelainan letak dan implantasi plasenta umpamanya pada plasenta akreta,
plasenta inkreta atau perkreta; kelainan bentuk uterus; hidramnion.
b) Jenis
Jenis rupture uteri yaitu meliputi:
1) Ruptur uteri spontan : terjadi pada keadaan dimana terdapat rintangan pada waktu
persalinan yaitu pada kelainan letak dan persentasi janin, panggul sempit,
kelainan panggul, tumor jalan lahir.
2) Ruptur uteri traumatic : terjadi karena ada dorongan pada uterus misalnya fundus
akibat melahirkan anak pervagina seperti ekstraksi, penggunaan cunam, manual
plasenta.
3) Ruptur uteri jaringan perut : terjadi karena bekas operasi sebelumnya pada uterus
seperti bekas SC.
4) Pembagian jenis menurut anatomic :
 ruptur uteri komplit : di mana dinding uterus robek, lapisan serosa
(peritoneum) robek sehingga janin dapat berada dalam rongga perut
 ruptur uteri inkomplit : dinding uterus robek sedangkan lapisan serosa
tetap utuh.
c) Gejala
1) His kuat dan terus-menerus,
2) Rasa nyeri perut yang hebat di perut bagian bawah,
3) Nyeri waktu ditekan,gelisah atau seperti ketakutan,
4) Nadi dan pernafasan cepat
5) Cincin van Bandl meninggi
Setelah terjadi ruptur uteri dijumpai gejala:
1) Syok (Akral dan ekstreminats dingin, Nadi melemah, kadang hilang kesadaran )
2) Perdarahan (bisa keluar dari vagina atau dalam rongga perut)
3) Pucat
4) Nadi cepat dan halus
5) Pernafasan cepat dan dangkal
6) Tekanan darah turun
Pada palpasi sering bagian bawah janin teraba langsung dibawah dinding perut, ada
nyeri tekan, dan dibagian bwah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi. Umumnya
janin sudah meninggal.
d) Penanganan (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Penanganan pada rupture uteri yaitu:
a) Melakukan laparatomi. Sebelumnya penderita diberi transfuse darah sekurang-
kurangnya infus RL untuk mencegah syok hipovolemik.
b) Umumnya histerektomi dilakukan setelah janin yang berada didalam rongga perut
dikeluarkan, penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus,
dimana pinggir robekan masih segar dan rata serta tidak terlihat adanya tanda-tanda
infeksi dan tidak terdapat jaringan yang rapuh dan nekrosis.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Robekan yang terjadi pada perineum, vagina, serviks, atau uterus, dapat terjadi secara spontan
maupun akibat tindakan manipulative pada pertolongan persalinan.
Robekan biasanya terdapat dipinggir samping serviks bahkan kadang-kadang sampai ke segmen
bawah Rahim dan membuka parametrium.
Robekan yang sedemikan dapat membuka pembuluh-pembuluh darah yang besar dan
menimbulkan pendarahan yang hebat. Robekan seperti ini biasanya terjadi pada persalinan
buatan, ekstraksi dengan forceps, ekstraksi pada letak sungsang, versi dan akstraksi, dekapitalis,
pervorasi, dan kraniokasi terutama jika dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap.
Robekan serviks harus dijahit jika berdarah atau lebih besar dari 1 cm. kadang-kadang bibir
depan serviks tertekan antara kepala anak dan sympisis, terjadi nekrosis dan terlepas.

B. Saran
Dari pembahasan di atas maka penulis dapat memberi saran yaitu sebagai berikut.
1. Bagi RSU
Dapat mempertahankan mutu pelayanan kesehatan terutama penanganan
kegawatdaruratan perdarahan postpartum yang sudah baik sehingga dapat
meningkatkan status kesehatan masyarakat khususnya masyarakat Kabupaten
Tangerang.
2. Bagi Klien dan Keluarga
Dapat melakukan vulva hygiene sehingga mencegah terjadinya infeksi pada luka
jahitan perineum, memenuhi nutrisi yang seimbang bagi ibu nifas untuk membantu
proses penyembuhan luka, dan dapat bertindak dan memutuskan dengan cepat
keputusan yang dapat memengaruhi kesehatan ibu terutama jika tanda bahaya sudah
diketahui supaya dapat segera ditindaklanjuti.
3. Bagi profesi bidan
Dapat mendeteksi dini, menentukan analisa dan memberikan penanganan
kegawatdaruratan secara cepat dan tepat pada klien dengan perdarahan postpartum
sehingga dapat segera menangani morbiditas dan menurunkan mortalitas akibat
perdarahan postpartum.

Anda mungkin juga menyukai