PENDAHULUAN
Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu pada saat proses
persalinan. Distosia adalah penyulit persalinan, sedangkan distosia bahu adalah penyulit
persalinan bahu. Setelah kelahiran kepala, akan terjadi perputaran lagi paksi luar
yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang.
Bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) dibawah ramus
publis. Dorongan saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu depan (anterior)
berada dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan tetap berada pada posisi
anterior posterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan
terhadap simfisis.
Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam
untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan
episiotomi. Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian
distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosa
diatas.untuk menentukan distosia bahu di gunakan criteria objektif yaitu interval waktu
antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara
persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada distosia bahu 79
detik. Distosia bahu adalah komplikasi gawat yang memerlukan penanganan yang cepat
tepat dan terencana secara jelas.
1.2 Tujuan
3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil
melahirkan bahu.
2. Distosia karena kelainan letak atau kelainan anak, misalnya letak lintang, letak dahi,
hydrochepalus atau monstrum.
3. Distosia karena kelainan jalan lahir : panggul sempit, tumor-tumor yang mempersempit jalan
lahir.
Penyebab lain dari distosia bahu adalah fase aktif memanjang, yaitu :
a. Malposisi (presentasi selain belakang kepala).
b. Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi kepala-panggul (CPD).
c. Intensitas kontraksi yang tidak adekuat.
d. Serviks yang menetap.
e. Kelainan fisik ibu, missal nya pinggang pendek.
f. Kombinasi penyebab atau penyebab yang tidak diketahui.
2.4 Diagnosis Distosia Bahu
Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya
distosia bahu yaitu interval waktu antara lainnya kepala dengan seluruh tubuh .
i. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala persalinan dengna persalinan seluruh
tubuh adalah 24 detik, pada distosia bahu 79 detik.
ii. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut lebih dari 60
detik.
American College of Obstetrician and Gynocologist (2002) menyatakan bahwa angka
kejadian distosia bahu bervariasi antara 0,6- 1,4 % dari persalinan normal.
Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya :
1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dan kencang.
3. Dagu tertarik dan menekan perineum.
4. Tarikan pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di kranial simfisis
pubis.
2.5 Patofisiologi Distosia Bahu
a) Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala
berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada
sumbu miring (oblique) dibawah ramus pubis.
b) Dorongan pada saat ibu meneran akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada
dibawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengna sumbu
miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi
benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak lahir mengikuti kepala.
2.6 Komplikasi Distosia Bahu
Komplikasi distosia bahu antara lain sebagai berikut:
a) Komplikasi pada ibu :
Menurut Benedetti dan Gabbe (1978) ; Parks dan Ziel (1978), komplikasi yang terjadi pada
ibu sebagai berikut :
i. Distosia bahu dapat menyebabkan perdarahan postpartum.
ii. Perdarahan tersebut biasanya disebabkan oleh atonia uteri, rupture uteri, atau karena laserasi
vagina dan servik yang merupakan risiko utama kematian ibu.
b) Komplikasi pada bayi :
Pada bayi, distosia bahu antara lain dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikut:
i. Distosia bahu dapat disertai morbiditas dan mortalitas janin yang signifikan.
ii. Kecacatan pleksus brachialis transien adalah cedera yang paling sering dijumpai.
iii. Selain itu dapat juga terjadi fraktur klavikula, fraktur humerus, dan kematian neonatal.
Beberapa factor resiko distosia disebukan dibawah ini :
i. Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes gestasional
(Keller,dkk).
ii. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat lahir
yang lebih besar, meski demikian hamper separuh dari kelahiran distosia bahu memiliki berat
kurang dari 4000 g.
iii. Multiparitas
iv. Ibu dengan obesitas.
v. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh setelah
usia 42 minggu.
vi. Riwayat obstetric dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia bahu,
terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5 (12%) diantara 42 wanita ( Smith dkk., 1994).
• Hindari 4P
Panik
Pulling : menarik kepala bayi
1) Langkah I
3) Langkah III
ü Bisa diulang jika proses persalinan tidak tercapai pada langkah 1 & 2
4) Langkah IV
2. Manuver Rubin
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit daripada diameter
oblik atau tranversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu diubah menjadi
posisi oblik atau transversa untuk memudahkan melahirkannya. Tidak boleh melakukan
putarn pada kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi bahu. Yang dapat dilakukan adalah
memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik ke arah dorsal. Pada
umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan
pada bahu posteriornya. Masih dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian
posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik
atau tranversa. Lebih menguntungkan bila pemutaran itu ke arah yang membuat punggung
bayi menghadap ke arah anterior (Maneuver Rubin Anterior) oleh karena kekuatan tarikan
yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu
anteroposterior atau punggung bayi menghadap ke arah posterior.[3] Ketika dilakukan
penekanan suprapubikpada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih abduksi,
sehingga diameternya mengencil. Dengan bantuan tekan suprasimfisis ke arah posterior,
lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
3. Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak, atau maneuver Wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu
posisi punggung bayi. Masukkan tangan penolong yang berseberangan dengan punggung
bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke vagina.
Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa
dilakukandengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan
mengusap ke arah dada bayi. Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan
memberikan ruang cukup bagi anterior masuk ke bawah simfisis. Dengan bantuan tekanan
suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap
untuk melahirkan bahu anterior.
Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan dua jari dari tangan yang
berseberangan dengan punggung bayi (pumggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri
berarti tangan kiri) yang diletakkan di bagian depan bahu posterior. Bahu posterior dirotasi
180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada di
bawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah
menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat
dilahirkan.
6. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.
7. Simfisiotomi.
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan
emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu
4.1 Kesimpulan
Distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat
dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Tanda dan gejala distosia bahu adalah pada proses
persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu kepala akan
tertarik ke dalam dan tidak dapat mengalami putaran paksi luar yang normal. Disebabkan
oleh karena faktor-faktor komplikasi pada maternal atau neonatal. Untuk penatalaksanaan
nya dilakukan episiotomy secukupnya dan dilakukannya Manuver
Mc.Robert,karena manuver ini cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar
distosia bahu derajat ringan sampai sedang.
4.2 Saran
1. Ibu Hamil
Diharapkan kepada ibu selama dalam masa kehamilan agar melakukan kunjungan /
pemeriksaan ANC maksimal 4 x selama kehamilan, untuk mengetahui perubahan berat badan
pada ibu dan bayi bertambah atau tidak sesuai dengan usia kehamilan ataupun ibu yang
mengalami riwayat penyakit sistematik dan berfungsi juga untuk mendeteksi secara dini
adanya komplikasi. Sehingga nantinya bisa didiagnosa apakah ibu bisa bersalin dengan
normal atau tidak.
2. Petugas Kesehatan
Diharapkan kepada tenaga kesehatan agar memiliki kompetensi yang baik khususnya bidan
agar mampu menekan AKI/AKB dengan cara mengurangi komplikasi-komplikasi yang
terjadi pada ibu hamil
3. Penulis
Agar dapat meningkatkan pengetahuan maupun wawasan pembelajaran serta pengalaman
dalam praktek asuhan kebidanan. Khususnya mengenai asuhan kebidanan ibu bersalin
dengan komplikasi seperti distosia bahu.
4. Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi bahan kajian maupun referensi dalam menambah ilmu
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.co.id/search?q=distosia+bahu
http://nenykusbph.blogspot.com/p/penatalaksanaan-d.html
http://id.theasianparent.com/shoulder_dystocia_during_childbirth/
http://www.bidankita.com/distosia-bahu-penatalaksanaannya/