Anda di halaman 1dari 29

KEPANITERAAN KLINIK

LAPORAN KASUS

BAGIAN/SMF PENYAKIT DALAM

JUNI 2014

HEPATOMA

Oleh:

ASRIANI ASRUN
K1A1 09036

PEMBIMBING

: dr. YUSUF HAMRA, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSU BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KENDARI
2014
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan tumor ganas hati primer yang
berasal dari hepatosit, demikian juga dengan karsinoma fibrolamelar dan
hepatoblastoma. Tumor ganas lainnya, kolangiosarkoma (Kolangiosarkoma) dan
sisteadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angiosarcoma dan
leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati, KHS
merupakan tumor yang paling banyak (85%), 10% kolangiosarkoma, dan sisanya
adalah tumor jenis lainnya.
Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah
hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari
seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah
karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000
populasi. Setiap tahun muncul 350.000 kasus baru di Asia, 1/3nya terjadi di
Republik Rakyat China. Di Eropa kasus baru berjumlah sekitar 30.000 per tahun,
di Jepang 23.000 per tahun, di Amerika Serikat 7000 per tahun dan kasus baru di
Afrika 6x lipat dari kasus di Amerika Serikat.
Pria lebih banyak daripada wanita. Lebih dari 80% pasien hepatoma
menderita sirosis hati Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan
sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus
kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus
hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi virus ini lebih mempunyai
kecenderungan menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi
virus ini untuk pertama kalinya.
Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Virus ini
mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Hepatoma
seringkali tidak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya
sudah stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan.
Keluhan yang paling sering adalah berkurangnya selera makan, penurunan berat
badan, nyeri di perut kanan atas dan mata tampak kuning.
Pemeriksaan Alfa Feto Protein (AFP) sangat berguna untuk menegakkan
diagnosis penyakit hepatoma ini. Penggunaan ultrasonografi ( USG ), Computed
Tomographic Scanning (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) penting
untuk menegakkan diagnosis dan mengetahui ukuran tumor. Komplikasi yang
sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas,
ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal.
Beberapa sistem klasifikasi telah diciptakan untuk menentukan prognosis
daripada penderita karsinoma hepatoseluler. Sistem klasifikasi tersebut tidak
hanya berguna dalam menentukan prognosis penderita namun juga derajat
kerusakan hepatoseluler, yang diketahui menjadi salah satu faktor yang
berhubungan dengan harapan hidup penderita.
Pada

penderita

KHS

pengobatan

yang

paling

penting

adalah

mempertahankan dan memperbaiki kualitas hidup penderita. Transplantasi hati


merupakan pengobatan definitf utama pada penderita karsinoma hepatoseluler.
Beberapa terapi pilihan lain seperti tindakan operasi/reseksi hati,terapi radiologi
lain meliputi Trans Arterial Embolisasi (TAE), Trans Arterial Chemoterapy
(TAC). Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya
dilakukan bila terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi (TAE) ataupun
Trans Arterial Chemoembolisation ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak
mungkin dilakukan lagi. Di antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation
Therapy (RFA), Proton Beam Therapy, Three Dimentional Conformal
Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat palliatif
(membantu) bukan kuratif (menyembuhkan) keseluruhannya.
BAB II
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
-

Nama lengkap

: Ny. M

Umur

: 67 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Patimura

Pekerjaan

:IRT

Suku bangsa

: Tolaki

No. RM

: 39 36 86

Ruangan

: Mawar Lt. 1 Non Bedah K.9

Tgl Masuk RS

: 20 Mei 2014

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama

: Nyeri Perut Kanan Atas

Anamnesis Terpimpin :
Pasien baru masuk dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang dirasakan
sejak 2 bulan yang lalu, nyeri menjalar sampai keulu hati dan dirasakan pasien
tembus belakang, mual (+), muntah 1 kali sebelum masuk rumah sakit. Buang air
kecil lancar, berak-berak encer sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah
sakit, dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari, bercampur lendir (+), tidak
berampas, darah segar (+), pasien sempat mengonsumsi obat berak-berak encer
yang didapatkan pasien dari puskesmas namun tidak ada perubahan. Pasien juga
mengeluh sejak sakit nafsu makan menurun.
Riwayat berobat dirumah sakit korem sekitar 1 minggu yang lalu, dengan
keluhan yang sama. Pasien dirawat sekitar 3 hari lalu diperbolahkan pulang
karena kondisi pasien telah membaik.
Riwayat penyakit dahulu : pasien baru pertama kali merasakan keluhan
seperti ini. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang
mengalami keluhan yang sama oleh pasien saat ini.
C. STATUS PRESENT
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

KU

: lemah,pucat

Keadaan gizi : Cukup Baik

TB

: 155 cm

BB

: 58 kg

IMT

: 24.16 Kg/m2

Kesadaran

: Compos mentis

D. TANDA VITAL
-

Tekanan Darah : 100/80 mmHg

Nadi

: 88x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit tipe: torakoabdominal

Suhu

: 36,7 0C/axillar

E. PEMERIKSAAN FISIS
1. Kepala :
- Ekspresi

: Bentuk oval, Normal

- Muka Simetris : Simetris


- Deformitas

: (-)

- Rambut

: Hitam, tidak mudah rontok

2. Mata :
- Eksoptalmus/ Enoptalmus

: (-)

- Kelopak mata

: Normal, tidak ditemukan kelainan

- Konjungtiva

: Anemis (+/+)

- Sklera

: Ikterus (-)

- Kornea

: Reflex cahaya (+)/(+).

- Pupil

: Isokor, diameter 2,5 mm / 2,5 mm.

3. Hidung :
- Perdarahan

: (-)

- Sekret

: (-)

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

4. Telinga :
- Tophi

: (-)

- Pendengaran

: normal

- Nyeri tekan di proc. Mastoideus : (-)


5. Mulut :
- Oral ulcer

: (-)

- Gigi geligi

: Caries (+)

- Gusi

: Perdarahan (-)

- Tonsil

: dalam batas normal.

- Pharynx

: Hiperemis (-)

- Bibir

: Pucat dan kering

6. Leher :
- Kelenjar getah bening : Tidak terdapat pembesaran kelenjar
- Kelenjar gondok

: Tanpa pembesaran

- JVP

: Normal

- Pembuluh darah

: Pulsasi (+), dilatasi (-)

- Kaku kuduk

: Tidak ada

- Tumor

: Tidak ditemukan

7. Thoraks :
-

Inspeksi

: Pergerakan Simetris kiri dan kanan, spider nevi (-)

- Palpasi

: Nyeri tekan (-)

- Perkusi

: Paru kiri dan kanan (sonor),

- Auskultasi

: Bunyi pernapasan bronkovesikuler,


bunyi tambahan RBH -/-

8. Jantung:
- Inspeksi

: Ictus cordis tidak nampak

- Palpasi

: Ictus cordis ICS V LMCS

- Perkusi

: Pekak, batas jantung kesan normal

- Auskultasi

: Bunyi jantung I/II murni reguler

- Bunyi tambahan

: Bising (-)

9. Abdomen:
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

- Inspeksi

: Tampak simetris, cembung, dan ikut gerak napas, tidak

terdapat kelainan kulit, caput medusa(-).


- Auskultasi

: Peristaltik usus norma 8x/menit

- Palpasi

: nyeri tekan epigastrium (+) dan nyeri tekan regio

hipochondrium dextra (+), hepatomegaly teraba 9 jari dibawah arcus


costa, berbenjol-benjol, konsistensi keras, tepi tumpul.
- Perkusi
10.

: pekak

Punggung :

Inspeksi

: Tidak ada kelainan

Nyeri ketok

: Tidak ada

Auskultasi

: Normal

Gerakan

: Normal

11.

Ekstremitas:

- Akral dingin (-)


- Palmar eritema (-)
- Edema (-)
- Kekuatan : 5/5 atas dan 5/5 bawah menurun
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Rutin (11-11- 2013)
Pemeriksaan

Interpretasi

Hasil

Nilai rujukan

WBC

15,43

4,00-10,0

RBC

3,09

4.5-5.1

HGB

8,4

12.3-15.3 g/dL

HCT

25.3

36-45 %

MCV

68,6

80-96 fL

MCH

22,8

28-33 pg

MCHC

33,5

31,5-35,0

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

PLT

695

150-400

NEUT

12,66

52,0-75,0

LYMPH

1,17

7.6%

MONO

1,43

2,00-8,00

EO

0,13

1,00-3,00

BASO

0,04

0,00-0,10

G. RESUME
Perempuan usia 67 tahun masuk rumah nyeri dengan keluhan nyeri perut
kanan atas dialami sejak 2 minggu yang lalu, nyeri dirasakan menjalar keulu
hati dan tembus belakang,

mual (-) muntah 1 kali SMRS, pasien juga

mengeluh berak-berak encer, dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari


bercampur lendir dan darah segar. Pasien juga mengeluh sejak sakit nafsu
makan menurun.
- Pemeriksaan Fisik : mata : Konjuntiva tampak anemis, bibir tampak pucat
dan kering, abdomen : nyeri tekan regio epigastrik (+) regio
hipochondrium dextra (+), hepatomegaly teraba 9 jari dibawah arcus costa
berbenjol-benjol, konsistensi keras, tepi tumpul.
-

Pemeriksaan darah rutin : Hb= 8,4 g/dl () ; WBC = 15,43 () ; PLT = 695
(), MCV = 68,65 fL (); MCH=22,8 pg ().

Pemeriksaan USG Abdomen : 1. Multiple nodul multichoic pada hepar


tampak Susp. Tumor metastase hepar (primer)
DD : Hepatoma dengan metastasis hepar.

H. DIAGNOSA

I.

Hepatoma

Hematoskezia

Anemia Mikrositik Hipokrom

RENCANA PEMERIKSAAN
-

CT- Scan

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

J.

Apusan Darah Tepi

AFP (alfa feto protein)

Kimia darah (albumin, bilirubin, SGOT,SGPT)

TERAPI
1. Terapi non-farmakologis
-

Tirah baring

2. Terapi farmakologis
R/
-

Cefotaxime 1 gr/iv/12 jam

Ranitidin 1 amp/iv/12 jam

Vit K 1 amp/iv/12 jam

Paracetamol 3x500 mg

New diatabs 3x1

Transfusi PRC 1 kolf + inj. Furosemide 1 amp pre transfusi

K. PROGNOSIS
-

Ad Functionam : Dubia et malam

Ad Sanationam : Dubia et malam

Ad Vitam

: Dubia et malam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul
dari hati. Ia juga dikenal sebagai

kanker hati primer atau hepatoma. Hati

terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh


empedu,

pembuluh

pembuluh

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

darah,

dan

sel-sel

penyimpan

lemak).

Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan


hati. Jadi, mayoritas dari kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul
dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau
Karsinoma (carcinoma).
2. EPIDEMIOLOGI
Kanker hati adalah kanker kelima yang paling umum di dunia. Suatu
kanker yang mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien-pasien
yang menderitanya dalam waktu satu tahun. Pada tahun 1990, organisasi
kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa ada kira-kira 430,000 kasus-kasus
baru dari kanker hati diseluruh dunia, dan suatu jumlah yang serupa dari pasienpasien yang meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini. Sekitar tiga per
empat kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong Kong,
Taiwan, Korea, dan Japan). Kanker hati juga adalah sangat umum di Afrika SubSahara (Mozambique dan Afrika Selatan). KHS meliputi 5.6 % dari seluruh kasus
kanker pada manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan
kesembilan pada wanita, dan urutan ketiga dari sistem saluran cerna setelah
kanker kolorektal dan lambung.
Tingkat kematian KHS juga sangat tinggi, di urutan kedua setelah kanker
pankreas. Sekitar 80% dari kasus KHS di dunia berada di Negara berkembang
seperti di Asia timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang diketahui
sebagai tempat prevalensi tinggi untuk hepatitis virus. KHS jarang terjadi di usia
muda, kecuali di wilayah yang endemik infeksi HBV serta banyak terjadi tranmisi
HBV perinatal. Umumnya di wilayah dengan kekerapan KHS tinggi, umur pasien
10-20 tahun lebih muda disbanding dengan umur pasien KHS di wilayah dengan
angka kekerapan KHS rendah.
Hal ini dapat dijelaskan antara lain karena di wilayah dengan angka
kekerapan tinggi, infeksi HBV sebagai salah satu penyebab terpenting HCC,
karena ditularkan pada masa perinatal atau anak-anak, kemudia menjadi HCC

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

setelah dua tiga dasawarsa. Pada semua populasi, kasus HCC pada laki-laki jauh
lebih banyak dibandingkan kasus HCC pada wanita.
3. FAKTOR RISIKO
Telah dibicarakan berbagai faktor yang berkaitan dengan karsinoma
hepatoseluler antara lain infeksi HBV atau HCV, penyakit hati alkoholik dan yang
cukup seringperlemakan hati nonalkohol. Penyebab lain yang cukup jarang seperti
hemokromatosis herediter, defisiensi alpha1-antitrypsin, autoimun hepatitis dan
penyakit Wilson. Distribusi dari faktor resiko ini sangat bervariasi diantara pasien
dengan karsinoma hepatoseluler, tergantung wilayah geografi, ras atau etnik.
Umumnya faktor resiko ini mengarah ke terbentuknya sirosis, yang terjadi pada
80-90% pasien dengan hepatoseluler karsinoma.
-

Hepatitis B Virus (HBV)

Hubungan antara infeksi HBV kronik dengan timbulnya KHS terbukti


kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Sebagian besar
wilayah yang hiperendemik HBVmenunjukkan angka kekerapan KHS yang
tinggi. Di Taiwan, pengidap kronis infeksi HBV mempunyai risiko untuk
terjadinya KHS 102 kali lebih tinggi daripada risiko bagi yang bukan pengidap.
Juga ditengarai bahwa kekerapan KHS yang berkaitan dengan HBV pada anak
jelas menurun setelah diterapkannya vaksinasi HBV universal bagi anak. Umur
saat terjadi infeksi merupakan faktor risiko penting, karena infeksi HBV pada usia
dini berakibat akan terjadinya persistensi (kronisitas). Karsinogenesis HBV pada
hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi
hepatosit, intergari HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktivitas protein
spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati.
Pada dasarnya perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi
sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat
diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespon
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

10

nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi suatu berlebihan beberapa
gen yang berubah akibat HBV. Koinsidensi infeksi HBV dengan pajanan agen
onkogenik lain seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya KHS tanpa
melalui terjadinya sirosis hati (KHS pada hati non sirotik). Transaktivasi beberapa
promoter seluler atau viral tertentu oleh gen x HBV (HBx) dapat mengakibatkan
terjadinya KHS.
-

Virus Hepatitis C (HCV)

Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan paktor


risiko penting dari KHS. Metaanalisis dari 32 penelitian kasus kelola
menyimpulkan bahwa risiko terjadinya KHS pada pengidap infeksi HCV adalah
17 kali lipat dibandingkan yang bukan pengidap. Koeksistensi infeksi HCV kronik
dengan infeksi HBV atau denga peminum alkohol meliputi 20% dari kasus KHS.
Di area hiperendemik HBV, prevalensi HCV lebih tinggi pada kasus KHS dengan
HBsAg negatif dari ada yang HBsAg positif.
Ini

menunjukkan

bahwa

infeksi

HCV

berperan

penting

dalam

pathogenesis KHS pada pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien
yang buka penyakit hati yang mendapat tranfusi darah dengan anti HVC positif ,
interval pada saat tranfusi hingga terjadinya KHS dapat mencapai 29 tahun.
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktivitas nekroinflamasi
kronik dan sirosis hati.
-

Sirosis Hepatis

Merupakan faktor risiko utama HCC di dunia dan melatarbelakangi lebih


dari 80% kasus KHS. Setiap tahun, tiga sampai lima persen dari pasien SH akan
menderita KHS dan KHS merupakan penyebab utama kematian pada SH. Pada
80 % dari SH makronoduler dan 3-10% dari SH mikronoduler dapat ditemukan
adanya HCC. Prediktor utama KHS pada SH adalah jenis kelamin laki-laki ,
peningkatan kadar alfa feto protein(AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya
aktifitas proliferasi sel hati.
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

11

Aflatoksin

Aflatoksin

B1

(AFB1)

merupakan

mikotoksin

yang

diproduksi

Aspergillus. Dari percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen.


Metabolit AFB1 yaitu AFB1-2-3 epoksid merupakan karsinogen utama dari
kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA.
Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1
menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. Dari
penelitian , ada korelasi kuat antara pajanan aflatoksin dengan diet dalam
morbiditas dan mortalitas HCC. Risiko KHS dengan aflatoksin saja adalah 3.4
sedangan dengan HBV kronik risiko relatifnya 7, dan meningkat menjadi 59 bila
disertai dengan kebiasaan mengkonsumsi aflatoksin.
-

Obesitas

Berdasarkan penelitian, obesitas dapat meningkatkan angka mortalitas


sebesar lima kali akibat kanker hati pada kelompok individu dengan berat badan
tertinggi (IMT 35-40kg/m2) dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT
nya normal. Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non
alkoholik fatty liver disease (NAFLD), khususnya non alcoholic steatohepatitis
(NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat
berlanjut menjadi KHS.
-

Diabetes Melitus

Telah lama diketahui bahwa DM merupakan faktor risiko baik untuk


penyakit hati kronik maupun KHS melalui terjadinya perlemakan hati dan
steatohepatitis non alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan
peningkatan insulin dan insulin like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor
promotif essential untuk kanker. Indikasi kuatnya asosiasi antara DM dengan
KHS terlihat dari banyak penelitian. Insidensi juga semakin tinggi seiring dengan
lamanya pengamatan (kurang dari lima tahun hingga lebih dari 10 tahun).
-

Alkohol

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

12

Walaupun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik , peminum berat


alkohol (>50-70g/hari dan berlangsung lama) beresiko untuk menderita KHS
melalui sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik
langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan risiko terjadi sirosis hati
dan KHS pada pengidap infeksi HBV atau HCV. Sebaliknya pada sirosis hati
alkoholik terjadinya KHS juga meningkat bermakna pada pasien dengan HBsAgpositif atau anti HCV positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol
terhadap infeksi HCV. Acapkali penggunaan alkohol merupakan predisposisi
bebas untuk terjadinya KHS pada pasien dengan hepatitis kronik atau sirosis
akibat infeksi HBV atau HCV. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose
dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya
KHS. Pasien-pasien yang minum secara aktif adalah lebih mungkin untuk
meninggal dari komplikasi-komplikasi yang tidak berhubungan dengan kanker
dari penyakit hati alkoholik (contohnya gagal hati). Tentu saja, pasien-pasien
dengan sirosis alkoholik yang meninggal dari kanker hati adalah kira-kira 10
tahun lebih tua daripada pasien-pasien yang meninggal dari penyebab- penyebab
yang bukan kanker. Akhirnya, seperti dicatat diatas, alkohol menambah pada
risiko mengembangkan kanker hati pada pasien-pasien dengan infeksi-infeksi
virus hepatitis C atau virus hepatitis B yang kronis.
4. PATOFISIOLOGI

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

13

Kanker disebabkan proliferasi sel yang tidak terkontrol. Kanker akan muncul
bila DNA sel normal mengalami kerusakan sehingga menyebabkan mutasi
genetik. Fungsi hati sebagai penyaring racun dan sampah lainnya dalam darah
menjadikannya sangat penting. Akan tetapi, bila kanker menyerang hati, hati
tidak mempunyai kemampuan tersebut.

Proses carsinogenis

Carsinogenesis merupakan tahapan pembentukan sel-sel

kanker mulai

dari tahapan inisiasi sampai pada progresivitas pertumbuhan sel kanker. Tahap
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

14

inisiasi dimulai dengan perubahan genetik sel-sel yang mengakibatkan


rusaknya DNA sel normal. Selanjutnya perubahan genetik dari sel-sel yang ada
berlanjut menjadi tahap promotion dimana sel-sel terinisiasi menjadi agen yang
meningkat pertumbuhannya menjadi massa yang lebih besar. Karena itulah
fungsi sel-sel atau jaringan yang diserang menjadi terganggu. Tahapan yang
berikutnya adalah tahap transformasi dimana sel-sel yang mengalami
multiplikasi ini bertransformasi menjadi sel malignant dan mengalami
perubahan genetik di dalamnya. Tahapan yang terakhir adalah tahap
progression dimana sel malignant yang mulai terbentuk pada fase
transformation berubah menjadi malignant tumor. Malignant tumor adalah sel
malignant yang mulai mengganas dan cenderung pada tumor ganas atau
kanker.
-

Metastasis

Sel normal dapat berubah menjadi sel kanker disebabkan karena ekspresi
onkogen. Onkogen berasal dari proto onkogen yang berperan dalam aktivitas
pertumbuhan sel eukariotik normal yang bermutasi. Jika onkogen aktif maka
sel akan mengalami perubahan pertumbuhan yang tidak terkendali.
-

Patogenesis molekular HCC

Mekanisme

karsinogenis

HCC

(hepatocellular

carcinoma)

belum

sepenuhnya diketahui secara pasti. Apapun agen penyebabnya, transformasi


maligna hepatosit dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turn over) sel
hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk
inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan
genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen seluler atau inaktivasi
gen supresor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya
penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor
pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati
metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitripsin-alfa1, mungkin
menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi,
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

15

dan sirosis). Dilaporkan bahwa HBV dan mungkin juga HCV dalam keadaan
tertentu juga berperan langsung pada patogenesis molekular HCC. Aflatoksin
dapat menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53 dan ini menunjukkan
bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk
berlangsungnya proses hepato karsinogenesis.
Hilangnya

heterozigositas

(LOH= lost of heterozigygosity)

juga

dihubungkan dengan inaktivasi gen supresor tumor. LOH atau delesi alelik
adalah hilangnya satu salinan (kopi) dari bagian tertentu suatu genom. Pada
manusia, LOH dapat terjadi di banyak bagian kromosom. Infeksi HBV
dihubungkan dengan kelainan di kromosom 17 atau pada lokasi di dekat gen
p53. Pada kasus HCC, lokasi insersional non-selektif. Integrasi acap kali
menyebabkan terjadinya beberapa perubahan dan selanjutnya mengakibatkan
proses translokasi, duplikasi terbalik, penghapusan (delesi) dan rekombinasi.
Semua perubahan ini dapat berakibat hilangnya gen-gen supresi tumor maupun
gen-gen selular penting lainnya. Dengan analisis southern blot, potongan
(sekuen) HBV yang telah terintegrasi ditemukan di dalam jaringan tumor/HCC,
tidak ditemukan di luar jaringan tumor. Produk gen X dari HBV, lazim disebut
HBx dapat berfungsi sebagai transaktivator trannskripsional dari berbagai gen
seluler yang berhubungan dengan kontrol pertumbuhan. Ini menimbulkan
hipotesis bahwa HBx mungkin terlibat pada hepatokarsinogenesis oleh HBV.
Di wilayah endemik HBV ditemukan hubungan yang bersifat dosedependent antara pejanan AFB1 dalam diet dengan mutasi pada kodon 249 dari
p53. Mutasi ini spesifik untuk HCC dan tidak memerlukan integrasi HBV ke
dalam DNA tumor. Mutasi gen p53 terjadi pada sekitar 30% kasus HCC di
dunia, dengan frekuensi dan tipe mutasi yang berbeda menurut wilayah
geografik dan etiologi tumornya.
Infeksi kronik HCV dapat berujung pada HCC setelah berlangsung
puluhan tahun dan umumnya didahului oleh terjadinya sirosis. Ini

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

16

menunjukkan peranan penting dari proses cedera hati kronik diikuti oleh
regenerasi dan sirosis pada proses hepatokarsinogenesis oleh HCV.
Selain yang disebutkan di atas, mekanisme karsinogenesis HCC juga
dikaitkan dengan peran dari telomerase, insulin-like growth endothelial (IGFs)
dan insulin receptor substrate (IRS1). Untuk proliferasi HCC yang diduga
berperan penting adalah vascular endothelial growth factor (VEGF) dan basic
fibroblast growth factor (bEFG), berkat peran keduanya pada proses
angiogenesis.
5. GAMBARAN KLINIS
Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa
keluhan. Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita
yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa,
berikut gejala yang ditemukan pada fase klinis yaitu :

Nyeri abdomen kanan atas


Penderita kanker hati stadium lanjut sering datang berobat karena
tidak nyaman dengan nyeri di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat
tumpul atau menusuk, intermitten atau kontinu, sebagian area hati terasa
terbebat kencang karena pertumbuhan tumor yang cepat.

Masa Abdomen Atas


Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan menemukan hepatomegali di
bawah arcus costae kanker hati lobus kanan dapat menyebabkan batas atas
hati bergeser ke atas, tapi tanpa nodul biasa pula ditemukan splenomegali.

Perut kembung timbul karena massa tumor sangat besar dan gangguan
fungsi hati.
Anoreksia : timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran
gastrointestinal.
Letih, berat badan menurun : dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas
dan berkurangnya masukan makanan.
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

17

Demam : timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor,
umumnya tidak disertai menggigil.
Icterus : tampil sebagai kuningnya sklera dan kulit, biasanya sudah stadium
lanjut, juga karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak
saluran hingga timbul icterus.
Ascites juga merupakan stadium lanjut, secara klinis ditemukan perut
membuncit sering disertai odeme di kedua tungkai.
Lainnya : selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu
belakang, kulit gatal dan lainnya, manifestasi sirosis hati seperti
splenomegali, venodilatasi dinding abdomen. Pada stadium akhir sering
timbul metastase paru, tulang, dan organ lain.
6. STADIUM PENYAKIT
-

Stadium I :

Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang

terbatas hanya pada salah satu segment tetapi bukan di


segment I hati
-

Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor


terbatas pada segement I atau multi-fokal terbatas pada lobus
kanan/kiri

Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri


(segment IV) atas ke lobus kanan segment V dan VIII atau
tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah
(vascular) atau pembuluh empedu (billiary duct) tetapi hanya
terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.

Stadium IV : Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai


lobus kanan dan lobuskiri hati. atau tumor dengan invasi ke
dalam pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler)
ataupun pembuluh empedu (biliary duct) atau tumor
dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic
vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis)

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

18

atau vena cava inferior atau adanya metastase keluar dari hati
(extra hepatic metastase).
7. DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosa penderita karsinoma hepatoseluler dilakukan secara
sistemik yang dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Adapun kriteria diagnosa HCC menurut PPHI Perhimpunan Peneliti
Hati Indonesia), yaitu:
1) Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2) AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3)

Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography


Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography,
ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan
adanya HCC.

4) Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya HCC.


5) Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan HCC.
Diagnosa HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau
hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.
Anamnesis
Pada anamnesa dapat diketahui riwayat penyakit terdahulu serta
bagaimana riwayat perjalanan penyakitnya yang dapat mengarahkan kita
nantinya secara lebih spesifik akan etiologi dari penyakitnya serta
bagaimana pengobatan yang paling efektif bagi penderita.Sebagian besar
penderita yang datang berobat sudah dalam fase lanjut dengan keluhan
nyeri perut kanan atas. Sifat nyeri ialah nyeri tumpul,terus-menerus,
kadang- kadang terasa hebat apabila bergerak. Di samping keluhan nyeri
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

19

perut ada pula keluhan seperti benjolan di perut kanan atas tanpa atau
dengan nyeri, perut membuncit karena adanya asites. Keluhan yang paling
umum yaitu merasa badan semakin lemah, anoreksia,dll.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang paling sering dijumpai antara lain
hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatik, splenomegali, asites atau
ikterus.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Alphafetoprotein
Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa karsinoma
hepatoseluler 60% 70%, artinya hanya pada 60% 70% saja dari penderita
kanker hati ini

menunjukkan peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% 40%

penderita nilai AFP

nya normal. Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya

bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa
dipastikan hanya mempunyai kanker

hati ini sebab AFP juga dapat meninggi

pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis kronik,
kanker testis, dan terratoma.
-

AJH (aspirasi jarum halus)


Biopsi aspirasi dengan jarum halus

(fine needle aspiration biopsy)

terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada
pemeriksaan radiologi

imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu

hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi
ini hendaknya dipandu oleh seorang

ahli

radiologi

peralatan ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy

dengan
sehingga

menggunakan
hasil

yang

diperoleh akurat.
Cara melakukan biopsi dengan

dituntun oleh USG ataupun CT scan

mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan

tumor yang akan dibiopsi

dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

20

persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai
diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil
oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.
-

Gambaran Radiologi
Pesatnya kemajuan teknologi dan komputer membawa serta juga kemajuan

dalam bidang radiologi baik peralatannya maupun teknologinya dan memaksa


dokter spesialis radiologi untuk mengikuti training dan workshop baik di dalam
ataupun di luar negeri sehingga dengan demikian menghantarkan radiologi berada
di

barisan depan dalam penanggulangan penyakit

kanker hati

ini

dan

membuktikan peranannya yang sangat penting untuk mendeteksi kanker hati.


Radiologi mempunyai banyak peralatanan seperti Ultrasonography (USG),
Color Doppler Flow Imaging Ultrasonography, Computerized Tomography
Scann

(CT Scann),

Magnetic Resonance Imaging

(MRI),

Angiography,

Scintigraphy dan Positron Emission Tomography (PET) yang

menggunakan

radio isotop. Pemilihan alat mana saja yang akan digunakan apakah dengan satu
alat sudah cukup atau memang perlu digunakan beberapa alat yang dipilih dari
sederetan alat-alat ini dapat disesuaikan dengan kondisi penderita.
9. SISTEM STAGING
Dalam staging klinis Karsinoma hepatoseluler terdapat pemilahan pasien
atas kelompok-kelompok yang prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter
klinis, biokimiawi dan radiologis pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal
seharusnya juga mencamtumkan penilaian ekstensi tumor,derajat gangguan fungsi
hati,keadaan umum pasien serta keefektifan terapi.
Sebagian besar pasien karsinoma hepatoseluler adalah penderita sirosis
yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak digunakan untuk
menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis hati adalah
system klasifikasi Child Turcotte Pugh. Beberapa system yang diapakai untuk
staging karsinoma hepatoseluler adalah :
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

21

Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System

Okuda Staging System

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

22

Cancer of the Liver Italian Program (CLIP)

Interpretasi skor CLIP


o

CLIP 0 angka harapan hidup 35 bulan

CLIP 2 angka harapan hidup 8 bulan

CLIP 4-6 angka harapan hidup 3 bulan

Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

23

A : stadium awal, B : stadium intermediate, C: stadium advance, D : stadium terminal

10. PENATALAKSANAAN
Karena

sirosis

hati

yang

melatarbelakanginya

serta

seringnya

multinodularitas, resektabilitas KHS sangat rendah. Di samping itu kanker ini juga
sering kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah kuratif. Pilihan terapi
ditetapkan berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta
derajat pemburukan hepatik.Pada KHS stadium dini, sebelum timbul vaskular
yang dominan, bedah merupakan terapi pilihan. Tetapi, jika sudah timbul
vaskularisasi yang dominan, terapi kombinasi di antara bedah, ablasi, dan kemo
dapat merupakan pilihan. Sedangkan pada tahap menengah lanjut, digunakan
terapi transarterial chemoembolisation (TACE).TACE adalah teknik pemberian
kemo dan embolan yang dicampur secara homogen, kemudian dihantarkan ke
tumor melalui katerisasi arteria yang memberikan darahnya langsung pada massa
tumornya. Dengan demikian, terapi lebih efektif serta efisien, dan dengan efek
samping sistemik yang relatif minimal.
-

Reseksi Hepatik

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

24

Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai


fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Reseksi adalah
salah satu kemungkinan untuk kurasi dan luasnya reseksi ditentukan oleh
besarnya tumor. Namun untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena
operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang harapan hidupnya menurun.
Parameter yang dapat digunakan untuk seleksi adalah skor Child-Pugh dan derajat
hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal saja.
Fungsi sisa hepar atau beratnya sirosis sangat penting untuk menentukan apakah
dapat dikerjakan reseksi yang luas. Adanya sirosis memberi kenaikan morbiditas
dan mortalitas reseksi hati. Pada sirosis hepatis yang berat (Child C) reseksi
hepatis tidak dapat dilakukan.
-

Transplantasi Hati

Bagi pasien HCC dan sirosis hepatis, transplantasi hati memberikan


kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang
mengalami disfungsi. Dilaporkan kesintasan sekitar 3 tahun mencapai 80 %,
bahkan dengan perbaikan selektif pasien dan terapi perioperatif dengan obat
antiviral seperti lamivudin, ribavirin, dan interferon dapat dicapai kesintasan 5
tahun sebesar 92 %. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh
rekurensi tumor didalam maupun diluar transplan. Rekurensi tumor bahkan
mungkin diperkuat oleh obat antirejeksi yang diberikan. Tumor yang berdiameter
kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang
diameternya lebih dari v5 cm.
-

Ablasi Tumor Pekutan

Destruksi sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol, asam
asetat) atau dengan memodifikasi suhunya (radiofrucuency mikrowave, laser, dan
cryoablation). Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk
tumor kecil efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar
kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, okulsi vaskular dan fibrosis.
Untuk tumor kecil (diameter < 5 cm) pada pasien sirosis hepatis, kesintasan 5
Laporan Kasus Besar
Asriani Asrun

25

tahun dapat mencapao 50 %. PEI bermanfaat untuk pasien dengan tumor kecil
namun resektabilitasnya terbatas karena adanya sirosis hepatis non-child-A.
Radiofrequency ablastion (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang
tinggi daripada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang kebih besar dari 3
cm, namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien, selain itu RFA
lebih mahal dan efek sampingnya lebih banyak dibanding dengan PEI.
Guna mencegah terjadinya rekurensi tumor asam poliprenoik (polyprenoic
acid) selama 12 bulan dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan
ke-38 secara bermakna dibandingkan dengan kelompok plasebo (kelompk plasebo
49%, kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%)
-

Terapi Paliatif

Sebagian besar pasien HCC didagnosis pada stadium menengah-lanjut


yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta analisis, pada stadium ini
hanya TAE/TACE (transarterial embolazion/ transarterial chemo embolization)
saja yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan
harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak resektable. TACE dengan frekuensi
3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik
serta tumor multinodular asimptomatik tanpa invasi vaskular atau penyebaran
ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya pada pasien
yang dalam keadaan gagal hati, serangan iskemik akibat terapi ini dapat
mengakibatkan efek samping yang berat. Adapun beberapa jenis terapi lain untuk
HCC yang tidak resektable seperti imunoterapi dengan inteferon, terapi
antiesterogen, antiandrogen,oktreoid, radiasi internal, kemoterapi arterial, atau
sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian
yang meyakinkan.
BAB IV
KESIMPULAN

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

26

Karsinoma hepatoseluler adalah suatu tumor ganas primer pada hati yang
paling sering ditemukan. Faktor risiko karsinoma hepatoseluler adalah infeksi
hepatitis B, infeksi hepatitis C, alkohol, aflatoxin B1, dan sirosis. Gejala klinis
karsinoma hepatoseluler adalah sakit perut, rasa penuh, bengkak di perut kanan,
nafsu makan berkurang dan rasa lemas.
Sebagian besar HCC terjadi pada sirosis hepatis yang disebabkan oleh
faktor risiko yang sudah dikenal dan dapat dicegah (HBV,HCV,alkohol,dan
NASH). Infeksi HBV dan HCV adalah penyebab terpenting HCC. Sebagian besar
kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang besar/ganda dan penyakit hati
yang lanjut serta ketiadaan atau ketidak mampuan penerapan terapi yang
berpotensi kuratif.
Diagnosis karsinoma hepatoseluler ditegakkan bila ditemui dua atau lebih
dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima dari PPHI.
Pemeriksaan karsinoma hepatoseluler terdiri dari laboratorium, biopsi, radiologi
imaging berupa USG, CT Scan, dan MRI. Pengobatan karsinoma hepatoseluler
meliputi tindakan bedah hati, transplantasi hati, tindakan non bedah hati seperti
injeksi lokal dan kemoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

27

1. Purnawan Junadi, Atiek. S. Soemasto, Gusna Amelz. Kapita Selekta


Kedokteran, Edisi Kedua, Penerbit Media Aescullapius, FKUI, 1982.
2. Vinay Kumar, Ramzi S Cotran, Stanley L Robbins, 2007, Buku Ajar
Patologi, Edisi 7, Volume 2, Jakarta, EGC, Halaman 452-456.
Widodo Judarwanto, 2013.
3. Anonim, 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed-4, Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
455-459.
4. Anonim,

2009,

Hepatocellular

Carcinoma,

diambil

dari

http://www.medicinenet.com/liver_cancer/article.htm, diakses 2 Desember


2009.
5. Mauss, et. Al., 2009, Hepatology : A Clinical Textbook, Flying Publisher,
Jerman, 321-329.
6. Oberfield,

Richard

et

al.,

1989,

Liver

Cancer,

diambil

dari

http://caonline.amcancersoc.org/cgi/reprint/39/4/206, diakses 2 Desember


2009..
7. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam

Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Laporan Kasus Besar


Asriani Asrun

28

Anda mungkin juga menyukai