Anda di halaman 1dari 47

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan berkah-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasuskepaniteraan klinik Radiologi di RSUD Kota Cilegon yang berjudul
Hipertrofi Stenosis Pilorus. Tujuan dari penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi
tugas yang didapat saat kepaniteraan di RSUD Cilegon. Dari laporan kasus ini saya mendapat
banyak hal dan dapat lebih memahami terapi dan keadaan pasien.
Dalam menyusun

laporan kasus ini tentunya tidak lepas dari pihak-pihak yang

membantu saya. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Lilis Untari,
Sp. Rad atas bimbingan, saran, kritik dan masukannya dalam menyusun laporan kasus ini. Saya
juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua yang selalu mendoakan dan teman-teman serta
pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pembuatan laporan kasusini. Semoga
laporan kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan untuk membuat laporan kasus ini lebih baik. Terima kasih.

Cilegon, Januari2016

Penulis

DAFTAR ISI
KataPengantar........................................................................................................ 1
Daftarisi................................................................................................................... 2
Laporan kasus
1. Identitas ...................................................................................................... 3
2. Anamnesis..................................................................................................

3. Pemeriksaan fisik.......................................................................................

4. Pemeriksaan penunjang.............................................................................. 4
5. Diagnosis....................................................................................................

6. Diagnosis banding......................................................................................

11

7. Terapi.........................................................................................................

12

8. Prognosis....................................................................................................

12

9. Follow up...................................................................................................

13

Analisa kasus........................................................................................................

14

BAB I PENDAHULUAN.....

15

1. Pendahuluan..............................................................................................

15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2. Hipertrofi Stenosis Pilorus.......

16

2.1. Anatomi.................................................................................
2.2. Definisi dan Insidensi....................................................................
2.3. Etiopatogenesis..............................................................................
2.4. ManifestasiKlinis dan Diagnosis..................................................
2.5. Pemeriksaan Penunjang.............................
2.6. Diagnosis Banding
2.7. Tatalaksana....

16
19
19
20
22
28
40

Daftar Pustaka....................................................................................................... 42

PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
2

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
Topik

: Hipertofi Stenosis Pilorus

Penyusun

: Lusy Novitasari dan Ovienanda Kristi Purbasari

I. Identitas Pasien
Nama

: An. G

Usia

: 1 bulan

Agama

: Islam

Alamat

: Link. Solokan RT/RW 02/03

Id Kunjungan

: 106774

Pembiayaan

: Umum

Tanggal Berobat : 5 Januari 2016


Rumah Sakit
Ruangan

: Kurnia
: Tulip 1.D/ Kelas 3

II. Anamnesa
o Keluhan Utama:
Berdasarkanstatus pasien, os mengalami keluhan muntah (tidak diketahui frekuensi dan
intensitasnya).
o Keluhan Tambahan:
Mual, batuk, pilek dan diare.
o Riwayat Penyakit Sekarang:
Berdasarkan status pasien, os mengalami keluhan mual, muntah (tidak diketahui
frekuensi dan intensitasnya), batuk dan pilek. Pada status pasien tidak dijelaskan mengenai
perjalanan penyakit pasien. Os muntah setelah minum susu, namun frekuensi muntah saat di
bangsal tidak dapat dihitung. Os juga mengalami batuk pilek dan terdengar bunyi nafas, dan
saat di rawat di bangsal os sempat diare 2x, cair dan terdapat ampas. Buang air kecil dalam
batas normal. Os tidak mengalami penurunan nafsu makan.
o Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidakditanyakan
3

o Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidakditanyakan
o Pemeriksaan Fisik:
Tidak dilakukan.
Suhu
: 37,2 oC
BB pasien
: 4,2kg.
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
PEMERIKSAAN

:
5 Januari 2016

NORMAL

Hemoglobin

12,4

10,1 12,9 gr/dl

Hematokrit

35,7

31 37 %

5.600

5.000 12.500 /uL

Trombosit

380.000

217.000 497.000/uL

GDS

83

<200 mg/dl

Natrium

136

135-155 mmol/l

Kalium

4,0

3,6-5,5 mmol/l

Klorida

87

98-110mmol/l

Hematologi

Leukosit

Elektrolit

FesesRutin
Makroskopi
Warna

Hitamkekuningan

Bau

Khas

Konsistensi

Padat

Lendir

Darah

Mikroskopi

Leukosit

2-3

Eritrosit

1-2

Parasit

Cacing

Lemak

Karbohidrat

UrinLengkap
Warna

Kuning

Kuning

Kekeruhan

Jernih

Jernih

pH

8,5

4,5-8

BeratJenis

1.005

1.003-1.005

Albumin

Glukosa

Darah

PemeriksaanPenunjang:
-

Rontgen Abdomen

Distribusi udara tak tampak pada distal abdomen, tak tampak psoas line, tak
tampak preperitoneal fat line, tampak gambaran gaster yang distensi. Tampak
gambaran single dark bubble.
Kesan: Stenosis pilorus

USG

Gaster tampak distensi, tak tampak udara didaerah distal.


V. Diagnosis
Diagnosis Kerja: Hipertrofi Stenosis Pilorus
Dasar diagnosis :
Anamnesis
Berdasarkan status pasien, os mengalami keluhan mual, muntah (tidak diketahui
frekuensi dan intensitasnya), batuk dan pilek. Pada status pasien tidak dijelaskan mengenai
7

perjalanan penyakit pasien. Os muntah setelah minum susu, namun frekuensi muntah saat di
bangsal tidak dapat dihitung. Os juga mengalami batuk pilek dan terdengar bunyi nafas, dan
Saat di rawat di bangsal os sempat diare 2x, cair dan terdapat ampas. Buang air kecil dalam
batas normal. Os tidak mengalami penurunan nafsu makan.
Pemeriksaan fisik :
-

Tidak dilakukan pemeriksaan fisik

Pemeriksaan lab :
Laboratorium
PEMERIKSAAN

:
5 Januari 2016

NORMAL

Hemoglobin

12,4

14 18 gr/dl

Hematokrit

35,7

40 48 %

5.600

5.000 10.000 /uL

Trombosit

380.000

150.000 450.000/uL

GDS

83

<200 mg/dl

Natrium

136

135-155 mmol/l

Kalium

4,0

3,6-5,5 mmol/l

Klorida

87

97-107 mmol/l

Hematologi

Leukosit

Elektrolit

FesesRutin
Makroskopi
Warna

Hitamkekuningan

Bau

Khas

Konsistensi

Padat

Lendir

Darah

Mikroskopi
Leukosit

2-3

Eritrosit

1-2

Parasit

Cacing

Lemak

Karbohidrat

UrinLengkap
Warna

Kuning

Kuning

Kekeruhan

Jernih

Jernih

pH

8,5

4,5-8

BeratJenis

1.005

1.003-1.005

Albumin

Glukosa

Darah

PemeriksaanPenunjang
-

Rontgen Abdomen

Distribusi udara tak tampak pada distal abdomen, tak tampak psoas line, tak
tampak preperitoneal fat line, tampak gambaran gaster yang distensi. Tampak

gambaran single dark bubble.


Kesan: Stenosis pilorus
USG

10

Gaster tampak distensi, tak tampak udara didaerah distal abdomen.


VI. Diagnosis Banding
-

Hirschprung disease
Malrotasi dan volvulus
Akalasia Esofagus
Bezoar
Obstruksi duodenum
Atresia Jejunum
Meconium Plug Syndrome
Necrotizing Enterocolitis
Invaginasi

VII. Pemeriksaan yang Dianjurkan


-

Elektrolit
Darah lengkap
Feses Rutin
Urinlengkap
Rontgen abdomen
USG Abdomen/CT Scan/MRI

Bangsal
VIII. Terapi yang diberikan

Tridex
Ceftriaxone
Ondancentron
Trogyl
Mucera
Ottopan

12 tpm mikro
1x400 mg
3x0,5 mg
3x6cc
3x0,2ml
3x0,4ml

11

IX. Prognosis
- Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

- Quo ad functionam : Dubia ad bonam


- Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP
1. Selasa, 28 Januari 2016

12

S: 37,22C
S:
Orang
tua
mengatakan os
mual,
muntah
5x,dan
batuk.
Nafsu
makan
berkurang.

O:
KU: TSS
KS: CM
BAK +, BAB
BB: 4,2kg

A:
Hipertrof
stenosis
pilorus

P:
IVFD Tridex12 tpm
mikro
Inj.
Ceftriaxone
1x400mg
Inj.
Ondancentron3x0,
5mg
Mucera 3x0,2ml

A:
Hipertrof
stenosis
pilorus

P:
IVFD Tridex12 tpm
mikro
Inj.
Ceftriaxone1x400
mg
Inj.
Ondancentron3x0,
5mg
Inj. Trogyl 3x6cc
Mucera 3x0,2ml

2. Rabu, 6 Januari 2016


S: 36,3 2C
S:
Orang tua
mengatakan os
muntah 2x
sehabis minum
susu, batuk,
nafas berbunyi,
diare,

O:
KU: TSS
KS: CM
BAK +, BAB + 2x cair
(+), ampas (+)
BB: 4,2kg

3. Kamis, 7 Januari 2016


S: 36,24C
S:
Orang tua
mengatakan os
muntah 3x.

O:
KU: TSS
KS: CM
BAK +, BAB
BB: 4,2 kg

A:
Hipertrof
stenosis
pilorus

P:
IVFD Tridex 12
tpm mikro
Inj. Ceftriaxone
1x400mg
Inj. Ondancentron
3x0,5mg
Inj. Trogyl 3x6cc
Mucera 3x0,2ml
13

ANALISA KASUS
1. Apakah gambaran khas radiologi pada pasien tersebut?
Pada kasus ini hasil rontgen abdomen terlihat distribusi udara tak tampak pada distal
abdomen, tak tampak psoas line, tak tampak preperitoneal fat line, tampak gambaran
gaster yang distensi. Namun gambaran khas pada pasien ini ialah tampak gambaran single
dark bubble yang menandakan stenosis pilorus.

14

I.

PENDAHULUAN

Muntah pada bayi dan anak merupakan gejala yang sering ditemukan
dan seringkali merupakan gejala awal dari berbagai macam penyakit infeksi,
misalnya faringitis, otitis media, pneumonia, infeksi saluran kencing, bila
disertai adanya gejalapanas badan. Muntah dapat juga merupakan gejala
awal dari berbagai macam kelainan seperti peningkatan tekanan intrakranial.
Muntah
secara
klinis
merupakan
hal
penting
sebab
muntah
yangberkepanjangan atau persisten akan mengakibatkan gangguan
metabolisme.
Muntah pada anak merupakan keadaan yang cukup merisaukan orang
tua dan mendorong mereka sesegera mungkin mencari pertolongan untuk
mengatasinya. Secara medis muntah dapat merupakan manifestasi berbagai
penyakit yang berbahaya, baik gastrointestinal maupun di luar
gastrointestinal, juga dapat menimbulkan berbagai akibat yang serius seperti
perdarahan lambung, dehidrasi, gangguan ingesti makanan, gangguan
keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia, hiponatremia, alkalosis dan
hipokloremia, gagal tumbuh kembang dan bila muntah terus berulang dapat
menimbulkan komplikasi Mallory-Weiss tear of the gastro-esophageal
epithelial junction dan robekan esophagus (sindroma Boerhave).
Stenosis pylorus merupakan pertimbangan utama etiologi muntah
pada bayi. Hipertrof pylorus menyebabkan obstruksi pengeluaran cairan
gaster di kanal pylorus. Lima persen bayi dengan orangtua yang mengalami
stenosis pylorus mengalami kelainan ini. Laki laki lebih dipengaruhi
disbanding wanita. Gejala stenosis pylorus dimulai pada umur dua hingga
tiga minggu, namun dapat terjadi pada rentang waktu sejak lahir hingga usia
lima bulan. Massa berukuran zaitun dapat teraba di kuadran kanan atas
kondisi ini menyumbang 1/3 dari kejadian muntah tanpa cairan empedu
pada bayi dan merupakan alasan paling umum untuk laparotomy sebelum
usia 1 tahun.
15

16

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI LAMBUNG


Secara embriologi gaster terbentuk sebagai suatu pelebaran foregut
yang berbentuk fusiform.
Dengan terdapatnya perbedaan kecepatan
pertumbuhan pada berbagai bagian dindingnya serta adanya perubahanperubahan letak terhadap
organ-organ sekitarnya
maka bentuk dan
kedudukan gaster sangat berubah. Perputaran gaster terjadi terhadap
axis(sumbu), yaitu sumbu memanjang (sumbu longitudinalis) dan sumbu
anteroposterior. Terhadap sumbu memanjang, gaster berputar ke kanan
sesuai arah jarum jam sebesar 90 derajat, sehingga sisi sebelah kiri akan
berpindah menjadi ke depan, dan sisi kanan akan berpindah ke belakang.
Oleh karena itu N. Vagus sinistra yang semula menginnervasi gaster di
sebelah kiri, setelah terjadi perputaran akan terletak di sebelah ventral.
Demikian pula N. vagus dextra terletak di bagian dorsal gaster. Selama
perputaran gaster berlangsung, bagian gaster yang semula terletak di
bagian belakang mengalami perkembangan lebih cepat dibanding dengan
bagian depan, sehingga terbentuk lengkungan yang besar di bagian dorsal
yang disebut curvatura major, dan di bagian ventral terbentuk curvatura
minor.
Pada tingkat perkembangan ini gaster terikat pada dinding tubuh
melalui mesogastrium ventrale (sebelah depan) dan mesogastrium dorsale
(sebelah belakang). Akibat perputaran pada sumbu memanjang ini gaster
akan menarik mesogastrium dorsale ke kiri sehingga membantu
pembentukan bursa omentalis. Ujung cranial dan caudal gaster pada
mulanya terletak di garis tengah, tetapi pada perkembangan selanjutnya
terjadi pula perputaran pada sumbu anteroposterior sehingga bagian caudal
(yaitu bagian pylorus) bergerak ke kanan dan ke cranial, dan bagian craial
(yaitu cardia) akan bergerak ke kiri dan sedikit ke caudal. Dengan demikian
gaster akan mencapai kedudukan akhir dengan posisi sumbu memanjangnya
berjalan dari arah laterocranial ke arah medio caudal.
Duodenum dibentuk oleh bagian caudal foregut dan bagian cranial
midgut. Titik pertemuan ke dua bagian ini terletak tepat di sebelah distal
diverticulum hepatis. Sementara gaster mengalami perputaran, duodenum

17

mengambil bentuk
retroperitoneal.

huruf C memutar ke kanan dan akhirnya terletak

Pada umumnya berbentuk huruf L terbalik, huruf J atau


berbentuk silinder. Bagian-bagian dari Gaster adalah cardia, fundus, corpus,
dan pylorus. Antara bagian yang satu dengan yang lainnya tidak ada batas
yang tegas secara makroskopis. Pembagian ini lebih bersifat mikroskopis,
yaitu keadaan mucosa dan kelenjar. Cardia adalah bagian dari gaster di
mana oesophagus bermuara. Fundus ventriculi merupakan bagian sesudah
cardia, yang menonjol dan terletak lebih tinggi dari cardia. Bagian yang
terbesar adalah corpus ventriculi, yang merupakan lanjutan dari fundus
ventriculi. Bagian paling caudal disebut pylorus, yang melanjutkan diri
menjadi duodenus. Batas antara corpus ventriculi dengan pylorus disebut
antrum pyloricum. Ujung distal dari pylorus berbentuk kecil, disebut canalis
pyloricum. Muara pylorus ke dalam duodenum disebut orifcium pyloricum,
dilengkapi oleh sphincter pyloricum, yang dibentuk oleh penebalan stratum
circulare pars muscularis. Antara corpus dan pylorus terbentuk suatu lekukan
di bagian kanan, disebut incisura angularis.
Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang paling distal dari
lambung. Bagian ini secara kelesuluruhan dikelilingi oleh lapisan otot yang
tebal dan berfungsi mengontrol lewatnya makanan ke duodenum.
Permukaan fundus dan korpus banyak dijumpai lipatan rugae lambung.
Pembuluh darah yang mensuplai lambung merupakan percabangan dari
arteri celiac, hepatik dan splenik. Aliran pembuluh vena lambung dapat
secara langsung masuk ke sistem portal atau secara tidak langsung melalui
vena splenik dan vena mesenterika superior. Nervus vagus mensuplai
persyarafan parasimpatik ke lambung dan pleksus celiac merupakan inervasi
simpatik. Banyak ditemukan pleksus saluran limfatik dan kelenjar getah
bening lainnya6 . Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan
mukosa, submukosa, muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan
mukosa dilapisi oleh sel epitel kolumnar penghasil mukus dan meluas ke
sebagian foveolar atau pit. Lapisan mukosa terbagi atas dua lapisan yaitu
lamina propria dan lapisan muskularis mukosa. Pada lapisan muskularis
mukosa, terdapat lapisan otot sirkuler pada bagian dalam dan lapisan otot
longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot ini berkelanjutan membentuk
kelompokan kecil (fascia) otot polos yang tipis menuju ke bagian dalam
lamina propria hingga ke permukaan epitel. Pada lapisan sub-mukosa,
jaringannya longgar dan mengandung sejumlah jaringan ikat elastik,
terdapat pleksus arteri, vena, pembuluh limfe dan pleksus nervus Meissner.
Muskularis eksterna terdiri dari tiga lapisan yaitu longitudinal luar (outer
18

longitudinal), sirkuler dalam (inner sirkuler) dan oblik yang paling dalam
(innermost oblique). Lapisan sirkuler sphincter pilorik pada gastroesofageal
junction. Pleksus Auerbach (myenteric) berlokasi pada daerah di antara
lapisan sirkular dan longitudinal dari muskularis eksterna.

Gambar 1. Anatomi Gaster


Sfngter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan
pemasukan makanan yang terjadi. Sfngter kardia atau sfngter esophagus
bawah,mengalirkan makanan masuk kedalam lambung dan mencegah
refluks isi lambung memasuki esophagus kembali. Daerah lambung tempat
pembukaan sfngter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat
sfngter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk kedalam duodenum,
dan ketika berkontraksi sfngter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi
usus kedalam lambung.

Gambar 2. Lapisan Gaster

19

Lambung tersusun atas lapisan serosa, lapisan otot longitudinal,


lapisan otot sirkular, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa. Selain itu
terdapat berkas tipis serabut-serabut otot polos yaitu otot mukosa, yang
terletak di lapisan paling dalam dari mukosa
LOKALISASI
Holotopi

: gaster terletak dalam regio hypochondrium sinister dan regio


epigastrium. Lokalisasi ini tergantung dari berbagai faktor,
seperti bentuk gaster, isi gaster, konstitusi tubuh dan sikap
tubuh.

Skeletopi : tepi cranialis dari cardia terletak setinggi costa 7 dan vertebra
thoracalis 9.Tepi cranialis fundus ventriculi terletak setinggi costa
5.
Letak pylorus dalam keadaan kosong setinggi vertebra lumbalis
1.
Syntopi

: facies ventralis langsung berhadapan dengan dinding ventral


abdomen dan diaphragma thoracis, dan berada di sebelah kiri
dari hepar;sebagian dari gaster berada di bagian caudo-posterior
hepar. Facies dorsalis letak berbatasan dengan ;

Corpus pancreaticus, a.lienalis ;

Ujung ren sinister, gld.suprarenalis sinister ;

Di sebelah dorso-lateral terdapat lien.


Di sebelah caudal terdapat colon transversum.

20

Gambar 3. Lokalisasi Gaster


2.2. DEFINISI DAN INSIDENSI
Stenosis pylorus ditandai oleh hipertrof otot polos pada otot pylorus.
Keadaan ini biasanya terjadi antara 3 sampai 6 minggu setelah lahir, dengan
kecenderungan insidensi pria : wanita = 4 : 1. Insiden stenosis pilorus
hipertrofk adalah sekitar 2,5 per 1.000 kelahiran per tahun pada lebih sering
terjadi pada ras kulit putih. HPS kurang umum di India dan di antara populasi
Asia hitam dan lainnya. Stenosis pylorus merupakan diagnosis secara klinis,
massa pylorus sering dapat teraba walaupun pada kasus yang meragukan
diagnosis dapat dibuat dengan melakukan ultrasonograf atau dengan
meminum kontras larut air. Terapi kelainan ini adalah myotomi pada otot
pylorus yaitu operasi ramstedt. Gejala ditandai dengan muntah (sering
proyektil dan tidak terwarnai empedu), dehidrasi, alkalosis hipokloremik,
gagal tumbuh.

2.3. ETIOPATOGENESIS
Penyebab stenosis pylorus belum diketahui tetapi berbagai macam
factor telah dicurigai terlihat. Innervasi otot yang tidak normal, menyusui,
dan stress pada ibu pada trimester III telah diketahui ikut terlibat. Lagipula,
peningkatan prostaglandin serum, penurunan kadar nitrat oksida sintase di
pylorus, dan hipergastrinemia pada bayi telah ditemukan tetapi
21

kemungkinan merupakan fenomena sekunder yang disebabkan statis dan


distensi lambung.
Stenosis pylorus terjadi karena adanya hipertrof dua lapisan otot
pylorus (otot longitudinal dan sirkuler yang menyebabkan penyempitan
antrum gaster. Kanalis pylorus menjadi panjang, dan dinding otot pylorus
mengalami penebalan, diikuti dengan penebalan dan edema dari mukosa.
Pada kasus lanjut, lambung dapat menjadi dilatasi dan menyebabkan
obstruksi komplit dari lambung. Penyebab dari stenosis pylorus hipertrof
dapat bersifat multifaktorial. Factor lingkungan dan herediter dipercaya
sebagai kontribusi utama penyebab terjadinya stenosis pylorus hipertrof.
Factor etiologic yang memungkinkan yaitu defsiensi dari Nitrit Oksida
Sintase (NOS), innervasi abnormal dari plexus myenterikus, hipergastrinemia
infantile, dan paparan dari penggunaan antibiotic seperti obat golongan
makrolid (eritromisin).
Nitrit Oksida Sintase (NOS) diduga menyebabkan stenosis pylorus
hipertrof karena memediasi relaksasi otot polos non kolinergik non
adrenergic sepanjang usus yang menyebabkan lapisan otot sirkuler dari
lambung dan pylorus menjadi hipertrof sehingga menyebabkan disfungsi
lambung.Stenosis pylorus menyebabkan gangguan pengosongan isi gaster
ke duodenum. Semua makanan yang dicerna dan disekresi oleh gaster akan
dimuntahkan kembali. Makanan yang dimuntahkan tidak mengandung cairan
empedu karena makanan hanya tertampung dalam gaster saja dan tidak
sampai keduodenum. Hal ini menyebabkan hilangnya asam lambung dan
akhirnya menyebabkan terjadinya hipokloremia yang mengganggu
kemampuan kerja lambung untuk mensekresikan bikarbonat.
2.4. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Dari anamnesis didapatkan pada pasien yang mengalami stenosis
pylorus biasanya gejala awalnya adalah muntah proyekti nonbilious (tidak
berwarna hijau) yang bersifat progresif dan terjadi segera setelah makan.
Muntah biasanya mulai setelah umur 3 minggu, tetapi gejala muncul paling
awal paling awal pada umur 1 minggu dan paling lambat pada umur 5 bulan.
Setelah muntah, bayi akan merasa
lapar dan ingin makan lagi. Karena
muntah terus menerus terjadilah kehilangan cairan, ion hydrogen, dan
klorida, secara progresif sehingga menyebabkan alkalosis metabolic,
hiperkloremik. Ikterus yang disertai dengan penurunan kadar glukoronil

22

transferase terlihat pada sekitar 5% bayi. Ikterus ini biasanya segera


membaik setelah obstruksinya sembuh.

Tabel 1. Gejala klinis pada pasien hipertrof stenosis pilorus


Tiga gejala pokok yang penting:
1. Muntah proyektil,mulai pada umur 2-3 minggu, muntah dapat
bercampur

darah

hingga

dapat

berwarna

kecoklatan

akibat

perdarahan-perdarahan kecil karena gastritis dan pecahnya pembuluh


darah kapiler lambung.
2. Kegagalan pertumbuhan

dan

kehilangan

berat

badan,

hal

ini

disebabkan karena masukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan


karena banyak muntah.
3. Obstipasi, mungkin sekali lagi hal ini juga disebabkan oleh masukan
yang kurang.

Dua tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fsik:


1. Kontour dan peristalsis lambung terlihat di abdomen bagian atas
2. Teraba tumor di daerah epigastrium atau hipokondrium kanan.

23

Diagnosis ditegakkan dengan palpasi massa di pylorus. Massa ini


kenyal, bisa digerakkan, panjangnya sekitar 2 cm, berbentuk seperti buah
zaitun, keras, paling baik diraba dari sisi kiri, dan terletak di atas dan kanan
umbilicus di midepigastrium di bawah tepi hati. Pada bayi yang sehat, makan
dapat membantu diagnosis. Setelah makan, mungkin ada gelombang
peristaltic lambung yang terlihat berjalan menyilang perut. Setelah bayi
muntah, otot perut lebih relaks dan bentuk seperti buah zaitun lebih
mudah diraba. Sedasi bisa digunakan untuk mempermudah pemeriksaan,
tetapi biasanya tidak diperlukan.
Pada beberapa bayi, didapatkan perut buncit di hipokondrium, dan
tampak aktivitas peristaltik meningkat di dinding perut yang tipis. Pada
palpasi tampak masa bentuk bulat telur, mobile, yang teraba di epigastrium
atau di kuadran kanan dan disebut sebagai olive sign (gambar 3). Tanda
tersebut diaggap menjadi hallmark diagnostic HPS. Pada beberapa penelitian
70% pasien HPS mempunyai tanda olive sign (+) dan dengan gelombang
peristaltik yang meningkat. Namun sensitivitas temuan olive sign pada HPS
75%-85%2.

Gambar 4. Peristaltic lambung pada pasien HSP

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Radiologi

24

Pada saat ini diagnosis umumnya ditegakkan dengan melihat


gejala klinis dan pemeriksaan USG berupa tebalnya otot pylorus
dengan gambaran khas doughnut sign. Pada foto polos tampak
gambaran dilatasi lambung dengan kontraksi multiple, caterpillar sign.
Udara di distal lambung sedikit sekali. Pemeriksaan dengan kontras
barium terdapat gambaran string sign, railroad track

di daerah

pylorus.

25

Foto polos abdomen


Roentgenogram abdomen, adalah salah satu cara untuk mendiagnosis
stenosis pylorus hipertrof. Jika pasien baru saja mengalami muntah,
visualisasi dari ukuran lambung bisa saja normal, tapi pada banyak kasus
terlihat adanya dilatasi lambung.

Pada foto polos abdomen dapat

ditemukan:
-

Distensi lambung dengan distribusi udara sampai pada aspek inferior

dari gaster setinggi corpus vertebra L2


Diameter gaster maksimum yang tervisualisasi dapat mencapai 7 cm

atau lebih
Sebagian besar tampak gaster yang terisi dengan udara
Gambaran indentasi dari bayangan udara lambung dibentuk oleh

gelombang peristaltic
Tampak frothy appearance (busa sabun) dalam lambung
Penebalan dinding dari antrum pylorus
Kurangnya distribusi udara pada usus halus dan colon.

Gambar 5. Gambaran Radiologi HSP


VI.2.2 Foto MD (Maag Duodenum) atau Barium Meal
Walaupun

pada

foto

polos

dapat

memberikan

gambaran

dari

hypertrophic stenosis pyloric (berupa distensi lambung) tetapi foto polos


26

abdomen tidak dapat membedakan distensi lambung yang mungkin


disebabkan oleh kausa lain seperti gastric hypotonia, pylorospasm, dan
kelainan anatomi lainnya, sehingga dianjurkan untuk foto MD dengan kontras
barium sulfat.
Pada temuan

radiograf dari foto MD dengan kontras dapat dibagi

kedalam tiga kategori: Perlambatan dari pengosongan lambung,


1. Waktu pengosongan lambung merupakan tanda yang dapat dipercaya
untuk memastikan dari obstruksi gastric outlet oleh karena hypertrof
stenosi pylorus.
2. Elongasi pylorus
- String sign. Terdapat sebuah garis tunggal dan panjang dari kontras
-

barium yang melapisi kanalis pylorus.


Double track sign. Mukosa dari canalis pyloricum berada di lipatan
sentral. Ketika kontras melewati pylorus maka kontras akan mengisi
mukosa bagian atas maupun bagian bawah yang mengalami
hipertrof, sehingga dapat terlihat gambaran dua garis yang paralel
di area pylorus.

Gambar 6. String sign dan double track sign


3. Efek massa dari tumor pylorus.
- Shoulder sign memberikan
-

gambaran

saluran

pylorus

yang

memanjang, penonjolan otot pylorus kedalam antrum.


Beak sign. Pada awal pemeriksaan,barium kontras dapat mengisi
hanya di pintu masuk dari canalis pyloricum.
27

Mushroom sign. Indentasi dari duodenal bulb. Dasar dari mukosa


duodenum cembung mengikuti otot pylorus yang menebal.

Gambar 7. Shoulder sign, beak sign dan mushroom sign.


Pemeriksaan ultrasound
USG menjadi modalitas pilihan untuk diagnosis HPS. Selain sensitiftas
dan spesiftas yang tinggi, sonograf bebas dari radiasi dan dapat mengikuti
visualisasi
dari
muskulus
pilorus
secara
langsung.
Pemeriksaan
menggunakan transduser linear 5-7,5 MHz. Transduser sampai 10 MHz dapat
digunakan tergantung ukuran bayi dan dalamnya pilorus.
Pada diagnosis klinis mungkin dapat di palpasi massa berbentuk olive
pada region dextra dari umbilicus dan dapat dikonfrmasi dengan
pemeriksaan sonograf yang memperlihatkan gambaran cincin hipoechoic
tebal dari lapisan otot pylorus yang mengalami hipertrof.
Ketika seseorang di suspect dengan HPS (Hypertrophic Pyloric
Stenosis) tetapi tidak tampak massa berbentuk olive pada daerah
hipokondrium kanan, maka ultrasound digunakan untuk melihat penebalan
28

dari otot pylorus, dan mempunyai predictive value sampai 90%. Ketika
massa berbentuk olive telah teridentifkasi dan ditemukan panjang kanalis
pyloricum lebih besar dari 17 mm dan tebal dinding otot lebih besar dari 4
mm maka dapat dipastikan bahwa diagnostiknya adalah HPS (Hypertrophic
Pyloric Stenosis).

Gambar 8. Gambaran USG pada pasien HPS

29

CT-SCAN abdomen

Gambar 9. CT-scan abdomen dengan kontras potongan koronal, tampak


penebalan fokal pylorus dan antrum bagian distal

Gambar 10. CT-scan abdomen dengan kontras potongan koronal, tampak


penebalan fokal pylorus dan antrum bagian distal
Pemeriksaan Laboratorium

30

Darah rutin

Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan kadar hemoglobin yang


rendah

dengan

hiponatrinemia

dan

hipoalbunemia.

Peningkatan

prostaglandin serum, penurunan kadar nitrit oksida sintase di pylorus dan


hipergastrinemia pada bayi dapat ditemukan pada penyakit HPS tetapi
kemungkinan merupakan fenomena sekunder yang disebabkan statis dan
distensi lambung. Pada stadium lanjut bayi dalam keadaan dehidrasi
malnutrisi-hipokalemi dan alkalosis metabolic hipokloremik.

2.6. DIAGNOSA BANDING


1. Hirschprung Disease
Penyakit Hirschsprung adalah kelainan kongenital pada kolon
yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus
submukosus Meissneri dan pleksus mienterikus Auerbachi. 90%
kelainan ini terdapat pada rektum dan sigmoid. Hal ini diakibatkan oleh
karena terhentinya migrasi kraniokaudal dari sel krista neuralis di
daerah kolon distal pada minggu ke lima sampai minggu ke dua belas
kehamilan untuk membentuk sistem saraf usus. Aganglionik usus ini
mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian
rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional.
Manifestasi klinis penyakit Hirschsprung terlihat pada neonatus
cukup bulan dengan keterlambatan pengeluaran mekonium pertama
yang lebih dari 24 jam yang kemudian diikuti dengan kembung dan
muntah. Pada pemeriksaan fsik ditemukan perut yang kembung
hebat, gambaran usus pada dinding abdomen dan bila dilakukan
pemeriksaan colok dubur, feses akan keluar menyemprot dan gejala
tersebut akan segera hilang.
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan
berdasarkan usia gejala klinis mulai terlihat :

31

Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni
pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi
abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam
pertama) merupakan tanda klinis yang signifkans. Swenson (1973)
mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus
sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan
72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi
abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat
dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman
komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini,
yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi
saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1
minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau
busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus
Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan
dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.

Anak. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol
adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula
terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan
pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,
konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya
buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan
biasanya sulit untuk defekasi. (Kartono,1993; Fonkalsrud et al,1997;
Swenson et al,2002).

Pada pemeriksaan enema Barium didapatkan tanda-tanda khas


penyakit ini yaitu adanya gambaran zone spastik, zone transisi serta
zone dilatasi. Gambaran mukosa yang tidak teratur menunjukkan
adanya proses enterokolitis.
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada
penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai
gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk
membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang
merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung
adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi.
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan
ke arah daerah dilatasi;

32

3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi


Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas
penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi
barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur
dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang
membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada
penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi
kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan
sigmoid.

Gambar 11. Foto Polos Abdomen tampak dilatasi sistema usus dan
tiadanya gas di rektum (Obstruksi Usus Letak Rendah).

33

Gambar. 12. Gambar barium enema penderita Hirschsprung. Tampak


rektum yang mengalami penyempitan, diikuti zona transisi kemudian
sigmoid yang melebar (zona dilatasi).
2. Malrotasi dan Volvulus
Malrotasi merupakan gagalnya suatu rotasi/perputaran dan
fksasi normal pada organ dalam terutama usus tengah, selama
perkembangan embriologik. Malrotasi dapat terjadi disertai atau tanpa
volvulus. Volvulus dapat terjadi apabila usus tidak terfksasi dengan
benar

pada

dinding

usus,

tetapi

menggantung

pada

jaringan

mesenterika sehingga menyebabkan usus terpuntir dan menghentikan


aliran darah ke usus. Apabila volvulus mengenai seluruh bagian usus
maka keadaan ini disebut volvulus midgut.

Malrotasi dan volvulus

merupakan kasus gawat darurat dibidang bedah yang memerlukan


intervensi segera. Malrotasi dan volvulus kebanyakan terjadi pada
periode neonatus dimana berhubungan dengan tingkat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi pada kasus-kasus dengan keterlambatan
diagnosis. Walaupun demikian beberapa kasus dilaporkan terjadi pada
usia anak besar bahkan dewasa. Manifestasi klinis klasik dari malrotasi
pada bayi baru lahir adalah muntah hijau dengan atau tanpa distensi
abdomen

yang

berhubungan

dengan

obstruksi

duodenum

atau

volvulus midgut. Keterlambatan diagnosis dan tatalaksana dapat


mengakibatkan terjadinya nekrosis intestinal, short bowel syndrome,
dan ketergantungan pada nutrisi parenteral total. Mortalitas pada
neonatus diperkirakan mencapai angka 30% pada tahun 1950 dan
1960, namun semenjak itu angka mortalitas tersebut semakin
menurun mencapai 3% - 5%. Penanganan operatif yang darurat
seringkali dibutuhkan untuk mencegah iskemia intestinal atau untuk
melakukan reseksi pada lengkung usus yang telah mengalami infark.

34

Untuk mendapatkan diagnosis pasti, pemeriksaan imaging atau


radiologis diperlukan. Secara umum, pemeriksaan radiologis yang
dapat dilakukan adalah :
a. Foto polos Abdomen
Foto

polos

abdomen

anterior-posterior

dan

lateral

dapat

menunjukan adanya obstruksi usus, dengan adanya pelebaran loop,


dilatasi lambung dan duodenum, dengan atau tanpa gas usus serta
batas antara udara dengan cairan (air fluid level). Foto dengan
kontras dapat menunjukan adanya obstruksi, baik bagian proksimal
maupun distal. Malrotasi dengan volvulus midgut patut dicurigai bila
duodenojejunal junction berada di lokasi yang tidak normal atau
ditunjukan dengan letak akhir dari kontras berada. Foto dengan
kontras juga dapat menunjukan obstruksi bagian bawah, dilakukan
juga pada pasien dengan gejala bilious vomiting untuk mencurigai
adanya penyakit Hirschsprung, meconium plug syndrome dan
atresia.
b. Ultrasonograf (USG)
Pemeriksaan ultrasonograf tidak banyak membantu diagnosis
volvulus,

namun

pada

pemeriksaan

ini

didapatkan

cairan

intraluminal dan edema di abdomen. Kemudian, adanya perubahan


anatomi arteri dan vena mesenterika superior dapat terlihat, hal ini
menunjukan adanya malrotasi, walaupun tidak selalu. Gambaran
lain yang dapat terlihat pada pemeriksaan USG adalah gambaran
whirpool sign yang merupakan gambaran pembuluh darah
mesenterika yang mengalami lilitan dapa volvulus midgut.
c. Upper gastrointestinal (UGI) series

35

Apabila pemeriksaan USG tidak dapat mendiagnosis malrotasi


dengan

volvulus,

maka

perlu

dilakukan

pemeriksaan

upper

gastrointestinal (UGI) series. Pemeriksaan ini dapat digunakan


dengan cepat dan relatif aman karena dapat mengidentifkasi
adanya malrotasi dan volvulus denagn menunjukkan adanya
abnormalitas posisi usus. Pada UGI series, dapat menunjukkan
posisi Ligament Treitz, yaitu suatu pita jaringan yang memfksasi
duodenum

pada

dinding

retroperitoneum

dan

dapat

juga

menunjukkan posisi duodenojejunal junction dan usus yang berada


di kiri garis tengah. Pada malrotasi, tampak perubahan posisi usus
dari garis tengah. Adanya volvulus dapat diindikasikan apabila
terdapat

gambaran

dilatasi

lambung

dan

duodenum

akibat

obstruksi setinggi duodenum dan gambaran klasik corkscrew


yang merupakan gambaran duodenum dan yeyunum proximal yang
terpelintir di sekitar aksis mesenterika. Pada kasus yang sudah
mengalami iskemia usus dapat terlihat gambaran dilatasi usus
halus.
d. Barium Enema
Barium sulfat menghasilkan gambaran radiopak (muncul di X-ray)
digunakan sebagai media kontras, kemudian dibiarkan mengalir ke
dalam usus besar. Udara dapat menggembung di dalam usus besar
untuk membesarkan dan memberikan gambar yang lebih baik
(sering disebut "double-contrast"). Jika ada perforasi usus yang
diduga

terjadi,

sebuah

kontras

larut

air

digunakan

sebagai

pengganti dari barium. Prosedur ini dinyatakan sangat mirip,


walaupun gambar tidak cukup baik. Sebuah enema barium jelas
menampilkan herniasi kolon. Masalah lain seperti divertikulosis
(kantong kecil terbentuk pada dinding usus besar yang bisa
mengalami peradangan) dan intususepsi dapat ditemukan. Sebuah
36

apendisitis akut yang terjadi atau puntiran dari loop usus juga dapat
dilihat. Jika gambar normal menyebabkan fungsional seperti irritable
bowel syndrome (IBS) dapat dipertimbangkan.
e. CT scan abdomen
CT scan abdomen mempunyai sensitivitas spesifsitas yang baik
untuk mendiagnosis adanya obstruksi usus, termasuk volvulus.
Namun, CT scan jarang digunakan untuk mendiagnosis malrotasi
tanpa volvulus. Gambaran CT scan malrotasi dengan volvulus
meliputi gambaran pembuluh darah mesenterika dan usus yang
melilit

(whirl

pattern),

edema

mesenterika

akibat

obstruksi

pembuluh vena dan limfe serta dilatasi lambung dan duodenum.

3. Akalasia Esofagus
Gejala klinis berupa muntah persisten dan pada foto thorax sering
ditemukan pneumonia dengan aspirasi. Pemeriksaan radiologi dengan
kontras menggambarkan adanya penyempitan dan stenosis pada
cardia esophagus dengan dilatasi esophagus bagian proximal.

Gambar 13. Akalasia Esofagus


37

4. Bezoar
Gejala klinis yang ditemukan ialah muntah intermiten, sering
disebabkan karena menelan nasi atau pisang pada bayi yang baru lahir
atau termakan rambut yang berlangsung kronis. Pemeriksaan radiologi
foto

polos

abdomen

memperlihatkan

jaringan

lunak

berbentuk

lambung di kuadran kiri atas pada pemberian kontras barium


bayangan

tersebut

berbentuk

flling

defect

dengan

kontras

mengelilingi massa tersebut mengikuti kontur lambung. Sering terjadi


bezoar dengan perforasi gaster, terlihat adanya udara dibawah
diafragma pada foto polos posisi duduk atau tegak.

Gambar 14. Gambaran jaringan lunak berbentuk lambung di kuadran


kiri atas
5. Obstruksi Duodenum

38

Obstruksi duodenum biasanya disebabkan karena atresia, stenosis


atau malrotasi duodenum. Pada umumnya bayi bayi baru lahir
dengan gejala muntah muntah persisten sejak lahir dan muntah
bilier. Kira kira 30% kasus atresia duodeni disertai down syndrome.
Sebelum pemeriksaan radiologi sebaiknya cairan lambung dikeluarkan
terlebih dahulu, kemudian udara dimasukkan ke dalam gaster kurang
lebih sebanyak 50 cc. pada atresia duodenum, foto polos abdomen
memperlihatkan gambar double bubble sign dan tidak tampak udara
mengisi usus halus dan kolon. Keadaan lainnya yang menyerupai hal
ini adalah oleh karena anulare pancreas. Pada malrotasi dilakukan
pemeriksaan dengan enema barium untuk melihat letak caecum. Pada
pemeriksaan dengan barium peroral, letak duodeunojejunum akan
berubah, yaitu di daerah garis tengah atau sebelah kanan garis tengah
pada posisi supine. Pada stenosis duodenum, gambaran radiologis
tergantung berat ringan stenosis, maka selain double bubble masih
tampak udara di usus distal. Pemeriksaan dengan kontras per oral
pada duodenal web terlihat gambaran windsock appearance.

Gambar 15. (Kiri) Atresia duodenum pada bayi usia 1 hari dengan
double bubble sign; (Tengah) Stenosis duodeni pada bayi 4 bulan
dengan windsock appearance; (Kanan) Malrotasi pada bayi usia 3
bulan, gambaran appendiks tampak dibagian tengah atas abdomen
39

6. Atresia Jejunum
Distensi abdomen yang terjadi tergantung pada tempat obstruksi.
Pada foto polos abdomen posisi tegak tampak beberapa gelembung
udara dalam usus di kuadran kiri atas.

Gambar 16. Atresia jejunum pada bayi usia 1 hari, tampak beberapa
gelembung udara dalam usus di abdomen kuadran kiri atas.
7. Meconium Plug Syndrome
Gejala klinis berupa evakuasi meconium yang terlambat dan perut
ke kembung. Ini sebenarnya bukan merupakan suatu penyakit,
melainkan hanya gangguan sementara evakuasi meconium yang
biasanya terjadi pada bayi premature atau bayi dengan dehidrasi.
Gambaran radiologi berupa gambaran usus yang melebar disertai
gambaran udara air dan kadang kadang disertai gumpalan
meconium. Pada setiap meconium plug syndrome harus dilakukan
pemeriksaan enema barium untuk membuktikan tidak ada morbus
hirschprung, dan sering disertai gambaran filling deffect.
40

Gambar 17. Meconium plug syndrome


8. Necrotizing Enterocolitis
Merupakan

penyakit

yang

potensial

bersifat

letal

dengan

predileksi utama pada bayi premature. Etiologi sampai saat ini tidak
diketahui, akan tetapi pada umumnya diduga bahwa pada NEC timbul
sebagai akibat iskemia intestinal pada bayi rentan yang mengalami
stress. Berbagai keadaan seperti prematuritas, kelainan jantung
bawaan,

asfksia,

sindrom

gangguan

pernafasan,

kateterisasi

umbilicus, infeksi dan komplikasi persalinan sering kali dihubungkan


dengan

timbulnya

NEC.

Pada

kira

kira

90%,

kasus

gejala

gastrointestinal terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir sampai hari


ke 10. Gejala klinis berupa muntah, perut kembung, diare bercampur
darah encer / bekuan darah. Pemeriksaan foto polos abdomen
memperlihatkan gambaran radiologi sebagai berikut:

41

a. Dilatasi usus dapat menyeluruh atau mengenai usus halus saja.


Tergantung pada bagian usus yang terkena. Akibat gangguan fungsi
biasanya ada hubungannya dengan beratnya klinis, sedangkan
distribusi dilatasi usus pada pemeriksaan serial ada hubungannya
dengan progresiftas klinis.
b. Pneumatosis intestinalis, yaitu bayangan intramural pada dinding
usus, gaster atau rectum, tetapi lebih sering terjadi pada ileum,
kolon desendens dan sigmoid, terlihat sebagai gelembung dan garis
parallel dalam dinding usus merupakan tanda patognomonik pada
NEC yang dapat timbul dan hilang dengan cepat biasanya
menghilang dalam waktu singkat, paling lama 1 jam. Lenyapnya gas
intramural tidak selalu berhubungan dengan perbaikan klinis.
c. Udara dalam vena porta berupa gambaran gelembung radiolusen
yang bercabang cabang didaerah perifer hati.
d. Pneumoperitoneum, tampak udara bebas atau cairan didalam
rongga peritoneum dan dilatasi usus yang persisten. Gambaran ini
merupakan isyarat untuk dilakukan tindakan bedah. Evaluasi
penyakit dilakukan dengan membuat foto serial dengan interval
waktu 12 24 jam. Jika terdapat perbaikan dianjurkan membuat
foto setiap 7 10 hari. Beberapa minggu sampai bulan sesudah
bayi dipulangkan dalam keadaan sembuh dapat terjadi obstruksi
karena striktur pada usus yang terkena.

42

Gambar 18. NEC pada bayi usia 10 hari, pneumatosis intestinalis


tampak udara intramural pada dinding usus

9. Invaginasi / Intususepsi
Intususepsi

menggambarkan

masuknya

segmen

proksimal

usus

(intususeptum) ke dalam lumen usus distal (intususepien). Paling


sering didaerah ileo colica tetapi dapat juga jejuno ileal dan colo
colica. Gejala klinis berupa sakit perut bagian atas, defekasi darah dan
lender, muntah muntah, teraba tumor di abdomen dan bayi tampak
pucat dan berkeringat dingin dan yang sering disertai dehidrasi dan
shock terutama pada kasus lanjut. Pemeriksaan radiologi berupa foto
polos abdomen memperlihatkan tanda tanda obstruksi usus halus,
kadang kadang tampak sebagai bayangan menyerupai sosis dibagian
tengah abdomen. Pemeriksaan USG menunjukkan doughnut sign atau
pseudokidney sign. Dengan enema barium tampak defek pengisian
barium yang konveks, barium akan terhenti sementara, bayangan
permobil

(coiled

spring

appearance)

apabila

barium

melingkari

intususeptum. Refluks kontras kedalam ileum adalah tanda satu


43

satunya bahwa reduksi telah berhasil. Reduksi hidrostatik dengan


barium sebaiknya dilakukan bersama ahli bedah, sehingga apabila
gagal dapat dilakukan pembedahan.

Gambar 19. Invaginasi pada bayi usia 8 bulan, foto polos Saussage
appearance, dengan enema kontras tampak Cupping Appearance.

2.7. TATALAKSANA
1. Koreksi elektrolit dan rehidrasi
Pasien dengan HPS biasanya mengalami gangguan elektrolit.
Gangguan elektrolit ringan dapat dikoreksi dengan 0,45% salin dan 5%
dextrose sebelum dilakukan tidakan operasi. Gangguan elektrolit berat
dikoreksi dengan 0,9% salin dengan bolus 10-20cc/kgBB, diikuti oleh
pemberian 0,9% salin dalam 5% dextrose. Kalium di tambahkan jika
diperlukan.
2. Dekompresi naso gastrik
Setelah diagnosis HPS ditegakkan, semua makanan di stop dan
dilakukan aspirasi semua isi lambung melalui NGT. Biasanya isi lambung
berupa susu yang telah menggumpal sehingga dilakukan lavage dengan
44

saline sampai evakuasi lambung adekuat. Setelah isi lambung kosong, NGT
dikeluarkan untuk mencegah perburukan gangguan elektrolit karena aspirasi
dari isi lambung.
3. Pembedahan
Pembedahan pada pasien HPS bukan merupakan tindakan darurat.
Sehingga diperlukan koreksi elektrolit sebelum dilakukan tindakan bedah.
Kadang-kadang pasien HPS mengalami jaundice akibat kegagalan sementara
dari aktiftas glucoronyltransferase. Keadaan ini self limited setelah operasi.
Standar operasi pada pasien HPS adalah Ramstedt pyloromyotomy. Secara
klasik operasi dilakukan dengan insisi di perut kuadran kanan atas atau insisi
secara melintang di daerah supra umbilikal. Insisi secara vertikal di buat di
permukaan mid anterior muskulus superfsial dan serosa, 1- 2 mm dari
pyloroduodenal junction sampai 0,5 cm ke antrum bagian bawah. Serabut
dibawahnya dibagi dengan diseksi tumpul dan penjepit. Dilakukan perawatan
untuk mencegah perforasi mukosa terutama di bagian bawah insisi. Tampak
protusio dari mukosa gaster mengindikasikan tanda obstruksi. Perforasi
mukosa biasanya terjadi di duodenal end dan terindikasi dengan adanya
cairan empedu. Namun ketika hal ini terjadi, perbaikan dilakukan dengan
menggunakan sutura monoflamen absorbable jangka panjang dan
ditempatkan melintang dan ditutup dengan omentum. Selanjutnya udara
dimasukkan melalui NGT untuk evaluasi integritas mukosa duodenal.
Muntah pasca bedah bisa terjadi pada 50% bayi dan diduga edema
pylorus tempat insisi. Namun pada kebanyakan bayi, makanan dapat dimulai
dalam 12-24 jam sesudah pembedahan dan diteruskan sampai makanan oral
rumatan dalam 36-48 jam sesudah pembedahan. Muntah yang menetap
menunjukkan suatu piloromiotomi yang tidak sempurna, gastritis, hernia
hiatus, kalasia, atau penyebab obstruksi lain.
Pengobatan

beda

stenosis

pylorus

adalah

kuratif,

dengan

mortalitas pembedahan antara 0 dan 0,5%. Terapai medic konservatif


(dengan

memberikan

makanan

sedikit-sedikit,

atropine)

pernah

dilakukan pada masa lalu tetapi perbaikannnya lambat dengan


mortalitas yang lebih tinggi. Dilatasi dengan endoskopi balon cukup

45

berhasil, laporan ini perlu diperkuat sebelum praktek ini diterima


sebagai terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Chirdan LB, Ameh EA, Thomas AH. 2008. Infantile hypertrophic pyloric stenosis. J Pediatr
Surg.
Datuk, Razak. Diktat Abdomen. 2004. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. Makasar.
Fonkalsrud. 1997. Hirschsprungs disease. In:Zinner MJ, Swhartz SI, Ellis H, editors. Maingots
Abdominal Operation. 10th ed. New York: Prentice-Hall intl.inc.
Frank, Henry. 2011. Netter Atlas of Human Anatomy. Saunders Elsevier: Philadelphia.
Frankel, Heidi. 2004. Hypertrophic Pyloric Stenosis (HPS). In: Ultrasound for Surgeons.
Landes Bioscience: USA.

46

Hardy Maryann and Boynes Steven. 2007. Congenital Pyloric Stenosis. In: Pediatric
Radiography. School of Health Studies, University of Bradford: United Kingdom.
Jurnalis YD, Sayoeti Y, Ruselly A. 2013. Jurnal Kesehatan Andalas; 2(2) Malrotasi dan Volvulus
pada Anak.
Kartono D. 1993. Penyakit Hirschsprung : Perbandingan prosedur Swenson dan Duhamel
modifkasi. Disertasi. Pascasarjana FKUI.
Katami A, Ghoroubi G, Imanzadeh F, Attaran M, Mehrafarin M, Sohrabi MR. 2009. Olive
palpation, sonography and barium study in the diagnosis of hypertrophic pyloric
stenosis: decline in physicians art barium. Iran J Radiol; 6(2): 87-90
Kusumadewi, Anny dkk. 2008. Congenital Hypertrophic Pyloric Stenosis. Department of
Pediatric Surgery, Faculty of Medicine Hasanuddin University: Makassar.
Pradip R. Patel. 2010. Lecture Notes Radiology ed. 2. London. Wiley Blackwell pub.
Price, Sylvia and Wilson, Lorraine. 2005. Gangguan lambung dan Duodenum. Dalam:
Patofsiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 6th Edition. EGC: Jakarta.
Singh, Jagvir. Pediatric Pyloric Stenosi. Available from: http://emedicine.medscape.com/
Staf pengajar FKUI. 2008. Stenosis Pilorik Hipertrof. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Stanton Kliegman. Pyloric Stenosis and Other Congenital Anomalies of the Stomach. In:
Nelson Textbook of Pediatri 19th Edition. Elsevier: Philadelphia.2011.
Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta
gastroenterologik anak. CV. Sagung Seto. Jakarta.
Swenson O.Hirschsprungs disease : A Review. J Pediatr 2002;109:914-918.
Teitelbaum DH, Caniano DA, Qualman SJ. The pathofsiology of Hirschsprungs associated
enterocolitis: Importance of histologic correlates. J Pediatr Surg 1999;34:1671-7.
Rasad, Sjahrir. 2005. Radiologi Diagnostik Ed 2. Jakarta. FK UI.

47

Anda mungkin juga menyukai