Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) menurut DSM-V
mendefinisikan ADHD sebagai gangguan pemusatan perhatian terhadap
lingkungan

sekitar

dan/atau

hiperaktif-impulsif

yang

mengganggu

perkembangan hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan dan genetik serta
konsentrasi dari neruotransmitter. Menurut Brent dkk menyebutkan bahwa
seseorang yang mengalami gangguan ADHD terdapat keabnormalan pola
EEG (electroencephalography) dimana terjadi ketidak seimbangan antara
gelombang beta dan theta yang berhubungan dengan manifestasi klinis
ADHD yakni inatensi, hiperaktif, dan impulsif Prevalensi ADHD diseluruh
dunia kira- kira sebesar 5-10% pada usia sekolah. Angka kejadian ADHD di
Eropa, Amerika dan Timur Tengah diperkirakan 3,4%, sementara di
Indonesia, dalam populasi anak sekolah berkisar 2-4% anak menderita ADHD
(Brent et al, 2013).
Tanpa

penanganan

yang

tepat,

ADHD

dapat

menimbulkan

konsekuensi yang serius seperti mal-prestasi (under-achievement), kegagalan


di sekolah atau pekerjaan, susah menjalin hubungan atau interaksi sosial, rasa

tidak percaya diri yang tinggi, kecelakaan mengemudi, kriminalitas dan juga
depresi kronis (Brent et al, 2013).
Terapi utama dalam pengobatan anak ADHD ini ialah manajemen
prilaku dan terapi farmakologi. Namun manajemen prilaku terlihat kurang
efektif dibandingkan dengan terapi farmakologi, sehingga baku emas untuk
pengobatan

ADHD

ialah

terapi

farmakologi

seperti

atomoxetine,

methylphenidate. Namun, meskipun efek obat tersebut cukup kuat untuk


mengobati ADHD, sebanyak 15-30% anak tidak dapat merespon pengobatan
dengan baik karena mengalami efek samping seperti nafsu makan yang
buruk,

menghambat

pertumbuhan

fisik,

dan

kematian

mendadak.

Atomoxetine sebagai salah satu terapi farmakologi juga kurang efektif dalam
pengobatan ADHD dikarenakan menjadi penyebab keinginan bunuh diri pada
anak ADHD. Meskipun dengan pengobatan gabungan antara pengobatan
farmakologi dan manajemen prilaku yang intensif, tingkat keberhasilan
pengobatan hanya sekitar 68%. Oleh sebab itu masyarakat dan orang tua
susah untuk menentukan sehubungan dengan pemberian obat atau risiko
pengalihan penggunaan obat lainnya (Choon et al, 2010).
Anak adalah amanat dari Allah SWT bagi para orang tuanya. Selain itu,
dalam kefitriannya, anak membawa potensi yang siap dikembangkan. Hadits
di bawah ini mengandung pengertian bahwa setiap anak itu Tiada satu anak
pun yang terlahir ke dunia ini kecuali dengan keadaan fitrah. Maka kedua

orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi atau Nasrani atau Majusi (HR.
Muslim) (Farmawi, 2002).
Dalam Islam, anak berkebutuhan khusus salah satunya ialah ADHD yang
merupakan gangguan perkembangan anak dimana dalam Q.S. At- Tin: 4
disampaikan bahwa Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. Allah Swt. pun menjadikan manusia dengan
perawakan (fisik) yang tegak, sehingga mampu membuahkan berbagai hasil
karya

yang

menakjubkan.

Akan

tetapi

manusia

tidak

menyadari

keistimewaannya itu, dan menyangka bahwa dirinya sama dengan makhluk


yang lain. Karenannya mereka mengerjakan apa yang sesungguhnya tidak
dibenarkan oleh akal sehatnya dan tidak disukai oleh fitrahnya. Selain itu,
dalam sebuah hadits Rasulullah SAW menyatakan bahwa, Allah tidak
melihat seseorang dari wajahnya, tubuhnya, akan tetapi Allah melihat
seseorang dari hatinya (H.R. Muslim). Dari hadits di atas jelas bahwa Islam
tidak mendiskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus. Setiap manusia
sama di hadapan Allah kecuali amal perbuatan dan ketaqwaannya (Teungku,
2003).
Menurut Muhadi (2009) di dalam upaya pengobatan atau terapi dari
suatu penyakit, Islam memerintahkan agar bertanya kepada ahlinya atau orang
yang megetahui. Dalam kedokteran Islam diajarkan bila ada dua obat yang
kualitasnya sama maka pertimbangan kedua yang harus diambil adalah yang

lebih efektif dan tidak memiliki efek rusak bagi pasien. Semakin
berkemabangnya

ilmu

pengetahuan

banyak

pengobatan

yang

dapat

menyembuhkan suatu penyakit seperti ADHD, dimana Islam mendorong


manusia untuk mencari ilmu dan kemajuan dalam penemuan- penemuan
khususnya dalam bidang kesehatan. Allah SWT menyuruh manusia untuk
tidak berhenti dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sesuai
dengan surat yang diturunkan Allah yakni surat Al-Alaq. Berdasarkan hal
tersebut, dalam skripsi ini penulis tertarik untuk membahas Pengaruh
Terapi Neurofeedback terhadap Perkembangan Anak dengan ADHD
Ditinjau dari Kedokteran Islam
1.2

Permasalahan
1. Apa pengaruh neurofeedback terhadap pekembangan anak dengan
ADHD?
2. Bagaimana kesenjangan keefektifan terapi anak ADHD dengan
menggunakan neurofeedback dan terapi farmakologi?
2. Bagaimana pandangan Islam mengenai terapi neurofeedback
terhadap perkembangan anak dengan ADHD?

1.3

Tujuan

1.3.1 Umum
Untuk

mengetahui

pengaruh

terapi

neurofeedback

terhadap

terapi

neurofeedback

terhadap

perkembangan anak dengan ADHD.


1.3.2 Khusus
1.3.2.1

Mengetahui

pengaruh

perkembangan anak dengan ADHD.


1.3.2.2

Mengetahui kesenjangan keefektifan terapi anak ADHD dengan


menggunakan neurofeedback dan terapi farmakologi.

1.3.2.3

Mengetahui pandangan Islam mengenai terapi neurofeedback


terhadap perkembangan anak dengan ADHD.

1.4

Manfaat

1.4.1 Bagi penulis diharapkan akan menambah pengetahuan mengenai


pengaruh terapi neurofeedback terhadap perkembangan anak dengan
ADHD ditinjau dari kedokteran dan Islam serta cara penulisan ilmiah
yang baik dan benar.

1.4.2 Bagi Universitas YARSI, diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat sebagai
masukan bagi civitas akademika Universitas YARSI khususnya Fakultas
Kedokteran.
1.4.3 Bagi masyarakat, diharapkan skripsi ini dapat menambah pengetahuan
masyarakat mengenai pengaruh dari terapi neurofeedback terhadap anak
dengan ADHD ditinjau dari kedokteran dan Islam.

BAB II
PENGARUH TERAPI NEUROFEEDBACK TERHADAP
PERKEMBANGAN ANAK DENGAN ADHD DITINJAU DARI
KEDOKTERAN

2.1.

ADHD

2.1.1. Definisi
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah kumpulan
gejala yang ditandai dengan kurangnya pemusatan perhatian secara terusmenerus,

hiperaktif,

dan

impulsif

dibandingkan

dengan

tingkat

perkembangan anak pada usia tertentu. Diagnosis ADHD memiliki gejala


yang menetap, dimana gejala tersebut muncul sebelum berusia 7 tahun, dan
gejala tersebut terjadi tidak hanya di rumah atau sekolah. Beberapa kondisi
dikaitkan dengan kejadian timbulnya ADHD seperti, genetik, neurologis,
keracunan dan psikososial, serta dapat juga ditemukan pada anak yang lahir
prematur dan anak dengan cacat intelektual. Anak dengan ADHD memiliki
kesulitan mendefinisikan karakteristik, perhatian, dan bertahan untuk
menyelesaikan tugas mereka. Sehingga mereka sering gagal untuk mengatur
dan merencanakan tugas yang akan mereka kerjakan. Impulsivitas pada anak
sering dikaitkan dengan kesulitan menunggu giliran, seperti memotong

pembicaraan, kesulitan dalam menunda respon dalam melontarkan jawaban,


mengganggu orang lain, dan umumnya bertindak sebelum berpikir (Zitelli et
al, 2012).

Gambar 1. Anak dengan ADHD, tipe inatensi. Pada gambar terlihat


anak perempuan sedang melamun saat teman sekelasnya memperhatikan
guru.
Sumber: Atlas of Pediatric Physical Diagnosis
ADHD menurut DSM-V yang diterbitkan oleh American Psychiatric
Associationdan

digunakan

di

Amerika

Serikat

dan

seluruh

dunia

mendefinisikan ADHD sebagai gangguan pemusatan perhatian terhadap


lingkungan

sekitar

dan/atau

hiperaktif-impulsif

yang

mengganggu

perkembangan, gejala yang muncul biasanya lebih dari 2 tempat (misalnya di


rumah, sekolah, atau bekerja), dan berpengaruh negatif pada sosial, akademik

atau fungsi kerja. Gejala-gejala harus muncul sebelum usia 12 tahun (ADHD
Institute, 2015).
Menurut Brent et al dalam jurnalnya yang berjudul Neurofeedback
Training Aimed to Improve Focused Attention and Alertness in Children with
ADHD menyebutkan bahwa seseorang yang mengalami gangguan ADHD
terdapat

keabnormalan

pola

EEG

(electroencephalography)

yang

berhubungan dengan manifestasi klinis ADHD yakni inatensi, hiperaktif, dan


impulsif. Beberapa jurnal ilmiah juga melaporkan bahwa anak dengan ADHD
mengalami gangguan pada gelombang otak, dimana terjadi peningkatan pada
gelombang theta dan penurunan pada gelombang beta saat dilakukan
pemeriksaan menggunakan EEG (Arns, Heinrich, & Strehl, 2014).
2.1.2. Epidemiologi
Studi prevalensi anak dengan ADHD diseluruh dunia dilaporkan
berkisar antara 5- 10% pada usia sekolah. Tingkat prevalensi ADHD pada
remaja berkisar antara 2-6% sedangkan untuk orang dewasa sekitar 2%.
ADHD sulit untuk terdiagnosis pada anak-anak dan remaja. Anak-anak
dengan ADHD juga memiliki diagnosa komorbiditas psikiatri, termasuk
gangguan perilaku, kesulitan belajar, dan gangguan kecemasan (Natoshia et
al, 2011).

Angka kejadian ADHD menjadi menurun pada saat anak mulai


remaja. Meskipun demikian jumlah laki- laki tetap lebih banyak daripada
perempuan dengan estimasi 6-9% untuk anak laki- laki dan 2-4% untuk anak
perempuan atau dengan rasio 3:1. Jadi, dapatlah dikatakan jika ADHD
merupakan gangguan perkembangan yang dapat terjadi pada masa kanakkanak dan dapat berlangsung hingga mereka remaja. Anak laki- laki akan
lebih rentan mengalami gangguan ini dibandingkan dengan anak perempuan
(Natoshia et al, 2011).
Tabel 1. Prevalensi ADHD menurut usia (ADHD Institute, 2015)

Meskipun

angka

kejadian

ADHD

dapat

menurun

dengan

bertambahnya usia, sekitar 50-66% dari orang dewasa yang menderita


ADHD, saat remaja akan terus mengalami gejala gangguan ADHD.
Prevalensi ADHD diseluruh dunia pada orang dewasa muda (usia 19tahun)
diperkirakan mencapai 5%, sedangkan prevalensi rata-rata ADHD dari
berbagai negara di Eropa, Amerika dan Timur Tengah diperkirakan 3,4% dan

10

ini didukung oleh hasil dari penelitian tentang ADHD, sementara di


Indonesia, dalam populasi anak sekolah berkisar 2-4% anak menderita
ADHD (ADHD Institute, 2015).
2.1.3. Etiologi
Pada umumnya penyebab gangguan perilaku ADHD adalah kondisi
fisik- biologis yang disebabkan karena faktor bawaan fisik, dan dapat muncul
akibat intervensi lingkungan. Beberapa faktor penyebab ADHD dijelaskan
sebagai berikut (Aini, 2013).
1. Faktor Bawaan Fisik
a. Hereditas atau Genetik
Faktor genetik menjadi penyebab utama ADHD, dimana
membawa peranan sekitar 80%. Anak dengan orang tua
penyandang ADHD memiliki delapan kali kemungkinan
memiliki risiko mendapatkan anak ADHD. Fokus perhatian
adalah pada gen yang mengatur kerja unsur kimiawi saraf
(neurochemical) dopamine pada otak. Faktor hereditas atau
genetik juga berupa disfungsi wilayah atau daerah otak yang
berhubungan

dengan

fungsi

pelaksana

aktivitas

dan

pengaturan diri (Aini, 2013).


b. Metabolisme Biologis

11

Metabolisme tubuh anak dengan ADHD secara umum berbeda


dengan anak normal. Metabolisme tubuh ini meliputi: 1)
terhambatnya aktivitas pada wilayah otak pada sebagian besar
wilayah frontal dan ganglia basalis. Wilayah otak ini berperan
untuk mengontrol tingkat aktivitas, impulsifitas, atensi, dan
berfungsi

sebagai

pengendali

perilaku.

2)

Rendahnya

metabolisme glukosa, sebagai sumber energi otak di daerah


frontal otak. 3) Kurangnya aliran darah pada wilayah tertentu
yang berhubungan dengan perilaku ADHD. 4) Kurangnya
aktivitas elektrikal (hubungan antar saraf) pada bagian otak
yang berhubungan dengan ADHD (Aini, 2013).
c. Ketidakseimbangan Unsur Kimiawi Tubuh
Kondisi

ini,

kerurangan,

ketidakefektifan,

ketidakseimbangan

kerja

unsur

(neurotransmitter)

yang

berhubungan

mengendalikan

perilaku

akan

kimiawi

dan

dalam
dengan

menyebabkan

otak
kerja

ADHD.

Neurotransmitter utama yang berpengaruh adalah dopamine


dan norepinephrine sebagai pengatur atensi, menghalangi,
mengendalikan, memotivasi, dan melakukan aktivitas (Aini,
2013).
d. Struktur Otak dan Hambatan Perkembangan Otak

12

Struktur otak anak dengan ADHD memiliki volume lebih kecil


sekitar 3% sampai 4% dari anak normal. Anak dengan ADHD
juga mengalami keterlambatan dibeberapa area otak terutama
di area cortex (Aini, 2013).
e. Komplikasi Pranatal, Natal, dan Postnatal
Kondisi kehamilan, kelahiran, dan pasca lahir anak juga
mempengaruhi munculnya ADHD. Pada saat hamil, ibu yang
mengkonsumsi alkohol, nikotin dari rokok, dan kontaminasi
logam berat atau timah akan berpotensi melahirkan anak
dengan risiko ADHD. Pada saat lahir, risiko ADHD ada pada
bayi yang mengalami keracunan lahir, prematur, dan pada bayi
berat badan di bawah normal, mengalami trauma pada bagian
frontal otak, serta sakit yang berefek pada otak seperti
ensefalitis (Aini, 2013).
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dikatakan menjadi pemicu munculnya beberapa
gejala ADHD pada anak yang telah memiliki faktor bawaan fisik
ADHD. Hubungan antara faktor lingkungan sangat erat dengan
faktor kondisi fisik anak ADHD, sehingga seringkali terlihat
overlapping. Beberapa faktor lingkungan yang mencetuskan
ADHD adalah: pola asuh yang berisiko terhadap penyebab
timbulnya gejala ADHD, seperti ibu perokok sehingga anak
13

menghirup racun pada rokok; anak terlalu banyak makan makanan


yang mengandung zat aditif seperti penyedap, pewarna, dan
pengawet; serta keracunan logam berat pada anak yang sudah
tidak dapat ditolerir. Selain itu secara psikologis dan sosial,
perlakuan lingkungan terhadap anak ADHD akan memperdalam
kondisi ADHD, seperti respon negatif lingkungan dan pemberian
label anak nakal pada mereka (Aini, 2013).
2.1.4. Patofisiologi
Epigenetik adalah modifikasi kimia DNA yang tidak mengubah
urutan gen, tetapi berdampak pada ekspresi gen dan dapat diwariskan. Proses
epigenetik sangat penting untuk perkembangan dan diferensiasi sel normal,
dan memungkinkan pengaturan fungsi gen melalui mekanisme non
mutegenik.. Proses ini secara instrintsik terkait dengan regulasi ekspresi gen,
dengan banyak gen menunjukkan korelasi terbalik antara tingkat metilasi dan
tingkat ekspresi. Modifikasi histon, mekanisme epigenetik yang memediasi
ekspresi gen, mempengaruhi struktur kromatin melalui proses asetilasi histon,
metilasi histon, dan fosforilasi histon. Epegenetika mengacu pada pewarisan,
namun reversibel, regulasi berbagai fungsi genom terutama melalui
perubahan metilasi DNA dan struktur kromatin. Aspek epigenetik untuk
ADHD melibatkan banyaknya faktor seperti lingkungan dan endofenotip
yang berinteraksi untuk mengekspresikan gen. Paparan sejumlah bahan kimia

14

dan lingkungan sosial pada awal pertumbuhan, melalui interaksi dengan


berbagai faktor genetik, tampaknya meningkatkan risiko anak ADHD.
Memahami proses epigenetik yang berhubungan dengan patogen lingkungan
spesifik dengan peningkatan risiko untuk ADHD mungkin menawarkan
kemungkinan baru untuk pencegahan dan intervensi terapeutik. Faktor- faktor
epigenetik membuat kontribusi penting terhadap kerentanan penyakit dalam
sejumlah fenotipe kejiwaan (Mill & Petronis, 2011).

Gambar 2. Epigenetik
Sumber: The Journal of Child Psychology and Psychiatry

15

Genetik
epigenetik

epigenetik
ADHD

Neurotransmitter

Lingkungan

Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui, namun dikatakan bahwa


hampir semua paparan faktor lingkungan untuk ADHD terjadi pada tahap
awal perkembangan, baik dalam rahim maupun selama periode neonatal.
Sehingga hal ini dapat menunjukkan adanya kemungkinan antara lingkungan
yang buruk akibat prilaku orang tua dan ADHD. Pengamatan faktor
lingkungan prenatal dapat meningkatkan risiko ADHD sepakat dengan
temuan dari banyak jenis penyakit, baik jiwa dan fisiologi. Berdasarkan ilmu
biomedis bahwa paparan lingkungan yang merugikan, terutama selama dalam
rahim dan periode perkembangan post natal akan meningkatkan risiko
timbulnya penyakit di kemudian hari. Lingkungan yang merugikan sela pra
maupun post natal menyebabkan perubahan permanen dalam berbagai
metabolisme dalam tubuh yang menyebabkan risiko penyakit kronis di
kemudian hari, seperti mengurangi berat badan lahir sangat berkorelari
dengan janin kurang gizi dan berbagai penyakit kardiovaskular maupun
metabolik. Contoh faktor risiko lain yang terkait dengan ADHD meliputi
paparan nikotin, alkohol dan narkoba saat prenatal. Selain itu paparan pra

16

maupun neonatal terhadap racun seperti polychlorinated biphenyls (PCB) dan


heksaklorobenzena, paparan pranatal terhadap glukokortikoid, stress ibu
selama kehamilan, dan gizi ibu kurang, ukuran bayi kecil saat lahir. Dampak
lingkungan prenatal pada ADHD stidaknya sebagian dimediasi oleh faktor
genetik. Misalnya, gen transporter dopamin (DAT1) berinteraksi dengan
nikotin dan alkohol yang telah terpapar pada periode prenatal sehingga dapat
meningkatkan risiko ADHD. Racun- racun kimia yang telah disebutkan di
atas, bisa melewati plasenta janin secara cepat dan langsung, lalu racun
tersebut akan sangat terkonsentrasi dan memiliki efek pada perkembangan
sistem saraf. Paparan nikotin misalnya, mengganggu pertemuan jalan saraf,
yang mengakibatkan kelainan proliferasi sel dan diferensiasi sel serta
menghambat perkembangan sistem kolinergik dan katekolamin. Paparan
alkohol selama dalam rahim akan mengganggu perkembangan otak, dan
dapat

menyebabkan

hilangnya

neuron,

perubahan

sirkuit,

dan

neurodegenerasi, sedangkan PCB dikenal memiliki efek neurotoksik kuat


pada perkembangan otak, mengubah fungsi tiroid, neurotransmitter, dan
metabolisme dopamin. Paparan Pb (timbal / timah hitam) yang merupakan
neurotoxin dapat menyebabkan penurunan fungsi sel saraf pada tubuh
sehingga

menyebabkan

gangguan

pada

kesehatan

khususnya

otak.

Kandungan Pb ditemukan pada mainan anak- anak, udara, air minum yang
tercemar Pb, baterai, cat, crayon, kosmetik, tinta cetak, tanah, furniture, dan
lain- lain. Pada dewasa ini sering dikaitkan antara kejadian anak ADHD
17

dengan keracunan Pb. Anak dan bayi mudah terpapar Pb akibat kebiasaan
memasukkan barang- barang ke dalam mulutnya, dan terjadi perubahan
prilaku atau perubahan pengendalian emosi terhadap anak tersebut. Faktor
lainnya yakni stress ibu saat periode prenatal akan berefek pada prilaku
anaknya melalui peningkatan kadar hormon kortikotropin (CRH) dan
gangguan fungsi normal dari axis hipotalamus-ptuitari-adrenal (HPA axis).
Data terakhir mendukung peran umum dari axis HPA dalam menengahi efek
dari pemrograman janis pada kerentanan terhadap penyakit kronis setelah
lahir melalui aksi glukokortikoid adrenal. Pada penyakit neuropsikiatri
terdapat hubungan yang kuat antara disfungsi HPA axis, pengembangan
neurobiologis, dan risiko gangguan jiwa. Dalam hal ini banyaknya toksin
lingkungan telah terbukti menyebabkan perubahan epigenetik jangka lama
terhadap genom, yang secara langsung mengubah ekspresi gen dan hasil
fenotipik (Mill & Petronis, 2011).
Selama embriogenesis atau prenatal terjadi peningkatan sintesis DNA
dan faktor epigenetik dapat membentuk diferensiasi jaringan normal dan
perkembangan yang sedang dibangun, misalnya saat mitosis dapat
menyebabkan perubahan jangka panjang dalam ekspresi gen dan fenotipe,
dan berpotensi meningkatkan kerentanan terhadap gangguan seperti ADHD
setelah lahir. Kemudian dalam perkembangan ketika ketika tanda epigenetik
sudah dibentuk dan tingkat sintesis DNA menurun, faktor lingkungan

18

cenderung memiliki pengaruh yang lebih kecil. Faktor eksternal berpengaruh


besar dalam pembentukan metilasi DNA dan melibatkan ketersediaan
methyldonor (SAM) dan co-faktor yang biasanya terkandung dalam makanan.
Contoh faktor makanan yang dibutuhkan untuk pembentukan SAM yakni,
folat, kolin, vitamin B12, B6, B2, dan metionin. Mengingat perat meilasi
DNA dalam mengkoordinasi pola yang tepat dari ekspresi gen selama pre dan
postnatal, dapat disimpulkan bahwa paparan diet kurang dari komponen
tersebut akan dapat menimbulkan fenotipik yang merugikan. Kekurangan
folat yang signifikan dapat menyebabkan deplesi SAM sehingga dapat
menyebabkan aktivasi onkogen selain itu dapat menyebabkan gangguan
perkembangan sistem saraf pusat dan gangguan kejiwaan (Mill & Petronis,
2011).

Gambar 3. Paparan lingkungan selama periode perkembangan pre dan


post natal yang dimediasi oleh proses epigenetik seperti metilasi DNA.
Sumber: The Journal of Child Psychology and Psychiatry

19

Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui, namun dikatakan bahwa


selain penyebab genetik terdapat gangguan neurobiologi yaitu gangguan
fungsi dopamin dan noradrenalin. Pompa yang mengatur keseimbangan
pengeluaran dan penarikan kembali dopamin (DAT1 atau SLC6A3 dopamine
transporter) mengalami gangguan. Pompa tersebut bekerja terlalu cepat
sehingga ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron di daerah limbik dan
lobus prefrontal meningkat. Perubahan secara genetik jalur katekolamin dapat
memblok reseptor alfa 2 noradrenalin dengan memproduksi yohimbin juga
menimbulkan gejala ADHD, seperti hiperaktivitas, impulsivitas dan
kemampuan memori yang lemah. Selain gangguan neurobiologi, pada anak
dengan ADHD terdapat pengecilan lobus prefrontal kanan pada bagian
korteks, nukleus kaudatus kanan, globus palidus kanan serta vermis. Lobus
prefrontal dikenal sebagai bagian otak yang terlibat dalam proses pengaturan
perilaku dan emosi, mengurangi distrakbilitas, membantu kesadaran diri dan
waktu seseorang. Hasil imaging atau pencitraan pasien ADHD didapatkan
bahwa bagian korteks lobus prefrontal kanan kurang aktif dan memiliki
korteks yang lemah dengan bagian otak yang lain. Nukleus kaudatus dan
globus palidus berperan dalam menghambat respons otomatis yang datang
pada bagian otak, sehingga koordinasi rangsangan tersebut tetap optimal
(Tririni, 2013)

20

Gambar 4. Dopamin
Sumber: ADHD Institute, 2015

21

Gambar 5. Dopamin, noradrenalin, serotonin


Sumber: ADHD Institute, 2015

22

2.1.5. Manifestasi Klinis


Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-V
(DSM-V) mengklasifikasikan tiga tipe pada ADHD, yakni: ADHD
gangguan pemusatan perhatian (predominantly inattention type),
hiperaktif-impulsif (predominantly hyperactive-impulsive type), dan
gabungan dari keduanya (combined type).
Anak ADHD memiliki beberapa tanda atau gejala yang harus
diperhatikan, dimana ADHD dengan gangguan inatensi atau gangguan
pemusatan perhatian sangat mudah teralihkan oleh rangsangan yang tiba- tiba
diterima oleh alat inderanya atau oleh perasaan yang timbul pada saat itu.
Jadi, mereka hanya mampu mempertahankan suatu aktivitas atau tugasnya
dalam jangka waktu yang pendek. Hal tersebut akan dapat mempengaruhi
proses penerimaan informasi dari lingkungannya. Kemudian ADHD dengan
gangguan impulsivitas adalah suatu gangguan prilaku berupa tindakan yang
tidak disertai dengan pemikiran. Anak dengan gangguan ADHD sangat
dikuasai oleh perasaannya sehingga cepat bereaksi. Mereka sulit untuk
memberi prioritas kegiatan, sulit untuk mempertimbangkan atau memikirkan
terlebih dahulu prilaku yang akan dilakukannya. Sementara hiperaktif adalah
suatu gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan anak
seusianya pada umumnya. Biasanya sejak bayi mereka banyak bergerak dan
sulit untuk ditenangkan. Bila dibandingkan dengan individu yang aktif tetapi

23

produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak memiliki tujuan. Mereka kurang


mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya
sehingga tidak dapat dibedakan mana gerakan yang penting dan mana
gerakan yang tidak penting. Gerakannya pun dilakukan secara terus- menerus
tanpa lelah sehinnga mereka kesulitan untuk memusatkan perhatiannya
(ADHD Institute, 2015).
Gejala seorang anak dengan ADHD di sekolah menurut CDC
(Centers for Disease Control and Prevention) diantaranya,

sekolah seperti

pensil, buku, dan lainnya.


ADHD sebagai gangguan perkembangan yang berawal dari masa
kanak- kanak dengan manifestasi gangguan perilaku yang kadang justru
semakin jelas pada usia- usia sesudahnya. Gangguan ADHD akan
mengganggu kapasitas untuk mengatur dan mencegah perilaku yang tidak
semestinya,

serta

mengganggu

atensi

dalam

melaksanakan

tugas

perkembangan secara semestinya, dimana mengalami hambatan dalam


prinsip sekuensial yang diartikan sebagai kemampuan yang dicapai pada fase
sebelumnya yang akan menjadi pijakan perkembangan pada masa sesudahnya
dengan tidak menghilangkan kemampuan sebelumnya (Aini, 2013).

24

2.1.6. Diagnosis
Pemeriksaan dan penilaian anak pra sekolah, anak usia sekolah, dan
remaja untuk ADHD wawancara klinis dengan orang tua atau pengasuh untuk
memperoleh keterangan lengkap tentang pasien, yaitu tentang keadaan pasien
dalam melaksanakan tugasnya di sekolah maupun di rumah, menilai adanya
kondisi komorbid, dan memperoleh riwayat keluarga, sosial dan kesehatan
(Menkes, 2011).
Susunan urutan pemeriksaan ADHD:
a. Anamnesis
Sebelum anamnesis tentunya adanya laporan datang dari sekolah atau
keluarga (orang tua). Kemudian dilakukan penilaian atau observasi
perilaku anak berdasarkan questionnaire untuk orang tua atau guru.
Untuk mengetahui secara jelas anak tersebut menderita ADHD, biasanya
ditanyakan pertanyaan penting antara lain:
1.

Apakah perilakunya nyata, jelas, sudah sejak lama dan pervasif


(dominan)?

2.

Apakah berlangsung terus menerus atau hanya sebagai respon


sementara terhadap situasi tertentu?

25

3.

Di mana sajakah terjadi gangguan perilaku anak ini? Hanya pada


satu tempat atau pada banyak situasi seperti di rumah, tempat bermain,
sekolah?

4.

Adakah kiranya kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan


menimpa si anak? (cth: ortu meninggal)

5.

Adakah terjadi benturan? Epilepsi? Penyakit sebelumnya? Riwayat


kelahiran ada tidaknya kejang dan tics?

6.

Berat lahir - biasanya under weight

b. Dirujuk kepada psikiater anak atau dokter spesialis anak atau keduanya
untuk dilakukan pemeriksaan:
1) Permeriksaan fisik:
- Skrining terhadap keracunan timah hitam (Pb), anemia defisiensi Fe,
dan defisiensi nutrisional lainnya.
- Pemeriksaan neurologik lengkap, termasuk tes perseptual motorik
untuk menyingkirkan defisit neurologik fokal
- Pemeriksaan fungsi kelenjar gondok
2) Wawancara riwayat penyakit:
- Riwayat antenatal dan perinatal.
- Riwayat perkembangan psikomotorik.
- Riwayat ritme tidur.
- Riwayat keluarga.

26

- Riwayat sekolah (rapor, skrining potensi- prestasi).


- Riwayat medik terutama trauma kepala, infeksi, alergi dan
neurologik.
3) Pemeriksaan intelegensi, kesulitan belajar dan sindrom otak organik:
- Tes Intelegensi (Weschler Intellegence Scale for Children).
- Tes Woodcock- Johnson
4) Pemeriksaan psikometrik/ kognitif- peseptual:
- Continous Perfomance Test (Test of Variable of Attention/TOVA)
- Wisconsin Card Sort
- Stroop Color Word Test
5) Evaluasi situasi rumah untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh
faktor lingkungan seperti polusi udara, keadaan tempat tinggal.
6) Apabila hasil pemeriksaan sesuai dengan kriteria diagnosis ADHD
segera dimulai pengobatan.
7) Pemeriksaan dan monitor efek samping pengobatan, efektifitas
pengobatan setiap 3 bulan.
Diagnosis ADHD menurut Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders-V (DSM V) dibuat menggunakan bukti akumulasi dari
penilaian klinis dan sistem klasifikasi medis. Penilaian untuk diagnosis hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional, seperti psikiater, dokter
spesialis anak atau tenaga kesehatan yang berkualitas lainnya, yang memiliki

27

pelatihan dan keahlian dalam diagnosis ADHD. Anak dengan gangguan


ADHD dibedakan menjadi 3 tipe berdasarkan gejala- gejala untuk
menetapkan diagnosis.
A. Tipe ADHD Gangguan Pemusatan Perhatian
Pada tipe ini anak dengan gangguan ADHD paling sedikit
mengalami 6 atau lebih dari gejala- gejala yang berlangsung
paling sedikit selama 6 bulan pada anak- anak hingga usia 16
tahun, atau lebih dari lima gejala untuk remaja usia 17 tahun
sampai pada suatu tingkatan yang maladaptif dan tidak konsisten
dengan tingkat perkembangan. Gejala- gejala tersebut sebagai
berikut.
1) Sering kali gagal memerhatikan dengan baik terhadap sesuatu
yang detail atau membuat kesalahan ceroboh dalam pekerjaan
sekolah serta kegiatan lainnya.
2) Sering kali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian
terhadap tugas- tugas atau kegiatan bermain.
3) Sering kali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara
langsung.
4) Sering kali tidak mengikuti dengan baik instruksi dari orang
lain dan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolahnya
(kehilangan fokus).

28

5) Sering kali mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugastugas atau kegiatannya.


6) Sering kali kehilangan benda- benda yang diperlukan untuk
tugas- tugas dan kegiatan, misalnya penggaris, pensil, buku,
dan lainnya.
7) Sering kali menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk
melaksanakan berbagai tugas yang membutuhkan usaha
mental dan juga menghindari tugas- tugas yang rumit atau
detail.
8) Sering kali mudah kebingungan atau terganggu oleh
rangsangan dari luar.
9) Seringlupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari- harinya.

B. Tipe ADHD Hiperaktif-Impulsif


Paling sedikit ada enam atau lebih dari gejala tipe ADHD
hiperaktif-impulsif yang bertahan selama paling sedikit 6 bulan
pada anak- anak usia hingga 16 tahun atau lebih dari lima gejala
pada remaja usia 17 tahun sampai dengan tingkatan yang
maladaptif dan tidak dengan tingkat perkembangan. Gejala
hiperaktif antara lain sebagai berikut.
1) Sering kali gelisah dengan tangan atau kaki mereka dan sering
menggeliat di kursi.
29

2) Sering kali meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau di


dalam situasi lainnya, yang mengharapkan ia tetap duduk.
3) Sering kali berlarian atau memanjat secara berlebihan dalam
situasi yang tidak tepat.
4) Sering kali mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat
dalam kegiatan senggang secara tenang.
5) Sering kali bergerak atau bertindak seolah- olah dikendalikan
oleh mesin.
6) Sering kali berbicara berlebihan.
Sementara gejala- gejala impulsivitas amtara lain sebagai berikut.
1) Sering menjawab sebelum pertanyaan selesai disampaikan.
2) Sering mengganggu atau menyela percakapan orang lain.
3) Sering mengalami kesulitan menunggu giliran.

C. Tipe ADHD Gabungan


Tipe ini dapat diketahui dengan mendiagnosis atau mendeteksi
adanya paling sedikit enam di antara Sembilan gejala tipe ADHD
gangguan pemusatan perhatian ditambah paling sedikit enam di
antara Sembilan gejala tipe ADHD hiperaktif-impulsif.

30

Selain dari kondisi di atas, kondisi berikut juga harus dipenuhi,


diantaranya:
1) Beberapa gejala inatensif atau hiperaktif-impulsif muncul
sebelum usia 12 tahun.
2) Gejala yang muncul pada dua tempat atau lebih dari dua
tempat (misalnya di rumah, sekolah, tempat bekerja).
3) Adanya bukti yang jelas bahwa gejala tersebut mengganggu
hingga mengurangi kualitas bersosialisasi, akademik, maupun
fungsi kerja.
4) Gejala tidak disebabkan oleh gangguan perkembangan
pervasif, gangguan skizofrenia atau gangguan psikotik dan
tidak diakibatkan oleh adanya gangguan mental lain
(misalnya: gangguan alam perasaan, gangguan cemas,
gangguan disosiatif, gangguan kepribadian) (CDC, 2014).

Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia (SPPAHI)


Indonesian ADHD Rating Scale (IARS)
Petunjuk pengisian:
Di bawah ini ada butir- butir masalah perilaku pada anak.Silahkan
isi setiap butir menurut perilaku anak atau murid sekolah dalam

31

periode enam bulan terakhir. Pada setiap butir, tanyakan pada diri
anda BErapa banyak masalah ini terjadidalam enam bulan
terakhir? dan beri tanda () pada saah satu kolom yang paling
tepat. Jika sama sekali tidak atau sangat jarang, anda dapat memberi
tanda () pada kolom 1. Jika selalu demikian, anda dapat memberi
tanda () pada kolom 4. Anda dapat memberi tanda () kolom 2 untuk
kadang- kadang, dan kolom 3 untuk seringkali. Mohon semua butr
diisi.
Tabel 2. Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia (Menkes,
2011).
Tidak
Pernah
sama KadangSangat
sekali kadang Sering Sering
(1)
(2)
(3)
(4)
1

3
4
5

Sering sulit mempertahankan


perhatian
pada
waktu
melaksanakan
tugas
atau
kegiatan bermain
Sering berlari- lari atau
memanjat secara berlebihan
pada situasi yang tidak sesuai
untuk hal tersebut
Gagal menyelesaikan sesuatu
yang telah dimulai
Gagal menyelesaikan sesuatu
yang telah dimulai
Sering seolah- olah tidak
memperhatikan orang pada
32

7
8
9

10

11

12

13

14

15

16

waktu diajak berbicara


Sering
lambat
dalam
menyelasaikan tugas di sekolah
(mencatat,
menyalin,
mengerjakan soal)
Kemampuan sosialisasi buruk
Sering lupa tentang segala
sesuatu yang telah dipelajari
Menghindari, enggan
atau
mengalami
kesulitan
melaksanakan tugas- tugas yang
membutuhkan
Membutuhkan
bimbingan
penuh
untuk
dapat
menyelesaikan tugas
Mengalami
kesulitan
bermainatau
melaksanakan
kegiatan dengan tenang diwaktu
senggang
Mudah
terangsang
dan
impulsive (bertindak tanpa
berpikir)
Sering melontarkan jawaban
secara terburu- buru terhadap
pertanyaan yang belum selesai
ditanyakan
Meninggalkan tempat duduk di
kelas atau situasi lain dimana
diharapkan untuk tetap duduk
diam
Mengalami kesulitan untuk
antri atau menunggi giliran
dalam bermain atau situasi
kelompok
Sering perhatiannya mudah
terpecah atau terbagi

33

17
18

19
20
21

22

23
24
25

26

27
28

29

30

Mudah
tersinggung
dan
terganggu oleh orang lain
Tidak mampu menyelesaikan
pekerjaan dengan baik tanpa
bantuan orang lain
Tidak dapat menyelesaikan
tugas sesuai dengan waktunya
Tidak dapat mengikuti perintah
secara berurutan
Perhatiannya mudah beralih
ketika diberi petunjuk untuk
mengerjakan sesuatu
Perhatiannya sering mudah
dialihkan oleh rangsangan dari
luar
Sering ceroboh atau tidak teliti
dalam menyelesaikan tugas
Tidak pernah bisa diam, tidak
mengenal lelah
Sering menghilangkan bendabenda yang diperlukan untuk
menyelesaikan
tugas
atau
kegiatan lain
Sering
seperti
tidak
mendengarkan pada waktu
diajak
berbicara
secara
langsung
Sering gagal menyelesaikan
tugas
Selalu dalam keadaan siap
gerak atau aktivitasnya seperti
digerakkan oleh mesin
Sulit dikendalikan pada saat
berada di Mall atau sedang
berbelanja
Sering
menyela
atau

34

31
32
33

34

35

memaksakan diri terhadap


orang
lain
(misalnya
memotong,
menyelak
percakapan atau mengganggu
permainan)
Sering usil, mengganggu anak
lain di dalam kelas
Terlalu aktif atau aktivitas
berlebihan
Tidak
mampu
mengikuti
petunjuk
dan
gagal
menyelesaikan tugas sekolah
(tidak disebabkan oleh tingkah
laku atau sikap menentang atau
kegagalan untuk memahami
petunjuk)
Tidak bisa duduk diam (kaki
dan tangannya tidak bisa diam
atau selalu bergerak)
Sering bengong, pada waktu
melaksanakan tugas

Penilaian SPPAHI:
Jawaban setiap butir pertanyaan diberi nilai 0-3
- Nilai 0

= jawaban pada kolom 1 (sama sekali tidak atau sangat


jarang)

- Nilai 1

= jawaban pada kolom 2 (kadang- kadang)

- Nilai 2

= jawaban pada kolom 3 (sering)

- Nilai 3

= jawaban pada kolom 4 (selalu)

Total nilai

= 0-15

35

Cut off Score


- Pemeriksa Orang Tua

>30

- Pemeriksa Guru

>29

- Pemeriksa Dokter

>22

Anak dengan skor SPPAHI lebih besar dari cut off score dinyatakan
berisiko tinggi mengalami ADHD. Anak yang berisiko tinggi dianjurkan
untuk segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan prosedur
pemeriksaan anak dengan ADHD (Menkes, 2011).

2.2.

Neurofeedback

2.2.1. Definisi
Neurofeedback juga dikenal sebagai EEG-biofeedback, adalah suatu
proses dimana sensor atau elektroda diletakkan pada kulit kepala dan alatalat lain dihubungkan ke monitor untuk melihat informasi dari waktu ke
waktu tentang aktivitas fisiologis otak pasienyang bertujuan untuk
meningkatkan fungsi otak. (Kouijzer, 2011).
Neurofeedback berawal pada tahun 1960 oleh Joseph Kamiya, dimana
ia berhasil melakukan percobaan untuk mengontrol gelombang alpha pada
manusia. Gelombang alpha memiliki frekuensi 8-12 Hz, gelombang ini

36

dihasilkan pada daerah oksipital dan daerah parietal serta dapat direkam
selama dalam keadaan relaksasi terjaga dengan mata yang tertutup. Pada saat
itulah otak memproduksi gelombang alpha sebagai frekuensi yang dominan,
dengan penemuan itulah semakin banyaknya pemenuan- penemuan baru
tentang gelombang otak. Joe Lubar menggunakan gelombang SMR
(sensorimotor rhythm) dengan frekuensi 12- 15 Hz pada pasien ADHD untuk
menurunkan hiperaktivitas.Lubar melaporkan hasil terapi neurofeedback pada
anak laki- laki berumur 11 tahun dengan gangguan ADHD yang dilatih untuk
meningkatan SMR dan menurunkan gelombang theta. Setelah beberapa
bulan, anak tersebut menunjukkan peningkatan dalam hal bekerjasama dan
peningktan prestasi di sekolah (Kouijzer, 2011).
2.2.2. Cara Kerja Neurofeedback
Pada saat dilakukan sesi pelatihan neurofeedback, pasien diharapkan
duduk di depan layar komputer dan aktivitas otak akan direkam
menggunakan EEG menggunakan satu atau lebih elektroda. Sebelum pasien
mulai melakukan terapi neurofeedback, terlebih dahulu ditentukan frekuensi
manakah yang akan diubah dan lokasi yang akan dipasang elektroda pada
kulit

kepala.

Frekuensi

dan

lokasi

biasanya

ditetapkan

dengan

membandingkan rekaman EEG pada anak normal dengan usia yang sama
terhadap pasien. Raw EEG dibentuk dari beberapa gelombang otak dengan
efek dan amplitudo yang berbeda, dimana rentang masing- masing frekuensi

37

delta (1-3 Hz), theta (4-7 Hz), alpha (8-12 Hz), beta (13-30 Hz) dan gamma
(lebih dari 30 Hz) (Mirjam, 2011). Menurut Tais dkk dalam jurnalnya yang
berjudul Evidence- Based Information on the Clinical Use of Neurofeedback
for ADHD menyebutkan bahwa gelombang frekuensi lambat berkaitan
dengan keadaan istirahat, sedangkan gelombang cepat akan memunculkan
respon tantangan pada otak seperti, saat melakukan tes matematika.
Gelombang dengan frekuensi lebih rendah dari 4 Hz (gelombang delta)
berhubngan dengan keadaan tidur; frekuensi 4-7 Hz (gelombang theta)
berhubungan dengan keadaan tidur dan penurunan keadaan terjaga;
gelombang alpha (8-12 Hz) berkaitan dengan keadaan rileks atau keadaan
terjaga, dan gelombang cepat 13-30 Hz (gelombang beta) berkaitan dengan
konsentrasi dan rangsangan saraf. Gelombang SMR termasuk gelombang low
beta dimana rentang gelombang SMR yakni 12-15 Hz dan berkorelasi dengan
imobilitas (Kouijzer, 2011).

Gambar 6. Gelombang Delta


Sumber: Buku Ada Apa dengan Otak Tengah (Kouijzer, 2011)

38

Gambar 7. Gelombang Theta


Sumber: Buku Ada Apa dengan Otak Tengah (Kouijzer, 2011)

Gambar 8. Gelombang Alpha


Sumber: Buku Ada Apa dengan Otak Tengah (Kouijzer, 2011)

Gambar 9. Gelombang SMR / low beta


Sumber: Buku Ada Apa dengan Otak Tengah (Kouijzer, 2011)

Gambar 10. Gelombang Beta


Sumber: Buku Ada Apa dengan Otak Tengah (Kouijzer, 2011)

39

Gambar 11. Gelombang Gamma


Sumber: Buku Ada Apa dengan Otak Tengah (Kouijzer, 2011)
Penempatan elektroda EEG untuk anak ADHD yakni di Cz, C3, C4,
dan ada juga yang menempatkan elektroda di prefrontal (FPz), di atas telinga
kiri, dan di lobulus auriculae. Pada terapi neurofeedback ini protokol yang
biasa digunakan ialah protokol theta/ beta. Pada protokol ini theta diturunkan
frekuensinya sedangkan gelombang beta ditingkatkan di daerah frontal atau
central dari verteks. Protokol ini dikembangkan setelah ditemukan fakta
bahwa 85-95% anak dengan ADHD mengalami peningkatan pada gelombang
theta dan penurunan gelombang beta di daerah frontal dan central. Setelah
dilakukan rencana pengobatan, selanjutnya neurofeedback (NF) akan
dilakukakan, dimana setiap sesi pelatihan NF akan dipasang elektroda di
lokasi tertentu dengan menggunakan elektroda gel. Refference electrode
ditempatkan dilokasi dimana terdapat sedikit atau tidak sama sekali
gelombang yang ingin diubah misalnya pada mastoid atau lobulus auriculae
(Kouijzer, 2011).

40

Gambar 12. Contoh sesi pelatihan neurofeedback


Sumber: Neurofeedback Treatment in Children and Adolescent with
Autism (Kouijzer, 2011)
Elektroda lain (the groud electrode) dipasang pada tubuh. Biasanya
dokter menggunakan grafik batang di layar komputer untuk memperlihatkan
perubahan pada EEG. Semakin besar amplitudo yang terekam oleh EEG
maka bar akan semakin tinggi (Kouijzer, 2011). EEG yang dianalisis pada
anak ADHD yakni gelombang theta dan gelombang beta. Pelatih memberikan
permainan di layar komputer seperti teka- teki, balap, pac- man dan lainnya
kepada anak dimana ia harus berkonsentrasi untuk menang dalam permainan
tersebut dan setiap sesi pelatihan NF ini akan dicatat nilai dari permainan
(games) anak tersebut sehingga anak akan termotivasi untuk mendapatkan
nilai yang lebih tinggi (Victoria, 2013). Pelatihan NF ini dilakukan secara
intensif dua sampai tiga kali bahkan lebih dalam seminggu dengan 30 kali
sesi pelatihan. Setiap sesi pelatihan NF dilakukan berlangsung selama 30
sampai 60 menit (Duric, Assmus, Gundersen, & Elgen, 2012).

41

Gambar 13. Contoh layar computer


Sumber: Neurofeedback Treatment in Children and Adolescent with
Autism (Kouijzer, 2011)
2.2.2.1. Mekanisme Kognitif yang Mendasari Neurofeedback
Selama sesi pelatihan NF dilakukan, pasien diharapkan untuk
mengatur gerakan grafik batang yang ada pada layar komputer. Kemudian
film, musik, dan alat pengukur gelombang dinyalakan. NF adalah suatu
pengaturan diri sendiri, dimana pasien mengatur dan mengembangkan dengan
sengaja kontrol atas aktifitas EEG mereka, yang memungkinkan mereka
untuk menaikkan atau menurunkan ketinggian dari grafik batang (Kouijzer,
2011).
Mekanisme fungsional yang digunakan untuk mengatur diri sendiri
(self regulate) aktifitas listrik pada otak tidak begitu berbeda dengan
mekanisme fungsional yang kita gunakan untuk mengendalikan tubuh kita.

42

Dalam studi yang dilakukan oleh Kamiya, pasien pertama- tama dilatih untuk
mengenali gelombang alpha dan beberapa dari mereka berhasil menghasilkan
gelombang alpha tersebut. Dewasa ini, aktifitas pengontrolan EEG sering
digunakan untuk pasien dengan gangguan neuromuskular dan LIS (losckedin syndrome) menggunakan otak dan komputer (Brain Computer Interface)
untuk mengontrol layar di computer (Kouijzer, 2011).
Mekanisme fungsional yang digunakan untuk mengatur sendiri
aktifitas elektrik otak tidak sangat berbeda dari mekanisme fungsional yang
kita gunakan untuk mengontrol tubuh kita seperti, saat kita menggenggam
gelas untuk minum sistem motorik kita mencoba untuk mencocokan antara
penglihatan dan taktil atau sentuhan dengan perintah motorik yang sesuai.
Kemampuan untuk mengontrol gelombang otaknya sendiri dapat beroperasi
dengan baik pada prinsip yang serupa, dimana otak pasien selalu membuat
hubungan antara EEG dan sensoriknya yang memungkinkan untuk
membentuk dan mengontrol efek sensorik dengan neurofeedback. NF dapat
membentuk sinyal biologis yang tidak disadari oleh pasien dan pasien belajar
untuk mengontrolnya (Kouijzer, 2011).
2.2.2.2. Mekanisme Neuronal yang Mendasari Neurofeedback
Pada satu studi fMRI yang meneliti efek NF pada saraf anak dengan
ADHD, dimana 15 anak dilatih untuk menurunkan gelombang theta (4-7 Hz)
dan meningkatkan kekuatan pada gelombang SMR (12-15 Hz) dan

43

gelombang beta (15-18 Hz). Setelah pelatihan NF, pasien menunjukkan


aktivasi yang signifikan pada lokus dalam sistem otak terutama yang
bertindak sebagai pusat pehatian dibandingkan dengan kelompok lain yang
tidak mengikuti pelatihan NF. Hasil studi ini menunjukkan bahwa NF
memiliki kapasitas untuk menormalkan fungsi sistem otak pada anak ADHD,
dalam hal ini NF membantu untuk menstabilkan kadar dopamin dengan
menghambat aktivitas transporter dopamin dan meningkatkan tingkat
ekstrasinaps dari dopamin dengan cara meningkatkan frekuensi gelombang
beta (SMR). Gelombang SMR (12-15 Hz) adalah ritme maksimal yang
ditemukan pada korteks sensorimotor otak. SMR berhubungan dengan
kontrol atas rangsangan di somatosensori dan somatomotor pada jalur saraf
talamokortikal otak. Pada ADHD, penurunan rangsangan hiper kortikal dan
talamokortikal akan membuat anak kecenderungan menjadi impulsif
(Kouijzer, 2011).
2.2.3. Pengaruh Terapi Neurofeedback Terhadap Perkembangan Anak dengan
ADHD
Neurofeedback

adalah

suatu

pelatihan

untuk

meningkatkan

kemampuan pengaturan diri atas pola aktivitas otak, dimana NF ini efektif
untuk mengubah pola aktifitas otak. Sampai saat ini, cukup banyak penelitian
yang telah meneliti efek dari NF sebagai pengobatan ADHD, dimana NF atau
biofeedback dapat meningkatkan harapan orang tua dan anak tentang hasil

44

yang positif untuk pengobatan ADHD. Beberapa penelitian menemukan


hubungan antara ADHD dan perbandingan theta dan beta yakni suatu
gelombang otak atau pola aktifitas otak. NF bertujuan untuk pengobatan
ADHD, dimana dapat meningkatkan frekuensi gelombang beta khususnya
SMR dan menurunkan gelombang theta. Meskipun pengobatan NF tidak
menyebabkan efek samping, namun ada beberapa jurnal menyebutkan efek
samping dari NF seperti sakit kepala, perasaan gelisah dan mual, namun hal
tersebut tidak mengakibatkan penghentian pelatihan NF. Pelatihan NF ini
juga efektif dalam jangka panjang, dimana dua tahun setelah pelatihan
dihentikan, perilaku dan perbaikan atensi tetap terpelihara dan pasien
menunjukkan peningkatan perbaikan yang terus- menerus setelah akhir
pengobatan. Berbeda dengan medikasi, pemberian obat- obatan untuk anak
dengan ADHD dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan
peningkatan risiko kejadian penyakit jantung atau kardiovaskuler seperti,
infark miokard, serangan jantung mendadak (SCD), maupun stroke saat
muda. Berikut beberapa jenis obat untuk ADHD (Moriyama et al., 2012).
Tabel 3. Obat yang digunakan sebagai pengobatan ADHD (Nelson
textbook of Pediatric)
Nama Generik
Golongan
Methylphenidate
Immediate release
(Ritalin, Methylin)

Durasi
Obat

3-4 jam

Dosis

Efek Samping

5,10,20mg

Penurunan
nafsu makan,
gangguan
tidur ringan,
penurunan
45

Extended release
(Metadate ER)

4-6 jam

10,20mg

Sustained release
(Ritalin
SR,
Methylphenidate)

4-6 jam

20mg

12 jam

10,18,25,40,60mg

4-5 jam

100,150mg

4-6 jam

5,10,15mg

Golongan
Atomoxethine
Extended release
(Strattera)

Buspiron
(Wellbutri)
Golongan
Dextroamphetamin
Short
acting
(Dexedrine)

berat badan,
mudah marah,
munculnya
tics.
Penurunan
nafsu makan,
gangguan
tidur ringan,
penurunan
berat badan,
mudah marah,
munculnya
tics.
Penurunan
nafsu makan,
gangguan
tidur ringan,
penurunan
berat badan,
mudah marah,
munculnya
tics.
Gugup,
gangguan
tidur,
lelah,
sakit kepala,
mulut kering,
gangguan
intestinal
Gangguan
tidur,
sakit
kepala, kejang
Penurunan
nafsu makan,
gangguan
tidur ringan,
penurunan
berat badan,
mudah marah,
munculnya
tics.

46

Intermediateacting
(Dexedrine
spansule)

6-8 jam

5,10,20mg

Penurunan
nafsu makan,
gangguan
tidur ringan,
penurunan
berat badan,
mudah marah,
munculnya
tics.

Grafik 1. Penilaian ADHD sebelum dan setelah pelatihan NF dan


medikasi
Sumber: Neurofeedback and Standard Pharmacological Intervention
in ADHD (Victoria, 2013)
Tujuan pelatihan NF ialah untuk mengajarkan individu atau pasien
guna mendapatkan kontrol atas kondisi mental dan mengembangkan akal atau
pikiran untuk memahami dan mengubahnya sesuai dengan kontrol diri.
Bagian penting dari pelatihan NF yang dipantau melalui EEG adalah
47

pelatihan transfer yang artinya pelatihan ini untuk mentransfer atau


memindahkan keterampilan atau cara kerja otak yang diperoleh saat sesi
pelatihan NF untuk diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Dalam beberapa
penelitian dilaporkan bahwa saat dilakukan sesi pelatihan NF yang ke- 8 dan
seterusnya, pasien harus berlatih untuk tetap aktif dalam mengerjakan
kegiatan sehari- harinya selama 10 menit dalam sehari yang mengharuskan
mereka untuk perhatian atau fokus seperti, melakukan pekerjaan rumah atau
bermain game. Anak- anak dengan ADHD diminta untuk mengidentifikasi
situasi yang ada di sekitar mereka, dimana strategi ini akan menjadi sangat
penting untuk mengingatkan mereka dalam pengendalian diri. Hal ini
menunjukkan bahwa pelatihan NF efektif memberi pengaruh positif dalam
jangka waktu yang panjang (Moriyama et al., 2012).

48

Gambar 14. Populasi Klinis pada anak dengan ADHD yang mengikuti pelatihan
neurofeedback
Sumber: Neurofeedback for the treatment of children and adolescents with ADHD: a
randomized and controlled clinical trial using parental reports (Duric et al., 2012).
Pengaruh NF pada anak dengan ADHD terbukti efektif. Berdasarkan
penelitian, NF dan medikasi menghasilkan perbaikan yang serupa. NF
mampu memperbaiki gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif
pada anak- anak maupun remaja dengan ADHD. Oleh sebab itu NF dapat
disarankan untuk pasien ADHD, karena NF dan medikasi memiliki
keefektifan yang sama. Hal ini membuktikan NF sebagai pengobatan non
farmakologi alternatif untuk anak dengan ADHD yang tidak dapat merespon
obat- obatan atau medikasi dengan baik. Selain itu medikasi dapat dikurangi
apabila pasien mengikuti pelatihan NF (Duric et al., 2012).

49

BAB III
PENGARUH TERAPI NEUROFEEDBACK TERHADAP PERKEMBANGAN
ANAK DENGAN ADHD DITINJAU DARI ISLAM

3.1. Anak Menurut Pandangan Islam


Kedudukan anak bagi orang tua salah satunya adalah sebagai qurrota
ayun (penyejuk jiwa), anak yang taat pada Allah SWT akan menyenangkan
orang tua dengan bakti dan pelayanannya. Selain sebagai qurrota ayun anak
merupakan amanah dari Allah SWT kepada orang tua untuk selalu dijaga
kesehatannya, diberikan kasih sayang, diberikan perhatian (Ferdinata, 2013).
Dimana ada harapan orang tua untuk memperoleh keturunan yang baik
sebagaimana diajarkan Allah SWT untuk menjadi doa harian terutama bagi
orang tua. Sebagai mana Allah SWT berfirman:

Artinya: Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami


dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
(QS Al Furqan (25):74)
Anak merupakan amanah Allah SWT untuk dijaga dan dirawat dengan
kasih sayang. Salah satunya dengan cara menjaga kesehatan anak, kesehatan
sangat penting untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu Allah
SWT mewajibkan manusia untuk selalu menjaga kesehatannya baik kesehatan

50

jasmani maupun kesehatan rohani. Untuk itu orang tua harus selalu
memperhatikan

kesehatan

anaknya

jangan

sampai

menelantarakan

keturunannya (Ferdinata, 2013).


Sebagaimana Allah SWT berfirman:

Artinya: Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang


sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di
belakang mereka yang
mereka khawatir
terhadap
(kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu,
hendaklah mereka
bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara
dengan tutur kata yang benar. (QS An-Nisa(4):9)
Berdasarkan dari ayat di atas dzurriyyatan dhiaafan yang artinya
keturunan yang lemah dalam hal ini ialah kelemahan ekonomi, seperti faqir
miskin dan anak yatim. Ayat ini mengandung pengertian tentang harta waris
dimana hendaknya kita bertakwa kepada Allah dan selalu berlindung dari halhal yang dimurkai Allah dan kita juga hendaknya takut apabila mengabaikan
keturunan yang lemah dan tak memiliki apa- apa, sehingga mereka tidak bisa
memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan terlunta- lunta (Ferdinata, 2013).
Anak adalah amanat dari Allah SWT bagi para orang tuanya. Ia
bagaikan kertas putih yang siap diwarnai dan dibentuk sesuai keinginan
kedua orang tuanya. Selain itu, dalam kefitriannya, anak membawa potensi
yang siap dikembangkan, baik melalui tangan orang tuanya, pendidik ataupun
masyarakat. Oleh karenanya, orang tua harus pandai dan bijak dalam

51

pemberian arahan, bimbingan dan pendidikan bagi anak- anaknya (Farmawi,


2002).
Sebagaimana sabda Nabi SAW:

Artinya: Tiada satu anak pun yang terlahir ke dunia ini kecuali
dengan keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikan Yahudi atau Nasrani atau Majusi. Seperti
hewan melahirkan anaknya yang sempurna, apakah kalian
melihat darinya buntung (pada telinga)? (HR. Muslim).
Hadits ini mengandung pengertian bahwa setiap anak itu terlahirkan
dalam keadaan suci (fitrah). Kedua orang tua yang membuat anak memeluk
suatu agama. Apabila keduanya mengarahkan kepada Islam, ia akan menjadi
muslim, dan apabila keduanya mengarahkan kepada pandangan hidup lain
maka ia akan menjadi apa yang diinginkan kedua orang tuanya (Shabir, 2001).
3.2. Anak dengan ADHD Menurut Islam
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah kumpulan
gejala yang ditandai dengan kurangnya pemusatan perhatian secara terusmenerus,

hiperaktif,

dan

impulsif

dibandingkan

dengan

tingkat

perkembangan anak pada usia tertentu. Diagnosis ADHD memiliki gejala


yang menetap, dimana gejala tersebut muncul sebelum berusia 7 tahun, dan

52

gejala tersebut terjadi tidak hanya di rumah atau sekolah. Beberapa kondisi
dikaitkan dengan kejadian timbulnya ADHD seperti, genetik, neurologis,
keracunan dan psikososial, serta dapat juga ditemukan pada anak yang lahir
prematur dan anak dengan cacat intelektual (Zitelli et al, 2012).
Seorang anak tidak hanya karunia yang Allah berikan kepada orang
tua tetapi juga sebagai ujian sekaligus penyejuk hati. Dalam Islam, anak
berkebutuhan khusus salah satunya ialah ADHD yang merupakan gangguan
perkembangan anak dimana dalam Q.S. At- Tin: 4 disampaikan bahwa
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya. Allah Swt pun menjadikan manusia dengan perawakan (fisik) yang
tegak,

sehingga

mampu

membuahkan

berbagai

hasil

karya

yang

menakjubkan. Akan tetapi manusia tidak menyadari keistimewaannya itu,


dan menyangka bahwa dirinya sama dengan makhluk yang lain. Karenannya
mereka mengerjakan apa yang sesungguhnya tidak dibenarkan oleh akal
sehatnya dan tidak disukai oleh fitrahnya. Selain itu, dalam sebuah hadits
Rasulullah Saw menyatakan bahwa, Allah tidak melihat seseorang dari
wajahnya, tubuhnya, akan tetapi Allah melihat seseorang dari hatinya (H.R.
Muslim). Dari hadits di atas jelas bahwa Islam tidak mengenal diskriminasi
terhadap anak berkebutuhan khusus. Setiap manusia sama di hadapan Allah
kecuali amal perbuatan dan ketaqwaannya (Teungku, 2003).

53

Dilihat statusnya maka anak mempunyai tiga status yaitu (Uddin,


2002):
1.

Anak sebagai makhluk individu

Anak memiliki sebagian sifat bapak dan sifat ibu.


2.

Anak sebagai makhluk sosial

Anak yang lahir adalah makhluk sosial karena bayi merupakan


anggota keluarga dan masyarakat dimana dia dilahirkan, dan harus
didaftarkan pada kantor kelahiran baik lahir hidup maupun mati.
3.

Anak sebagai makhluk Allah

Anak adalah sebagai makhluk Allah karena ia dijadikan Allah sejak


pertemuan sperma dan ovum sampai menjadi manusia yang sanggup hidup
sendiri di luar tubuh ibunya. Dalam rahim ibu, ovum yang telah dibuahi
bernidasi dan dengan memperoleh makanan melalui darah ibunya bayi
berkembang sampai menjadi bayi lengkap. Allah mengutus Malaikat untuk
meniupkan ruh dan jadilah integrasi antara ruh dengan tubuh fisik sampai
dilahirkan.

Sebagaimana dijelaskan dalam ayat:

54

Artinya: Dan sesungguhnya Kami menciptakan manusia dari suatu


saripati tanah. Kemudian Kami jadikan satipati itu nutfah
(konsepsi sperma dan ovum) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian nutfah itu kami jadikan alaqah kemudian
Kami jadikan mudhghah (segumpal daging) dan Kami
jadikanlah mudhgah tulangh belulang. Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang
(berbentuk) lain, maka Maha Suci Allah Pencipta Yang
Terbaik. (Qs. Al-Muminun (23):12-14).
Islam telah menyiapkan sejumlah ketentuan, sunah- sunah dan etika,
untuk menyambut kelahiran anak diantaranya adalah sebagai berikut: (AlArifi, 2002)
1.

Pemberian kabar gembira tentang kelahiran bayi


Al-quran menyebutkan kabar gembira bagi sejumlah nabi

yang diberi anugerah anak. Sebagaimana firman Allah:

Artinya: Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, ketika Ia


tengah berdiri shalat di mihrab, sesungguhnya Allah
menyampaikan berita gembira kepadamu dengan kelahiran
Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari
Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dan hawa nafsu) dan
seorang nabi termasuk keturunan orang- orang shaleh.
(QS. Ali Imran (3):39).

55

2.

Memberi

ucapan

selamat

atas

kelahiran

bayi

dan

mendoakannya
Jika ada bayi lahir Rasulullah SAW menggendongnya, lalu
mendoakan kebaikan dan keberkahan baginya (Al- Arifi, 2002).

Artinya: Jadikanlah kalimat ini untuk memohon perlindungan dari


gangguan setan bagi anak kalian. Karena Ibrahim alaihis
salam, beliau memohon perlindungan untuk Ismail dan
Ishaq dengan kalimat doa tersebut. (HR. Abdur Razaq).
3.3.

Mendidik Anak ADHD dalam Islam


Peranan keluarga khususnya orang tua sangatlah dibutuhkan untuk
mendidik dan memperkenalkan agama kepada anak, dimana telah tercantum
dalam Al-Qur'an dan Hadits. Hal yang perlu diingat sebagaimana dikatakan
Hatta dkk, bahwa masa kanak- kanak bukanlah masa pembebanan atau
pemberian kewajiban melainkan masa persiapan untuk pemberian kewajiban
setelah baligh nanti. Berikut ini ialah beberapa cara mendidik anak dengan
ADHD:
3.3.1. Menanamkan tauhid dan aqidah yang benar kepada anak
Tauhid merupakan landasan Islam. Apabila tauhidnya selamat, maka
dia akan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Sebaliknya jika

56

seseorang terjatuh ke dalam kesyirikan, maka ia akan mendapatkan celaka di


dunia serta kekekalan di dalam azab neraka (Hatta dkk, 2013).
Sebagaimana Allah berfirman :

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di


waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman
yang besar. (Q.S.31:13)
3.3.2. Mengajari anak untuk melaksanakan ibadah
Mengajarkan anak cara beribadah yang benar sejak kecil. Mulai dari
tata cara bersuci, shalat, puasa, serta ibadah-ibadah lainnya. Bila mereka telah
menjaga ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri
shalat berjamaah di masjid. Dengan melatih mereka pada usia dini, insya
Allah ketika dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut
(Hatta dkk, 2013).
Sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda:













Artinya: Suruhlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat pada
usia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika tidak mau

57

melaksanakannya pada usia sepuluh tahun, serta


pisahkanlah tempat tidur mereka. (HR. Abu Dawud).
3.3.3. Mengajarkan Al-Quran, hadits serta doa-doa ringan
Dimulai dengan surat Al-fathihah dan surat-surat pendek serta doa
tahiyat untuk shalat. Dan menyediakan guru khusus bagi mereka yang
mengajari tajwid, menghafal Al-Quran serta hadits. Begitu pula dengan doa
dan dzikir sehari-hari. Hendaknya mereka mulai menghafalkannya, seperti
doa ketika makan, masuk toilet, dan lain-lain (Hatta dkk, 2013).
Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang belajar al Quran


dan mengajarkannya. (Hr. Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi,
Nasai, Ibnu Majah).
3.3.4. Mendidik anak dengan adab-adab dan akhlak mulia
Ajarilah anak dengan adab-adab Islami, seperti makan dengan tangan
kanan, membaca basmalah sebelum makan atau minum, menjga kebersihan,
menggucapkan salam dan lain-lain. Menanamkan akhlak yang mulia, seperti
berkata dan bersikap jujur, berbakti kepada orang tua, dermawan,
menghormati orang yang lebih besar, menyayangi orang yang lebih kecil, dan
lain-lain (Hatta dkk, 2013).
Nabi Muhammad SAW bersabda:





58

Artinya: Tidak ada sesuatupun yang paling berat dalam timbangan


seorang Mukmin pada hari Kiamat nanti daripada akhlak
mulia. (Hadits shahih, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).
3.3.5. Melarang perbuatan yang diharamkan
Anak sedini mungkin harus diajarkan apa saja perkara yang tidak baik
atau diharamkan seperti merokok, judi, minum khamar, mencuri, mengambil
hak orang lain, berbuat dzalim, durhaka kepada orang tua, dan lain-lain. Hal
ini diajarkan agar tidak menjadi orang yang toleran terhadap perkara-perkara
seperti itu (Hatta dkk, 2013).
Sabda nabi :

Artinya: Sungguh akan ada golongan-golongan dari umatku yang


menghalalkan: perzinaaan, memakai sutra (bagi laki-laki),
meminum khamar, dan memakai al-maazif (alat-alat
musik) (H.R. Bukhari).
3.3.6. Menanamkan cinta jihad serta keberanian
Bacakanlah kepada mereka kisah-kisah keberanian nabi dan para
sahabatnya dalam peperangan untuk menegakkan Islam. Dan didiklah mereka
agar berani melakukan amar maruf nahi munkar, hanya takut kepada Allah,
dan tidak menakuti-nakuti mereka dengan cerita bohong, horor, atau menakutnakuti mereka dengan gelap, dan lain-lain (Hatta dkk, 2013).

59

3.3.7. Membiasakan anak dengan pakaian syari


Biasakanlah anak-anak menggunakn pakaian sesuai dengan jenis
kelaminnya. Jauhkan anak-anak dari model pakaian barat yang tidak syari,
ketat atau memperlihatkan aurat (Hatta dkk, 2013).
Untuk anak-anak perempuan, biasakanlah agar mengenakan kerudung
penutup kepala sehingga ketika dewasa mereka akan mudah untuk
mengenakan jilbab yang sesuai dengan syariat Islam (Hatta dkk, 2013).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,



Artinya: Barangsiapa yang meniru sebuah kaum, maka dia termasuk
mereka. (Shahih, HR. Abu Daud).

3.3.8. Kesabaran dalam mendidik anak


Sabar menurut Ath-thabari adalah menahan jiwa terhadap yang
disukainya dan mengekangnya dari hawa nafsu. Menurut Ibrahim alKhawwash sabar yaitu berpegang teguh di atas Al-Quran dan sunah. Dan
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa sabar adalah menahan jiwa dari apapun yang
disukainya dan menekannya dengan melakukan yang tidak disukainya di
dunia, yang jika seseorang melakukannya atau meninggalkannya niscaya ia
merasakan akibat buruknya di akhirat (Al-Khazandar, 2009).

60

Menjadi orang tua dari anak ADHD harus mempertinggi ambang batas
kesabaran. Orang tua harus sabar pada sikap yang ditampilkan anak, saat
bekerja sama dengan guru dan pihak sekolah, saat menerima keluhan-keluhan
(jika ada) dari orang lain karena kesalahan sikap anak ADHD, dan saat
mengasuh serta mendidik anak sehari-hari (Priyatna, 2010).
Mengingat anak dengan ADHD memiliki emosi yang tinggi, orang tua
juga harus mengajarkan sabar kepada anak. Nabi Muhammad SAW dapat
dijadikan sebagai contoh bersikap sabar. Anak-anak diharapkan bersabar jika
ada yang menggangunya, mengambil mainannya, atau memukulnya.
Sebagaimana firman Allah :

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan


kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di
perbatasan negerimu) dan bertaqwslah kepada Allah
supaya kamu beruntung (Q.S.3:200).

3.4.

Pandangan

Islam

Mengenai

Terapi

Neurofeedback

Terhadap

Perkembangan Anak dengan ADHD


Neurofeedback (NF) juga dikenal sebagai EEG-biofeedback, adalah
suatu proses dimana sensor atau elektroda diletakkan pada kulit kepala dan
alat- alat lain dihubungkan ke monitor untuk melihat informasi dari waktu ke
waktu tentang aktivitas fisiologis otak pasien yang bertujuan untuk

61

meningkatkan fungsi otak. Biofeedback merupakan salah satu perkembangan


teknologi di bidang kedokteran yang digunakan untuk menyembuhkan
berbagai penyakit, seperti sakit kepala, insomnia, ADHD, autis dan lain-lain.
NF adalah suatu pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pengaturan diri
atas pola aktivitas otak, dimana NF ini efektif untuk mengubah pola aktifitas
otak. Mekanisme fungsional yang digunakan pada terapi ini untuk mengatur
diri sendiri (self regulate) aktifitas listrik pada otak tidak begitu berbeda
dengan mekanisme fungsional yang kita gunakan untuk mengendalikan tubuh
kita.Sampai saat ini, cukup banyak penelitian yang telah meneliti efek dari
NF sebagai pengobatan ADHD, dimana NF atau biofeedback dapat
meningkatkan harapan orang tua dan anak tentang hasil yang positif untuk
pengobatan atau terapi pada anak dengan ADHD (Kouijzer, 2011).
Dalam Islam berobat termasuk tindakan yang dianjurkan. Dalam
berbagai riwayat menunjukkan bahwa Nabi pernah berobat untuk dirinya
sendiri, serta menyuruh keluarga dan sahabatnya untuk berobat saat sakit.
Setiap muslim, apabila sakit dianjurkan untuk berobat dan menyakini bahwah
Allah yang menurunkan penyakit dan Dia pula yang menurunkan obatnya,
seperti yang diucapkan Nabi dalam hadits berikut (Zuhroni, 2010):



Artinya: Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya.
Maka berobatlah kalian, dan jangan berobat dengan

62

sesuatu yang haram (HR. Abu Dawud 387, dan disahihkan


oleh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif al-Jami 2643)

Menurut Muhadi (2009) di dalam upaya pengobatan atau terapi dari


suatu penyakit, Islam memerintahkan agar bertanya kepada ahlinya atau orang
yang megetahui. Di bidang kesehatan apabila sakit maka berobat kepada
dokter atau yang ahli di bidang pengobatan, agar pengobatan dapat dilakukan
dengan tepat. Dalam kedokteran Islam diajarkan bila ada dua obat yang
kualitasnya sama maka pertimbangan kedua yang harus diambil adalah yang
lebih efektif dan tidak memiliki efek rusak bagi pasien.
Di mana sesuai dengan kaidah cabang dlarar ketujuh yaitu:

Artinya: Apabila ada dua bahaya (risiko) yang berlawanan, maka


harus dipelihara yang lebih berat kadar mudaratnya dengan
melaksanakan yang lebih ringan kadar mudaratnya
Dalam hal ini NF diyakini dan telah dibuktikan sebagai terapi non
farmakologi yang efektif dan memiliki efek samping yang minimal untuk
anak dengan ADHD sehingga Islam menyarankan dan memperbolehkan
melakukan pengobatan atau terapi NF untuk anak dengan ADHD, karena NF
mampu untuk mengobati dan mencegah gejala yang berulang pada anak
dengan ADHD. NF juga merupakan suatu bentuk kemajuan teknologi
khususnya dalam bidang kedokteran dan sejalan dengan perkembangan

63

teknologi menurut syariat Islam, dimana Islam mendorong manusia untuk


mencari ilmu dan kemajuan dalam penemuan- penemuan khususnya dalam
bidang kesehatan, menjanjikan ganjaran yang besar dan upaya- upaya ini
dianggap bagian dari pengabdian kepada Allah SWT. Allah SWT menyuruh
manusia untuk tidak berhenti dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sesuai dengan surat yang diturunkan Allah yakni surat Al-Alaq,
dimana di dalamnya Allah SWT menyebutkan nikmat-Nya dengan mengajar
manusia apa yang tidak mereka ketahui, Iqra yang berarti bacalah, telitilah,
dalamilah, ketahuilah. Wahyu, ilham, intuisi, atau firasat yang diperoleh
manusia (ilmuan) tidak lain kecuali bentuk pengajaran Allah SWT.

64

BAB IV
KAITAN PANDANGAN KEDOKTERAN DAN ISLAM MENGENAI
PENGARUH TERAPI NEUROFEEDBACK TERHADAP
PERKEMBANGAN ANAK DENGAN ADHD

Kaitan antara kedokteran dan Islam sesuai dalam pembahasan pada


bab I dan bab II, dari segi kedokteran, ADHD adalah kumpulan gejala yang
ditandai dengan kurangnya pemusatan perhatian secara terus-menerus,
hiperaktif, dan impulsif dibandingkan dengan tingkat perkembangan anak
pada usia tertentu. Dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman
ditemukan terapi non farmakologi untuk mengobati gejala anak dengan
ADHD dan dapat mencegah kekambuhan pada anak ADHD yakni
neurofeedback. Neurofeedback adalah suatu pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan pengaturan diri atas pola aktivitas otak, dimana NF ini efektif
untuk mengubah pola aktifitas otak. NF terbukti sama efektifnya dengan
obat- obatan ADHD, namun beberapa individu tidak dapat merespon dengan
baik obat- obatan ADHD sehingga NF adalah pilihan yang tepat sebagai
terapi anak dengan ADHD.
Dalam Islam diajarkan bila ada dua obat yang kualitasnya sama maka
pertimbangan kedua yang harus diambil adalah yang lebih efektif dan tidak

65

memiliki efek rusak bagi pasien. Dalam hal ini terapi neurofeedback
dilakukan sebagai terapi non farmakologi yang efektif dan memiliki efek
samping yang minimal dibandingkan dengan penggunaan medikasi atau obat
untuk anak dengan ADHD sehingga Islam memperbolehkan melakukan
pengobatan atau terapi NF untuk anak dengan ADHD, karena NF memiliki
mudharat yang lebih kecil. Sehingga Islam menekankan kepada orang tua
agar memberikan pengobatan yang terbaik kepada anak mereka khususnya
anak dengan ADHD. Orang tua juga diharapkan tetap sabar dalam mendidik
dan menjaga anak dengan ADHD sesuai dengan syariat Islam, karena
sesungguhnya anak ialah amanah dari Allah SWT. Jadi menurut kedokteran
dan Islam sependapat bahwa terapi NF ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan anak dengan ADHD.

66

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1. NF mampu memperbaiki gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif
pada anak- anak maupun remaja dengan ADHD. Oleh sebab itu NF dapat
disarankan untuk pasien ADHD.
2. NF dan terapi farmakologi menghasilkan perbaikan yang serupa pada anak
dengan ADHD. Pemberian obat- obatan untuk anak dengan ADHD dalam
jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan peningkatan risiko kejadian
penyakit jantung seperti, infark miokard, serangan jantung mendadak (SCD),
maupun stroke saat muda, sedangkan pelatihan NF dalam jangka waktu yang
sudah ditentukan tidak membuktikan adanya efek samping yang nyata. Hal ini
membuktikan NF sebagai pengobatan non farmakologi alternatif untuk anak
dengan ADHD yang tidak dapat merespon obat- obatan dengan baik.
3. Neurofeedback bagi anak dengan ADHD diperbolehkan dan diajurkan, karena
terapi tersebut ialah terapi non farmakologi dimana tidak memiliki efek
samping yang ditimbulkan akan tetapi memiliki manfaat yang baik untuk anak
dengan ADHD.

67

5.2. Saran
1. Bagi Individu
Disarankan kepada masing-masing orang tua anak dengan ADHD selalu
memperhatikan tumbuh kembang anak, jika terdapat gejala klinis seperti yang
telah dijelaskan diatas sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter spesialis
anak atau psikiatri.
2. Bagi Dokter Muslim
Disarankan untuk para dokter khususnya yang bekerja di bidang penelitian
agar lebih memperbanyak lagi penelitian tentang pengobatan berbagai macam
penyakit menggunakanterapi NF sehingga dapat memberikan ilmu
pengetahuan yang lebih luas lagi tentang manfaat dari terapi NF tersebut.
3. Bagi Masyarakat
Disarankan bagi masyarakat agar mengetahui informasi secara umum tentang
anak dengan ADHD. Kepada para mubaligh dalam dakwahnya agar
menyampaikan bagi umat Islam yang mengalami ADHD atau orang tua yang
memiliki anak dengan ADHD, dianjurkan tetap berobat karena sesungguhnya
Allah menurunkan suatu penyakit bersama dengan obatnya.

68

Daftar Pustaka

Al Quran Dan Terjemahannya. 2011. Departement Agama RI. Bandung: Pt Sygma


Examedia Arkanlee.
[Online] Available at: www.ADHD-Institute.com di akses pada 27 Januari 2015.
[Online] Available at: www. CDC.gov di akses pada 27 Januari 2015.
A. Kilincaslan, M. Deniz Tutkunkardas, N. Motavalii. 2011. Complimentary and
Alternative Treatments of Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Archieves of
Neuropsychiatry 48:94-102.
A. Reza, S. Hansch, et al. 2011. Neurofeedback in ADHD: a single-blind randomized
controlled trial. Eur Child Adolesc Psyciatry 20:481-491.
ALKhazandar.
2009.
Sabar
dan
Teguh.
Tersedia
Di
http://d1.islamhouse.com/data/id/ih_articles/single/id_sabar_and_mosabarh.pdf.
Diakses pada 6 Februari 2015.
Al-Arifi. 2002. Tips Islami Menyambut Kelahiran Bayi. Halaman 34-123. Jakarta.
Ammiruddin. 2002. Islam Untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan. Halaman
24-26. Jakarta. Departemen Agama.
B. Hillard, et al. 2013. Neurofeedback Training Aimed to Improve Focused Attention
and Alertness in Children With ADHD:A Study of Relative Power of EEG Rhythms
Using Custom-Made Software Application. Clinical EEG and Neuroscience
44:193-202.
B. Rubik. 2011. Neurofeedback- Enhanced Gamma Brainwaves from the Prefrontal
Cortical Region of Meditators and Non-Mediators and Associated Subjective
Experiences. Alternative and Complementary Medicine 17:109-115.
C. Guan Lim, et al. 2010. Effectiveness of a Brain-Computer Interface Based
Programme for the Treatment of ADHD:A Pilot Study. General Psychiatry 43:7382.
Farmawi. 2002. Manfaatkan Waktu Anak, Bagaimana Caranya?. Jakarta. Gema
Insani.

69

Ferdinata.
2013.
Qurota
Ayun
Impian
Keluargaku.
Tersedia
http://Santriopojare.Blogspot.Com//2014/01/Qurrota-Ayu-ImpianKeluargaku.Html. Diakses Tanggal 20 Februari 2015.

Di

H. Gevensleben, et al. 2009. Is Neurofeedback An Efficacious Treatment For ADHD?


A Randomised Controlled Clinical Trial. Child Psychology and Psychiatry 50:780789.
H. Gevensleben, et al. 2010. Neurofeedback Training In Children With ADHD: 6Month Follow-Up Of A Randomised Controlled Trial. Eur Child Adolesc
Psychiatry 19:715-724.
Hatta, Tamam, Alim. 2013. Bimbingan Islam Untuk Hidup Muslim. Jakarta Timur.
Maghfirah Pustaka.
J. H. Gruzelier, et al. 2014. Beneficial outcome from EEG-neurofeedback on creative
music performance, attention and well-being in school children. Biological
Psychology 95:86-95.
J. Mill, A. Petronis. 2011. Pre- And Peri-Natal Environmental Risk For AttentionDeficit Hyperactivity Disorder (ADHD):The Potential Role Of Epigenetic
Processes In Mediating Susceptibility. Child Psychology and Psychiatry 49:10201030.
K. J. Rutledge. 2012. Training Cognition in ADHD: Current Findings, Borrowed
Concepts, and Future Directions. Neurotherapeutics 9:542-558.
L. Arnold, et al. 2012. EEG Neurofeedback for ADHD: Double-Blind ShamControlled Randomized Pilot Feasibility Trial. New York, USA. Journal of
Attention Disorder 17(5) 410-419.
M. A. Nazari, et al. 2011. Effectiveness of EEG Biofeedback as Compared with
Methylphenidate in the Treatment of Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder:A
Clinical Outcome Study. Neuroscience and Medicine 2:78-86.
M. Aini. 2013. Mengenali Gangguan Attention Deficit Hyperactive Disorder
(ADHD) pada Anak. Yogyakarta. Wuny Majalah Ilmiah Populer.
M. Arns, H . Heinrich, Ute Strehl. 2014. Evaluation of neurofeedback in ADHD: The
long and winding road. Biological Psychology 95:108-115.

70

M. Arns, W. Drinkenburg, Leon Kenemans, J. 2012. The effects of QEEG-informed


neurofeedback in ADHD: An open-label pilot study. Appl Psychophysol
Biofeedback 37:171-180.
M. D. Liechti, et al. 2012. First clinical trial of tomographic neurofeedback in
attention-deficit/hyperactivity disorder: Evaluation of voluntary cortical control.
Clinical Neurophysiology 123:1989-2005.
M. Kouijer. 2011. Neurofeedback Treatment in Children and Adolescent with Autism.
Fonds NutsOhra.
Muhadi. 2009. Semua Penyakit Ada Obatnya dalam Menyembuhkan Penyakit Ala
Rasulullah. Jakarta. Mutiara Media.
N. Lofthouse, L. E. Arnold, E.Hurt. 2012. Current Status of Neurofeedback for
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder. Curt Psychiatry 14:536-542.
N. S. Duric, et al. 2012. Neurofeedback For The Treatment Of Children And
Adolescents With ADHD:A Randomized And Controlled Clinical Trial Using
Parental Reports. BMC Psychiatry 12-107.
N. Skokauskas, et al. 2011. Complementary Medicine for Children and Young People
who have Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Current Opinion in Psychiatry
24:291-300.
Priyatna. 2010. Not a Little Monster! (Memahami, Mendidik, dan Mengasuh Anak
Hiperaktif). Jakarta: Gramedia.
Robert, et al. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Elsevier Saunders.
S. Cortese, et al. 2013. Practitioner Review: Current best practice in the managament
of adverse events during treatment with ADHD medications in children and
adolescents. Child Psychology and Psychiatry 54:227-246.
S. Endang. 2011. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH).
Jakarta: Menteri Kesehatan.
S. Maurizio, et al. 2013. Differential EMG Biofeedback for Children with ADHD:A
control Method for Neurofeedback Training with a Case Illustration.
Psychophysiol Biofeedback 38:109-119.

71

S. Wangler, et al. 2011. Neurofeedback in Children with ADHD: Specific EventRelated Potential Findings of a Randomized Controlled Trial. Clinical
Neurophsiology 122:942-950.
Shabir. 2001. Peran Ibu dalam Mendidik Generasi Muslim. Halaman 47-48. Jakarta.
Gramedia.
T. S. Moriyama, et al 2012. Evidence-Based Information on the Clinical Use of
Neurofeedback for ADHD. Neurotherapeutics 9:588-598.
Teungku. 2003. Pandangan Islam Terhadap Peserta Didik Berkebutuhan Khusus.
Jakarta.
V. Meisel, et al. 2013. Neurofeedback and Standrad Pharmacological Intervention in
ADHD: A randomized Controlled Trial With Six- Month Follow-Up. Biological
Psychology 94:12-21.
Zitelli, Sara, Nowalk. 2012. Atlas of Pediatric Physical Diagnosis Sixth Edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
Zuhroni. 2010. Pandangan Islam Terhadap Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
Universitas Yarsi.

72

Anda mungkin juga menyukai