PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) menurut DSM-V
mendefinisikan ADHD sebagai gangguan pemusatan perhatian terhadap
lingkungan
sekitar
dan/atau
hiperaktif-impulsif
yang
mengganggu
perkembangan hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan dan genetik serta
konsentrasi dari neruotransmitter. Menurut Brent dkk menyebutkan bahwa
seseorang yang mengalami gangguan ADHD terdapat keabnormalan pola
EEG (electroencephalography) dimana terjadi ketidak seimbangan antara
gelombang beta dan theta yang berhubungan dengan manifestasi klinis
ADHD yakni inatensi, hiperaktif, dan impulsif Prevalensi ADHD diseluruh
dunia kira- kira sebesar 5-10% pada usia sekolah. Angka kejadian ADHD di
Eropa, Amerika dan Timur Tengah diperkirakan 3,4%, sementara di
Indonesia, dalam populasi anak sekolah berkisar 2-4% anak menderita ADHD
(Brent et al, 2013).
Tanpa
penanganan
yang
tepat,
ADHD
dapat
menimbulkan
tidak percaya diri yang tinggi, kecelakaan mengemudi, kriminalitas dan juga
depresi kronis (Brent et al, 2013).
Terapi utama dalam pengobatan anak ADHD ini ialah manajemen
prilaku dan terapi farmakologi. Namun manajemen prilaku terlihat kurang
efektif dibandingkan dengan terapi farmakologi, sehingga baku emas untuk
pengobatan
ADHD
ialah
terapi
farmakologi
seperti
atomoxetine,
menghambat
pertumbuhan
fisik,
dan
kematian
mendadak.
Atomoxetine sebagai salah satu terapi farmakologi juga kurang efektif dalam
pengobatan ADHD dikarenakan menjadi penyebab keinginan bunuh diri pada
anak ADHD. Meskipun dengan pengobatan gabungan antara pengobatan
farmakologi dan manajemen prilaku yang intensif, tingkat keberhasilan
pengobatan hanya sekitar 68%. Oleh sebab itu masyarakat dan orang tua
susah untuk menentukan sehubungan dengan pemberian obat atau risiko
pengalihan penggunaan obat lainnya (Choon et al, 2010).
Anak adalah amanat dari Allah SWT bagi para orang tuanya. Selain itu,
dalam kefitriannya, anak membawa potensi yang siap dikembangkan. Hadits
di bawah ini mengandung pengertian bahwa setiap anak itu Tiada satu anak
pun yang terlahir ke dunia ini kecuali dengan keadaan fitrah. Maka kedua
orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi atau Nasrani atau Majusi (HR.
Muslim) (Farmawi, 2002).
Dalam Islam, anak berkebutuhan khusus salah satunya ialah ADHD yang
merupakan gangguan perkembangan anak dimana dalam Q.S. At- Tin: 4
disampaikan bahwa Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. Allah Swt. pun menjadikan manusia dengan
perawakan (fisik) yang tegak, sehingga mampu membuahkan berbagai hasil
karya
yang
menakjubkan.
Akan
tetapi
manusia
tidak
menyadari
lebih efektif dan tidak memiliki efek rusak bagi pasien. Semakin
berkemabangnya
ilmu
pengetahuan
banyak
pengobatan
yang
dapat
Permasalahan
1. Apa pengaruh neurofeedback terhadap pekembangan anak dengan
ADHD?
2. Bagaimana kesenjangan keefektifan terapi anak ADHD dengan
menggunakan neurofeedback dan terapi farmakologi?
2. Bagaimana pandangan Islam mengenai terapi neurofeedback
terhadap perkembangan anak dengan ADHD?
1.3
Tujuan
1.3.1 Umum
Untuk
mengetahui
pengaruh
terapi
neurofeedback
terhadap
terapi
neurofeedback
terhadap
Mengetahui
pengaruh
1.3.2.3
1.4
Manfaat
1.4.2 Bagi Universitas YARSI, diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat sebagai
masukan bagi civitas akademika Universitas YARSI khususnya Fakultas
Kedokteran.
1.4.3 Bagi masyarakat, diharapkan skripsi ini dapat menambah pengetahuan
masyarakat mengenai pengaruh dari terapi neurofeedback terhadap anak
dengan ADHD ditinjau dari kedokteran dan Islam.
BAB II
PENGARUH TERAPI NEUROFEEDBACK TERHADAP
PERKEMBANGAN ANAK DENGAN ADHD DITINJAU DARI
KEDOKTERAN
2.1.
ADHD
2.1.1. Definisi
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah kumpulan
gejala yang ditandai dengan kurangnya pemusatan perhatian secara terusmenerus,
hiperaktif,
dan
impulsif
dibandingkan
dengan
tingkat
digunakan
di
Amerika
Serikat
dan
seluruh
dunia
sekitar
dan/atau
hiperaktif-impulsif
yang
mengganggu
atau fungsi kerja. Gejala-gejala harus muncul sebelum usia 12 tahun (ADHD
Institute, 2015).
Menurut Brent et al dalam jurnalnya yang berjudul Neurofeedback
Training Aimed to Improve Focused Attention and Alertness in Children with
ADHD menyebutkan bahwa seseorang yang mengalami gangguan ADHD
terdapat
keabnormalan
pola
EEG
(electroencephalography)
yang
Meskipun
angka
kejadian
ADHD
dapat
menurun
dengan
10
dengan
fungsi
pelaksana
aktivitas
dan
11
sebagai
pengendali
perilaku.
2)
Rendahnya
ini,
kerurangan,
ketidakefektifan,
ketidakseimbangan
kerja
unsur
(neurotransmitter)
yang
berhubungan
mengendalikan
perilaku
akan
kimiawi
dan
dalam
dengan
menyebabkan
otak
kerja
ADHD.
12
14
Gambar 2. Epigenetik
Sumber: The Journal of Child Psychology and Psychiatry
15
Genetik
epigenetik
epigenetik
ADHD
Neurotransmitter
Lingkungan
16
menyebabkan
hilangnya
neuron,
perubahan
sirkuit,
dan
menyebabkan
gangguan
pada
kesehatan
khususnya
otak.
Kandungan Pb ditemukan pada mainan anak- anak, udara, air minum yang
tercemar Pb, baterai, cat, crayon, kosmetik, tinta cetak, tanah, furniture, dan
lain- lain. Pada dewasa ini sering dikaitkan antara kejadian anak ADHD
17
dengan keracunan Pb. Anak dan bayi mudah terpapar Pb akibat kebiasaan
memasukkan barang- barang ke dalam mulutnya, dan terjadi perubahan
prilaku atau perubahan pengendalian emosi terhadap anak tersebut. Faktor
lainnya yakni stress ibu saat periode prenatal akan berefek pada prilaku
anaknya melalui peningkatan kadar hormon kortikotropin (CRH) dan
gangguan fungsi normal dari axis hipotalamus-ptuitari-adrenal (HPA axis).
Data terakhir mendukung peran umum dari axis HPA dalam menengahi efek
dari pemrograman janis pada kerentanan terhadap penyakit kronis setelah
lahir melalui aksi glukokortikoid adrenal. Pada penyakit neuropsikiatri
terdapat hubungan yang kuat antara disfungsi HPA axis, pengembangan
neurobiologis, dan risiko gangguan jiwa. Dalam hal ini banyaknya toksin
lingkungan telah terbukti menyebabkan perubahan epigenetik jangka lama
terhadap genom, yang secara langsung mengubah ekspresi gen dan hasil
fenotipik (Mill & Petronis, 2011).
Selama embriogenesis atau prenatal terjadi peningkatan sintesis DNA
dan faktor epigenetik dapat membentuk diferensiasi jaringan normal dan
perkembangan yang sedang dibangun, misalnya saat mitosis dapat
menyebabkan perubahan jangka panjang dalam ekspresi gen dan fenotipe,
dan berpotensi meningkatkan kerentanan terhadap gangguan seperti ADHD
setelah lahir. Kemudian dalam perkembangan ketika ketika tanda epigenetik
sudah dibentuk dan tingkat sintesis DNA menurun, faktor lingkungan
18
19
20
Gambar 4. Dopamin
Sumber: ADHD Institute, 2015
21
22
23
sekolah seperti
serta
mengganggu
atensi
dalam
melaksanakan
tugas
24
2.1.6. Diagnosis
Pemeriksaan dan penilaian anak pra sekolah, anak usia sekolah, dan
remaja untuk ADHD wawancara klinis dengan orang tua atau pengasuh untuk
memperoleh keterangan lengkap tentang pasien, yaitu tentang keadaan pasien
dalam melaksanakan tugasnya di sekolah maupun di rumah, menilai adanya
kondisi komorbid, dan memperoleh riwayat keluarga, sosial dan kesehatan
(Menkes, 2011).
Susunan urutan pemeriksaan ADHD:
a. Anamnesis
Sebelum anamnesis tentunya adanya laporan datang dari sekolah atau
keluarga (orang tua). Kemudian dilakukan penilaian atau observasi
perilaku anak berdasarkan questionnaire untuk orang tua atau guru.
Untuk mengetahui secara jelas anak tersebut menderita ADHD, biasanya
ditanyakan pertanyaan penting antara lain:
1.
2.
25
3.
4.
5.
6.
b. Dirujuk kepada psikiater anak atau dokter spesialis anak atau keduanya
untuk dilakukan pemeriksaan:
1) Permeriksaan fisik:
- Skrining terhadap keracunan timah hitam (Pb), anemia defisiensi Fe,
dan defisiensi nutrisional lainnya.
- Pemeriksaan neurologik lengkap, termasuk tes perseptual motorik
untuk menyingkirkan defisit neurologik fokal
- Pemeriksaan fungsi kelenjar gondok
2) Wawancara riwayat penyakit:
- Riwayat antenatal dan perinatal.
- Riwayat perkembangan psikomotorik.
- Riwayat ritme tidur.
- Riwayat keluarga.
26
27
28
30
31
periode enam bulan terakhir. Pada setiap butir, tanyakan pada diri
anda BErapa banyak masalah ini terjadidalam enam bulan
terakhir? dan beri tanda () pada saah satu kolom yang paling
tepat. Jika sama sekali tidak atau sangat jarang, anda dapat memberi
tanda () pada kolom 1. Jika selalu demikian, anda dapat memberi
tanda () pada kolom 4. Anda dapat memberi tanda () kolom 2 untuk
kadang- kadang, dan kolom 3 untuk seringkali. Mohon semua butr
diisi.
Tabel 2. Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia (Menkes,
2011).
Tidak
Pernah
sama KadangSangat
sekali kadang Sering Sering
(1)
(2)
(3)
(4)
1
3
4
5
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
33
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Mudah
tersinggung
dan
terganggu oleh orang lain
Tidak mampu menyelesaikan
pekerjaan dengan baik tanpa
bantuan orang lain
Tidak dapat menyelesaikan
tugas sesuai dengan waktunya
Tidak dapat mengikuti perintah
secara berurutan
Perhatiannya mudah beralih
ketika diberi petunjuk untuk
mengerjakan sesuatu
Perhatiannya sering mudah
dialihkan oleh rangsangan dari
luar
Sering ceroboh atau tidak teliti
dalam menyelesaikan tugas
Tidak pernah bisa diam, tidak
mengenal lelah
Sering menghilangkan bendabenda yang diperlukan untuk
menyelesaikan
tugas
atau
kegiatan lain
Sering
seperti
tidak
mendengarkan pada waktu
diajak
berbicara
secara
langsung
Sering gagal menyelesaikan
tugas
Selalu dalam keadaan siap
gerak atau aktivitasnya seperti
digerakkan oleh mesin
Sulit dikendalikan pada saat
berada di Mall atau sedang
berbelanja
Sering
menyela
atau
34
31
32
33
34
35
Penilaian SPPAHI:
Jawaban setiap butir pertanyaan diberi nilai 0-3
- Nilai 0
- Nilai 1
- Nilai 2
- Nilai 3
Total nilai
= 0-15
35
>30
- Pemeriksa Guru
>29
- Pemeriksa Dokter
>22
Anak dengan skor SPPAHI lebih besar dari cut off score dinyatakan
berisiko tinggi mengalami ADHD. Anak yang berisiko tinggi dianjurkan
untuk segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan prosedur
pemeriksaan anak dengan ADHD (Menkes, 2011).
2.2.
Neurofeedback
2.2.1. Definisi
Neurofeedback juga dikenal sebagai EEG-biofeedback, adalah suatu
proses dimana sensor atau elektroda diletakkan pada kulit kepala dan alatalat lain dihubungkan ke monitor untuk melihat informasi dari waktu ke
waktu tentang aktivitas fisiologis otak pasienyang bertujuan untuk
meningkatkan fungsi otak. (Kouijzer, 2011).
Neurofeedback berawal pada tahun 1960 oleh Joseph Kamiya, dimana
ia berhasil melakukan percobaan untuk mengontrol gelombang alpha pada
manusia. Gelombang alpha memiliki frekuensi 8-12 Hz, gelombang ini
36
dihasilkan pada daerah oksipital dan daerah parietal serta dapat direkam
selama dalam keadaan relaksasi terjaga dengan mata yang tertutup. Pada saat
itulah otak memproduksi gelombang alpha sebagai frekuensi yang dominan,
dengan penemuan itulah semakin banyaknya pemenuan- penemuan baru
tentang gelombang otak. Joe Lubar menggunakan gelombang SMR
(sensorimotor rhythm) dengan frekuensi 12- 15 Hz pada pasien ADHD untuk
menurunkan hiperaktivitas.Lubar melaporkan hasil terapi neurofeedback pada
anak laki- laki berumur 11 tahun dengan gangguan ADHD yang dilatih untuk
meningkatan SMR dan menurunkan gelombang theta. Setelah beberapa
bulan, anak tersebut menunjukkan peningkatan dalam hal bekerjasama dan
peningktan prestasi di sekolah (Kouijzer, 2011).
2.2.2. Cara Kerja Neurofeedback
Pada saat dilakukan sesi pelatihan neurofeedback, pasien diharapkan
duduk di depan layar komputer dan aktivitas otak akan direkam
menggunakan EEG menggunakan satu atau lebih elektroda. Sebelum pasien
mulai melakukan terapi neurofeedback, terlebih dahulu ditentukan frekuensi
manakah yang akan diubah dan lokasi yang akan dipasang elektroda pada
kulit
kepala.
Frekuensi
dan
lokasi
biasanya
ditetapkan
dengan
membandingkan rekaman EEG pada anak normal dengan usia yang sama
terhadap pasien. Raw EEG dibentuk dari beberapa gelombang otak dengan
efek dan amplitudo yang berbeda, dimana rentang masing- masing frekuensi
37
delta (1-3 Hz), theta (4-7 Hz), alpha (8-12 Hz), beta (13-30 Hz) dan gamma
(lebih dari 30 Hz) (Mirjam, 2011). Menurut Tais dkk dalam jurnalnya yang
berjudul Evidence- Based Information on the Clinical Use of Neurofeedback
for ADHD menyebutkan bahwa gelombang frekuensi lambat berkaitan
dengan keadaan istirahat, sedangkan gelombang cepat akan memunculkan
respon tantangan pada otak seperti, saat melakukan tes matematika.
Gelombang dengan frekuensi lebih rendah dari 4 Hz (gelombang delta)
berhubngan dengan keadaan tidur; frekuensi 4-7 Hz (gelombang theta)
berhubungan dengan keadaan tidur dan penurunan keadaan terjaga;
gelombang alpha (8-12 Hz) berkaitan dengan keadaan rileks atau keadaan
terjaga, dan gelombang cepat 13-30 Hz (gelombang beta) berkaitan dengan
konsentrasi dan rangsangan saraf. Gelombang SMR termasuk gelombang low
beta dimana rentang gelombang SMR yakni 12-15 Hz dan berkorelasi dengan
imobilitas (Kouijzer, 2011).
38
39
40
41
42
Dalam studi yang dilakukan oleh Kamiya, pasien pertama- tama dilatih untuk
mengenali gelombang alpha dan beberapa dari mereka berhasil menghasilkan
gelombang alpha tersebut. Dewasa ini, aktifitas pengontrolan EEG sering
digunakan untuk pasien dengan gangguan neuromuskular dan LIS (losckedin syndrome) menggunakan otak dan komputer (Brain Computer Interface)
untuk mengontrol layar di computer (Kouijzer, 2011).
Mekanisme fungsional yang digunakan untuk mengatur sendiri
aktifitas elektrik otak tidak sangat berbeda dari mekanisme fungsional yang
kita gunakan untuk mengontrol tubuh kita seperti, saat kita menggenggam
gelas untuk minum sistem motorik kita mencoba untuk mencocokan antara
penglihatan dan taktil atau sentuhan dengan perintah motorik yang sesuai.
Kemampuan untuk mengontrol gelombang otaknya sendiri dapat beroperasi
dengan baik pada prinsip yang serupa, dimana otak pasien selalu membuat
hubungan antara EEG dan sensoriknya yang memungkinkan untuk
membentuk dan mengontrol efek sensorik dengan neurofeedback. NF dapat
membentuk sinyal biologis yang tidak disadari oleh pasien dan pasien belajar
untuk mengontrolnya (Kouijzer, 2011).
2.2.2.2. Mekanisme Neuronal yang Mendasari Neurofeedback
Pada satu studi fMRI yang meneliti efek NF pada saraf anak dengan
ADHD, dimana 15 anak dilatih untuk menurunkan gelombang theta (4-7 Hz)
dan meningkatkan kekuatan pada gelombang SMR (12-15 Hz) dan
43
adalah
suatu
pelatihan
untuk
meningkatkan
kemampuan pengaturan diri atas pola aktivitas otak, dimana NF ini efektif
untuk mengubah pola aktifitas otak. Sampai saat ini, cukup banyak penelitian
yang telah meneliti efek dari NF sebagai pengobatan ADHD, dimana NF atau
biofeedback dapat meningkatkan harapan orang tua dan anak tentang hasil
44
Durasi
Obat
3-4 jam
Dosis
Efek Samping
5,10,20mg
Penurunan
nafsu makan,
gangguan
tidur ringan,
penurunan
45
Extended release
(Metadate ER)
4-6 jam
10,20mg
Sustained release
(Ritalin
SR,
Methylphenidate)
4-6 jam
20mg
12 jam
10,18,25,40,60mg
4-5 jam
100,150mg
4-6 jam
5,10,15mg
Golongan
Atomoxethine
Extended release
(Strattera)
Buspiron
(Wellbutri)
Golongan
Dextroamphetamin
Short
acting
(Dexedrine)
berat badan,
mudah marah,
munculnya
tics.
Penurunan
nafsu makan,
gangguan
tidur ringan,
penurunan
berat badan,
mudah marah,
munculnya
tics.
Penurunan
nafsu makan,
gangguan
tidur ringan,
penurunan
berat badan,
mudah marah,
munculnya
tics.
Gugup,
gangguan
tidur,
lelah,
sakit kepala,
mulut kering,
gangguan
intestinal
Gangguan
tidur,
sakit
kepala, kejang
Penurunan
nafsu makan,
gangguan
tidur ringan,
penurunan
berat badan,
mudah marah,
munculnya
tics.
46
Intermediateacting
(Dexedrine
spansule)
6-8 jam
5,10,20mg
Penurunan
nafsu makan,
gangguan
tidur ringan,
penurunan
berat badan,
mudah marah,
munculnya
tics.
48
Gambar 14. Populasi Klinis pada anak dengan ADHD yang mengikuti pelatihan
neurofeedback
Sumber: Neurofeedback for the treatment of children and adolescents with ADHD: a
randomized and controlled clinical trial using parental reports (Duric et al., 2012).
Pengaruh NF pada anak dengan ADHD terbukti efektif. Berdasarkan
penelitian, NF dan medikasi menghasilkan perbaikan yang serupa. NF
mampu memperbaiki gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif
pada anak- anak maupun remaja dengan ADHD. Oleh sebab itu NF dapat
disarankan untuk pasien ADHD, karena NF dan medikasi memiliki
keefektifan yang sama. Hal ini membuktikan NF sebagai pengobatan non
farmakologi alternatif untuk anak dengan ADHD yang tidak dapat merespon
obat- obatan atau medikasi dengan baik. Selain itu medikasi dapat dikurangi
apabila pasien mengikuti pelatihan NF (Duric et al., 2012).
49
BAB III
PENGARUH TERAPI NEUROFEEDBACK TERHADAP PERKEMBANGAN
ANAK DENGAN ADHD DITINJAU DARI ISLAM
50
jasmani maupun kesehatan rohani. Untuk itu orang tua harus selalu
memperhatikan
kesehatan
anaknya
jangan
sampai
menelantarakan
51
Artinya: Tiada satu anak pun yang terlahir ke dunia ini kecuali
dengan keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikan Yahudi atau Nasrani atau Majusi. Seperti
hewan melahirkan anaknya yang sempurna, apakah kalian
melihat darinya buntung (pada telinga)? (HR. Muslim).
Hadits ini mengandung pengertian bahwa setiap anak itu terlahirkan
dalam keadaan suci (fitrah). Kedua orang tua yang membuat anak memeluk
suatu agama. Apabila keduanya mengarahkan kepada Islam, ia akan menjadi
muslim, dan apabila keduanya mengarahkan kepada pandangan hidup lain
maka ia akan menjadi apa yang diinginkan kedua orang tuanya (Shabir, 2001).
3.2. Anak dengan ADHD Menurut Islam
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah kumpulan
gejala yang ditandai dengan kurangnya pemusatan perhatian secara terusmenerus,
hiperaktif,
dan
impulsif
dibandingkan
dengan
tingkat
52
gejala tersebut terjadi tidak hanya di rumah atau sekolah. Beberapa kondisi
dikaitkan dengan kejadian timbulnya ADHD seperti, genetik, neurologis,
keracunan dan psikososial, serta dapat juga ditemukan pada anak yang lahir
prematur dan anak dengan cacat intelektual (Zitelli et al, 2012).
Seorang anak tidak hanya karunia yang Allah berikan kepada orang
tua tetapi juga sebagai ujian sekaligus penyejuk hati. Dalam Islam, anak
berkebutuhan khusus salah satunya ialah ADHD yang merupakan gangguan
perkembangan anak dimana dalam Q.S. At- Tin: 4 disampaikan bahwa
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya. Allah Swt pun menjadikan manusia dengan perawakan (fisik) yang
tegak,
sehingga
mampu
membuahkan
berbagai
hasil
karya
yang
53
54
55
2.
Memberi
ucapan
selamat
atas
kelahiran
bayi
dan
mendoakannya
Jika ada bayi lahir Rasulullah SAW menggendongnya, lalu
mendoakan kebaikan dan keberkahan baginya (Al- Arifi, 2002).
56
Artinya: Suruhlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat pada
usia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika tidak mau
57
58
59
Artinya: Barangsiapa yang meniru sebuah kaum, maka dia termasuk
mereka. (Shahih, HR. Abu Daud).
60
Menjadi orang tua dari anak ADHD harus mempertinggi ambang batas
kesabaran. Orang tua harus sabar pada sikap yang ditampilkan anak, saat
bekerja sama dengan guru dan pihak sekolah, saat menerima keluhan-keluhan
(jika ada) dari orang lain karena kesalahan sikap anak ADHD, dan saat
mengasuh serta mendidik anak sehari-hari (Priyatna, 2010).
Mengingat anak dengan ADHD memiliki emosi yang tinggi, orang tua
juga harus mengajarkan sabar kepada anak. Nabi Muhammad SAW dapat
dijadikan sebagai contoh bersikap sabar. Anak-anak diharapkan bersabar jika
ada yang menggangunya, mengambil mainannya, atau memukulnya.
Sebagaimana firman Allah :
3.4.
Pandangan
Islam
Mengenai
Terapi
Neurofeedback
Terhadap
61
Artinya: Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya.
Maka berobatlah kalian, dan jangan berobat dengan
62
63
64
BAB IV
KAITAN PANDANGAN KEDOKTERAN DAN ISLAM MENGENAI
PENGARUH TERAPI NEUROFEEDBACK TERHADAP
PERKEMBANGAN ANAK DENGAN ADHD
65
memiliki efek rusak bagi pasien. Dalam hal ini terapi neurofeedback
dilakukan sebagai terapi non farmakologi yang efektif dan memiliki efek
samping yang minimal dibandingkan dengan penggunaan medikasi atau obat
untuk anak dengan ADHD sehingga Islam memperbolehkan melakukan
pengobatan atau terapi NF untuk anak dengan ADHD, karena NF memiliki
mudharat yang lebih kecil. Sehingga Islam menekankan kepada orang tua
agar memberikan pengobatan yang terbaik kepada anak mereka khususnya
anak dengan ADHD. Orang tua juga diharapkan tetap sabar dalam mendidik
dan menjaga anak dengan ADHD sesuai dengan syariat Islam, karena
sesungguhnya anak ialah amanah dari Allah SWT. Jadi menurut kedokteran
dan Islam sependapat bahwa terapi NF ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan anak dengan ADHD.
66
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1. NF mampu memperbaiki gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif
pada anak- anak maupun remaja dengan ADHD. Oleh sebab itu NF dapat
disarankan untuk pasien ADHD.
2. NF dan terapi farmakologi menghasilkan perbaikan yang serupa pada anak
dengan ADHD. Pemberian obat- obatan untuk anak dengan ADHD dalam
jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan peningkatan risiko kejadian
penyakit jantung seperti, infark miokard, serangan jantung mendadak (SCD),
maupun stroke saat muda, sedangkan pelatihan NF dalam jangka waktu yang
sudah ditentukan tidak membuktikan adanya efek samping yang nyata. Hal ini
membuktikan NF sebagai pengobatan non farmakologi alternatif untuk anak
dengan ADHD yang tidak dapat merespon obat- obatan dengan baik.
3. Neurofeedback bagi anak dengan ADHD diperbolehkan dan diajurkan, karena
terapi tersebut ialah terapi non farmakologi dimana tidak memiliki efek
samping yang ditimbulkan akan tetapi memiliki manfaat yang baik untuk anak
dengan ADHD.
67
5.2. Saran
1. Bagi Individu
Disarankan kepada masing-masing orang tua anak dengan ADHD selalu
memperhatikan tumbuh kembang anak, jika terdapat gejala klinis seperti yang
telah dijelaskan diatas sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter spesialis
anak atau psikiatri.
2. Bagi Dokter Muslim
Disarankan untuk para dokter khususnya yang bekerja di bidang penelitian
agar lebih memperbanyak lagi penelitian tentang pengobatan berbagai macam
penyakit menggunakanterapi NF sehingga dapat memberikan ilmu
pengetahuan yang lebih luas lagi tentang manfaat dari terapi NF tersebut.
3. Bagi Masyarakat
Disarankan bagi masyarakat agar mengetahui informasi secara umum tentang
anak dengan ADHD. Kepada para mubaligh dalam dakwahnya agar
menyampaikan bagi umat Islam yang mengalami ADHD atau orang tua yang
memiliki anak dengan ADHD, dianjurkan tetap berobat karena sesungguhnya
Allah menurunkan suatu penyakit bersama dengan obatnya.
68
Daftar Pustaka
69
Ferdinata.
2013.
Qurota
Ayun
Impian
Keluargaku.
Tersedia
http://Santriopojare.Blogspot.Com//2014/01/Qurrota-Ayu-ImpianKeluargaku.Html. Diakses Tanggal 20 Februari 2015.
Di
70
71
S. Wangler, et al. 2011. Neurofeedback in Children with ADHD: Specific EventRelated Potential Findings of a Randomized Controlled Trial. Clinical
Neurophsiology 122:942-950.
Shabir. 2001. Peran Ibu dalam Mendidik Generasi Muslim. Halaman 47-48. Jakarta.
Gramedia.
T. S. Moriyama, et al 2012. Evidence-Based Information on the Clinical Use of
Neurofeedback for ADHD. Neurotherapeutics 9:588-598.
Teungku. 2003. Pandangan Islam Terhadap Peserta Didik Berkebutuhan Khusus.
Jakarta.
V. Meisel, et al. 2013. Neurofeedback and Standrad Pharmacological Intervention in
ADHD: A randomized Controlled Trial With Six- Month Follow-Up. Biological
Psychology 94:12-21.
Zitelli, Sara, Nowalk. 2012. Atlas of Pediatric Physical Diagnosis Sixth Edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
Zuhroni. 2010. Pandangan Islam Terhadap Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
Universitas Yarsi.
72