Anda di halaman 1dari 3

G.

Diagnosis
Diagnosis perdarahan intraserebral yaitu berdasarkan gejala klinis kemudian didukung
dengan pemeriksaan darah dan imaging (Computerized tomography (CT) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI)). Manifestasi klinis ICH dan stroke iskemik hampir serupa,
biasanya terdiri dari onset mendadak defisit neurologis fokal. Penurunan tingkat kesadaran,
muntah, sakit kepala, kejang, dan tekanan darah sangat tinggi mungkin menunjukkan adanya
ICH. Namun gejala dan tanda ini tidak cukup spesifik untuk membedakan perdarahan
intracerebral dan stroke iskemik. Oleh karena itu diagnosis ICH harus selalu bergantung pada
neuroimaging (Haemphill et al., 2015).
Noncontrast computerized tomography (NCCT) adalah teknik cepat dengan
sensitivitas yang sangat baik untuk mengidentifikasi ICH dan mengingat ketersediaannya
yang luas dianggap sebagai standar emas untuk diagnosis ICH. Selain diagnosis ICH, NCCT
dapat memberikan informasi mengenai lokasi ICH, ekstensi intraventrikular, hidrosefalus,
adanya dan derajat edema, dan pergeseran garis tengah atau kompresi batang otak sekunder
akibat efek massa dari hematoma (Macellari et al., 2014).
CT Angiography (CTA) adalah alat diagnostik untuk ICH. Ini merupakan teknik non-
invasif yang paling banyak tersedia untuk mendeteksi kelainan vaskular sebagai penyebab
sekunder ICH. Adanya lobar ICH, IVH yang signifikan, usia muda dan tidak adanya faktor
risiko serebrovaskular yang menimbulkan kecurigaan ICH sekunder untuk malformasi
vaskular atau patologi intrakranial lainnya. Deteksi cepat dari lesi ini sangat penting dan
memiliki dampak signifikan pada manajemen pasien (Khosravani et al., 2013).
Magnetic resonance imaging (MRI) untuk diagnosis ICH setara dengan NCCT. MRI
dapat menjadi teknik yang berguna untuk mendeteksi penyebab sekunder yang mendasari ICH
seperti lesi neoplastik atau transformasi hemoragik stroke iskemik. Pada pasien dengan fungsi
ginjal yang buruk, alergi kontras atau kontraindikasi lain terhadap CTA, pencitraan pembuluh
otak dapat dicapai tanpa kontras melalui magnetic resonance angiography (MRA). Mengingat
biaya, lamanya pemeriksaan dan tolerabilitas yang buruk untuk beberapa pasien, MRI jarang
digunakan dalam pemeriksaan ICH (Haemphill et al., 2015).
H. Tatalaksana
Tatalaksana medis perdarahan intraserebral adalah sebagai berikut (Pokdi, 2011):
1. Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi atau trombositopenia berat sebaiknya
mendapat erapi penggantian factor koagulasi atau trombosit (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C).
2. Pasien dengan perdarahan intracerebral dan peningkatan INR terkait obat antikoagulan oral
sebaiknya tidak diberikan walfarin, tetapi mendapat terapi untuk menggganti vitamin K-
dependent factor dan mengkoreksi INR, serta mendapat vitamin K intravena (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence C). Konsentrat kompleks prothrombin tidak menunjukkan
perbaikan keluaran dibandingkan dengan Fresh Frozen Plasma (FFP). Namun, pemberian
konsentrat kompleks protrombin dapat mengurangi komplikasi dibandingkan dengan FFP
dan dapat dipertimbangkan sebagai alternative FFP (AHA/ASA, Class IIa, Level of
evidence B).
3. Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut:
a. Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan INR dan diberikan
dalam waktu yang sma dengan terapi yang lain karena efek akan timbul 6 jam
kemudian. Kecepatan pemberian <1 mg/menit untuk meminimalkan risiko anafilaksis
b. FFP 2-6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi factor pembekuan darah bila
ditemukan sehingga dengan cepat memperbaiki INR atau aPTT. Terapi FFP ini untuk
mengganti pada kehilangan factor koagulasi.
4. Faktor VIIa rekobinan tidak mengganti semua factor pembekuan, dan walaupun INR
menurun, pembekuan bias jadi tidak membaik. Oleh karena itu, factor VIIa rekombinan
tidak secara rutin direkomendasikan sebagai agen tunggal untuk mengganti antikoagulan
oral pada perdarahan intracerebral. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C). Walaupun
factor VII a rekombinan dapat membatasi perluasan hematoma pada pasien ICH tanpa
koagulopati, risiko kejadian tromboemboli akan meningkat dengan factor VIIa rekombinan
dan tidak ada keuntungan nyata pada pasien yang tidak terseleksi (AHA/ASA, Class III,
Level of evidence A).
5. Kegunaan dari transfuse trombosit pada pasien perdarahan intracerebral dengan riwayat
penggunaan antiplatelet masih tidak jelas dan dalam tahap penelitian(AHA/ASA, Class
IIb, Level of evidence B).
6. Untuk mencegah tromboemboli vena pada pasien dengan perdarahan intracerebral,
sebaiknya mendapat pneumatic intermittent compression selain dengan stoking elastis
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).
7. Setelah dokumentai penghentian perdarahan LMWH atau UFH subkutan dosis rendah
dapat dipertimbangkan untuk pencegahan tromboembolin vena pada pasien dengan
mobilitas yang kurang setelah satu hingga empat hari pascaawitan (AHA/ASA, Class IIb,
Level of evidence B).
8. Efek heparin dapat diatasi dengan pemberian proamin sulfat 10-50 mg IV dalam waktu 1-
3 menit. Penderita dengan pemberian protamin sulfat perlu pengawasan ketat untuk melihat
tanda-tanda hipersensitif (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B)

Daftar Pustaka

Hemphill JC, Greenberg, Steven M, Anderson C. 2015. Guidelines for the management of
spontaneous intracerebral hemorrhage: A guideline for healthcare professionals from the
American Heart Association/American Stroke Association. Stroke. 46(7):2032–2060
Macellari F, Paciaroni M, Agnelli G, Caso V. 2014. Neuroimaging in intracerebral hemorrhage.
Stroke. 45(3):903–908
Khosravani H, Mayer SA, Demchuk A. 2013. Emergency noninvasive angiography for acute
intracerebral hemorrhage. Am J Neuroradiol.34(8):1481–1487
Pokdi. 2011. Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai