DISUSUN OLEH :
1820221128
Diajukan Kepada :
Pembimbing
FAKULTAS KEDOKTERAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorokan Program Studi Profesi Dokter di rumah sakit pendidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Disusun Oleh :
Disetujui,
Dokter Pembimbing,
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas journal reading ini. Case report yang berjudul “Family Medicine
Approach sebagai Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Kanal
Posterior Kanan Komorbid Hipertensi pada Perempuan Usia 49 Tahun: Sebuah
Laporan Kasus ” ini merupakan salah satu syarat mengikuti ujian kepanitraan klinik bagian
Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Program Studi Profesi Dokter di rumah sakit
pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Anggina Diksita Sp.THT-KL
sebagai pembimbing atas bimbingan, kritik, dan saran yang membangun dalam penyusunan
tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan case report ini masih terdapat banyak
kesalahan dan belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
membangun dari pembimbing serta seluruh pihak. Terimakasih
Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS
I.1 IDENTITAS1
Nama : Ny. SS
Usia : 49 Tahun
Kebangsaan : Indonesia
I.2 ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar disertai dengan mual dan muntah 3 jam
sebelum datang ke Puskesmas Rawat Inap Simpur. Rasa pusing berputar dirasakan pasien
sewaktu baru bangun dari tidur, pada saat melakukan gerakan rukuk dan bersujud
sewaktu shalat subuh. Pasien merasakan lingkungan disekelilingnya berputar.Rasa
berputar berlangsung sekitar 1-2 menit dan hilang dengan sendirinya. Keluhan lain
berupa mual dan muntah disertai keringat dingin dialami pasien. Pasien belum
mengonsumsi obat–obatan sampai datang ke puskesmas. Pasien pernah mengalami
keluhan serupa sebelumnya sejak tiga tahun yang lalu. Intensitas serangan makin lama
makin berkurang, hilang timbul, muncul jika pasien merubah posisi kepala, terutama jika
pasien tidur miring kekanan.Terdapat riwayat mendengung pada telinga sebelah kanan.
Pasien juga memiliki riwayat hipertensi sejak 1,5 tahun yang lalu. Selama menderita
hipertensi, pasien mengonsumsi obat amlodipin 5 mg sebanyak satu kali sehari. Pasien
rutin mengonsumsi makanan berlemak dan yang mengandung santan serta pasien
menjalani olahraga secara tidak rutin. Pasien mengaku makan teratur setiap hari. Karena
kondisinya tersebut, pasien perlu menjalani rawat inap di Puskesmas tersebut.
Hematologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanal Posterior Kanan komorbid Hipertensi Derajat 1
I.6 TATALAKSANA
Medikamentosa
o Betahistin mesylate 3 x 6 mg
o Difenhidramin HCl 4 x 25 mg
o Kaptopril 1 x 12,5 mg.
Non-medikamentosa
o Edukasi kepada pasien untuk segera datang kembali ke puskesmas jika keluhan
datang tiba-tiba terutama menyebabkan hendaya dalam melakukan aktivitas sehari
– hari.
o Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai kontrol tekanan darah secara rutin
agar dapat mencegah kekambuhan BPPV dan menghindari komplikasi.
o Edukasi kepada pasien untuk makan makanan yang bergizi dan seimbang sesuai
dengan anjuran dokter.
o Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai faktor – faktor yang dapat
membuat keluhan berulang.
I.7 PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
1.8 FOLLOW UP
Pasien pulang setelah dilakukan perawatan di puskesmas Rawat Inap Simpur selama
3 hari dengan kondisi baik. Telah dilakukan kunjungan ke rumah sebanyak 4 kali untuk
mengidentifikasi faktor risiko dalam keluarga, keberhasilan tata laksana dan edukasi
lanjutan. Didapatkan perkembangan yang baik pada gejala klinis dan perubahan perilaku
pasien setelah dilakukan tata laksana berdasarkan evidence based medicine yang bersifat
patient centred dan family approach.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Labirin juga terdiri dari dua struktur otolit, yakni utrikulus dan sakulus yang
mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi. Organ reseptornya
adalah makula. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-kira di bidang
kanalis semisirkularis horisontal. Makula sakulus terletak pada dinding medial sakulus
dan terutama terletak di bidang vertikal. Pada setiap makula terdapat sel rambut yang
mengandung endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula pada utrikulus
diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang menjadi penyebab BPPV.
Kupula adalah sensor gerak untuk kanal semisirkular dan ini teraktivasi oleh
defleksi yang disebabkan oleh aliran endolimfe. Pergerakan kupula oleh karena
endolimfe dapat menyebabkan respon, baik berupa rangsangan atau hambatan,
tergantung pada arah dari gerakan dan kanal semisirkular yang terkena. Kupula
membentuk barier yang impermeabel yang melintasi lumen dari ampula, sehingga
partikel dalam kanal semisirkular hanya dapat masuk atau keluar kanal melalui ujung
yang tidak mengandung ampula.
Gambar 1. Labirin Membran (Lavender) dan Tulang (Putih) dari Telinga Dalam Sisi Kiri.
berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal semisirkular posterior dan superior,
yang sebaliknya.
Nistagmus mengacu pada gerakan osilasi yang ritmik dan berulang dari bola
mata. Stimulasi pada kanal semisirkular paling sering menyebabkan “jerk nystagmus”,
yang memiliki karakteristik fase lambat (gerakan lambat pada satu arah) diikuti oleh
fase cepat (kembali dengan cepat ke posisi semula). Nistagmus dinamakan sesuai arah
dari fase cepat. Nistagmus dapat bersifat horizontal, vertikal, oblik, rotatori, atau
kombinasi.
II.2.1. Definisi
Neurotologi dimana 17% pasien datang dengan keluhan pusing. Definisi vertigo
posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala.
Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam dengan
gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus
paroksimal. Benign dan paroksimal biasa digunakan sebagai karakteristik dari vertigo
posisional. Benign pada BPPV secara historikal merupakan bentuk dari vertigo
posisional yang seharusnya tidak menyebabkan gangguan susunan saraf pusat yang
serius dan secara umum memiliki prognosis yang baik. Sedangkan paroksimal yang
dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung cepat
biasanya tidak lebih dari satu menit. Benign Paroxysmal Positional Vertigo memiliki
beberapa istilah atau sering juga disebut dengan benign positional vertigo, vertigo
II.2.2 EPIDEMIOLOGI
Pada populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per 100.000
(prevalensi 2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik di United
State dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42% pasien didiagnosis
BPPV. Dari segi onset BPPV biasanya diderita pada usia 50-70 tahun. Proporsi antara
wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yaitu 2,2 : 1,5. BPPV merupakan
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang terdiri dari
kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan bergerak
dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat dua kali lebih padat
pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal kalsium karbonat bergerak dalam kanal
menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan vertigo. Arah
dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada kanal yang terkena oleh
sambungan langsung dengan otot ektraokular. Setiap kanal yang terkena kanalitiasis
yang bergerak bebas dalam kanal semisirkular. Sedangkan kupulolitiasis mengacu pada
kondisi yang lebih jarang dimana partikel kalsium melekat pada kupula itu sendiri.
Konsep “calcium jam” pernah diusulkan untuk menunjukkan partikel kalsium yang
Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum dipahami dengan pasti.
Debris kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi pada banyak keadaan
dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang diketahui. Mungkin ada kaitannya dengan
perubahan protein dan matriks gelatin dari membran otolith yang berkaitan dengan usia.
Pasien dengan BPPV diketahui lebih banyak terkena osteopenia dan osteoporosis
daripada kelompok kontrol, dan mereka dengan BPPV berulang cenderung memiliki
skor densitas tulang yang terendah. Pengamatan ini menunjukkan bahwa lepasnya
otokonia dapat sejalan dengan demineralisasi tulang pada umumnya. Tetap perlu
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dapat disebabkan baik oleh kanalitiasis ataupun
kupulolitiasis dan secara teori dapat mengenai ketiga kanalis semisirkularis, walaupun
terkenanya kanal superior (anterior) sangat jarang. Bentuk yang paling sering adalah
bentuk kanal posterior, diikuti bentuk lateral. Sedangkan bentuk kanal anterior dan
Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang paling sering terjadi adalah tipe kanal
posterior. Ini tercatat pada 85 sampai 90% dari kasus dari BPPV, karena itu, jika
kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung bebas cenderung
jatuh ke kanal posterior disebabkan karena kanal ini adalah bagian vestibulum yang
berada pada posisi yang paling bawah saat kepala pada posisi berdiri ataupun
berbaring.
2
Gambar 2. Kanalitiasis dan Kupulolitiasis pada Telinga Kiri.
menjadi "massa kritis" di bagian bawah dari kanalis semisirkularis posterior. Kanalit
tersebut bergerak ke bagian yang paling rendah pada saat orientasi dari kanalis
semisirkularis berubah karena posisi dan gravitasi. Tarikan yang dihasilkan harus
dapat melampaui resistensi dari endolimfe pada kanalis semisirkularis dan elastisitas
dari barier kupula, agar bisa menyebabkan defleksi pada kupula. Waktu yang
dibutuhkan untuk terjadinya hal ini ditambah inersia asli dari partikel tersebut
BPPV tipe kanal lateral adalah tipe BPPV yang paling banyak kedua. BPPV
tipe kanal lateral sembuh jauh lebih cepat dibandingkan dengan BPPV tipe kanal
posterior. Hal ini dikarenakan kanal posterior tergantung di bagian inferior dan
barier kupulanya terdapat pada ujung yang lebih pendek dan lebih rendah.Debris
yang masuk dalam kanal posterior akan terperangkap di dalamnya. Sedangkan
kanal lateral memiliki barier kupula yang terletak di ujung atas. Karena itu, debris
bebas yang terapung di kanal lateral akan cenderung untuk mengapung kembali ke
utrikulus sebagai akibat dari pergerakan kepala.
Dalam kanalitiasis pada kanal lateral, partikel paling sering terdapat di
lengan panjang dari kanal yang relatif jauh dari ampula. Jika pasien melakukan
pergerakan kepala menuju ke sisi telinga yang terkena, partikel akan membuat
aliran endolimfe ampulopetal, yang bersifat stimulasi pada kanal lateral. Nistagmus
geotropik (fase cepat menuju tanah) akan terlihat. Jika pasien berpaling dari sisi
yang terkena, partikel akan menciptakan arus hambatan ampulofugal. Meskipun
nistagmus akan berada pada arah yang berlawanan, itu akan tetap menjadi
nistagmus geotropik, karena pasien sekarang menghadap ke arah berlawanan.
Stimulasi kanal menciptakan respon yang lebih besar daripada respon hambatan,
sehingga arah dari gerakan kepala yang menciptakan respon terkuat (respon
stimulasi) merupakan sisi yang terkena pada geotropik nistagmus.Kupulolitiasis
memiliki peranan yang lebih besar pada BPPV tipe kanal lateral dibandingkan tipe
kanal posterior. Karena partikel melekat pada kupula, vertigo sering kali berat dan
menetap saat kepala berada dalam posisi provokatif. Ketika kepala pasien
dimiringkan ke arah sisi yang terkena, kupula akan mengalami defleksi
ampulofugal (inhibitory) yang menyebabkan nistagmus apogeotrofik. Ketika
kepala dimiringkan ke arah yang berlawanan akan menimbulkan defleksi
ampulopetal (stimulatory), menghasilkan nistagmus apogeotrofik yang lebih kuat.
Karena itu, memiringkan kepala ke sisi yang terkena akan menimbulkan respon
yang terkuat. Apogeotrofik nistagmus terdapat pada 27% dari pasien yang memiliki
BPPV tipe kanal lateral.
II.2.5 DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat
perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada
posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan
2. Pemeriksaan fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada
evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah : Dix-
a. Dix-Hallpike Tets
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher dan
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
0 0
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30 -40 , penderita diminta tetap membuka
yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak,
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
6. Komponen cepat nistagmus harusnya „up-bet‟ (ke arah dahi) dan ipsilateral.
0
8. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 dan
seterusnya.
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada
detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya
kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit,
b. Tes kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air,
0
dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30 C, sedangkan suhu air panas adalah
0
44 C. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250 ml,
dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul.
Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air
dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada tiap-
tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien
4
diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan pusingnya).
provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama
beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi supinasi
atau berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi
kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata pasien untuk
memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau jika tidak ada
nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90 derajat ke sisi yang
berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus.
3. Kriteria Diagnosis BPPV
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan
pemeriksaan fisik.Pasien biasanya melaporkan episode berputar ditimbulkan
oleh gerakan-gerakan tertentu, seperti berbaring atau bangun tidur, berguling
di tempat tidur, melihat ke atas atau meluruskan badan setelah membungkuk
Episode vertigo berlangsung 10 sampai 30 detik dan tidak disertai dengan
gejala tambahan selain mual pada beberapa pasien. Beberapa pasien yang
rentan terhadap mabuk (motion sickness) mungkin merasa mual dan pusing
selama berjam-jam setelah serangan vertigo, tetapi kebanyakan pasien
merasa baik-baik saja di antara episode vertigo. Jika pasien melaporkan
episode vertigo spontan, atau vertigo yang berlangsung lebih dari 1 atau 2
menit, atau jika episode vertigo tidak pernah terjadi di tempat tidur atau
dengan perubahan posisi kepala, maka kita harus mempertanyakan diagnosis
dari BPPV.
Dix-Hallpike
nistagmus.
meningkat dalam hal intensitas, dan kemudian berkurang dalam hal intensitas ketika
sekali lagi sering terlihat setelah pasien kembali ke posisi kepala tegak dan selama
bangun, tetapi arah nystagmus mungkin terbalik. Karakteristik lain dari nistagmus
BPPV tipe kanal lateral (horisontal) terkadang dapat ditimbulkan oleh Dix-Hallpike
manuver. Namun cara yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis BPPV
horisontal adalah dengan supine roll test atau supine head turn maneuver (Pagnini-
McClure maneuver). Dua temuan nistagmus yang potensial dapat terjadi pada
manuver ini, menunjukkan dua tipe dari BPPV kanal lateral.
a. Tipe Geotrofik. Pada tipe ini, rotasi ke sisi patologis menyebabkan nistagmus
horisontal yang bergerak (beating) ke arah telinga paling bawah. Ketika pasien
dimiringkan ke sisi lain, sisi yang sehat, timbul nistagmus horisontal yang tidak
b. Tipe Apogeotrofik. Pada kasus yang lebih jarang, supine roll test menghasilkan
nistagmus yang bergerak ke arah telinga yang paling atas. Ketika kepala
Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena diperkirakan adalah
telinga dimana sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling kuat. Di antara kedua
tipe dari BPPV kanal lateral, tipe geotrofik adalah tipe yang paling banyak.
mengikuti posisi Dix-Hallpike. Bentuk ini mungkin ditemui saat mengobati bentuk
lain dari BPPV. Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanal anterior kronis atau
persisten jarang. Dari semua tipe BPPV, BPPV kanal anterior tampaknya tipe yang
menunjukkan bahwa dua atau lebih kanal secara bersamaan terkena pada waktu
yang sama. Keadaan yang paling umum adalah BPPV kanal posterior
tetap akan terus mengikuti pola BPPV kanal tunggal, meskipun pengobatan
Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang khas biasanya mudah dikenali seperti di
nystagmus, atau mereka dengan nistagmus yang tidak benar-benar ditimbulkan oleh
manuver posisi, tetapi tetap terlihat saat pasien berada pada posisi kepala
membedakan vertigo sentral dari vertigo perifer. Sebagai aturan umum, jika
nistagmus tidak khas, atau jika gagal merespon terhadap terapi posisi, penyebab
Sentral Perifer
manuver Dix-Hallpike
posisi
1. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang
ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak
risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi
mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti
mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya
debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya
posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan
a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien
0
diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45 , lalu pasien
berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala
0
ditolehkan 90 ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral
dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu
pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.
Gambar 5 Manuver Epley
b. Manuver Semont
0
kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 45 ke
sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan
selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien
pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk
lagi.
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien
0 0
berguling 360 , yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 90
ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus.
Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus.
0
Pasien kemudian menoleh lagi 90 dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus
detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi.
Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan
sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik
setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien
2. Farmakologi
Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo,
mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah
melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan
mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi
vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga
dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa
3. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat sering
yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi
adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu
singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior
semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi
PEMBAHASAN
Berdasarkan literatur diatas, terdapat hubungan yang cukup erat kaitannya antara
gejala yang dirasakan pasien dengan hipertensi. Diagnosis BPPV kanalis posterior kanan
komorbid hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya keluhan rasa pusing berputar
sewaktu posisi kepala berubah, diikuti dengan gejala mual muntah dan keringat dingin yang
pernah dialami sejak tiga tahun lalu dan riwayat hipertensi sejak satu setengah tahun lalu. Tes
provokasi dengan Dix- Hallpike maneuver menimbulkan vertigo hebat sewaktu kepala
dimiringkan ke kanan dengan nistagmus posisional yang muncul sesudah 10 detik. Nistagmus
posisional kanan muncul pada saat tes provokasi karena otokonia yang berada pada bagian
posterior kanal bergerak dari atas kebawah secara torsional, sehingga mengakibatkan
nistagmus posisional dengan fase cepat ke kiri. Nistagmus pada tipe kupulolithiasis tidak
mempunyai fase laten, intensitas menetap selama kepala berada pada posisi provokatif dan
tidak mempunyai fatigabilitas. Sebaliknya nistagmus pada tipe kanalolithiasis akan
memperlihatkan adanya fase laten sebelum onset vertigo dengan onset yang lebih singkat
sekitar satu menit dan mempunyai fatigabilitas. Kedua hal diatas sangat penting untuk
dibedakan karena merupakan dasar penentuan letak lesi dan awal manuver terapi. Posisi
telinga yang sakit ditentukan dengan membandingkan intensitas vertigo dan nistagmus serta
arah dari fase cepat nistagmus. Pada pasien terdapat perbedaan intensitas yang bermakna
yaitu pergerakan dari arah kanan dapat menimbulkan vertigo dan nistagmus. Dix-Hallpike
maneuver bernilai positif bila dijumpai adanya masa laten selama 5 – 20 detik setelah posisi
kepala berubah hingga onset munculnya nistagmus dan vertigo, terjadi nystagmus dan vertigo
secara bersamaan dengan intensitas yang meningkat dan membaik dalam 60 detik serta
vertigo yang semakin berkurang setiap maneuver tersebut dilakukan berulang. Dix-Hallpike
maneuveryang dilakukan pada pasien ini menimbulkan gejala vertigo, sehingga bisa
disimpulkan bahwa terdapat otokonia pada kanalis posterior dan anterior. Bila pasien
merubah posisi seperti Dix-Hallpike maneuver, posisi kanalis posterior berubah dari inforior
ke superior sehingga kupula bergerak secara sentrifugal dan menimbulkan keluhan vertigo
serta nistagmus. Secara statistik, BPPV yang paling banyak ditemui adalah BPPV kanalis
posterior. Hal ini dapat terjadi karena BPPV kanalis horizontal dapat beremisi spontan pada
saat kepala sejajar dengan bidang horizontal bumi. Saat dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, pasien memiliki penyakit hipertensi. Penyakit hipertensi dapat
meningkatkan kejadian rekurensi pada penyakit BPPV. Menurut guideline, pasien dengan
gejala khas BPPV dan hasil Dix-Hallpike maneuver yang positif pada saat tes provokasi,
menandakan terdapat gangguan vertigo vestibuler kanal posterior karena Dix-Hallpike
maneuver merupakan manuver provokasi yang terbaik untuk BPPV kanalis posterior. BPPV
kanalis posterior dapat ditatalaksana dengan terapi medikamenotasa dan nonmedikamentosa
berupa berbagai macam manuver terapi, namun yang terbanyak dan paling umum dipakai
klinisi untuk tatalaksana BPPV kanalis posterior adalah Epley maneuver dengan efektifitas
>85%. Epley maneuver dapat dilakukan untuk BPPV kanalis posterior tipe kanalolitiasis.
Pada pasien ini, nistagmus yang muncul merupakan nistagmus posisional mempunyai
karakteristik yang sesuai dengan tipe kanalolithiasis, sehingga putaran Epley maneuver tetap
dimulai dari telinga yang memperlihatkan vertigo dan nistagmus dengan intensitas yang kuat
pada saat berada diposisi bawah. Pada saat pertama kali dilakukan manuver terapi, pasien
tidak mampu menyelesaikan satu putaran, karena rasa pusing berputar dan gejala otonom
yang muncul begitu hebat, sehingga diputuskan untuk tidak melanjutkan terapi dan diberikan
pengobatan analog histamin yaitu betahistin mesylate yang dapat mengurangi tekanan
endolimfatik dengan cara memperbaiki mikrosirkulasi serta pemberian vestibulosupresan
yaitu difenhidramin HCl untuk mencegah kekambuhan. Selain itu diberikan nasehat agar
tidur miring dengan telinga yang sakit berada di posisi atas. Untuk mengatasi hipertensi,
pasien diberikan medikamentosa berupa kaptopril. Kaptopril merupakan obat golongan ACE-
Inhibitor. ACE-Inhibitor salah satu lini pertama dalam tatalaksana hipertensi selain
Amlodipin dari golongan Calcium Channel Blocker. Pemilihan obat ACE-Inhibitor pada
pasien ini karena salah satu efek samping dari obat golongan Calcium Channel Blocker dapat
menimbulkan vertigo. Epley maneuver dilanjutkan keesokan harinya dan pasien dapat
melakukan secara lengkap Pasien dipulangkan setelah keadaan membaik dan tetap diberikan
terapi medikamentosa.
Lingkungan psikososial, hubungan antar pasien dengan anak – anak pasien dinilai
baik, tetapi yang membuat pasien sedikit cemas hubungan antar suami pasien dan anak –
anak yang kurang dekat dikarenakan suami selalu pulang larut malam dan kurang berinteraksi
dengan anak – anak. Dilakukan family conference untuk menengahi masalah ini. Suami
pasien berniat merubah kebiasaannya serta semua anggota keluarga ingin mendukung pasien
dalam mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan terdekat dan membantu pasien untuk
mengidentifikasi faktor penyebab kekambuhan sehingga dapat dihindari dan kesembuhan
pasien dapat tercapai.Gaya hidup pasien yang mengkonsumsi makanan berlemak dan
bersantan. Setelah digali faktor gaya hidup, diperoleh data bahwa pasien sudah memiliki
kebiasaan mengkonsumsi gorengan dan makanan bersantan selama 3 tahun, hal tersebut
membuat pasien merasa khawatir berhubungan dengan keluhannya saat ini.Pasien merasa
kurang pengetahuan mengenai dampakmengkonsumsi makanan berlemak dan bersantan
tanpa disertai gizi yang seimbang.Hal ini diperberat dengan kondisi penyakit pasien yang
dapat menghambat pasien dalam melakukan aktivitas, sehingga kesulitan dalam memotivasi
diri untuk berhenti dari pola hidup yang tidak sehat.
Pasien masih merasakan pusing berputar sewaktu perubahan posisi setelah dilakukan
Epley maneuver saat perawatan di puskesmas, walaupun tidak sehebat yang pertama namun
pasien masih takut untuk menggerakkan kepalanya. Terlihat bahwa terapi medikamentosa
dan nonmedikamentosa yang diberikan saat perawatan dan setelah pasien pulang dari
puskesmas memberikan respon yang memuaskan, sesuai dengan literatur dimana pilihan
terapi untuk BPPV selain menggunakan medikamentosa yaitu dengan terapi Epley Maneuver.
Pusing yang masih dirasakan oleh pasien disebabkan karena Epley Maneuver tidak dapat
dilanjutkan di rumah. Epley maneuver hanya dapat dilakukan di puskesmas dengan bantuan
tim medis. Setelah pertemuan pertama di rumah binaan, penulis melakukan uji literatur untuk
menemukan manuver lain yang memiliki efektivitas sama dengan Epley maneuver untuk
mencegah kekambuhanBenign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) kanal posterior dan
dapat dilakukan sendiri oleh pasien saat di rumah.
Pasien mengatakan bahwa suami pasien sudah pulang ke rumah sebelum maghrib,
sehingga memiliki waktu lebih banyak bersama keluarga dana semakin dekat dengan anak –
anak pasien. Pasien juga mengatakan bahwa suami dan anaknya banyak mendukung pasien
selama pengobatan, mengingatkan minum obat, mengingatkan untuk melakukan latihan
vestibuler setiap hari, serta mengajak pasien untuk berolahraga bersama.
DAFTAR PUSTAKA
4. Lance S, and Mossman SS. Misleading signs in acute vertigo. Pract Neurol.
2018;18(2):162-165
5. Lim EC, et al. Developing a Diagnostic Decision Support System for Benign
Paroxysmal Positional Vertigo Using a Deep-Learning Model. J Clin Med.
2019;8(5):E633
8. Gupta AK, Sharma KG, dan Sharma P. Effect of Epley, Semont Mabeuvers and
Brandt-Daroff Exercise on Quality of Life in Patients with Posterior Semicircular
Canal Benign Paroxysmal Positional Vertigo (PSCBPPV). Indian J Otolaryngol Head
Neck Surg. 2019; 71(1):99-103.
13. Shrout T, Rudy DW, dan Piascik MT. Hypertension update, JNC8 and beyond. Curr
Opin Pharmacol. 2017;33:41-46.
14. Aldemir NM, et al. Amlodipine- induced gingival hyperplasia in chronic renal
failure: a case report
15. Fife D.T. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Semin Neurol Journal. 2009;29:500-
508.
16. Parnes et al. Diagnosis and Management of Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV). CMAJ. 2003;169 (7): 681-93.
18. ]Teixeira L.J., Pollonio J.N., Machado. Maneuvers for the treatment of Benign
Positional Paroxysmal Vertigo: a systemic review. Brazilian Journal of
Otorhinolaryngology. 2006;72(1): 130-8.
19. Bittar et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment.
International Tinnitus Journal. 2011;16(2): 135-45.
20. Leveque et al. Surgical Therapy in Intractable Benign Paroxysmal Positional Vertigo.
Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2007;136:693-698.