Anda di halaman 1dari 27

Portofolio Kasus Medis

Benign Paroxysmal Positional Vertigo

Disusun Oleh :

dr. Avinda Noviacorpaliza

Pendamping :

dr. Sherly Monalisa

dr. Yulfi Aneta

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

RSUD PARIAMAN

2020
BORANG STATUS PORTOFOLIO MEDIS

Nama Peserta dr. Avinda Noviacorpalizaa


Nama Wahana RSUD Pariaman
Topik Benign Paroxysmal Positional Vertigo

Tanggal (kasus) 15 Juli 2020


Nama Pasien Tn.G No. RM 092320
Tanggal Presentasi Pendamping dr. Sherly monalisa
Tempat Presentasi Ruang konferensi RSUD Pariaman
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Menajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi Seorang pasien laki-laki usia 63 tahun datang dengan keluhan pusing
berputar sejak 2 hari Sebelum masuk rumah sakit.

□ Tujuan Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat


Bahan Bahasan □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara Membahas □ Diskusi □ Presentasi dan diskusi □ E-mail □ Pos
Data Pasien Nama : Tn. IG No. Registrasi: 089997
Nama RS : RSUD Pariaman Telepon : Terdaftar sejak :
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Benign Paroxysmal Positional Vertigo / Seorang pasien laki-
laki usia 63 tahun datang dengan keluhan pusing berputar sejak 2 hari Sebelum masuk
rumah sakit.
2. Riwayat Pengobatan: Riwayat TB paru (+) dalam pengobatan, telah mengkonsumsi OAT
selama 2 minggu
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat DM (-), Riwayat Hipertensi (-), Riwayat Keganasan
(-)
4. Riwayat Keluarga Riwayat DM dalam keluarga (-), Riwayat Hipertensi dalam keluarga (-),
Riwayat Keganasan dalam keluarga (-)
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien tidak bekerja
6. Riwayat Kebiasaan: Merokok (-)

Daftar pustaka
1. Soepardi EA dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher, edisi 6. FKUI, Jakarta 2011.
2. Purnamasari Prida P, Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV). FK Universitas Udayana, Denpasar 2013.

1
3. Nagel P & Gurkov R, Dasar-dasar Ilmu THT, edisi 2. EGC, Jakarta 2009.
4. Bashir K, Irfan F & Cameron P, Management of benign paroxysmal positional vertigo
(BPPV) in the emergency department, Journal of Emergency Medicine, Trauma & Acute
Care (JEMTAC), Qatar 2014.
5. Roseli Saraiva et Al “Benign Paroxymal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment”.
Last update: desember 2011.
6. BMJ Best Practice “Benign Paroxymal Positional Vertigo”. Last Update: 27 Maret 2015.
Available at: [http://bestpractice.bmj.com/best-practice/ monograph/73/follow-
up/prognosis.html] diakses: 26 Desember 2019.
7. Fife TD, Iverson DJ, Lempert T, et al. Practice parameter: Therapies for benign
paroxysmal positional vertigo (an evidence-based review): Report of the Quality
Standard Subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology 2008;
70:2067-73
8. Escher A, Ruffieux C, Maire R. Efficacy Of The Barbecue Manoeuvre In Benign
Paroxysmal Vertigo Of The Horizontal Canal. Eur Arch Otorhinolaryngol 2007; 264:
1239-41
9. Herdman SJ, Tusa RJ, Zee DS, Proctor LR, Mattox DE. Single treatment approach to
benign paroxysmal positional vertigo . Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 1993; 119:
450-54
10. Choung YH, Shin YR, Kahng H, Park K, Choi SJ. ‘Bow and Lean test to Determine the
Affected Ear of Horizontal Canal Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Laryngoscope
2006; 116:1776-81

Hasil pembelajaran
1. Diagnosis Benign Paroxysmal Positional Vertigo
2. Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo
3. Edukasi pasien tentang Benign Paroxysmal Positional Vertigo

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio


Subjektif

Keluhan Utama :
Seorang pasien laki-laki usia 63 tahun datang ke IGD RSUD Pariaman dengan keluhan utama
pusing berputar sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit

2
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Pusing berputar (+) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pusing berputar bertambah
dengan perubahan posisi dan gerakan kepala.
 Mual (+) muntah (+) , frekuensi 10x berisi apa yang dimakan
 Nyeri kepala (-), lemah anggota gerak (-), bicara pelo (-), penurunan kesadaran (-)
 Demam (-)
 BAK tidak ada keluhan
 BAB tidak ada keluhan
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-) Riwayat DM (-), Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat TB paru (+) saat ini pasien sedang mengkomsumsi OAT selama 2 minggu.
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluarga Keganasan, DM, hipertensi disangkal. Riwayat TB dalam keluarga (-)
Objektif

a. Vital sign
Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)

Tekanan darah :130/90 mmHg

Nadi : 96 x/menit

Nafas : 20 x/menit

Suhu : 36,7 oC

b. Status Generalisata
Kepala :
Mata : Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Nistagmus spontan (-)
Leher :
JVP : 5-2 cmH20
Trakea : Tidak tampak deviasi trakea

3
KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba RIC V linea midklavikula sinistra
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler, tidak ada bising jantung
Paru:
: Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, jejas (-)

Palpasi : Fremitus kiiri=kanan

Perkusi : Sonor diseluruh lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi : distensi (-), scar (-)

Auskultasi: Bising usus (+) normal

Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-) Defans Muskular (-), Nyeri lepas (+)

hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan


Ekstremitas : Tidak ada edem di semua ekstremitas, akral hangat, CRT <
2 detik, Clubbing finger (-)
c. Pemeriksaan Penunjang
Lab (15-07-2020):
 Hb :8,8 gr/dl
 Ht : 312
 Leukosit : 11.080/mm3
 Trombosit: 249.000/mm3
 Na/K/Cl “ 111/3,8/76
Assesment (Penalaran Klinis):
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki, 63 tahun datang ke IGD RSUD Pariaman pada
tanggal 15 juli 2020 dengan keluhan utama pusing berputar sejak 1 hari SMRS, pusing disertai

4
dengan mual dan muntah frekuensi 10 kali berisi apa yang dimakan. Gejala yang dikeluhkan
adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala, beberapa pasien dapat
mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang menimbulkan keluhan vertigonya. Biasanya
vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun
penderita merasakannya lebih lama .Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut
kurang dari 10-30 detik akibat perubahan posisi kepala dan tidak disertai dengan gejala
tambahan selain mual pada beberapa pasien. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur
pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk.
Hasil pemeriksaan fisik pasien secara umum dtidak ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan dix hallpike ditemukan nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan
nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu
menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu
menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8,8 gr/dl, Ht 26%, Leukosit
11.080/mm3, dan Trombosit: 249.000/mm3 dengan kesan anemia dan leukositosis. Hasil
pemeriksaan elekrolit di dapatkan hasil Natrium 111, kalium 3,8, Clorida 76. Didapatkan hasil
hiponatremia dan hipokalemia. Pada pasien didapatkan penurunan kadar natrium dan chlorida
karena di curigai muntah yang banyak.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dan laboratorium maka ditegakkan diagnosa Benign
Paroxysmal Positional Vertigo
Tatalakasana pada pasien diberikan infus NaCl 3% selama 3 hari untuk mengkoreksi kadar
natrium dan klorida, pasien juga diberikan mertigo SR yang berisi betahistin mesylate sebagai
obat vertigo serta esome dan ondansentron untuk mengurangi mual dan muntah.

Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin dilakukan.


Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual
dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi
manuver.

Plan (Penatalaksanaan)
- IVFD NaCl 3%3 kolf selama 3 hari  12 jam/kolf
- IVFD RL 8 jam/kolf
- Esome 1x1

5
- Ondansentron 3x1
- Ceftriaxon 2x1 gram
- Mertigo SR 2x1
- Fertizin 2x1
- Tebokan 2x1
Follow Up
Tanggal 16-7-2020
S - pusing (+), nyeri kepala (-)

Demam (-), Mual(+), Muntah (-)

BAB dan BAK tidak ada keluhan


O ku : sedang

Kes: CMC

TD: 130/80 mmHg, Nadi : 96x/i

Nafas : 20x/i, T: 37 C

Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik (-/-)


A Benign Paroxysmal Positional Vertigo
P - IVFD NaCl 3%3 kolf selama 3 hari  12 jam/kolf
- IVFD RL 8 jam/kolf
- Esome 1x1
- Ondansentron 3x1
- Ceftriaxon 2x1 gram
- Mertigo SR 2x1
- Fertizin 2x1
- Tebokan 2x1
- FDC lanjut

Diagnosis

Benign Paroxysmal Positional Vertigo


Pendidikan: Diberikan edukasi terhadap pasien dan keluarga terkait penyakit, dan menjelaskan

6
bahwa pusing dapat bertambah dengan perubahan posisi dan dapat disertai mual muntah. Pasien
juga menderita TB paru dan harus rutin mengkonsumsi obat setiap hari.
Konsultasi: Pasien dirawat di bangsal Neurologi RSUD Pariaman dan dirawat bersama dengan
Paru.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Organ Vestibular

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan

pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada

tiap pelebarannya terdapat makula yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor

keseimbangan. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-kira di bidang

7
kanalis semisirkularis horisontal. Makula sakulus terletak pada dinding medial

sakulus dan terutama terletak di bidang vertikal. Pada setiap makula terdapat sel

rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia).

Makula pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang

menjadi penyebab BPPV. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis

dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus,

disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel

reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang

disebut kupula.1

Gambar 1. Labirin dan Telinga Dalam Sisi Kanan

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan

cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk.

Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion

kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses

depolarisasi dan akan merangsang pengelepasan neurotransmitter eksitator yang

selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat

8
keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka

terjadi hiperpolarisasi. Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula,

sedangkan ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal

semisirkular posterior dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula bersifat

merangsang (stimulatory) dan defleksi utrikulopetal bersifat menghambat

(inhibitory). Pada kanal semisirkular lateral, terjadi yang sebaliknya.1,2

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi

mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis

semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi

mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut.

Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang

sedang berlangsung. Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang

lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh yang

bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual, dan muntah.

Pada jantung berupa bradikardi arau takikardi dan pada kulit reaksinya

berkeringat dingin.1

2.2 Epidemiologi

Pada populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per

100.000 penduduk. Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik di

Amerika Serikat dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42% pasien

didiagnosis BPPV. Di Indonesia, BPPV merupakan vertigo perifer yang paling

sering ditemui, yaitu sekitar 30%. Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan

dengan pria yaitu 2,2 : 1,5. Usia penderita BPPV biasanya pada usia 50-70 tahun,

9
paling banyak adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan pada orang berusia

kurang dari 35 tahun bila tidak didahului riwayat trauma kepala.2

2.3 Etiologi

BPPV merupakan penyakit degeneratif idiopatik yang sering ditemukan,

kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut. Trauma kepala

merupakan penyebab kedua terbanyak pada BPPV bilateral. 1

Penyebab lain yang lebih jarang adalah labirinitis virus, neuritis vestibuler,

pasca stapedoctomi, fistula perilimfa dan penyakit meniere. BPPV merupakan

penyakit pada semua usia dewasa. Pada anak belum pernah dilaporkan.1

2.4 Patofisiologi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang terdiri

dari kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan

bergerak dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat dua

kali lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon

terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal kalsium karbonat

bergerak dalam kanal semisirkular (kanalitiasis), partikel tersebut menyebabkan

pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena,

sehingga menyebabkan vertigo.2,4

10
Gambar 2. Labirin telinga

Nistagmus mengacu pada gerakan osilasi yang ritmik dan berulang dari

bola mata. Stimulasi pada kanal semisirkular paling sering menyebabkan “jerk

nystagmus”, yang memiliki karakteristik fase lambat (gerakan lambat pada satu

arah) diikuti oleh fase cepat (kembali dengan cepat ke posisi semula). Arah dari

nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada kanal yang terkena oleh

sambungan langsung dengan otot ektraokular. Setiap kanal yang terkena

kanalitiasis memiliki karakteristik nistagmus tersendiri. Kanalitiasis mengacu

pada partikel kalsium yang bergerak bebas dalam kanal semisirkular. Sedangkan

kupulolitiasis mengacu pada kondisi yang lebih jarang dimana partikel kalsium

melekat pada kupula itu sendiri. Konsep “calcium jam” pernah diusulkan untuk

menunjukkan partikel kalsium yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang terjebak

dalam kanal.2,4

Alasan terlepasnya kristal kalsium karbonat dari makula belum dipahami

dengan pasti. Debris kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi

pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang belum

diketahui. Mungkin ada kaitannya dengan perubahan protein dan matriks gelatin

dari membran otolith yang berkaitan dengan usia. Pasien dengan BPPV diketahui

lebih banyak terkena osteopenia dan osteoporosis daripada kelompok kontrol, dan

mereka dengan BPPV berulang cenderung memiliki skor densitas tulang yang

terendah. Pengamatan ini menunjukkan bahwa lepasnya otokonia dapat sejalan

dengan demineralisasi tulang pada umumnya. Tetapi perlu ditentukan apakah

terapi osteopenia atau osteoporosis berdampak pada kecenderungan terjadinya

BPPV berulang.2

11
Otokonia ditemukan pada 85-95 persen pasien pada kanalis semisirkularis

posterior dibandingkan dengan kanalis semisirkularis horizontal. Sekitar 85

persen unilateral, dan 8 persen pada kedua kanal posterior. Kanal horizontal

terkena sekitar 5 persen dari kasus dan keterlibatan kanal anterior jarang. Pada

tahun 1992, partikel yang mengambang bebas diidentifikasi di kanalis

semisirkularis posterior ketika prosedur operasi. 12-15 Temuan ini mendukung

teori kanalitiasis terkait penyebab dari BPPV.2

2.5 Gejala Klinis

Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada

perubahan posisi kepala, beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi

tertentu yang menimbulkan keluhan vertigonya. Biasanya vertigo dirasakan sangat

berat, berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita

merasakannya lebih lama.3

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-30

detik akibat perubahan posisi kepala dan tidak disertai dengan gejala tambahan

selain mual pada beberapa pasien. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat

tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang,

dan membungkuk.2

Beberapa pasien yang rentan terhadap mabuk (motion sickness) mungkin

merasa mual dan pusing selama berjam-jam setelah serangan vertigo, tetapi

kebanyakan pasien merasa baik-baik saja di antara episode vertigo. Jika pasien

12
melaporkan episode vertigo spontan, atau vertigo yang berlangsung lebih dari 1

atau 2 menit, atau jika episode vertigo tidak pernah terjadi di tempat tidur atau

dengan perubahan posisi kepala, maka kita harus mempertanyakan diagnosis dari

BPPV.2

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

a. Tes Dix-Hallpike

Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan

leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan

untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :

1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan

vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.

2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika

posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o-40o, penderita diminta tetap

membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.

3. Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis posterior

yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk

bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior.

4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita

direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.

5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut

dipertahankan selama 10-15 detik. Komponen cepat nistagmus harusnya “up-

bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.

6. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang

berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah berlawanan.

13
7. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 o

dan seterusnya.1,2

Gambar 3. Tes Dix-Hallpike

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke

belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.

Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya

lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila

sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu

menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.2

b. Tes Kalori

Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2

macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30 oC, sedangkan suhu air

panas adalah 44oC. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-

14
masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama

nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa

telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas,

lalu telinga kanan. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau

air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk

menghilangkan pusingnya).2

Gambar 4. Tes Kalori

c. Supine Roll

Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-

Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada

tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal

horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang

sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi

kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus

diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.2

15
Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat

provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama

beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi

supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan

rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata

pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau

jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi

supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90

derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa

ada tidaknya nistagmus.2,4

Gambar 5. Supine Roll

Kriteria diagnosis pada BPPV :

1. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Posterior

Dokter dapat mendiagnosis BPPV tipe kanal posterior ketika nistagmus

posisional paroksismal dapat diprovokasi dengan manuver Dix-Hallpike. Manuver

ini dilakukan dengan memeriksa pasien dari posisi berdiri ke posisi berbaring

(hanging position) dengan kepala di posisikan 45 derajat terhadap satu sisi dan

leher diekstensikan 20 derajat. Manuver Dix-Hallpike menghasilkan torsional

upbeating nystagmus yang terkait dalam durasi dengan vertigo subjektif yang

16
dialami pasien, dan hanya terjadi setelah memposisikan Dix-Hallpike pada sisi

yang terkena. Diagnosis presumtif dapat dibuat dengan riwayat saja, tapi

nistagmus posisional paroksismal menegaskan diagnosisnya.2

Nistagmus yang dihasilkan oleh manuver Dix-Hallpike pada BPPV kanal

posterior secara tipikal menunjukkan 2 karakteristik diagnosis yang penting.

Pertama, ada periode latensi antara selesainya manuver dan onset vertigo rotasi

subjektif dan nistagmus objektif. Periode latensi untuk onset nistagmus dengan

manuver ini tidak spesifik pada literatur, tapi berkisar antara 5 sampai 20 detik,

walaupun dapat juga berlangsung selama 1 menit pada kasus yang jarang. Yang

kedua, vertigo subjektif yang diprovokasi dan nistagmus meningkat, dan

kemudian mereda dalam periode 60 detik sejak onset nistagmus.2

2. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Lateral

BPPV tipe kanal lateral (horisontal) terkadang dapat ditimbulkan oleh

Dix- Hallpike manuver. Namun cara yang paling dapat diandalkan untuk

mendiagnosis BPPV horisontal adalah dengan supine roll test atau supine head

turn maneuver (Pagnini-McClure maneuver). Dua temuan nistagmus yang

potensial dapat terjadi pada manuver ini, menunjukkan dua tipe dari BPPV kanal

lateral.7

a. Tipe Geotrofik

Pada tipe ini, rotasi ke sisi patologis menyebabkan nistagmus horisontal

yang bergerak (beating) ke arah telinga paling bawah. Ketika pasien dimiringkan

ke sisi lain, sisi yang sehat, timbul nistagmus horisontal yang tidak begitu kuat,

tetapi kembali bergerak ke arah telinga paling bawah.

17
b. Tipe Apogeotrofik

Pada kasus yang lebih jarang, supine roll test menghasilkan nistagmus

yang bergerak ke arah telinga yang paling atas. Ketika kepala dimiringkan ke sisi

yang berlawanan, nistagmus akan kembali bergerak ke sisi telinga paling atas.

Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena diperkirakan

adalah telinga dimana sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling kuat. Di

antara kedua tipe dari BPPV kanal lateral, tipe geotrofik adalah tipe yang paling

banyak.2

3. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Anterior dan Tipe Polikanalikular

Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe kanal anterior tidak spesifik,

berkaitan dengan paroxysmal downbeating nystagmus, kadang-kadang dengan

komponen torsi minor mengikuti posisi Dix-Hallpike. Bentuk ini mungkin ditemui

saat mengobati bentuk lain dari BPPV. Benign Paroxysmal Positional Vertigo

kanal anterior kronis atau persisten jarang. Dari semua tipe BPPV, BPPV kanal

anterior tampaknya tipe yang paling sering sembuh secara spontan. Diagnosisnya

harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena downbeating positional nystagmus

yang berhubungan dengan lesi batang otak atau cerebellar dapat menghasilkan

pola yang sama.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe polikanalikular jarang, tetapi

menunjukkan bahwa dua atau lebih kanal secara bersamaan terkena pada waktu

yang sama. Keadaan yang paling umum adalah BPPV kanal posterior

dikombinasikan dengan BPPV kanal horisontal. Nistagmus ini bagaimanapun

18
juga tetap akan terus mengikuti pola BPPV kanal tunggal, meskipun pengobatan

mungkin harus dilakukan secara bertahap dalam beberapa kasus.2,8

2.7 Tatalaksana BPPV

2.7.1 Non-Farmakologi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah suatu penyakit yang dapat

sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian

yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/

Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan

vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh

pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari

70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual,

muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris

otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya

saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver,

hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk

menghindari risiko jatuh.1,2,4

Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan

partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus.

a. Manuver Epley

19
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada BPPV tipe

kanal vertikal (posterior). Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang

sakit sebesar 45o, lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan

dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90o ke sisi sebaliknya, dan posisi

supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu

pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk

secara perlahan.2,4

Gambar 6. Manuver Epley

b. Manuver Semont

20
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanal

posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala

dimiringkan 45o ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring

dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat

diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan

tanpa kembali ke posisi duduk lagi.2,4

Gambar 7. Manuver Semont

c. Manuver Lempert

Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral

(horizontal). Pasien berguling 360o, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien

menolehkan kepala 90o ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke

posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke

posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90o dan tubuh kembali ke

posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan

dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai

respon terhadap gravitasi.2,5

21
Gambar 7. Manuver Lempert

2.7.2 Farmakologi

Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin

dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk

gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien

BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM.

Pengobatan untuk vertigo disebut juga pengobatan suppresant vestibular,

obat yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam)

dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi

sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi

vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah

sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus

diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat mengganggu

kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya

diminimalkan.2,9

2.7.3 Operasi

22
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan

sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan

manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi

untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya

mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa.

Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih,

yaitu transeksi saraf ampula posterior (singular neurectomy) dan oklusi (plugging)

kanal posterior semisirkular. Kedua prosedur mempunyai komplikasi seperti

ketidakseimbangan dan kehilangan pendengaran. Namun lebih dipilih teknik

dengan oklusi karena teknik neurectomy mempunyai risiko kehilangan

pendengaran yang tinggi.4,10

2.8 Komplikasi

Meskipun BPPV menyebabkan rasa tidak nyaman, jarang sekali

menyebabkan komplikasi pada penderitanya. Dalam kasus yang jarang terjadi,

BPPV persisten yang berat dapat menyebabkan muntah, penderita mungkin

beresiko mengalami dehidrasi.6

2.9 Prognosis

Pasien perlu diberikan edukasi dan diyakinkan tentang penyakitnya.

Sepertiga pasien mengalami remisi dalam 3 minggu dan mayoritas pasien pada 6

bulan setelah pengobatan. Pasien harus dibuat menyadari bahwa BPPV sangat

bisa diobati, tetapi harus memperingatkan bahwa kekambuhan adalah umum

bahkan setelah pengobatan berhasil dengan manuver reposisi, sehingga perawatan

lebih lanjut mungkin diperlukan. Literatur yang diterbitkan bervariasi pada tingkat

23
kekambuhan, dengan studi observasional jangka panjang menunjukkan tingkat

kekambuhan 18% di atas 10 tahun, sedangkan penelitian lain menunjukkan

tingkat kekambuhan tahunan 15%, dengan tingkat kekambuhan 50% pada 40

bulan setelah pengobatan. Munculnya kekambuhan meskipun pengobatan

memadai merupakan indikasi untuk dirujuk ke klinik spesialis.6

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Soepardi EA dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala & Leher, edisi 6. FKUI, Jakarta 2011.

2. Purnamasari Prida P, Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal

Positional Vertigo (BPPV). FK Universitas Udayana, Denpasar 2013.

3. Nagel P & Gurkov R, Dasar-dasar Ilmu THT, edisi 2. EGC, Jakarta 2009.

4. Bashir K, Irfan F & Cameron P, Management of benign paroxysmal

positional vertigo (BPPV) in the emergency department, Journal of

Emergency Medicine, Trauma & Acute Care (JEMTAC), Qatar 2014.

5. Roseli Saraiva et Al “Benign Paroxymal Positional Vertigo: Diagnosis and

Treatment”. Last update: desember 2011.

6. BMJ Best Practice “Benign Paroxymal Positional Vertigo”. Last Update: 27

Maret 2015. Available at: [http://bestpractice.bmj.com/best-practice/

monograph/73/follow-up/prognosis.html] diakses: 26 Januri 2019.

7. Fife TD, Iverson DJ, Lempert T, et al. Practice parameter: Therapies for

benign paroxysmal positional vertigo (an evidence-based review): Report of

the Quality Standard Subcommittee of the American Academy of Neurology.

Neurology 2008; 70:2067-73

8. Escher A, Ruffieux C, Maire R. Efficacy Of The Barbecue Manoeuvre In

Benign Paroxysmal Vertigo Of The Horizontal Canal. Eur Arch

Otorhinolaryngol 2007; 264: 1239-41

9. Herdman SJ, Tusa RJ, Zee DS, Proctor LR, Mattox DE. Single treatment

approach to benign paroxysmal positional vertigo . Arch Otolaryngol Head

Neck Surg. 1993; 119: 450-54

25
10. Choung YH, Shin YR, Kahng H, Park K, Choi SJ. ‘Bow and Lean test to

Determine the Affected Ear of Horizontal Canal Benign Paroxysmal

Positional Vertigo. Laryngoscope 2006; 116:1776-81

26

Anda mungkin juga menyukai