Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PRESENTASI KASUS

STEMI

Disusun Oleh:

dr. Sayyid Affan Muadzi

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP RSUD KOTA TANGERANG


PERIODE JUNI 2018 – JUNI 2019

0
Nama Peserta : dr. Sayyid Affan Muadzi

Nama Wahana : RSUD Kota Tangerang

Topik : STEMI

Tanggal (kasus) :
Nama Pasien : Tn J, 60 tahun No. RM : 000327xx
Tanggal Presentasi : 2018 Nama Pendamping :
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
 Deskripsi
 Tujuan
Bahan  Tinjauan  Riset  Kasus  Audit
Bahasan Pustaka
Cara  Diskusi  Presentasi  Email  Pos
Membahas dan Diskusi

1
Data Pasien
Nama : Tn. J, 60 tahun RM : 000327xx
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis
Diagnosis :
 Recent Stemi Anterior
 Recent stemi inferior
Laki-laki, 60 tahun datang ke IGD RSUD Kota Tangerang dengan keluhan mual muntah
sejak 4 jam yang lalu sebelum masuk RS. Mual setiap saat makan dan muntah 3x berisi
makanan dan air. Os juga mengeluh bab cair 3 x ampas sedikit, lendir -, darah-. Pasien
juga mengeluh dada tengah terasa panas dan nyeri ulu hati sejak 3 hari yang lalu namun
memberat saat sore hari saat pasien sedang solat maghrib disertai dengan keringat dingin.
Keluhan seperti nyeri dada menjalar ke lengan, rahang maupun menembus ke punggung
disangkal, dada terasa berat disangkal. Keluhan sesak, kaki bengkak, pusing, nyeri
kepala, batuk pilek disangkal. Pasien biasa tidur menggunakan 2 bantal, terbangun karena
sesak disangkal, sesak saat aktivitas maupun istirahat disangkal. Bak tidak ada keluhan.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riaway sakit maag (+) 4 tahun yang lalu pasien pernah dirawat di RS Mulya
dengan keluhan mual muntah dan nyeri uluhati dan dilakukan usg perut.
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat penyakit ginjal (-)
Riwayat asma, paru, penyakit jantung (-)
3. Riwayat Pengobatan
Pasien dengan keluhan mual, muntah 3x, bab cair 3x, nyeri uluhati dan dada terasa
panas disertai keringat dingin berobat ke klinik bidan terdekat kemudian diberi obat
parasetamol 500 mg dan hufamag tablet diminum sebelum makan namun tidak ada
perbaikan hingga pasien memutuskan untuk datang ke IGD RSUD Kota Tangerang
4. Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit jantung + yaitu ibu pasien.
Riwayat diabetes melitus, hipertensi, asma, penyakit paru dan penyakit ginjal dalam
keluarga disangkal.

2
5. Riwayat Pekerjaan dan Lingkungan
Pasien sudah tidak bekerja.
6. Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan merokok 1 bungkus per hari selama ± 25 tahun namun saat ini sudah
berhenti merokok sejak 4 bulan yang lalu, pasien menyukai makan makanan
berlemak, jeroan dan gorengan. minum alkohol disangkal, minum kopi 2 cangkir
setiap hari, minum obat-obat pegal linu atau obat warung disangkal.

Daftar Pustaka
1. Hochman JS, Ingbar D. Cardiogenic Shock and Pulmonary Edema; in Kasper DL et
al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill inc. USA ; 2015
2. Alwi I, Nasution SA. Syok Kardiogenik. Dalam Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, edisi kelima jilid I. Interna Publishing. Jakarta ; November 2009
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi ACS
2. Diagnosis STEMI
3. Penatalaksanaan STEMI
4. Prognosis dan Komplikasi STEMI
Hari I, Tanggal : Jumat, 23 November 2018
1. Subjek-tif Pasien datang ke IGD RSUD Kota Tangerang dengan keluhan mual muntah
sejak 4 jam yang lalu, mual setiap kali makan dan minum, muntah 3x sberisi
cairan dan sisa makanan. Pasien juga mengeluh BAB cair 3 x sejak 4 jam
yang lalu, ampas sedikit, lendir dan darah disangkal. Pasien juga mengeluh
dada tengah terasa panas dan nyeri ulu hati sejak 3 hari yang lalu namun
memberat saat sore hari saat pasien sedang solat maghrib disertai dengan
keringat dingin. Sebelumnya pasien makan makanan pedas dan makan nasi
padang (berlemak). Keluhan seperti nyeri dada menjalar ke lengan, rahang
maupun menembus ke punggung disangkal, dada terasa berat disangkal.
Keluhan sesak, berdebar – debar, kaki bengkak, pusing, nyeri kepala, batuk
pilek disangkal. Pasien biasa tidur menggunakan 2 bantal, terbangun karena
sesak disangkal, sesak saat aktivitas maupun istirahat disangkal. Bak tidak

3
ada keluhan. Pasien kemudian berobat ke klinik bidan terdekat dan diberi
obat parasetamol 500 mg dan hufamag plus tablet diminum sebelum makan
namun setelah minum tidak ada perbaikan hingga pasien memutuskan untuk
datang ke IGD RSUD Kota Tangerang. Riwayat nyeri dada ditengah
menjalar hingga ke lengan, rahang maupun menembus kebelakang
disangkal, riwayat sesak dan kaki bengkak disangkal. Pasien memiliki
riwayat penyakit maag (+) 4 tahun yang lalu dirawat di RS mulya dan
dilakukan usg perut. Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung,
asma, paru dan penyakit ginjal disangkal. Ibu pasien memiliki riwayat
penyakit jantung, riwayat penyakit hipertensi, asma, paru dan penyakit ginjal
dalam keluarga disangkal. Pasien sudah tidak bekerja namun memiliki
kebiasaan makan makanan jeroan, berlemak dan berminyak, minum kopi 2
cangkir setiap hari dan riwayat merokok 1-2 bungkus setiap hari selama ± 25
tahun namun sejak 4 bulan yang lalu sudah berhenti merokok.
2. Objektif KU tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
 TD : 120/80 mmHg
 HR 68 x/menit
 Suhu : 36,6ºC
 RR : 20 x/menit
Status generalisata :
 Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
 Leher : KGB tidak membesar, JVP (-)
 Jantung : BJ I/II regular, murmur (-) gallop (-)
 Paru : vesikuler +/+ , rhonki -/-, wheezing -/-
 Abdomen : supel, BU (+) meningkat, nyeri tekan epigastrium (-)
 Ekstremitas : akral hangat, oedem tungkai -/-

4
EKG (Jumat, 23 November 2018)

Kesan : irama sinus, reguler, kompleks QRS normal, interval PR normal,


Gelombang Q patologis II,III, AVF, VI –V4, poor R wave progression, ST
Elevasi II III AVF, Dan ST Elevasi di V3-V4. ST Depressi I dan AVL,
gelombang T inverted V2-V6,

Follow up (Senin 26 November 2018)


S : pasien mengeluh dada terasa panas mulai berkurang. Mual (-), muntah (-
).
O : KU tampak sakit ringan, kesadaran : compos mentis
TD 110/80 mmHg
HR 82 x/mnt
RR 20 x/mnt
Suhu 36,5ºC
Mata : konjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/-
Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler, rh -/- wh -/-
Abdomen : Supel, BU (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat +/+ ulkus (-) oedem tungkai -/-
A : recent stemi anterior, inferior
P:

5
Nitrokaf 2x5mg
Clopidogrel 1x75mg
Miniaspi 1x80mg
Lovenox 2x0.6cc
Simvastatin 1x20mg
Ranitidine 2x1
Laboratorium
Darah Lengkap
Hemoglobin 14.6
Hematokrit 42
Eritrosit 4.92
Leukosit 11.6
Trombosit 266.000
Hitung Jenis
Basofil 0
Eosinofil 0
Neutrofil Segmen 80
Limfosit 15
Monosit 5
Elektrolit
Natrium 140
Kalium 4.2
Klorida (Cl) 103
Kalsium Ion 1.04

CK-MB 183
Troponin I 5.55
Glukosa Sewaktu 108

6
Rontgen Thoraks PA

Cor : membesar ke lateral kiri dengan apeks tertanam, pinggang jantung


normal,
Tampak elongasi aorta
Pulmo :
Corakan vascular normal
Tidak tampak infiltrate
Kesan : kardiomegali dengan elongasi aorta

Follow up II
S : keluhan dada terasa panas (-) mual (-) muntah (-).
O : KU tampak sakit ringan, kesadaran : compos mentis
TD 120/80 mmHg
HR 82 x/mnt
7
RR 20 x/mnt
Suhu 36,5ºC
Mata : konjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/-
Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler, rh -/- wh -/-
Abdomen : BU normal (+), NTE(-), supel.
Ekstremitas : akral hangat +/+, oedem tungkai -/-
A : Recent Stemi anterior, inferior
P:
Clopidogrel 1x75 mg
Simvastatin 1x20mg
Nitrokaf 2x5mg
1x80mg
lovenox 2x0.6cc
simvastatin 1x20mg
ranitidine 2x1

Laboratorium (tgl 28 november )


Kimia Klinik
Asam urat 5.5
Kolesterol total 205
Kolesterol HDL 38
Kolesterol LDL 134
Trigliserida 94
Glukosa Puasa 74
3. Assess- I. ACS
ment ACS atau Acute Coronary Syndrome atau Sindrom Koroner Akut
(SKA) adalah spectrum gejala klinis penyakit jantung coroner sebagai akibat
penurunan mendadak aliran darah ke jantung yang menyebabkan iskemia
miokard akut. Penyakit jantung koroner dapat berupa angina pectoris stabil
dan SKA yang meliputi angina tidak stabil, infark miokard tanpa ST elevasi
dan infark miokard dengan ST elevasi.

8
II. Etiologi
Penyebab karena penurunan mendadak aliran arteri koroner sebagian besar
adalah thrombosis yang disebabkan rupturnya plak arteroskeloris atau plaque
fissure. Walaupun demikian, penyebab lain dapat juga terjadi misalnya
spasme arteri koroner.

III. Patofisiologi
Proses arterosklerosis merupakan proses yang perlahan – lahan,
bersifat progresif dan umumnya dimulai pada usia anak – anak dan dapat
menimbulkan gejala pada usia 20 tahun. Lapisan dalam arteri akan menebal
dengan deposit lemak dan juga kalsium, perlahan – lahan akan
mengakibatkan penyempitan lumen arteri. Proses tersebut bisa terjadi pada
arteri di jantung, otak atau tungkai. Proses arterosklerosis pada arteri
koronaria menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK). Spectrum klinik
penyakit jantung koroner dapat berupa angina pectoris stabil, sindom
koroner akut atau mati mendadak. PJK bersifat asimptomatik selama perfusi
jantung cukup dan fungsi jantung normal. Pada periode ini modifikasi faktor
risiko dapat menghambat progresifitas proses arterosklerosis.
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri
koroner. Pada saat ini, proses terjadinya plak aterosklerosis bukan proses
sederhana karena penumpukan kolesterol, tetapi telah diketahui bahwa
disfungsi endotel dan proses inflamasi juga berperan penting. Proses
pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel karena faktor-
faktor tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-
sinyal yang menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen
pembuluh darah.
Proses pembentukan plak arterosklerosis:
1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel
Aerosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri
besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai
akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi

9
melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-
density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons inflamatorik, dan
pembentukan kapsul fibrosis
Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis,
antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Adanya
infeksi dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel.
Faktor – faktor risiko ini dapat menyebabkan kerusakan endotel dan
selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel memegang
peranan penting dalam terjadinya proses aterosklerosis. Jejas endotel
mengaktifkan proses inflamasi, migrasi dan proliferasi sel, kerusakan
jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan pertumbuhan
plak
2. Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses inflamasi.
Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju
ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel.
Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami
differensiasi menjadi makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi
yang juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan
selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini
melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte
chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor α, IL-1, IL-6, CD40, dan c-
reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih
banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang
mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak.
Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika media menuju tunika
intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul fibrosis yang
menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh
darah. Makrofag juga menghasilkan matriks metaloproteinase (MMPs),
enzim yang mencerna matriks ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya
disrupsi plak
3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami ruptur.
Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos

10
dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan
kecenderungan untuk mengalami ruptur.
LDL yang termodifi kasi meningkatkan respons inflamasi oleh makrofag.
Respons inflamasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak
migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifikasi
lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi matriks
metalloproteinase (MMPs) yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot
pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fibrosis,
merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fibrosis menipis, ruptur plak mudah
terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik
pada plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses
proinflamatorik ini menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas.
Sebaliknya ada proses antiinflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak
dan mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja
mengurangi proses inflamasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara
seimbang seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa
bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka
plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan menjadi rentan
mengalami ruptur
4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA
Kebanyakan plak aterosklerosis akan berkembang perlahan-lahan seiring
berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila
stenosis lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena
ruptur plak aterosklerosis. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya
menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang ruptur
dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara pasti. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fibrosa yang
tipis, dan inflamasi dalam plak merupakan predisposisi untuk terjadinya
ruptur
Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan
terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit
yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus

11
Ada 2 macam trombus yang dapat terbentuk:
 Trombus putih: merupakan bekuan yang kaya trombosit. Hanya
menyebabkan oklusi sebagian.
 Trombus merah: merupakan bekuan yang kaya fibrin. Terbentuk
karena aktivasi kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri.
Bekuan ini bersuperimposisi dengan trombus putih, menyebabkan
terjadinya oklusi total

Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma


pembuluh darah koroner yang ruptur atau koyak atau pecah. Hal ini
berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus atau
kapsul fibrosis yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh
proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus
yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang
pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi
mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain
itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran
darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang
berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium
mengalami nekrosis (infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung
(miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan
kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah
iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,
ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami ruptur
plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi
dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina
Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus,
dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi

12
Koroner Perkutan (IKP atau PCI). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.
Pasien dengan arterosklerosis koroner bisa mengalami gejala klinis
yang bervariasi tergantung dari tingkat sumbatan arteri koroner.gejala –
gejala klinis ini meliputi angina tidak stabil, infark miokart tanpa ST elevasi
(NSTEMI) dan infark miokard dengan ST elevasi (STEMI). Beberapa hal
yang mendasari patofisiologi SKA:
1. Plak tidak stabil
Penyebab utama adanya rupture plak yang kaya lipid dengan cangkakng
yang tipis. Umunya plak yang mengalami rupture secara hemodinamik tidak
signifikan besar lesinya. Adanya komponen sel inflamasi yang berada
dibawah subendotel merupakan titik lemah dan merupakan predisposisi
terjadinya rupture plak. Kecepatan aliran darah, turbulensi, dan anatomi
pembuluh darah juga memberikan kontribusi terhadap hal tersebut.
2. Ruptur plak
setelah plak ruptur, sel – sel trombosit akan menutupi atau menempel pada
plak yang rupture. Rupture akan merangsang dan mengaktifkan agregasi
platelet. Fibrinogen akan menyelimuti platelet yang kemudian akan
merangsang pembentukan thrombin.
3. Angina tidak stabil
Sumbatan thrombus y
Belum selesai

IV. Diagnosis
V. Gejala klinis
Pada pasien dengan angina pectoris tidak stabil dan NSTEMI biasanya
bermanifestasi sebagai nyeri dada angina dengan ciri – ciri:
 Angina pada saat istirahat/ angina at rest: umunya terjadi pada saat
istirahat dengan durasi lebih dari 20 menit, terjadi dalam 1 minggu
terakhir
 Angina awitan baru/ angina new onset: angina yang terjadi pertama

13
kali dalam 2 bulan terakhir, timbul akibat aktivitas ringan
 Angina progresif: pasien sebelumnya sudah menderita angina, namun
dalam waktu kurun 2 bulan terakhir makin meningkat frekuensinya,
ambang pencetusnya makin ringan dan durasinya makin lama.
Pada pasien dengan STEMI biasa mengeluhkan
 Dada rasa tidak enak (chest discomfort)
 Lokasi nyeri: di retrosternal dan pasien sulit melokalisasi rasa nyeri
 Deskripsi nyeri: rasa seperti ditekan atau ditindih benda berat, penuh,
terhimpit, seperti diperas atau panas. Keluhan tersebut lebih dominan
dibandingkan rasa nyeri yang sifatnya tajam.
 Penjalaran nyeri: penjalaran nyeri menjalar ke bahu, lengan,
punggung atau diantara sendi bahu, epigastrium, leher terasa tercekik
atau rahang bawah (rasa ngilu).
 Lama nyeri: nyeri pada SKA dapat berlangsung intermitten/beberapa
menit atau persisten/lebih dari 20 menit. Pada STEMI, nyeri lebih
dari 20 menit dan tidak hilang dengan istirahat atau nitrat sublingual.
 Gejala lain seperti sesak, keringat dingin, sakit kepala, mual, muntah,
gelisah dan khawatir seperti akan mati

VI. Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia,
komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis
banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah
halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi
komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut,
hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan
kecurigaan terhadap SKA.

VII. Elektrokardiografi
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina
cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch
Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20

14
menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T.
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan
yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI
untuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada
sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada
usia dan jenis kelamin.
Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥40 tahun
adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV.
Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3,
tanpa memandang usia, adalah ≥0,15 mV
Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan
permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI
kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA
dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet)
baru/persangkaan baru mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi
reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI
dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka
jantung tersedia
Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi
segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan non
elevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/
UAP). Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar
≥0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan
dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang
tidak persisten (2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris
≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut.

VIII. Pemeriksaan marka jantung


Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan

15
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab
koroner/nonkoroner)
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner
seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan
kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit
neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan
insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I memberikan
informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada
keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai
spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau
troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan
SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika
awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan
hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB
yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot
skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang
singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih
terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun infark
periprosedural.

4. Plan-ning Secara umum tatalaksana SKA dengan ST selevasi dan SKA tanpa ST
elevasi hampir sama, baik pra rumah sakit maupun saat dirumah sakit.
Perbedaan terdapat pada strategi reperfusi, dimana IMA ST elevasi lebih
ditekankan untuk segera melakukan reperfusi, baik dengan medika mentosa
(fibrinolysis) atau intervensi (intervensi coroner perkutan – IKP).
Terapi awal
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja
kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina, sebelum ada hasil

16
pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud
adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus
diberikan semua atau bersamaan.
 Tirah baring
 Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan
saturasi 
O2 arteri <95% atau yang mengalami sesak napas, tanda
bendungan paru (gagal jantung akut), dan pada pasien dengan nyeri
dada menetap atau berulang atau hemodinamik tidak stabil.
Kemudian lakukan monitoring
 Aspirin 160-325 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih
terpilih dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk
jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang
diberikan.
Aspirin menurunkan reoklusi coroner dan berulangnya kejadian
iskemik setelah terapi fibrinolitik.
 Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera
mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi
kontra seperti risiko perdarahan berlebih.
 Ticagrelor. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali
pada pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik
atau
 Clopidogrel. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang
direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen
fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah
clopidogrel).
Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis
loading 300 mg diikuti dosis tambahan 300 mg saat IKP)
direkomendasikan untuk pasien yang dijadwalkan menerima

17
strategi invasif ketika tidak bisa mendapatkan ticagrelor.
Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa
menggunakan ticagrelor. 

Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan
omeprazole) diberikan bersama DAPT (dual antiplatelet therapy
- aspirin dan penghambat reseptor ADP) direkomendasikan pada
pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna 
dan perlu
diberikan pada pasien dengan beragam faktor risiko seperti
infeksi H. pylori, usia ≥65 tahun, serta konsumsi bersama dengan
antikoagulan atau steroid.

 Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri


dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (fase
akut dari episode angina). jika nyeri dada tidak hilang dengan satu
kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal
tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. dalam keadaan
tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai
pengganti.
Terapi nitrat memiliki efek dilatasi pembuluh darah baik yang
normal maupun yang mengalami arterosklerosis. Nitrat
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang.
Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90
mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50
kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark
ventrikel kanan . Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah
mengkonsumsi inhibitor fosfodiesterase (Viagra): sidenafil dalam 24

18
jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat untuk terapi nitrat
setelah pemberian vardenafil belum dapat ditentukan.

 Morfin (analgetik) sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-


30 menit, bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis
NTG sublingual atau semprot.
 Terapi reperfusi.
Terapi reperfusi pada IMA dengan ST elevasi seperti dengan
fibrinolitik segera atau PCI atau IKP yang onset serangannya masih
dalam 12 jam dan tidak terdapat kontraindikasi. Reperfusi dapat
menyelamatkan fungsi miokard dan mengurangi mortalitas.
Fibrinolysis berhasil mengembaikan aliran normal coroner pada 50 –
60% kasus. Sedangkan PCI atau IKP dapat mengembalikan aliran
normal sampai 90%.

Terapi Fibrinolisis
Jenis obat fibrinolysis dibagi menjadi fibrin spesifik (Alteplase,

19
Reteplase, Tenecteplase) dan non fibrin spesifik (Streptokinase).

20
Tindakan Intervensi Koroner Perkutan (IKP/PCI) Primer
Angioplasti coroner dengan atau tanpa pemasangan stent adalah terapi
pilihan pada tatalaksana STEMI bila dapat dilakukan kontak doctor-
balloon atau door-balloon < 90 menit pada pusat kesehatan yang
mempunyai fasilitas IKP terlatih.
Primary PCI adalah suatu tindakan untuk mengalirkan kembali
arteri koroner yang tersumbat trombus, yang menyebabkan infark
miokard dg ST-elevasi (STEMI), dengan menggunakan balon–kateter
koroner, baik diikuti dengan pemasangan stent maupun tidak. Pasien
yang sedang mengalami serangan jantung tipe STEMI segera
dilakukan angiografi koroner, lalu setelah diidentifikasi arteri koroner
yang tersumbat,dilanjutan dengan upaya membuka sumbatan tersebut
dengan cara dimasukkan kawat penuntun dari metal dengan ujung
yang floppy untuk menembus sumbatan trombus tersebut lalu
dilebarkan dengan balon dan kalau perlu dipasang stent; bila
gumpalan yang menumbat terlalu banyak dapat diaspirasi dulu
dengan kateter aspirasi sebelum dibalon atau dipasang stent.
Prosedur PCI diawali dengan melakukan punksi jarum secara
perkutan ke pembuluh arteri perifer. Akses pembuluh arteri yang
digunakan biasanya arteri femoral, namun belakangan arteri radial
lebih banyak digunakan. dengan fluoroskopi, kateter dimasukkan
melalui pembuluh darah ke jantung dimana arteri koroner yang
menyempit. Arteri koroner kemudian dilebarkan dengan kateter balon
angioplasti. Cara kerja angioplasti adalah dengan merentangkan
pembuluh arteri dan menekan plak ke dinding pembuluh sehingga
keseluruhan ukuran dari pembuluh menjadi lebih lebar Setelah
pembuluh arteri dilebarkan dengan balon angioplasti, stent kemudian
diletakkan di tempat tersebut.

21
22

Anda mungkin juga menyukai