IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. S
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Umur : 42 tahun
• Alamat : Leuwiliang
• Pekerjaan : ibu rumah tangga
• Agama : Islam
• Tgl. Masuk RS :
• Tgl. Pemeriksaan :
ANAMNESIS
• Keluhan Utama :
Demam sejak 6 hari SMRS.
• Keluhan Tambahan :
Sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, lemas, nyeri perut,
• Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Leuwiliang dengan keluhan demam sejak 6 hari
SMRS. Demam timbul secara perlahan-lahan, dirasakan tinggi pada sore dan
malam hari. Menurut pasien, demam sempat turun bila minum obat penurunan
panas, tetapi kurang lebih 4 jam kemudian demam timbul lagi. Pasien mengeluh
adanya keluhan sakit kepala. Pasien mengaku ada keluhan mual dan muntah
sebanyak 2 kali sehari berisi makanan dan minuman yang dimakannya, yang lama
kelamaan berupa cairan warna kuning. Pasien juga mengaku nafsu makan menjadi
menurun, badan terasa lemas. BAK tidak ada keluhan. Pasien mengeluh perut
terasa nyeri. Menurut pasien, kurang lebih seminggu sebelum timbul gejala,
pasien makan karedok yang dibeli dipinggir jalan, tidak jauh dari rumahnya.
Riwayat tetangga yang mengalami keluhan demam mendadak tinggi disangkal.
Keluhan mimisan atau gusi berdarah disangkal.
1
• Riwayat Penyakit Dahulu :
1. Pasien mengaku belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya.
2. Riwayat gastritis sejak 1 tahun yang lalu
• Riwayat Pengobatan :
1. Pasien sudah berobat ke Puskesmas untuk keluhan sekarang, diberi obat
sanmol, antasid, dan antibiotik, tetapi keluhan tidak membaik.
• Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal adanya riwayat alergi makanan, obat-obatan, debu, dan
cuaca.
• Riwayat Psikososial :
1. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal, tetapi suami pasien perokok,
biasanya merokok 1 bungkus/hari.
2. Riwayat makan karedok yang dibeli dipinggir jalan, tidak jauh dari rumahnya,
kurang lebih seminggu yang lalu.
3. Sebelum sakit makan biasanya 3 kali sehari.
4. Aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga
5. Ventilasi udara dirumah baik.
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan umum: tampak sakit sedang
• Kesadaran : compos mentis
• Tanda-tanda vital :
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 38,70C
• Antropometri :
2
BB sebelum sakit : 45 kg
BB sesudah sakit : 44 kg
TB : 150 cm
IMT : 44/ 2.25 = 19.5 (Normoweight)
Status Generalis
• Kepala : normocepal, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok.
• Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek cahaya (+/+), pupil isokor.
• Hidung : septum deviasi (-), sekret -/-, epistaksis -/-.
• Telinga : bentuk normotia, serumen -/-, otorhea -/-.
• Mulut : mukosa bibir kering (+), lidah kotor (+), tremor (-), stomatitis (-), sianosis
(-), perdarahan gusi (-).
• Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-).
• Paru
I : normochest, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-).
P : vokal fremitus kanan dan kiri sama (+), nyeri tekan (-).
P : sonor pada kedua lapang paru.
A : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.
• Jantung
I : ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula sinistra.
P : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra.
P : batas atas di ICS II linea parasternalis dextra, batas kanan di ICS IV linea
sternalis dextra, batas kiri di ICS V linea midclavicula sinistra.
A : BJ I dan II murni reguler, gallop (-), murmur (-).
• Abdomen
I : datar.
A : bising usus (+) normal.
P : nyeri tekan epigastrium (- ), hepar dan limpa tidak teraba.
P : timpani pada 4 kuadran abdomen.
• Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema -/-, tourniquet test (-).
Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema -/-.
3
PEMERIKSAAN PENUNJANG
…..-…-2020
RESUME
DIAGNOSIS KERJA
• Demam tifoid
DIAGNOSA BANDING
TATALAKSANA
Medikamentosa
1. IVFD RL 20 tpm
2. Ceftriaxone 2x1 gr IV
3. Ondansentron 2x4 mg IV
4. Paracetamol 3x500 mg
4
Non Medikamentosa
1. Tirah baring
2. Kebutuhan cairan dan kalori yang adekuat
3. Rendah selulose (rendah serat).
4. Diet bertahap : buburtimnasi.
• Farmakologi
- Antasida doen syrup 3 x 1 a.c., PO (bila perlu).
- Ranitidin 1 x 150 mg, PO (bila perlu).
- Domperidon 1 x 10 mg, PO (bila perlu).
5
FOLLOW UP
6
KESIMPULAN
Diagnosa Utama : Demam tifoid
Terapi pulang : Cefixime 2 x 100 mg, Antasida doen 3 x 1, Ulsicral 3 x 1,
Paracetamol 3 x 500 mg (bila perlu).
Rawat jalan : kontrol ke poli penyakit dalam
7
TINJAUAN PUSTAKA
Demam Tifoid
Demam tifoid merupakan penyakit demam sistemik akut dan menyeluruh yang
disebabkan oleh Salmonella enterica subspesies enterica serotipe Typhi. Penyakit ini
awalnya diberi nama demam tifoid karena secara klinis mirip dengan penyakit tifus
meskipun secara patologis dapat dibedakan dengan jelas karena dihubungkan dengan
pembesaran plak Peyeri dan nodus limfa mesentrikus. Demam tifoid masih
merupakan masalah kesehatan yang penting terutama di negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia. Gejala klinis penyakit ini bervariasi dari sakit ringan dengan
demam yang tidak tinggi, badan terasa tidak enak dan batuk kering hingga gejala
klinis yang berat dengan rasa tidak nyaman (nyeri) pada bagian abdomen dan
berbagai komplikasi lainnya (WHO, 2003).
Etiologi
Salmonella, yang termasuk anggota dari famili Enterobacteriaciae, merupakan
bakteri gram negatif yang berbentuk basil (batang). Bakteri ini berukuran 2-3 ± 0,4 -
0,6 μm, bergerak dan merupakan bakteri anaerob fakultatif yang berarti bakteri ini
dapat tumbuh dalam kondisi ada dan tidak adanya oksigen. Salmonella tidak
membentuk spora, tidak memiliki kapsul dan tidak memfermentasikan laktosa, tetapi
bakteri ini memproduksi H2S (yang dapat digunakan sebagai identifikasi bakteri
tersebut di laboratorium). Salmonella, seperti Enterobacteriaceae lain, memproduksi
asam pada fermentasi glukosa, mereduksi nitrat dan tidak memproduksi sitokrom
oksidase.
Anggota dari subspesies Salmonella diklasifikasikan ke dalam >2400 serotipe
berdasarkan antigen somatik O (komponen dinding sel lipopolisakarida (LPS)),
antigen permukaan Vi (yang hanya dimiliki S. Typhidan S. Paratyphi C) dan antigen
flagela H. Ketiga antigen ini penting untuk tujuan taksonomi dan epidemiologi dari
Salmonellayang masing-masing akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut:
1. Antigen Somatik ( O )
Merupakan kompleks fosfolipid protein polisakarida dari dinding sel luar
bakteri yang tahan terhadap pendidihan, alkohol dan asam. Salmonella dibagi
8
menjadi kelompok A-I berdasarkan antigen somatik ini. Aglutinasi untuk antigen
O di dalam tubuh berlangsung lebih lambat dan bersifat kurang imunogenik namun
mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. Titer antibodi yang timbul oleh antigen O
ini selalu lebih rendah dan titer antibodi H.
2. Antigen Flagel ( H )
Merupakan protein termolabil dan bersifat sangat imunogenik. Antigen ini
rusak dengan pendidihan dan alkohol tetapi tidak rusak oleh formaldehid. Terdapat
dua bentuk antigen H, fase 1 dan fase 2. Hanya salah satu dari kedua protein H ini
yang disintesis pada satu waktu. Hal ini tergantung dari rangkaian gen mana yang
ditranskripsikan menjadi mRNA.
3. Antigen Vi
Antigen Vi (polisakarida kapsul) adalah antifagosit dan faktor virulensi yang
penting untuk S. typhi. Antigen ini merupakan antigen permukaan dan bersifat
termolabil. Antigen ini digunakan untuk serotipe S. typhi di laboratorium klinis.
Antibodi yang terbentuk dan menetap lama dalam darah dapat memberi petunjuk
bahwa individu tersebut merupakan karier atau pembawa kuman. Selain S. typhi,
antigen ini juga terdapat pada S. paratyphi C dan S. dublin.
9
Salmonella typhi sangat beradaptasi dan hidup hanya pada manusia. Seseorang
yang menderita demam tifoid akan membawa bakteri tersebut di aliran darah dan
traktus intestinalnya. Sebagian kecil orang yang telah sembuh dari demam tifoid, yang
dinamakan karier, masih tetap membawa bakteri tersebut. Baik orang yang sakit dan
karier memiliki S. typhi di feses (tinja) mereka. Sekali S. typhi dimakan atau diminum,
bakteri ini akan berkembang biak dan menyebar hingga ke darah.
Penularan S. typhi terjadi paling sering yakni melalui makanan dan minuman
yang terkontaminasi oleh tinja pasien atau karier demam tifoid yang asimptomatik.
Makanan dan minuman ini juga dapat terkontaminasi urin pasien meskipun lebih
jarang terjadi. Transmisi dari tangan ke mulut akan terjadi jika seseorang
menggunakan toilet yang terkontaminasi dan mengabaikan higiene tangan setelahnya.
Transmisi secara seksual dengan sesama pasangan lelaki juga pernah dilaporkan.
Pekerja kesehatan terkadang tertular setelah terpapar dengan pasien yang terinfeksi
atau selama mengolah spesimen klinis dan kultur dari bakteri tersebut. Hasil
penelitian oleh Levine dkk. (2001) dalam Brusch memberikan hasil bahwa lebih dari
50% sukarelawan yang sehat terinfeksi oleh S. typhi ketika menelan sedikitnya
100.000 organisme.
Patogenesis
Semua infeksi Salmonella dimulai dengan masuknya bakteri tersebut melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi. Dosis yang dapat menginfeksi yakni
103-106colony-forming units. Sebagian bakteri dimusnahkan dalam lambung dan
sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons
imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka Salmonella akan menembus
sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria,
mikroorganisme ini akan berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama
oleh makrofag. Salmonella dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal. Salmonella memiliki fimbrae yang
terspesialisasi yang menempel ke
epitelium jaringan limfoid di ileum
(plak Peyeri), tempat utama dimana
makrofag lewat dari usus ke sistem
limfatik. Bakteri ini kemudian dibawa
ke kelenjar getah bening mesenterika.
10
Manifestasi Klinis
Masa inkubasi dari S. typhi rata-rata antara 10-14 hari tetapi bisa juga berjarak 3-
21 hari. Durasi waktu ini tergantung banyaknya terpajan S. typhi tersebut dan imunitas
serta kesehatan dari pejamu. Onset gejala lambat dengan demam dan konstipasi lebih
sering mendominasi dibandingkan diare dan muntah. Gejala yang paling terlihat yakni
demam terus-menerus (38,8°C - 40,5°C) yang bisa berlanjut hingga empat minggu
11
jika tidak diobati. Diare mungkin muncul pada awal onset tetapi biasanya hilang
ketika demam dan bakteremia muncul.
Kumpulan gejala-gejala klinis tifoid disebut juga dengan sindrom demam tifoid.
Di bawah ini merupakan gejala klinis yang sering pada demam tifoid, diantaranya
adalah:
1. Demam
Pada awal onset, demam kebanyakan samar-samar, selanjutnya suhu tubuh
sering turun naik. Pagi lebih rendah atau normal, sore dan malam lebih tinggi.
Intensitas demam makin tinggi dari hari ke hari yang disertai gejala lain seperti
sakit kepala yang sering dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal,
insomnia, anoreksia, mual dan muntah. Pada minggu berikutnya, intensitas demam
semakin tinggi bahkan terkadang terus-menerus. Bila pasien membaik maka pada
minggu ketiga suhu badan berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir
minggu. Akan tetapi, demam khas tifoid seperti ini tidak selalu ada.
2. Gangguan Saluran Pencernaan
Pada penderita sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam
yang lama. Bibir kering dan terkadang pecah-pecah. Lidah kelihatan kotor dan
ditutupi oleh selaput putih. Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor tetapi pada
penderita anak jarang ditemukan. Penderita umumnya sering mengeluh nyeri perut,
terutama di regio epigastrik, disertai mual dan muntah. Pada awal sakit sering
terjadi meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya kadang-kadang juga
timbul diare. Beberapa pasien mengalami diare encer yang buruk berwarna hijau
kekuningan (pea soup diarrhea). Pasien seperti ini bisa masuk kedalam keadaan
tifoid yang dikarakteristikkan dengan gangguan kesadaran.
3. Gangguan Kesadaran
Pada umumnya terdapat gangguan kesadaran yang berupa penurunan
kesadaran ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran seperti
berkabut. Bila klinis berat, tidak jarang penderita sampai pada kondisi somnolen
dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis (Organic Brain Syndrome). Pada
penderita dengan tifoid toksik, gejala delirium lebih menonjol.
4. Hepatosplenomegali
Hati dan atau limpa sering ditemukan membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri
tekan.
5. Bradikardia Relatif dan Gejala Lain
12
Bradikardia relatif tidak sering ditemukan. Gejala-gejala lain yang dapat
ditemukan pada demam tifoid adalah rose spot (makula yang berwarna rose) yang
biasanya ditemukan di regio abdomen atas, batuk kering, serta gejala-gejala klinis
yang berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Rose spot ini biasanya muncul
pada 30% pasien diakhir minggu pertama dan menghilang tanpajejak setelah 2-5
hari.
Relaps terjadi pada 5-10% pasien, biasanya dua sampai tiga minggu setelah
demam sembuh. Biasanya relaps ini lebih ringan dibandingkan gejala awalnya dan
S. typhi yang diisolasi dari pasien merupakan S. typhi dengan strain dan kerentanan
antibiotik yang sama. Sepuluh persen pasien demam tifoid yang tidak diobati akan
mengeksresikan S. typhi ditinja hingga 3 bulan mendatang dan 1-4% akan menjadi
pembawa kronis yang asimptomatik, yakni orang yang mengeksresikan S. typhi
baik di urin dan di tinja selama lebih dari 1 tahun.
DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik
• Demam yang tinggi.
• Kelainan makulopapular berupa roseola (rose spot) berdiameter 2-5 mm terdapat
pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Rose spot tersebut agak
meninggi dan dapat menghilang jika ditekan. Kelainan yang berjumlah kurang
lebih 20 buah ini hanya tampak selama dua sampai empat hari pada minggu
pertama. Bintik merah muda juga dapat berubah menjadi perdarahan kecil yang
tidak mudah menghilang yang sulit dilihat pada pasien berkulit gelap (jarang
ditemukan pada orang Indonesia).
• Perut distensi disertai dengan nyeri tekan perut.
• Bradikardia relatif.
• Hepatosplenomegali.
• Jantung membesar dan lunak.
• Bila sudah terjadi perforasi maka akan didapatkan tekanan sistolik yang menurun,
kesadaran menurun, suhu badan naik, nyeri perut dan defens muskuler akibat
rangsangan peritoneum.
• Perdarahan usus sering muncul sebagai anemia. Pada perdarahan hebat mungkin
terjadi syok hipovolemik. Kadang ada pengeluaran melena atau darah segar.
13
• Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi, bising
usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi timpani. Selain itu,
pada colok dubur terasa sfingter yang lemah dan ampulanya kosong. Penderita
biasanya mengeluh nyeri perut, muntah.
• Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya udara bebas di bawah diafragma,
sering disertai gambaran ileus paralitik.
Laboratorium
Pada akhir minggu kedua dan ketiga pembiakan darah menjadi positif untuk basil
usus. Ini menunjukkan adanya ulserasi di ileum. Jika terjadi perforasi yang diikuti
peritonitis terdapat toksemia basil aerob (E. coli) dan basil anaerob (B. fragilis). Titer
aglutinin O dan H (reaksi Widal) biasanya sejajar dengan grafik demam dan
memuncak pada minggu ketiga. Interpretasinya kadang sulit karena ada imunitas
silang dengan kuman salmonela lain atau karena titer yang tetap meninggi setelah
diimunisasi. Antibodi H dapat ditemukan bahkan pada titer yang lebih tinggi, tetapi
karena reaksi silangnya yang luas maka sulit untuk ditafsirkan. Peninggian antibodi
empat kali lipat pada sediaan berpasangan adalah kriteria yang baik tetapi sedikit
kegunaannya pada pasien yang sakit akut dan dapat menjadi tidak bermanfaat akibat
pengobatan antimikroba yang dini. Semakin dini sediaan awal diambil, maka semakin
mungkin ditemukan peningkatan yang nyata. Antibodi Vi secara khas meningkat
14
kemudian, setelah 3 sampai 4 minggu sakit, dan kurang berguna pada diagnosis dini
infeksi.
1. Leukosit.
Pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk demam tifoid karena
kebanyakan pada demam tifoid ditemukan jumlah leukosit dalam batas-batas
normal. Pada demam tifoid tidak ditemukan adanya leukopenia, tetapi kadang-
kadang dapat ditemukan leukositosis.
2. SGOT dan SGPT.
SGOT dan SGPT dapat meningkat, tetapi dapat kembali normal setelah
demam tifoid sembuh, sehingga tidak memerlukan pengobatan.
3. Biakan darah.
Biakan darah (+) dapat memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah ()
tidak menyingkirkan demam tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah
tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
a. Teknik pemeriksaan laboratorium.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
c. Vaksinasi di masa lampau.
d. Pengobatan dengan obat antimikroba.
4. Uji Widal.
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antibodi (aglutinin) dan antigen
yang bertujuan untuk menentukan adanya antibodi, yaitu aglutinin dalam serum
pasien yang disangka menderita demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uji
Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium.
Akibat infeksi oleh Salmonella typhi, maka di dalam tubuh pasien membuat
antibodi (aglutinin), yaitu :
a. Aglutinin O.
Aglutinin O adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen O
yang berasal dari tubuh kuman.
b. Aglutinin H.
Aglutinin H adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen H
yang berasal dari flagela kuman.
15
c. Aglutinin Vi.
Aglutinin Vi adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen Vi
yang berasal dari simpai kuman.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin besar kemungkinan pasien
menderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer Uji Widal akan meningkat
pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari. Pembentukan
aglutinin terjadi pada akhir mingu pertama demam, kemudian meningkat secara
cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti
oleh agglutinin H, pada orang yang sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai
setelah 4-6 bulan, sedangkan agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Oleh karena itu uji widal bukan untuk menetukan kesembuhan penyakit.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaannya yaitu :
1. Tirah baring
16
Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien
dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
2. Cairan
Penderita harus mendapatkan cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Dosis airan parenteral
adalah sesuai dengan kebutuhan harian (tetesan rumatan). Bila ada komplikasi,
dosis cairan disesuaikan dengan kebutuhan. Cairan harus mengandung elektrolit
dan kalori yang optimal.
3. Diet
Pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya
nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet harus mengandung kalori dan
protein yang cukup. Sebaiknya rendah selulose (rendah serat) untuk mencegah
komplikasi, perdarahan dan perforasi. Diet cair, bubur lunak (tim) dan nasi biasa
bila keadaan penderita baik. Tapi bila penderita dengan klinis berat sebaiknya
dimulai dengan bubur atau diet cair selanjutnya dirubah secara bertahap sampai
padat sesuai dengan tingkat kesembuhan penderita. Penderita dengan kesadaran
menurun diberi diet secara enteral melalui pipa lambung. Diet parenteral di
pertimbangkan bila ada tanda-tanda komplikasi perdarahan dan atau perforasi.
4. Terapi
Kloramfenikol Dosis adalah 4 x 500 mg / hari, diberikan secara per
oral atau i.v; sampai dengan 7 hari bebas panas
Tiamfenikol Dosis 4 x 500 mg,
KOMPLIKASI
Intestinal • Perdarahan usus, perforasi, ileus paralitik, pankreatitis
Ekstra- • Kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.
intestinal • Darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, thrombosis.
• Paru: pneumonia, empiema, pleuritis.
• Hepatobilier: hepatitis, kolesistitis.
• Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
• Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis.
• Neuropsikiatrik/tifoid toksik.
PROGNOSIS
Gejala biasanya membaik dalam waktu 2 sampai 4 minggu pengobatan. Hasilnya
mungkin akan baik dengan pengobatan lebih awal, tetapi akan menjadi lebih buruk
apabila timbulnya komplikasi. Gejala dapat kembali jika pengobatan ini tidak
sepenuhnya sembuh dari infeksi.
18
DAFTAR PUSTAKA
19