Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Adalah suatu neoplasma jinak dari sel trofoblas, yang disertai
kegagalan pembentukan plasenta atau fetus, dengan terjadinya vili
yang menggelembung sehingga menyerupai bentukan seperti buah
anggur. Janin biasanya meninggal meninggal tapi vili yang membesar
dan edematous itu hidup dan tumbuh terus (PDT, 2008).
Kehamilan mola secara histologis ditandai oleh kelainan vili
korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat
bervariasi dan edema stroma vilus dan mengeluarkan hormon, yakni
Human chorionic gonadrotropin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar
daripada kehamilan biasa (Sarwono, 2008). Mola biasanya terletak di
rongga uterus; namun kadang-kadang terletak di tuba fallopii dan
bahkan ovarium.

Gambar anatomis mola hidatidosa

2.2. Epidemiologi
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika
Latin dibandingkan dengan negara-negara barat. Insindensi mola
hidatidosa dilaporkan relatif konstan di Amerika Serikat dan Eropa
pada kisaran 1-2 dalam setiap 1000 kehamilan (Drake and colleagues,
2006; Loukovarra and associates, 2005). Hingga akhir-akhir ini,
dipercaya bahwa angka kejadiannya lebih tinggi di negara Asia

2
walaupun data yang didapatkan berasal dari penelitian rumah sakit
sehingga cenderung menyesatkan (Schorge and associates, 2000).
Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Cipto
Mangoenkoesoemo dilaporkan 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan
sedangkan di RSU Dr. Soetomo dilaporkan 1:80 persalinan.
Wanita yang memiliki faktor resiko tinggi mola hidatidosa adalah:
 Usia maternal ekstrim adalah faktor resiko dalam kehamilan
mola. Usia 36 hingga 40 tahun memiliki resiko hingga 2 kali
lipat, sedangkan usia diatas 40 tahun memiliki resiko hingga 10
kali lipat (Altman and associates, 2008; Sebire and colleagues,
2002)
 Riwayat kehamilan mola sempurna memiliki resiko 1,5%
sedangkan mola parsial memiliki resiko 2,7% (Garrett and
colleagues, 2008). Pada riwayat mola berulang hingga 2 kali,
Berkowitz melaporkan terjadinya mola pada kali ketiga pada
tahun 1998 (Berkowitz and associates, 1998). Mola hidatidosa
berulang dengan pasangan yang berbeda menunjukkan bahwa
kelainan pada oosit menyebabkan berkembangnya mola.
 Faktor resiko lainnya meliputi penggunaan kontrasepsi oral,
merokok, dan defisiensi berbagai vitamin.

2.3. Patofisiologi
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis
dari penyakit trofoblas. Pertama teori missed abortion. Janin mati pada
kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena itu terjadilah
gangguan peredaran darah sehingga terjadilah penimbunan cairan
dalam jaringan mesenkim dan villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu
disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folat dan histidine
pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan gangguan
angiogenesis (Sarwono, 2008).
Kedua, teori neoplasma dari Park yang mengatakan bahwa yang
abnormal adalah sel sel trofoblas yang mempunyai fungsi abnormal

3
pula, di mana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi
sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran
darah dan kematian janin (Sarwono, 2008).

2.4. Klasifikasi
Mola hidatidosa memiliki berbagai macam klasifikasi, tapi yang
paling umum dipakai adalah klasifikasi dari FIGO (International
Federation of Gynecology and Obstetrics) yaitu:
 Kelompok premaligna/mola hidatidosa
o Mola hidatidosa sempurna/komplit
Pada mola hidatidosa sempurna tidak ditemukan
gambaran janin. Pada pemeriksaan sitogenik terhadap
kehamilan mola sempurna, ditemukan bahwa komposisi
kromosom dalam 85% kasus adalah 46XX, dengan
kromosom seluruhnya berasal dari ayah. Kondisi ini
disebut sebagai kondisi androgenesis. Pada mola
hidatidosa sempurna, gambaran histopatologis yang
ditemukan adalah adanya edema stroma vili, tidak
ditemukannya pembulu darah vili, dan proliferasi sel
trofoblas (Sarwono, 2008).
Kehamilan mola sempurna memiliki insidensi
sequela maligna yang lebih tinggi dibandingkan mola
parsial. Pada kebanyakan penelitian, 15 hingga 20 persen
dari mola sempurna terdapat bukti penyakit
trophoblastik persisten (Kerkmeijer and coll., 2006;
Soper, 2006). Yang menarik adalah, evakuasi mola lebih
awal tidak menurunkan resiko tersebut (Schorge and co-
workers, 2000).
Pada mola hidatidosa sempurna/komplet (MHK)
adalah ketika satu (atau kadang kala dua) sperma
membuahi sel telur yang tidak memiliki materi generik.
Meskipun kromosom ayah dapat menyusun 46
kromosom, materi genetik yang ada tetap terlalu sedikit.

4
Biasanya sel telur yang dibuahi akhirnya mati saat itu
juga. Pada beberapa kasus yang jarang, sel tersebut
terimplantasi pada uterus. Ketika hal itu terjadi, embrio
tidak tumbuh namun hanya sel trofobla yang tumbuh
untuk mengisi rahim yang mengakibatkan terciptanya
jaringan mola (Berek, 2007; Williams, 2008).

Skema Mola Hidatidosa Komplit


o Mola hidatidosa parsial
Mola hidatidosa parsial timbul bila perubahan
hidatidosa bersifat fokal (setempat) dan kurang
berkembang yang pada beberapa kasus didapatkan pula
sebagian jaringan janin (Shapter and McLellan, 2001).
Pada mola hidatidosa parsial, gambaran
histopatologis yang didapatkan adalah vili yang edema,
dengan sel trofoblas yang tidak begitu bervariasi,
sedangkan di tempat lain masih nampak vili yang normal
(Sarwono, 2008).
Seckl and associates (2000) mendokumentasikan
hanya 3 dari 3000 kasus mola parsial yang
berkomplikasi menjadi choriocarcinoma.
Kehamilan kembar yang terdiri dari diploid mola
sempurna dan sebuah kehamilan normal tidak jarang
pula didapatkan. Niemann (2006) melaporkan bahwa 5
persen dari mola diploid merupakan kehamilan ganda.
Tingkat kelangsungan hidup janin normal tersebut
bervariasi dan bergantung pada diagnosis yang dibuat
dan ata tidaknya masalah lain yang menyertai.

5
Dibandingkan dengan mola parsial, wanita dengan
mola ganda ini memiliki resiko berkembang menjadi
gestational trophoblastic neoplasia yang tidak lebih
tinggi dari mola sempurna (Niemann, 2007).
Pada molahidatidosa parsial (MHP), dua sperma
membuahi sel telur, menciptakan 69 kromosom. Hal ini
disebut triploid. Dengan materi genetik yang terlalu
banyak, kehamilan akan berkembang secara abnormal,
dengan plasenta tumbuh melampaui janin. Janin dapat
terbentuk pada kehamilan ini, akan tetapi janin tumbuh
secara abnormal dan tidak dapat bertahan hidup.

Skema Mola Hidatidosa Parsial


Mola Hidatidosa Mola Hidatidosa Parsial
Sempurna
Kariotipe 46XX atau 46XY 69XXX atau 69XXY
Patologi
Embrio fetus Tidak ada Kadang
Amnion Tidak ada Kadang
Edema Vili Difus Fokal
Proliferasi Ringan hingga berat Fokal, ringan hingga
tropoblas sedang
Presentasi Klinis
Diagnosis Kehamilan mola Missed abortion
Ukuran fetus > usia kehamilan < usia kehamilan
Kista lutein 25-30% Jarang
Komplikasi Bervariasi Jarang
Resiko keganasan 15-20% 1-5%
Tabel perbandingan antara mola hidatidosa sempurna dan parsial

6
 Kelompok maligna/gestational trophoblastic neoplasia
o Invasive mole
o Choriocarcinoma
o Placental site trophoblastic tumor (PSTT)
o Epitheloid trophoblastic tumor

2.5. Gejala Klinis


Gejala mola tidak begitu berbeda dibandingkan kehamilan biasa,
yaitu mual, muntah, pusing dan lain lain. Yang membedakan adalah
keluhan yang didapat umumnya lebih berat. Selain itu, umumnya besar
uterus lebih besar daripada umur kehamilan. Walaupun ada pula kasus
di mana uterusnya lebih kecil atau sama besar walau jaringannya
belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas
tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis
dying mole (Sarwono, 2008). Gambaran klinis sebagian besar
kehamilan mola telah banyak berubah dalam 20 tahun terakhir karena
penegakan diagnosis yang lebih awal. Penggunaan ultrasonografi
vagina dan HCG serum kuantitatif menyebabkan diagnosis ditegakkan
lebih dini (Williams, 2008).
Gejala-gejala klinis yang sering dijjumpai yaitu:
 Perdarahan
Pendarahan adalah gejala utama mola. Biasanya keluhan
pendarahan inilah yang membawa pasien datang ke rumah
sakit. Episode perdarahan dapat antara 1 hingga 2 bulan. Sifat
pendarahannya bisa intermitten, spotting, atau langsung profus.
Efek dilusi akibat hipervolemia yang cukup berat dibuktikan
terjadi pada sebagian wanita yang molanya lebih besar. Kadang-
kadang terjadi perdarahan berat yang tertutup didalam uterus
sehingga menyebabkan uterus mengalami distensi karena terisi
banyak darah dan kadang tampak cairan berwarna gelap yang
keluar dari vagina, gejala ini dapat muncul pada 50% kasus.
Kadang juga ditemukan adanya gelembung yang keluar bersama
cairan. Ini adalah diagnosis yang paling tepat, namun biasanya

7
sudah terlambat ditangani jika menunggu gejala ini keluar
karena umumnya pengeluaran gelembung disertai pendarahan
yang hebat dan kondisi umum pasien sudah menurun. Pada
mola dengan stadium yang lebih lanjut, dapat ditemukan pula
perdarahan uterine disertai dengan anemia defisiensi besi
moderate(Sarwono, 2008; Williams, 2008).
 Pembesaran ukuran uterus
Pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia
kehamilan adalah gejala klasik dari mola hidatidosa sempurna.
Pembesaran ini disebabkan karena perkembangan sel trofoblas
yang berlangsung dengan sangat cepat. Pada sekitar separuh
kasus, pertumbuhan uterus jauh lebih cepat dari usia
kehamilan. Uterus memiliki konsistensi lunak. Kista theca-lutein
besar dapat susah dibedakan dengan pembesaran uterus jika
hanya menggunakan pemeriksaan bimanual. Dan walaupun
uterus membesar, pada kasus mola tidak didapatkan detak
jantung janin (Williams, 2008).
 Hiperemesis
Emesis gravidarum adalah gejala yang wajar dan sering
terjadi pada trimester pertama kehamilan. Mual biasanya
terjadi pagi hari, tapi dapat juga malam hari. Gejala gejala ini
kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid
terakhir dan berlangsung selama kurang dari 10 minggu.
Apabila gejala gejala tersebut membuat keadaan umum
seseorang memburuk dan mengganggu pekerjaan sehari hari,
maka disebut hiperemesis gravidarum (Sarwono, 2008).
Etiologinya sampai sekarang belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor predisposisi telah ditemukan, antara lain
primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi
yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda ini
menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan
penting, karena pada kedua keadaan itu kadar hormone HCG
dibentuk secara berlebihan. Pada kehamilan mola ini HCG

8
dihasilkan oleh sel sinsitiotrofoblas yang terutama (Sarwono,
2008).
Hiperemesis gravidarum dapat menimbulkan keadaan yang
gawat karena akan terjadi dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit apabila tidak tertangani dengan baik. Dapat terjadi
ketosis yang berbahaya karena cadangan karbohidrat dan
lemak terpakai semua sehingga proses pemecahan badan keton
meningkat.
 Hipertensi
Kadang kala, early onset preeclampsia muncul bersamaan
dengan mola yang besar. Karena hipertensi gestasional jarang
ditemukan sebelum usia 24 minggu, preeklamsia yang muncul
sebelum usia kehamilan ini meningkatkan perhatian terhadap
kehamilan mola. Menariknya, tak satupun dari 24 wanita
dengan dengan mola sempurna pada penelitian Coukos
mengalami keluhan hiperemesis, preeklamsia, maupun
thyrotoksikosis (Coukos and coll., 1999). Hal ini menunjukkan
bahwa bisa saja mola muncul tanpa memberikan gejala khas.
 Kista lutein
Pada mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein,
baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein ini terbentuk
karena respon terhadap kadar hormone HCG yang meningkat
dan biasanya disertai dengan hydrops fetalis dan hipertrofi
placenta (Niemann, 2006). Pasien biasanya mengeluh adanya
nyeri pada daerah pelvis karena pembesaran dari ovarium.
Karena ada pembesaran ovarium, otomatis ada resiko
terjadinya torsi kista lutein, infark dan pendarahan yang dapat
mengakibatkan gejala akut abdomen. Dengan pemeriksaan
klinis insidensi kista lutein lebih kurang 10,2 % (biasanya tidak
teraba dengan palpasi bimanual), tetapi bila menggunakan USG
angka-nya meningkat sampai 50% (Williams, 2008).

9
 Tanda janin
Pada mola hidatidosa sempurna tidak akan didapatkan
adanya tanda keberadaan janin. Meskipun uterus semakin
membesar, tidak didapatkan adanya denyut jantung janin (DJJ),
tidak didapatkan ballotement, maupun pergerakan janin.

2.6. Diagnosis
Penegakan diagnosis mola hidatidosa dilakukan secara sistematis
melalui:
1. Anamnesis
Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama yang
biasanya didapatkan perdarahan, rasa mual/muntah berlebih.
Harus ditanyakan pula data kehamilan sekarang maupun
terdahulu, serta faktor resiko yang mengarah pada diagnosis.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda vital
Pengukuran tanda vital terutama tekanan darah
untuk mengetahui apakah didapatkan hipertensi yang
mengarah pada preeklamsia mola hidatidosa.
b. Inspeksi
Diperiksa apakah didapatkan mola face (muka dan
badan tampak kekuningan), adanya darah yang keluar
dari vagina, maupun adanya gelembung mola.
c. Palpasi
Pemeriksaan leopold untuk membandingkan ukuran
uterus dengan usia kehamilan (metode HPHT),
merasakan bagian-bagian janin, ballotement, maupun
gerakan janin.
d. Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi untuk mendeteksi adanya
detak jantung janin
e. Periksa dalam
Dilakukan vaginal toucher (VT)

10
f. Wayne Index
Menggunakan Wayne Index jika dicurigai adanya
tirotoksikosis
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
i. Darah lengkap. Pemeriksaan ini dilakukan karena
pada kasus mola sering didapatkan perdarahan
profus yang berujung pada anemia dan gangguan
koagulasi darah
ii. Faal hemostasis. Yang diperiksa yaitu PPT/APTT
iii. Pemeriksaan fungsi liver. Yang diperiksa yaitu
SGOT/SGPT
iv. Pemeriksaan fungsi ginjal. Yang diperiksa yaitu
BUN/SK
v. Pemeriksaan kadar tiroksin. Pada kehamilan mola
secara klinis menunjukkan eutiroid, tapi kadar
tiroksin plasma kadang menunjukkan
peningkatan.
b. Radiologis
i. USG. Pada pemeriksaan USG didapatkan
gambaran snow storm appearance atau snow flake
pattern
c. Sonde
Pemeriksaan sonde tidak rutin dilakukan dan
umumnya hanya dilakukan sebagai tindakan awal
sebelum prosedur kuret. Jika pada sonde tidak
didapatkan tahanan janin, maka akan menguatkan
diagnosis mola hidatidosa
d. Histopatologi
Jaringan yang didapatkan dari hasil evakuasi
dikirimkan dan diperiksa di departemen ilmu patologi
anatomi

11
i. Pada mola hidatidosa sempurna, didapatkan vili
yang edema, hyperplasia sel trofoblas, dan
penurunan atau bahkan tidak adanya aliran darah
janin.
ii. Pada mola hidatidosa parsial, kadang didapatkan
adanya janin, dan juga plasenta serta pembuluh
darah janin dengan eritrosit janin di dalamnya.
Dapat ditemukan juga edema villi dan profilerasi
trofoblas seperti pada mola sempurna.

2.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari mola hidatidosa yaitu:
1. Gemelli/hamil kembar
Pada kehamilan kembar, sering didapatkan adanya
peningkatan HCG dan ukuran uterus lebih besar dibandingkan
perkiraan usia kehamilan.
2. Abortus
Yang membedakan dengan kehamilan mola adalah pada
abortus ditemukan adanya nyeri yang khas (cramping pain)
yaitu nyeri yang ritmis pada supra simfisis dan punggung
seperti orang haid. Selain itu, jika ditemukan adanya gelembung
pada darah yang keluar maka dipastikan itu adalah mola
hidatidosa.
3. Hiperemesis gravidarum
Keluhan subyektif berupa mual muntah yang berlebihan
sering didapatkan pada kehamilan normal maupun mola. Oleh
karena itu, diperlukan tanda dan gejala lain-lainnya sebelum
menegakkan diagnosis mola hidatidosa.
4. Choriocarcinoma
Penegakan diagnosis choriocarcinoma berdasarkan pada
pemeriksaan patologi anatomi, karena pada penelitian, sekitar
20% kasus mola berujung pada keganasan.
5. Kehamilan dengan hipertiroid

12
Pada setiap kehamilan normal selalu terjadi peningkatan
kerja tiroid, tapi tidak memberikan gambaran pembesaran yang
nyata, jika terdapat pembesaran yang nyata dengan gejala gejala
hipertiroid maka dianggap patologis. Pada kehamilan mola
dapat terjadi hipertiroid karena antara HCG dengan T3&T4
memiliki struktur yang mirip dengan reseptor yang sama,
sehingga peningkatan kadar HCG dapat merangsang
peningkatan kadar tiroid dan disertai dengan gejala gejala mola
hidatidosa lainnya.

2.8. Tata Laksana


Prinsip tata laksana mola hidatidosa secara umum yaitu:
1. Perbaikan KU (kondisi umum)
Maksudnya adalah menangani komplikasi yang disebabkan
karena mola hidatidosa. Pada pasien dengan syok atau anemia
dapat diberikan rehidrasi cairan dan transfusi darah, sedangkan
penanganan pre eklampsia dan eklampsia sama dengan
kehamilan biasa.
2. Pengeluaran jaringan mola
Pengeluaran jaringan mola dapat dilakukan dengan kuret
atau histerektomi. Histerektomi sangat jarang dilakukan pada
kasus mola. Histerektomi dilakukan pada wanita yang cukup
umur dan cukup mempunyai anak. Tindakan yang lebih sering
dilakukan adalah kuretase. Kuret dilakukan setelah kondisi
umum membaik. Yang harus diwaspadai pada tindakan kuret
adalah kemungkinan perdarahan profus dan depresi pernafasan
karena emboli sel trofoblas ke pembuluh darah.
3. Profilaksis dengan sitostatika
Terapi ini masih menjadi perdebatan. Terapi ini dapat
diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya
keganasan misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak
untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil

13
pemeriksaan histopatologi yang mencurigakan. Bisa diberikan
dari golongan metrothrexate atau actinomycin D.
4. Pemeriksaan lanjutan
Sesudah evakuasi, dilakukan pengawasan baik secara klinis,
laboratorium, maupun radiologi. Hal ini perlu dilakukan
mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola
hidatidosa. Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua
tahun. Tujuannya adalah memastikan pada mola hidatidosa
telah sembuh sempurna dan pemberian kemoterapi jika
diperlukan.
5. KIE
o Kontrol rutin hingga pasien dinyatakan benar-benar
sembuh, karena penyakit ini beresiko menjadi suatu
keganasan
o Pasien disarankan menunda kehamilan. Hal ini agar
mencegah kerancuan peningkatan HCG apakah karena
kehamilan atau proses keganasan
o Pasien diperbolehkan hamil setelah hasil HCG selama 6
bulan menunjukkan hasil normal
o Kehamilan selanjutnya harus tetap dilakukan
pemantauan ketat, karena selalu ada resiko hamil mola
berulang

2.9. Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa dapat disebabkan karena
perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung, atau tirotoksikosis. Di
negara maju, karena kemajuan diagnosis dini dan terapi yang tepat,
tingkat kematian akibat mola hidatidosa hampir mencapai angka 0%,
tapi pada negara berkembang angka kematian ibu masih cukup tinggi
yaitu sekitar 2-5%. Sebagian wanita akan sehat kembali setelah
jaringan dikelurkan, tapi pada beberapa kasus ada yang menderita
degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Resiko keganasan
menurut beberapa literatur adalah 20%. Keganasan ini bisa

14
berlangsung antara 7 hari hingga 3 tahun pasca mola, walaupun kasus
terbanyak adalah dalam waktu 6 bulan pertama. Tetapi yang jelas,
semua keganasan mola ini dapat sembuh sempurna (curable).

15

Anda mungkin juga menyukai