DISLOKASI ELBOW
OLEH :
Pembimbing:
dr. Rudi Febrianto, Sp.OT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Keterlibatan spinal pada pasien dengan infeksi TB terjadi kurang dari 1%,
namun adanya peningkatan frekuensi TB pada negara berkembang juga akan
menyebabkan peningkatan frekuensi TS. TS merupakan jenis TB skeletal yang
paling berbahaya dan memiliki frekuensi 50% dari seluruh kasus TB skeletal.
Lokasi yang paling sering terlibat adalah thoracolumbar junction, namun
demikian, tidak menutup kemungkinan bagian spinal lainnya juga dapat terlibat.
Insidensi komplikasi neurologi pada TS adalah 10-43%. Insidensi spondilitis
tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas
fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia, serta kondisi sosial di
negara tersebut. Insidensi TS mencapai 1-5% dari seluruh kasus TB yang telah
dilaporkan. Beberapa studi di negara berkembang menunjukkan bahwa
Mycobacterium (M.) tuberculosis merupakan agen kausatif dari infeksi spinal
dengan frekuensi 17-39%.1,2,3
2
terkena, tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight
bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering
terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang
belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberculosis tulang, diikuti
kemudian oleh tulang panggul, lutut, dan tulang-tulang lain di kaki; sedangkan
tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torakolumbal terutama torakal
bagian bawah (umumnya T10) dan lumbal bagian atas merupakan tempat yang
paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan dari weight
bearing mencapai maksimum, lalu diikuti dengan area servikal dan sakral.1,2
3
dibandingkan dengan anak-anak. Hal ini berhubungan dengan insidensi usia
terjadinya infeksi tuberkulosa pada tulang belakang, kecuali pada dekade pertama
(paraplegia jarang ditemukan di usia muda).1,2
4
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : Liana Listiawati
Usia : 13 tahun
Alamat : Bima
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Siswa
No MR : 014956
MRS : 19 September 2018
Tanggal periksa : 30 September 2018
B. Anamnesis
KU : nyeri pada siku kanan
RPS : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada siku kanan. Keluhan
tersebut dirasakan sejak 4 tahun terakhir. Sekitar 4 tahun yang lalu, pasien
pernah jatuh dari tangga sehingga membuat siku kanan pasien cedera.
Kemudian, keluarga pasien membawa pasien ke tukang urut untuk
mendapatkan pengobatan alternatif karena pasien dan keluarga pasien
takut menjalani operasi apabila dibawa ke rumah sakit. Saat dibawa ke
tukang urut, keluarga pasien mengatakan pasien dipijat dan tangan pasien
dibalut menggunakan bambu dan kain. Setelah beberapa kali berkunjung
ke tukang urut, pasien terkadang masih merasakan nyeri pada sikunya dan
pasien tidak dapat meluruskan tangan kanannya karena kaku pada sikunya.
Selama 4 tahun terakhir, pasien beraktifitas dengan kondisi tangan kanan
yang tidak dapat diluruskan. Tetapi, pasien mengaku masih dapat
menggunakan tangan kanannya untuk beraktifitas seperti biasa seperti,
menulis, makan, dan lain-lain. Pasien baru berkunjung ke rumah sakit
karena pasien merasa malu dan sedikit terganggu karena posisi tangan
kanan yang tidak dapat diluruskan.
5
RPD : Riwayat trauma 4 tahun yang lalu (+), riwayat batuk lama atau
darah serta demam lama hilang timbul disangkal. Riwayat penyakit
jantung (-), penyakit keturunan (-), penyakit tulang (-), penyakit tumor
atau keganasan (-).
RPK : Keluhan serupa (-), riwayat batuk lama atau darah (-), riwayat
tumor atau keganasan (-), riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus(-),
penyakit keturunan (-), penyakit tulang (-).
B. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
6
limfonodi (-), pendengaran kesan normal
Toraks Inspeksi
§ Bentuk dan ukuran dinding dada simetris.
§ Permukaan dada: massa (-), jaringan sikatrik (-) dan jejas (-)
Palpasi
§ Pergerakan dinding dada simetris.
§ Nyeri tekan (-), benjolan (-), edema (-), krepitasi (-)
Perkusi
§ Perkusi oritentasi sonor di kedua lapang paru.
§ Batas Paru – Hepar anterior dextra:
Inspirasi : ICS VI
Ekspirasi : ICS IV
§ Batas Jantung:
Dextra anterior: ICS IV linea parasetrnalis dextra
Sinistra anterior: ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi
§ Pulmo: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
§ Cor : S1dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen Inspeksi
§ Dinding abdomen : distensi (-), massa (-) jaringan sikatrik (-),
jejas (-)
Auskultasi
7
§ Bising Usus (+), bising aorta abdominalis (-), mettalic sounds
(-)
Perkusi
§ Perkusi orientasi timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi
§ Nyeri tekan (-), distensi abdomen (-)
§ Hepar / Lien / Ren : tidak teraba
Status Lokalis
Regio elbow dextra
a) Look
- Warna kulit normal, serupa dengan sekitarnya
- Jejas (-), perdarahan aktif (-)
- Deformitas angulasi (+), shortening (+)
- Pembengkakan (+)
b) Feel
- Hangat, nyeri tekan (+) minimal
- Sensibilitas normal
- Pulsasi A. radialis (+)
8
c) Move
- Pergerakan aktif
- Pergerakan pasif
- ROM terbatas
C. Resume
- Perempuan usia 13 tahun datang dengan keluhan nyeri pada siku kanan
yang dirasakan sejak 4 tahun terakhir. Riwayat trauma 4 tahun yang lalu
sehingga menyebabkan cedera pada siku kanannya. Cedera tersebut
membuat pasien tidak dapat meluruskan tangan kanannya oleh karena
kaku pada siku kanan.
- Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien baik dengan
kesadaran compos mentis, tanda vital dalam batas normal.
- Pada pemeriksaan status lokalis ditemukan deformitas pada regio elbow
kanan. Pemeriksaan gerakan aktif, gerakan pasif, dan ROM terbatas.
D. Assesment
- Dislokasi elbow dextra
E. Planning Diagnostik
- Pemeriksaan darah lengkap dan kimia klinik
- Foto polos elbow dextra
F. Planing Terapi
Monitoring :
- Monitoring keadaan umum
- Tanda vital
Tindakan Bedah
- Pro Rekonstruksi
9
r
HGB 13,0 12,0-16,0 g/dL
RBC 4,55 4,10-5,30 [106/µL]
WBC 9120 5,0-12,0 [103/ µL]
HCT 38 26-50 [%]
PLT 365000 150- 400 [103/ µL]
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Vertebra
Tulang belakang (vertebra) dibagi dalam dua bagian. Di bagian ventral terdiri atas
korpus vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh discus intervebra dan ditahan
satu sama lain oleh ligamen longitudinal ventral dan dorsal. Bagian dorsal tidak
begitu kokoh dan terdiri atas masing-masing arkus vertebra dengan lamina dan
pedikel yang diikat satu sama lain oleh berbagai ligament di antaranya ligament
interspinal, ligament intertansversa dan ligament flavum. Pada prosesus spinosus
dan transverses melekat otot-otot yang turut menunjang dan melindungi kolum
vertebra.
Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi sebagai
penyangga tubuh dan melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas
tulang belakang yang tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang
servikal (vertebra servikalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra torakalis), 5 ruas
tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu (vertebra
sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea).
11
Gambar 1. Anatomi Vertebra
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh
karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior.
Pada pandangan dari samping pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau
lordosis di daerah servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun
masing-masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya bukanlah
merupakan satu struktur yang mampu melenting, melainkan satu kesatuan yang
kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus ruas tulang
belakang.
12
Vertebra servikalis yang atipikal mempunyai ciri sebagai berikut.
Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra
torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk
toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih
besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makin kecil.
Tulang vertebra merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi
atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus
intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale
anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina,
kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat
otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebra
antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint).
13
Gambar 2. Vertebra Cervicalis
Tulang vertebra ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan
tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebra
yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus
invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan
ligamentum longitudinalis posterior. Diskus invertebralis menyusun seperempat
panjang columna vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan
lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi
sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak cedera bila
terjadi trauma.
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh
karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior.
Pada pandangan dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau
lordosis di daerah servikal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masing-
masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya merupakan satu
kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus
ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang
terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk
yang membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup
gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya
semakin kecil.
14
Vertebra thorakalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut.
15
Processus spinosus pendek, rata, berbentuk segiempat, dan mengarah ke
belakang.
Fascies articularis processus articularis superior menghadap ke medial dan
yang inferior menghadap ke lateral.
Kolumna vertebralis ini terbentuk oleh unit-unit fungsional yang terdiri dari
segmen anterior dan posterior.
Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis
di belakang yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang
16
lamina, dua pedikel, satu prosesus spinosus, serta dua prosesus transversus.
Beberapa ruas tulang belakang mempunyai bentuk khusus, misalnya tulang
servikal pertama yang disebut atlas dan ruas servikal kedua yang disebut
odontoid. Kanalis spinalis terbentuk antara korpus di bagian depan dan arkus
neuralis di bagian belakang.
17
yang terdiri atas rangkaian sendi intervertebralis lateralis. Secara keseluruhan
tulang belakang dapat diumpamakan sebagai satu gedung bertingkat dengan tiga
tiang utama, satu kolom di depan dan dua kolom di samping belakang, dengan
lantai yang terdiri atas lamina kanan dan kiri, pedikel, prosesus transversus dan
prosesus spinosus.
18
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage
Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari
nukleus pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebra dapat
mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan
ekstensi columna vertebralis. Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun
nukleus pulposusnya adalah bangunan yang tidak peka nyeri.
Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan
(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai
sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan
berperan menahan tekanan/beban. Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus
pulposus menurun dan diganti oleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut,
diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar dibedakan dari anulus. Ligamen
longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat lemah, sehingga HNP sering
terjadi di bagian postero lateral. Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal
posterior makin mengecil sehingga pada ruang intervertebre L5-S1 tinggal
separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan mudah terjadinya kelainan
didaerah ini.
Epidemiologi
19
Eropa dan Amerika lebih kecil yaitu sekitar 3-4%. Dari 9,4 juta kasus TB pada
tahun 2009, 1,0-1,2 juta (11-13%) kasus merupakan kasus HIV positif.
20
Tabel 1. Perbandingan faktor resiko spondilitis tuberkulosa
Berdasarkan tabel di atas, dari beberapa faktor resiko TS, seperti usia,
jenis kelamin, underlying disease, penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
riwayat TB sebelumnya dan co-infeksi HIV, faktor resiko yang berhubungan
secara signifikan dengan terjadinya infeksi TS adalah usia. Dimana berdasarkan
studi tersebut menunjukkan bahwa pasien berusia lebih dari 35 tahun lebih
beresiko terkena infeksi TS dibanding pasien berusia kurang dari 35 tahun.
Klasifikasi
Grup A adalah kelompok pasien dengan lesi anterior yang stabil dan tanpa
disertai deformitas kifosis, yang diterapi dengan debridement anterior dan
strut grafting.
21
Grup B terdiri atas pasien dengan lesi global, kifosis dan instabilitas, serta
membutuhkan terapi posterior instrumentation menggunakan closed-loop
rectangle dengan sublaminar wires dan anterior strut grafting.
Grup C terdiri atas pasien dengan lesi anterior atau global dengan resiko
tinggi operasi trans-torakal akibat adanya penyakit komorbid atau resiko
komplikasi anesthesia.
Grup D terdiri atas pasien dengan lesi posterior terlokalisir yang hanya
membutuhkan dekompresi posterior.
a. Tipe I: keterlibatan satu level diskus dan infiltrasi soft tissue tanpa disertai
abses dan defisit neurologis
b. Tipe IA: lesi hanya terbatas pada vertebra sehingga terapi yang dibutuhkan
berupa fine needle biopsy dan terapi medical
c. Tipe IB: pembentukan abses yang menyebar hingga vertebra dan terapi
yang dibutuhkan adalah debridement menggunakan anterior, posterior atau
endoscopic approach.
d. Tipe II: degenerasi satu atau dua level diskus, pembentukan abses dan
kifosis ringan yang dapat dikoreksi dengan operasi anterior. Meskipun tipe
ini tidak menunjukkan instabilitas, namun defisit neurologis dapat terjadi.
e. Tipe III: degenerasi satu atau dua level diskus, pembentukan abses,
instabilitas dan deformitas yang tidak dapat dikoreksi dengan operasi
biasa. Tipe ini membutuhkan operasi dekompresi dan stabilisasi.
Patofisiologi
22
atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik
ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang
belakang.
Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan
genitaurinarius. Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang
berasal dari fokus primer di paru. Sementara pada orang dewasa, penyebaran
terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil dapat
terjadi melalui arteri interkostal atau lumbar yang memberikan suplai darah kedua
vertebra yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra di atasnya dan
bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batson’s yang mengelilingi
kolumna vertebralis sehingga menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal
inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus penyakit ini diawali
dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus
melibatkan tiga taua lebih vertebra.
Lesi dasar dari penyakit ini merupakan kombinasi antara osteomielitis dan
artritis yang melibatkan satu atau lebih dari vertebra. Infeksi tuberkulosa pada
awalnya mengenai bagian cancellous dari vertebra. Area infeksi secara bertahap
bertambah besar dan meluas, berpenetrasi ke dalam korteks tipis korpus vertebra
sepanjang ligament longitudinal anterior, serta melibatkan dua atau lebih vertebra
yang berdekatan melalui perluasan di bawah ligamentum longitudinal anterior
atau secara langsung melewati diskus intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan
fokus multipel yang dipisahkan oleh vertebra normal. Infeksi dapat juga
berdiseminasi ke vertebra yang jauh melalui abses paravertebral.
Proses lanjut apabila tidak mendapat pengobatan, maka akan terjadi proses
lanjut dimana nekrosis akan mencegah pembentukan tulang baru dan pada saat
yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avaskular pada diskus yang
memberikan manifestasi pada penyempitan rongga diskus, hilangnya tulang
subkondral, dan kolapsnya korpus vertebra. Suplai darah juga akan semakin
terganggu dengan timbulnya endoartritis yang menyebabkan tulang menjadi
nekrosis.
23
Sebagai media untuk menahan beban, kolaps vertebra akan memberikan
dampak terhadap destruksi progresif tulang belakang terutama pada bagian
anterior. Destruksi akan menyebabkan perubahan pada diskus intervertebralis dan
akan timbul deformitas berbentuk kifosis (gibus) yang progresivitasnya
bergantung dari derajat kerusakan, level lesi, serta jumlah vertebra yang terlibat.
Jika deformitas ini sudah timbul, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa
penyakit ini sudah meluas.
Diagnosis
24
Pada anamnesis, klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dari bulan hingga tahun.
Keluhan sistemik biasanya lebih sering didapatkan, secara umum dapat berupa
demam yang hilang timbul, keringat malam, anoreksia, serta penurunan berat
badan. Pada anak didapatkan keluhan orang tua, seperti anak yang malas untuk
bermain keluar rumah, hilangnya berat badan, dan berkurangnya nafsu makan.
Hasil anamnesis lain adalah adanya riwayat batuk lama (lebih dari tiga minggu)
berdahak atau berdarah. Keluhan nyeri lokal pada tulang belakang biasanya
ditemukan.
Provoking Incident
Provokator nyeri adalah bertambah apabila melakukan mobilisasi spina. Rasa
nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri pasien
akan menahan punggungnya menjadi kaku.
Quality or quantity of pain
Sebagian besar pasien secara subjektif menyatakan rasa nyeri seperti menusuk
tumpul.
Region, radiation, reffered
Secara umum nyeri bisa bersifat spinal dan radikular.
Keluhan nyeri biasanya terlokalisir pada satu region tulang belakang atau berupa
nyeri yang menjalar. Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai
nyeri di daerah telinga atau nyeri menjar ke tangan. Lesi torakal atas akan
menampakkan nyeri yang terasa di dada dan interkostal. Pada lesi di bagian
torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut.
Severity (scale) of pain
Skala nyeri biasanya bervariasi dalam rentang 2-3 dalam pengakajian nyeri
subjektif
Time
Sifat nyeri biasanya kronis (chronic back pain), dengan durasi keluhan selama
empat bulan.
25
Walaupun jarang, infeksi yang melibatkan area servikal akan memberikan
manifestasi nyeri dan kekakuan pada leher, disfagia, serta stridor. Nyeri dan
kekakuan leher dikarakteristikkan dengan ketidakmampuan menolehkan kepala,
mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi, dan duduk dalam posisi dagu
disangga oleh satu tangannya, sementara tangan lainnya di oksipital. Rigiditas
pada leher dapat bersifat asimetris sehingga menyebabkan timbulnya gejala klinis
tortikolis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa nyeri di leher atau bahu. Abses
yang besar, terutama pada anak, akan mendorong trakea ke sterna notch
memberikan dampak pada disfagia dan stridor. Sementara kompresi medulla
spinalis pada orang dewasa menyebabkan tetraparesis.
26
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Yasaratne et al, didapatkan
beberapa gejala klinis yang umum terjadi pada penyakit TS, yang mana gejala
tersebut terangkum pada bagan di bawah ini.
Feel : Jika terdapat abses, maka akan teraba massa yang berfluktuasi
dan kulit atasnya terasa sedikit hangat (cold abscess). Sensasi ini
dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fosa iliaka, retrofaring, atau di
sisi leher (di belakang otot sternokleidomastoideus), bergantung
dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar dinding dada. Perlu
27
diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi destruktif dan
kuantitas pus dalam cold abscess. Spasme otot protektif disertai
keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena.
Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium
o Tuberculin skin test atau Tuberculin Purified Proitein Derivative
(PPD) positif
o LED meningkat (tidak spesifik): 20-100 mm/jam
o Leukositosis
o Kultur cairan serebrospinal menunjukkan basil tuberkel
Radiologi
o Foto polos: pada tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian
anterior superior atau sudut inferior korpus vertebra, osteoporosis
regional yang kemudian berlanjut sehingga tampak penyempitan
diskus sintervertebralis yang berdekatan, serta erosi korpus
vertebra anterior yang berbentuk scalloping karena penyebaran
infeksi dari area subligamentous.
o CT Scan: terutama bermanfaat untuk memvisualisasi region torakal
dan keterlibatan iga yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan
lengkung saraf posterior seperti pedikel tampak lebih baik dengan
CT Scan.
Berikut ini gambaran tipikal dari penyakit TS yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan CT Scan.
28
B. CT axial imaging of lumbar spine showing end plate and
vertebral body destruction.
F. CT shows gross vertebral destruction with gibbus deformity.
29
A. T2 weighted sagittal MR images showing high signals in
Lumbar 2nd & 3rd vertebral bodies
C. T1 weighted sagittal MRI shows subligamentous spread of
infection
D. Axial MR image shows bilateral psoas abscesses
D. Sagittal MRI showing lumbar 1st destruction, thoracic 12th
intra-osseous abscess formation, epidural extension and cord
compression.
Tabel di bawah ini menunjukkan gejala klinis, dan hasil laboratorium serta
pencitraan pasien dengan infeksi TS berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Alavi dan Sharifi pada tahun 2010.
30
Tabel 2. Perbandingan gejala klinis, hasil laboratorium dan pencitraan pada spondilitis
tuberkulosa
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui beberapa gejala klinis yang dapat
ditemukan pada pasien TS meliputi demam, berkeringan malam, penurunan berat
badan, nyeri punggung, tenderness lokal, paraparesis, kifosis. Di antara gejala
klinis tersebut, gejala nyeri punggung dan tenderness lokal merupakan gejela
tersering yang muncul. Sedangkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium,
peningkatan ESR dan CRP juga ditemukan cukup sering, yaitu pada 92% dan
86% pasien dengan TS. Berdasarkan pemeriksaan pencitraan, gambaran TS lebih
umum ditemukan pada pemeriksaan X-ray spinal dibandingkan pemeriksaan
pencitraan lain.
31
Yasaratne et al pada tahun 2013 melakukan studi mengenai penyakit TS
berkaitan dengan jenis lesi yang paling sering ditemukan pada TS. Penentuan
jenis lesi dilakukan berdasarkan pemeriksaan pencitraan meliputi X-ray, CT Scan
dan MRI. Berdasarkan pemeriksaan X-ray, jenis lesi yang paling banyak
ditemukan pada penyakit TS adalah end plate sclerosis/erosion. Sama halnya
dengan X-ray, jenis lesi yang paling umum ditemukan pada CT Scan adalah end
plate sclerosis/erosion. Sedangkan pada pemeriksaa MRI, jenis lesi yang umum
yaitu paraspinal soft tissue masses. Tabel di bawah ini merangkum beberapa jenis
lesi yang umum ditemukan pada penyakit TS yang dilihat melalui pemeriksaan X-
ray, CT Scan dan MRI berdasarkan hasil studi Yasaratne et al.
32
Selain itu, Yasaratne et al juga menggambarkan lokasi bagian vertebra
yang paling sering terkena infeksi TS. Gambar ini bawah ini menunjukkan hasil
tersebut.
33
Gambar 7. Penyebaran lokasi infeksi spondilitis tuberkulosa pada vertebra
Komplikasi
34
Diagnosis banding
1. Infeksi piogenik
2. Infeksi enteric
3. Tumor/penyakit keganasan
4. Scheuermann’s disease
5. Myeloma multipel
6. Kandidiasis
7. Artritis septic
8. Abses korda spina
9. Tuberculosis
Tatalaksana
I. Konservatif
a. Imobilisasi dengan tirah baring panjang atau dengan gips badan
Tindakan ini biasanya dilakukan pada penyakit yang telah lanjut
dan bila tidak tersedia keterampilan dan fasilitas yang cukup untuk
melakukan operasi radikal spinal anterior atau bila terdapat
masalah teknik yang terlalu membahayakan. Istirahat dapat
dilakukan dengan memakai gips untuk melindungi tulang belakang
dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan yang akut atau fase
aktif. Pemberian gips ini ditujukan untuk mencegah pergerakan
dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih lanjut. Istirahat di
tempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu sehingga dicapat
keadaan yang tenang dengan melihat tanda-tanda klinis, radiologis
dan laboratorium. Secara klinis ditemukan berkurangnya rasa
nyeri, hilangnya spasme otot paravertebral, nafsu makan dan berat
badan meningkat, serta suhu tubuh normal. Hasil laboratorium
menunjukkan penurunan laju endap darah dan tes Mantoux
umumnya <10 mm. pada pemeriksaan radiologis tidak dijumpai
bertambahnya destruksi tulang, kavitasi, ataupun sekuster.
Pemasangan gips bergantung pada level lesi. Pada daerah
servikal diimobilisasi dengan jaket Minerva; pada daerah vertebra
35
torakal, torakolumbal dan lumbal atas diimobilisasi dengan body
cast jacket, sedangkan pada daerah lumbal bawah, lumbosakral dan
sacral dilakukan imobilisasi dengan body jacket atau korset dari
gips yang disertai dengan fiksasi salah satu sisi panggul. Lama
imobilisasi berlangsung kurang lebih enam bulan, dimulai sejak
penderita diperbolehkan berobat jalan.
Latihan ROM pada anggota gerak dilakukan untuk
mencegah kontraktur dan atrofi otot. Latihan ROM secara pasif
dilakukan pada pasien spondilitis dengan kelumpuhan pada
ekstremitas bawah juga melibatkan anggota keluarga agar tujuan
dapat lebih optimal didapatkan. Latihan ROM yang optimal dapat
menurunkan atrofi otot, perbaikan sirkulasi perifer dan mencegah
kontraktur pada ekstremitas bawah yang mengalami kelemahan.
Dalam posisi netral, alat gerak bawah berada pada posisi
lutut sedikit fleksi. Oleh karena pasien cenderung melakukan
ekstensi pergelangan kaki, kondisi kontraktur pergelangan kaki dan
footdrop sering terjadi. Oleh karena itu, tindakan latihan ROM
dengan fleksi kaki dapat menurunkan resiko footdrop.
b. Kemoterapi dengan OAT selama 6-9 bulan
Terapi utama spondilitis tuberkulosa adalah kemoterapi dengan
OAT. Pemberian OAT dapat secara signifikan mengurangi
morbiditas dan mortalitas. OAT yang diberikan adalah isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol. Terdapat
perbedaan terkait durasi pemberian OAT pada TS berdasarkan
WHO dan American Thoracic Society, yang mana WHO
merekomendasikan terapi OAT selama 6 bulan serupa dengan
terapi TB pada umumnya. Sedangkan American Thoracic Society
merekomendasikan pemberian OAT selama 9 bulan, yang mana
untuk dua bulan pertama, jenis OAT yang diberikan sama dengan
WHO kemudian dilanjutkan dengan pemberian isoniazid dan
rifampisin selama tujuh bulan.
36
Tabel di bawah ini menunjukkan jenis OAT yang berikan pada
penyakit TS berdasarkan rekomendasi WHO.
37
ditinggalkannya diisi oleh autogenous bone graft dari tulang iga.
Pendekatan langsung secara radikal mendorong penyembuhan yang cepat
dan tercapainya stabilisasi dini tulang belakang dengan memfusikan
vertebra yang terkena. Fusi spinal posterior dilakukan hanya bila terdapat
destruksi dua atau lebih korpus vertebra, adanya instabilisasi karena
destruksi elemen posterior atau konsolidasi tulang terlambat, serta tidak
dapat dilakukan pendekatan dari anterior. Pada kasus dengan kifosis berat
atau defisit neurologis, kemoterapi tambahan dan bracing merupakan
terapi yang tetap dipilih, terutama pada pusat kesehatan yang tidak
mempunyai perlengkapan untuk operasi spinal anterior.
38
BAB IV
PEMBAHASAN
Laki-laki 54 tahun datang dengan keluhan kelemahan pada kedua kaki yang
dirasakan sejak 5 bulan lalu. Kelemahan kaki muncul secara perlahan. Kelemahan
pada kedua kaki umumnya disebut dengan paraplegia. Paraplegia menunjukkan
adanya cedera pada medulla spinalis. Cedera ini dapat disebabkan oleh kompresi
medulla spinalis yang dibagi menjadi dua, yaitu kompresi ekstramedularis dan
intramedularis. Kompresi ekstramedularis dapat terjadi pada beberapa kondisi
seperti hernia diskus intervertebralis, infeksi tuberculosis pada vertebra dan tumor
vertebra (meningioma dan fibroma saraf). Sedangkan kompresi intermedularis
ditemukan pada tumor primer medulla spinalis, seperti glioma. Cedera medulla
spinalis juga dapat terjadi akibat trauma.
Pasien juga mengeluh nyeri punggung sejak 6 bulan lalu, muncul benjolan
pada garis tulang belakang yang tidak nyeri dan tidak membesar, dan penurunan
berat badan. Berdasarkan keempat gejala tersebut, diagnosis banding yang
mungkin pada pasien adalah infeksi tuberkulosa dan tumor. Diagnosis banding
cedera medulla spinalis karena trauma dapat dieksklusi karena pasien tidak
memiliki riwayat terjatuh atau trauma lain sebelumnya. Selain itu, gejala
paraplegia akibat trauma muncul segera setelah trauma terjadi, sedangkan pada
pasien ini gejala paraplegia muncul secara perlahan.
39
adanya gibus. Gejala-gejala tersebut sesuai dengan gejala yang dikeluhkan pasien.
Namun demikian, pasien tidak mengeluhkan demam ataupun berkeringat malam.
40
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
41
Daftar Pustaka
42