Oleh:
Adi Kurniawan
H1A 010 040
Pembimbing:
dr. Ilsa Hunaifi, Sp. S
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul CVD infark trombotik ini disusun dalam
rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf
RSU Provinsi NTB.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
penulis.
1
2
3
4
5
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan
pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan
praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih.
Mataram, 17 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan baik karena faktor
aliran darah maupun pembuluh darah yang timbul secara tiba-tiba dengan tanda atau
gejala yang sesuai di daerah yang terganggu. Stroke merupakan penyebab kematian
ketiga tertinggi setelah penyakit jantung dan kanker di dunia. Pada tahun 2008,
jumlah prevalensi stroke di United State sekitar 7.000.000 dengan perkiraan satu
pasien akan mengalami kematiansetiap 4 menit. Survei Departemen Kesehatan RI
pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa
stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari
seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di
Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua. Jenis stroke yang paling
sering terjadi adalah stroke iskemia yaitu Sekitar 65-80%, sedangkan sisanya adalah
karena stroke hemoragik.1,2
Penyebab stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke infark atau iskemi dan stroke
perdarahan atau hemoragik. Munculnya etiologi stroke iskemia maupun hemoragik
karena adanya faktor resiko yang meningkatkan kejadian stroke. Faktor resiko
penyebab
stroke
berupa
hipertensi,
diabetes
melitus,
hiperlipidemia,
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama
Usia
: Tn. Z
: 60 tahun
Jenis kelamin
Alamat
Suku
Bangsa
Agama
Status
Pekerjaan
No. RM
MRS
Tanggal pemeriksaan
: Laki-laki
: Beleke, Lombok Barat
: Sasak
: Indonesia
: Islam
: Menikah
: Pensiunan
: 57 64 78
: 7 April 2016
: 11 April 2016
B. SUBJECTIVE
Keluhan Utama
Lemah anggota gerak sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari RSUD Gerung dengan diagnosa suspek stroke
non hemoragik. Pasien datang ke IGD RSUP NTB karena dikeluhkan mengalami
lemah separuh badan bagian kanan yang tidak bisa digerakkan sama sekali. Keluhan
dirasakan mendadak sejak bangun tidur pagi pada tanggal 7 april sekitar jam 5 pagi.
Pasien sudah mulai merasakan lemah pada sore hari sebelumnya yaitu pada tanggal 6
april tetapi separuh badan bagian kanan pasien masih bisa digerakkan. Pasien
langsung dibawa ke RSUD Gerung pada pagi harinya dan akhirnya dirujuk ke RSUP
NTB pada sore harinya. Pasien mengaku mulai bisa menggerakkan anggoota
badannya yang bagian kanan setelah dirawat di rumah sakit selama sehari, tidak
sampai 24 jam. Pasien tidak pernah mengalami keluhan muntah, nyeri kepala, kejang,
penurunan kesadaran, bicara pelo dan pandangan kabur. Kesemutan, rasa tebal atau
kebas pada kulit disangkal oleh pasien. Pasien mengaku baru pertama kali mengalami
keluhan seperti ini. BAK dan BAB tidak dikeluhkan ada kelainan oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
C. OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik
1) Status Generalis
Keadaan Umum : baik
Kesadaran
: GCS E4V5M6
Vital Signs
:
o Tekanan darah
: 180/100 mmHg
o Nadi
: 92 x/menit, regular, kuat angkat
o Frekuensi nafas
: 20 x/menit
o Suhu
: 36,7 C
2) Status Lokalis
a) Kepala
Anemis
: (-/-)
Ikterus
: (-/-)
Sianosis
: (-)
Bentuk dan ukuran : normal
Rambut
: normal.
Edema
: (-)
Malar rash
: (-)
Hiperpigmentasi
: (-)
Nyeri tekan kepala : (-)
Massa
: (-)
b) Thorax
1. Inspeksi:
Bentuk & ukuran: normal, simetris antara sisi kiri dan kanan
Gerakan dinding dada simetris, kelainan bentuk dada (-), ictus
(-), ekimosis (-), spider naevi (-), vena kolateral (-), massa (-).
Penggunaan otot bantu nafas: SCM tidak aktif, tak tampak
kanan.
2. Palpasi:
Pengembangan dinding dada simetris
Trakea: deviasi (-)
Nyeri tekan (-), benjolan (-), edema (-), krepitasi (-)
3. Perkusi:
Paru-paru
o Perkusi sonor di semua lapang paru
Jantung
o Batas kanan ICS 2 parasternal dekstra
o Batas kiri ICS 5 midklavikula sinistra
4. Auskultasi:
Paru-paru:
Edema
Deformitas
+
+
-
+
+
-
Status Neurologis
1. GCS
2. Kepala
: E4V5M6
: Posisi
normal
Penonjolan (-)
Jejas
(-)
3. Nervus Cranialis
a) N. I (olfaktorius) : Normosmia
b) N. II (optikus)
OD
3/60
Sesuai dengan permeriksa
tde
Ketajaman penglihatan
Lapang pandang
Funduskopi
OS
3/60
Sesuai dengan permeriksa
tde
c) N. III, IV dan VI
: -/-
Exophthalmus
: -/-
: orthoforia ODS
6
Pupil
Ukuran/bentuk
: 3/3 mm bulat
Isokor/anisokor
: isokor
Refleks cahaya
Sensibilitas : N. V1 normal
N. V2 normal
N. V3 normal
Motorik
: inspeksi/palpasi (istirahat/menggigit)
normal
Refleks dagu/masseter
Refleks kornea
e) N. VII (fasialis)
Motorik
: normal
: normal
m. frontalis
Istirahat
Normal
Gerakan mimik
Normal
Pengecapan 2/3 lidah bagian depan: tde
f) N. VIII (Auditorius)
Pendengaran
: tde
Tes Rinne/Weber
: tde
Fungsi vestibularis
: tde
m. orbicularis
m. orbikularis
okuli
Normal
Normal
oris
Normal
Normal
Refleks menelan/muntah
: Normal/tde
: tde
Suara
: normal
7
Takikardia/bradikardia
: (-)
h) N. XI (Accecorius)
: normal
Mengangkat bahu
: normal
i) N. XII (Hypoglosus)
Deviasi lidah
Fasikulasi
: (-)
Atrofi
: (-)
Tremor
: (-)
Ataksia
: (-)
4. Leher
Meningeal Sign
Kaku kuduk
: (-)
Tanda Brudzinski I
: (-)
Tanda Brudzinski II
: (-)
Kernigs sign
: (-)
Kelenjar lymphe
Arteri carotis
o Palpasi
o Auskultasi
5. Abdomen
6. Kolumna Vertebralis
Inspeksi
: Normal
Pergerakan
: Normal
Palpasi
Perkusi
: Normal
: Normal
7. Ekstremitas
Superior
Dextra
Sinistra
Pergerakan
Aktif
Aktif
Kekuatan
4
5
Tonus Otot
Normal
Normal
Bentuk Otot
Normal
Normal
Otot yang terganggu
: (-)
8. Refleks Fisiologis
Biceps
: +2/+2
Triceps
: +2/+2
Patella
: +2/+2
Achilles : +2/+2
9. Refleks Patologis
Hoffman : (-/-)
Trommer : (-/-)
Babinsky : (-/-)
Chaddock : (-/-)
Gordon
: (-/-)
Schaefer
: (-/-)
Oppenheim : (-/-)
10. Klonus
Lutut : (-)
Kaki
: (-)
Motorik
11. Sensibilitas
Eksteroseptif
: Nyeri
Suhu
Dextra
Aktif
4
Normal
Normal
Inferior
Sinistra
Aktif
5
Normal
Normal
Normal
tde
Proprioseptif
Fungsi kortikal
: Diskriminasi tde
Stereognosis tde
12. Pergerakan Abnormal yang Spontan : Tic (-), tremor (-)
13. Gangguan Koordinasi
Tes jari hidung
: Normal
Tes pronasi dan supinasi
: Normal
Tes tumit
: Normal
14. Gangguan Keseimbangan
: Tde
15. Gait
: Tde
16. Pemeriksaan Fungsi Luhur
: Kesan Normal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap
Parameter
HB
RBC
HCT
MCV
MCH
MCHC
WBC
EO
BASO
07/04/16
16,3 g/dL
6,78 x 106 /uL
48,1 %
70,9 fL
24,0 pg
33,9 g/dL
11,91 x 103 /uL
1,4 %
0,02 %
Nilai Rujukan
11,5 16,5
4,0 5,0
37,0 45,0
82,0 92,0
27,0 31,0
32,0 37,0
4,0 11,0
01
01
10
NEUT
LYMPH
MONO
PLT
6,23 %
36,6 %
9,5 %
286 x 103 /uL
50 70
25 33
38
150 400
12/04/16
84 mgl/dl
137 mgl/dl
220 mgl/dl
147 mgl/dl
43 mgl/dl
147 mgl/dl
5,1 mgl/dl
Nilai Rujukan
70-106
<160
<200
<200
>45
<130
L:3,5-7,2
Hasil
Pemeriksaan CT
scan
kepala
tanggal
07/04/2016
E. RESUME
Pasien
laki-laki usia 60
tahun
dating
dengan
keluhan
lemah
separuh
badan
bagian
kanan mendadak
yang
dirasakan
sejak tanggal 7
11
april sekitar jam 5 pagi. Bicara pelo (-), penglihatan kabur (-), nyeri kepala (-), mual
atau muntah (-), riwayat pingsan dan kejang (-), kesemutan, rasa tebal atau kebas
pada kulit (-). Pasien memiliki riwayat hipertensi. Dikeluarga pasien juga mempunyai
riwayat hipertensi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik,
GCS E4V5M6, tekanan darah 180/100 mmHg. Nadi 92x/menit, laju pernapasan
20x/menit, suhu aksila 36,7oC. Pada pemeriksaan neurologi untuk kekuatan motorik
didapatkan pada ekstremitas atas 4/5 dan pada esktremitas bawah 4/5. Untuk refleks
fisiologis +2 pada biceps, triceps, patella dan achilles. Tidak ditemukan adanya
refleks patologis. Untuk pemeriksaan sensori masih dalam batas normal.
F. ASSESSMENT
1. Diagnosis klinis
Hemiparese dextra akut
2. Diagnosis topis
Oklusi pada pangkal arteri serebri media pada subkorteks
3. Diagnosis etiologi
Stroke infark trombotik
4. Diagnosis sekunder
Hipertensi
G. PLANNING
1. Diagnostik
CT Scan kepala: sudah dilakukan
2. Terapi
Farmakologi
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Piracetam 3 gr/ 8 jam (iv)
12
Non farmakologi
-
Tirah baring
Kepala pasien diposisikan pada posisi 30 derajat
Oksigen nasal canul 2 liter/menit
H. Monitoring
Keluhan, tanda vital, GCS (glasgow coma scale), status neurologis
I. Prognosis
Ad vitam
Ad functionam
: dubia ad malam
: dubia ad bonam
13
Penurunan kesadaran
Nyeri kepala
Babinski
Interpretasi
: (-)
: (-)
: (-)
: Stroke iskemik akut atau stroke infark
Pada pasien ini lebih mengarah ke stroke infark atau stroke iskemik akut.
Kemungkinan yang masih ada yaitu stroke infark trombotik dan stroke infark emboli.
Pada kasus ini tidak didapatkan adanya kelainan pada jantung pasien, sehingga bukan
mengarah ke stroke infark emboli. Pasien ini memiliki riwayat hipertensi dan
merokok sehingga pada pasien ini mengarah pada stroke infark trombotik.
14
fungsi serebral atau brain stem seperti gangguan kognisi, aphasi, neglect, atau
restricted motor involvment, pada pemeriksaan fisik juga tidak didapatkannya bruit
pada arteri karotis, sehingga kemungkinan arterosklerosis arteri besar dapat
disingkirkan.
Pada pasien ini, juga tidak didapatkan adanya kelainan pada jantung pasien,
seperti atrial fibrilasi, mitral stenosis, infark miokard, infeksi endokarditis dan lainlain. Sehingga dengan ini dapat menyingkirkan infark kardiemboli.
Pada pasien ini didapatkan gejala motorik yaitu hemiparese dekstra dengan
derajat yang sama dan terdapat gangguan lakuner sindrom yaitu hipertensi sehingga
dapat disimpulkan kemungkinan pada pasien ini oklusi pembuluh darah terjadi pada
arteri kecil/lakunar. Karena derajat parese sama antara lengan dan tungkai maka
kemungkinan yang menyalurkan impuls untuk gerakan lengan dan tungkai
diperdarahi oleh satu arteri yang sama, yang hal tersebut dapat terjadi di subkorteks
yaitu kapsula interna, disana terdapat pangkal dari arteri cerebri media dan arteri
cerbri anterior yang memberikan suplai darah ke korteks motorik yang disebut arteri
lentikulostriata.
Tatalaksana pada penderita stroke dibedakan menjadi terapi umum dan terapi
khusus yang tergantung apakah pasien mengalami stroke hemoragik ataupun stroke
iskemik. Terapi umum yang diberikan pada pasien berupa pemberian O2 2
lliter/menit, head up 300, pemasangan kateter, pemberian nutrisi dan rehabilitasi
medik, menghindari terjadinya dikubitus dan kontraktur.
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari
24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun
infeksi.1
16
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh
iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh
darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak
yang mengalami oklusi. Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke
disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus,
atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah
percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa
perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid.1
B. Klasifikasi
Stroke dapat dibagi menjadi:3
1. Stroke iskemik
a. Stroke emboli
b. Stroke trombotik
i. Thrombosis pembuluh darah besar
ii. Thrombosis pembuluh darah kecil/lacunar infark
2. Stroke hemoragik
a. Stroke perdarahan intraserebral
b. Stroke perdarahan subaraknoid
(LAAS),
cardiaoembolic
infarct
(CEI),
small
artery
17
19
5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan (stroke of an
undetermined cause/origin (UDE)
C. Epidemiologi
Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke dari
28 rumah sakit di Indonesia. Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek
dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan
penyebab kematian utama pada usia >45 tahun (15,4% dari seluruh kematian).
Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh Darussalam
dan terendah 0,38% di Papua.1
Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan;1,6%
tidak berubah; 4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak daripada
perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%,
dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia
lanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan
secara nasional di kemudian hari.3
D. Faktor Resiko
Tabel 1. Faktor Resiko Stroke1,2
20
Bisa dikendalikan
Hipertensi
Penyakit Jantung
Fibrilasi atrium
Endokarditis
Stenosis mitralis
Infark jantung
Merokok
Dyslipidemia
Penggunaan alkohol
Inaktifitas fisik
Obesitas
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis stroke iskemik tergantung pada area otak yang mengalami
iskemik.3
Lokasi Oklusi
refleks
kontraksi
kandung
kemih.
b. Stroke
pada
afasia broca
devisi Homonimus hemianopia, terdapat pula gangguan fungsi
21
media
pada
jaras
motorik
pada
kapsula
interna
yang
hemianopsia,
afasia
pada
hemisfer
dominan)
Homonim hemianopia kontralateral lapangan pandang
dengan macular spared, abnormalitas okuler, parese N
III, internuklear Opthalamoplegi, deviasi mata ke
vertical. Oklusi di lobus occipital terutama pada
hemisfer dominan pasien dapat mengalami afasia
anomik. Aleksia tanpa agraphia, ataupun agnosia visual.
Dapat pula terjadi sindrom diskoneksi korpus kallosum.
Infark
kedua
hemisfer
arteri
serebri
posterior
22
(gangguan
mengenal
wajah
yang
serebri posterior
Cabang arteri basilaris
a. Cabang distal arteri Hemiparese kontralateral, parese N XII ipsilateral,
vertebralis
b. PICA
inferior
arteri)
c. Arteri
disfagia, hiccup.
perforantes Hemiparese kontralateral,
diartia,
kadang
ataksia
d. AICA
inferior
arteri)
e. SCA
superior)
(anterior Ataksia ipsilateral, hilangnya sensasi ipsilateral wajah
cerebellar dan kontra lateral ekstremitas, vertigo, nistagmus, tuli
dan tinnitus, parese N VII, sindroma horner ipsilateral
(Superior Ataksia ipsi lateral, diartria, hilangnya sensorik
sindroma
horner
ipsilateral,
sirkumferensial longus
F. Diagnosis
23
Indeks
X 2,5
X2
X2
X 0,1
X3
pembuluh darah.
Skor >1
: Perdarahan Supratentorial
: Infark Serebri
24
stroke,
maupun
claudicatio
intermitten,
sedangkan
trombosis
vena
dapat
25
lesi sebagai akibat dari gangguan aliran darah dan atau tebentuknya trombus yang
menyebabkan iskemik pada organ target. 7
Kerusakan endotel menyebabkan perubahan permiabilitas endotel, perubahan
sel endotel atau perubahan hubungan antara sel endotel dan jaringan ikat dibawahnya.
Sel endotel dapat terlepas sehingga terjadi hubungan langsung antara komponen
darah dan dinding arteri. Kerusakan endotel akan menyebabkan pelepasan growth
factor yang akan merangsang masuknya monosit ke lapisan intima pembuluh darah.
Demikian pula halnya lipid akan masuk kedalam pembuluh darah melalui transport
aktif dan pasif. Monosit pada dinding pembuluh darah akan berubah menjadi
makrofag akan memfagosit kholesterol LDL, sehingga akan terbentuk foam sel. 7
Monosit berubah menjadi makrofag oleh macrophage colony stimulating
factor (M-CSF) yang ekspresinya disebabkan oksidasi LDL dan faktor nuclear kappa
B (NFkB). Kemampuan M-CSF merangsang pengambilan dan degradasi modified
lipoprotein oleh scavenger receptor akan menyebabkan pembentukan sel busa yang
akan menjadi fatty streak (prekusor plak aterosclerosis) dan selanjutnya akan menjadi
plak fibrosa. Platelet derived Growth Factor (PDGF) yang dihasilkan sel vaskular dan
lekosit yang menginfiltrasi akan mempengaruhi migrasi dan proliferasi sel otot polos
dari tunika media ke intima. Sel otot polos dengan matrik ekstraseluler akan
membentuk kapsula fibrosa yang memisahkan inti lipid dengan aliran darah.
Transforming growth factor (TGF)-beta akan menghambat proliferasi sel otot polos
dan merangsang produksi matrik ekstraseluler. Pembentukan kapsula fibrosa plak
aterosklerosis tergantung keseimbangan kedua hal tersebut. 7
Proses tersebut berlanjut dengan terjadinya sel-sel otot polos arteri dari tunika
adventisia ke tunika intima akibat adanya pelepasan platelet derived growth factor
(PDGF) oleh makrofag, sel endotel, dan trombosit. Selain itu, sel-sel otot polos
tersebut yang kontraktif akan berproliferasi dan berubah menajdi fibrosis. Makrofag,
sel endotel, sel otot polos maupun limfosit T (terdapat pada stadium awal plak
aterosklerosis) akan mengeluarkan sitokin yang memperkuat interaksi antara sel-sel
tersebut. 7
26
Adanya penimbunan kolesterol intra dan eksta seluler disertai adanya fibrosis
maka akan terbentuk plak fibrolipid. Pada inti dari plak tersebut, sel-sel lemak dan
lainnya akan menjadi nekrosis dan terjadi kalsifikasi. Plak ini akan menginvasi dan
menyebar kedalam tunika media dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah
akan menebal dan terjadi penyempitan lumen. Degenerasi dan perdarahan pada
pembuluh darah yang mengalami akan menyebabkan kerusakan endotel pembuluh
darah sehingga terjadi perangsangan adhesi, aktifasi dan agregasi trombosit, yang
mengawali koagulasi darah dan trombosis. Trombosit akan terangsang dan menempel
pada endotel yang rusak, sehingga terbentuk plak aterotrombotik. 7
Tempat tersering terjadinya fatty streak adalah di daerah bifurkasio dengan
aliran darah yang turbulen. Arteri serebral plak sering terjadi pada bifurkasio arteri
karotis dimana arteri carotis interna berasal. Aterosklerosis pada arteri serebri media
(MCA) mempengaruhi bagian pertama (M1 segmen) dimana meluas dari tempat
arteri berasal sampai bifurkasio pada fisura sylvian. Pada sistem vertebrobasiler plak
sering ditemukan pada tempat asal arteri vertebral dan arteri basilar. Dengan
bertambahnya usia fatty streak berubah menjadi plak fibrosa, sering ditemukan pada
usia pertengahan dan orang tua. Plak ini terdiri dari inti seluler debris, free
ekstraselular lipid, dan krista dari foam cells, otot polos yang berubah, limfosit dan
connective tissue. Aterosklerosis berkembang menjadi complicated lesion, dimana
terjadi kalsifikasi, deposit hemosiderin, dan gangguan permukaan lumen pembuluh
darah.7
Aterosklerosis dapat menyebabkan stroke iskemik dengan cara trombosis
yang menyebabkan tersumbatnya arteri-arteri besar terutama a. karotis interna, a.
serebri media atau a. basilaris, dapat juga mengenai arteri kecil yang mengakibatkan
terjadinya infark lakuner. Sumbatan juga dapat terjadi pada vena-vena atau sinus
venosa intra kranial. Dapat juga terjadi emboli, dimana stroke terjadi mendadak
karena arteri serebri tersumbat oleh trombus dari jantung, arkus aorta atau arteri besar
lainnya.7
27
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien yang diduga mengalami stroke perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Parameter yang diperiksa meliputi kadar glukosa darah, elektrolit,
analisa gas darah, hematologi lengkap, kadar ureum, kreatinin, enzim jantung,
prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT).
Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi hipoglikemi maupun
hiperglikemi, karena pada kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis.
Pemeriksaan elektrolit ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit
baik untuk natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium.6
Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk mendeteksi asidosis
metabolik. Hipoksia dan hiperkapnia juga menyebabkan gangguan neurologis.
Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT)
digunakan untuk menilai aktivasi koagulasi serta monitoring terapi. Dari
pemeriksaan hematologi lengkap dapat diperoleh data tentang kadar hemoglobin,
nilai hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit serta morfologi sel
darah. Polisitemia vara, anemia sel sabit, dan trombositemia esensial adalah
kelainan sel darah yang dapat menyebabkan stroke. 3,6,8
CT scan
Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke infark dan stroke
hemoragik. Pemeriksaan CT scan kepala merupakan gold standar untuk
menegakan diagnosis stroke.3,6,8
ini adalah preosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, serta harga
pemeriksaan yang lebih mahal.6
Angiografi: dapat dilakukan bila ada kecurigaan stenosis pembuluh darah balik
ekstra cranial maupun intracranial
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum Stroke Akut2
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1 Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka
evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Evaluasi gejala dan klinik stroke akut
meliputi:
a
ekstremitas.
Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan
cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale)
29
pasien dengan defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV, GCP).
Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
of evidence C).
Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
30
evidence B).
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia
harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang
mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi
of evidence B).
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita
yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK (AHA/ASA,
i.v.
Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
viii.
operatif.
Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang
adekuat dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi
naiknya tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction,
bucking ventilator (AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C).
Agen nondepolarized seperti vencuronium atau pancuronium yang
sedikit berefek pada histamine dan blok pada ganglion lebih baik
digunakan (AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C). Pasien
dengan kenaikan krtitis TIK sebaiknya diberikan relaksan otot
ix.
x.
xi.
efek
masa,
merupakan
tindakan
yang
dapat
terapi
transformasi
perdarahan
32
f. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
evidence C).
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC (AHA/ASA
mendeteksi meningitis.
Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic
(AHA/ASA Guideline).
33
34
b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman
(AHA/ASA, Level of evidence A).1
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai Kasur
antidekubitus.
d. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena dalam, heparin
subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid perlu diberikan
(AHA/ASA, Level of evidence A).5 Resiko perdarahan sistemik dan
perdarahan intraserebral perlu diperhatikan.6 Pada pasien imobilisasi yang
tidak bias menerima antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin
direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam. (AHA/ASA,
Level of evidence A and B).
4. Penatalaksanaan Medis Lain
a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar
glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
insulin (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C). Target yang harus dicapai
adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan
dekstrosa 40% intravena atau infuse glukosa 10-20%.
b. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bisa digunakan.
c. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.
d. Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau memandikan pasien
karena dapat mempengaruhi TIK.
f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
h. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan laboratorium, MRI,
Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE, dan lain-lain
sesuai dengan indikasi.
i. Rehabilitasi.
j. Edukasi.
k. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit).
35
hemoragik)
dengan
kematian
dan
kecacatan.
Hubungan
tersebut
menunjukkan bahwa tingginya tekanan darah pada level tertentu berkaitan dengan
tingginya kematian dan kecacatan.
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin
tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga neurologis. Pada
sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam
pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007 dan
ESO 2009) merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut
agar
dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini.
a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila
tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD)
>120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi
trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan
TDD <110 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Selanjutnya,
tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg
selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan
adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.
36
b. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ASA, Class IIb, Level
of evidence C), apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure
(MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah
setiap 5 menit.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial.
Tekanan
darah
diturunkan
dengan
menggunakan
obat
37
karakteristik
dengan
meningkatkan
tekanan
perfusi
tidak
akut
tidak
bermanfaat.
Namun,
beberapa
ahli
masih
C), kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik, misalnya angina pectoris
tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent stenting, pengobatan harus
diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence A).
f. Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor glikoprotein
IIb/IIIa tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B).
8. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak
dianjurkan dalam terapi stroke iskemik akut (AHA/ASA, Class III, Level of
evidence A).
9. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi
stroke iskemik akut (AHA/ASA, Class III, Level of evidence A).
10. Dalam keadaan tertentu, vasopressor terkadang digunakan untuk memperbaiki
aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan tersebut, pemantauan
kondisi neurologis dan jantung harus dilakukan secara ketat. (AHA/ASA,
Class III, Level of evidence B).
11. Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut akut dapat
mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang tidak menyenangkan.
Tindakan endovascular belum menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga
tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence C).
12. Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang efekif,
sehingga sampai saat ini belum dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of
evidence A). Namun, citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat
pada stroke akut. Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis
2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3
minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholin Trial in
Acute Stroke, ongoing). Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh
PERDOSSI secara multisenter, pemberian Plasmin oral 3x500 mg pada 66
pasien di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan efek positif
pada penderita stroke akut berupa perbaikan motoric, score MRS dan Barthel
index.
13. Cerebral venous sinus thrombosis (CVST)
40
Diagnosa CVST tetap sulit. Faktor risiko yang mendasari baru diketahui
sebesar 80%. Beberapa faktor risiko sering dijumpai bersamaan. Penelitian
The International Study On Cerebral Vein And Dural Sinus Thrombosis
(ISCVT) mendapatkan 10 faktor risiko terbanyak, antara lain kontrasepsi oral
(54,3%), trombofilia (34,1%), masa nifas (13,8%), infeksi dapat berupa
infeksi SSP, infeksi organ-organ wajah, dan infeksi lainnya (12,3%),
gangguan hematologi seperti anemia, trombositemia, polisitemia (12%), obatobatan (7,5%), keganasan (7,4%), kehamilan (6,3%), presipitasi mekanik
termasuk cedera kepala (4,5%), dan vaskulitis (3%). Penatalaksanaan CVST
diberikan secara komprehensif, yaitu dengan terapi antitrombotik, terapi
simptomatik, dan terapi penyakit dasar. Pemberian terapi UFH atau LMWH
direkomendasikan untuk diberikan, walaupun terdapat infark hemoragik
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Terapi dilanjutkan dengan
antikoagulan oral diberikan selama 3-6 bulan, diikuti dengan terapi
antiplatelet (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence C).
E. Terapi Spesifik Stroke Akut2
Prosedur Aplikasi Pemberian Terapi Trombolisis rTPA pada Stroke Iskemik Akut.
Rekomendasi
pengobatan
stroke
didasarkan
pada
perbedaan
antara
keuntungan dan kerugian dalam tatalaksana yang diberikan. Fibrinolitik dengan rTPA
secara umum memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya trombus dan perbaikan
sel serebral yang bermakna. Pemberian fibrinolitik merupakan rekomendasi yang
kuat diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan
(awitan 3 jam pada pemberian intravena dalam 6 jam pemberian intraarterial).
1. Kriteria inklusi
a. Usia > 18 tahun
b. Diagnosis klinis stroke dengan defisit neurologis yang jelas
c. Awitan dapat ditentukan secara jelas (<3 jam, AHA guideline 2007 atau
<4,5 jam, ESO 2009)
d. Tidak ada bukti perdarahan intrakranial dari CT-Scan
41
e. Pasien atau keluarga mengerti dan menerima keuntungan dan resiko yang
mungkin timbul dan harus ada persetujuan secara tertulis dari penderita
atau keluarga untuk dilakukan terapi rTPA
2. Kriteria eksklusi
a. Usia>80 tahun
b. Defisit neurologi yang ringan dan cepat membaik atau perburukan defisit
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
sebelumnya
k. Riwayat perdarahan gastrointestinal atau traktus urinarius dalam 3 minggu
l.
m.
n.
o.
sebelumnya
Tekanan darah sistolik > 185 mmHg, diastolik >110 mmHg
Glukosa darah <50 mg/dl atau > 400 mg/dl
Gejala perdarahan subarachnoid
Pungsi arteri pada tempat yang tidak dapat dikompresi atau pungsi lumbal
peningkatan aPTT
Gambaran klinis adanya perikarditis pascainfark miokard
Infark miokard dalam 3 bulan sebelumnya
Wanita hamil
Tidak sedang mengkonsumsi antikoagulan oral atau bila sedang dalam
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Setyopranoto, I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 185/Vol.38
no.4/Mei-Juni. 2011.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline stroke tahun 2011.
Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. 2011.
3. Machfoed, Hasan et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga
University Press. 2011.
4. B.M. Gund, et all. Stroke: A Brain Attack. IOSR Journal of
Pharmacy.
Atri.
Ischemic
Stroke:
Pathophysiology
and
Principles
of
44