Anda di halaman 1dari 44

PENELITIAN

GAMBARAN ANGKA KEJADIAN COVID-19 DI RSUD dr. DORIS


SYLVANUS PALANGKA RAYA PERIODE MARET-AGUSTUS 2020

Disusun Oleh :

Muhammad Riduan, S. Ked


Sofia Eugenia Manginte, S. Ked
Gladys Suwanti, S. Ked
Finkainarae, S. Ked
Yusuf Almalik Saputra, S. Ked
Anggini Tsamaratul Qolby, S. Ked
Thea Desideria Rambang, S. Ked
Azka Rizky Pamula, S. Ked

Pembimbing :
dr. Tagor Sibarani

Kepaniteraan Klinik
Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
Fakultas Kedokteran UPR - RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
2020
LEMBAR PENGESAHAN

PENELITIAN

Gambaran Angka Kejadian COVID-19 di RSUD dr.


Doris Sylvanus Palangka Raya Periode Maret-Agustus
2020

Oleh:

Muhammad Riduan, S. Ked


Sofia Eugenia Manginte, S. Ked
Gladys Suwanti, S. Ked
Finkainarae, S. Ked
Yusuf Almalik Saputra, S. Ked
Anggini Tsamaratul Qolby, S. Ked
Thea Desideria Rambang, S. Ked
Azka Rizky Pamula, S. Ked

Telah disetujui:
Palangka Raya, Oktober 2020
Pembimbing Materi,

dr. Tagor Sibarani


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Gambaran
Angka Kejadian COVID-19 di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Periode Maret-Agustus 2020”. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat
dijadikan sebagai acuan, serta menambah wawasan bagi pembaca.
Penulisan penelitian ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat
mengikuti ujian akhir stase bagi mahasiswa Kepaniteraan Klinik SMF Emergency
& Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya. Penulis
menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu
penulis harapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan penelitian ini dan kemajuan penulis dalam kegiatan
selanjutnya.
Selesainya penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
sehingga pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh
rasa hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung
maupun tidak langsung kepada penulis dalam penyusunan penelitian ini hingga
selesai. Tidak lupa penyusun juga mengucapkan terima kasih yang sebanyak-
banyaknya pula kepada pembimbing materi penelitian penulis, yaitu yang
terhormat dr. Tagor Sibarani yang dengan sabar dan tekun dalam membimbing
penulis untuk penyusunan penelitian yang mengambil judul “Gambaran Angka
Kejadian COVID-19 di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya Periode
Maret-Agustus 2020” .
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Kiranya penelitian ini dapat
berguna dan membantu generasi dokter-dokter muda selanjutnya maupun
mahasiswa-mahasiswi jurusan kesehatan lain yang sedang dalam menempuh
pendidikan, penelitian ini berguna sebagai penelitian dan sumber bacaan untuk
menambah ilmu pengetahuan.
Palangka Raya, Oktober 2020
Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
1.1. Latar Belakang.....................................................................1
1.2. Rumusan Masalah................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian..................................................................2
1.3.1. Tujuan Umum.......................................................................2
1.3.2. Tujuan Khusus......................................................................2
1.4. Manfaat Penelitian................................................................3
1.4.1. Manfaat Ilmiah.....................................................................3
1.4.2. Manfaat Praktis.....................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................5
2.1. Definisi.................................................................................5
2.2. Epidemiologi........................................................................6
2.3. Etiologi.................................................................................8
2.4. Penularan..............................................................................10
2.5. Faktor Risiko........................................................................11
2.6. Manifestasi Klinis.................................................................12
2.7. Diagnosis..............................................................................15
2.8. Tatalaksana...........................................................................15
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................18
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian...........................................18
3.2. Populasi Penelitian...............................................................18
3.2.1. Populasi Target.....................................................................18
3.2.2. Populasi Terjangkau.............................................................18
3.3. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel............................18
3.4. Estimasi Besar Sampel.........................................................18

iv
3.5. Kriteria Pemilihan (Inklusi dan Eksklusi)............................18
3.5.1. Kriteria Inklusi.....................................................................18
3.5.2. Kriteria Eksklusi...................................................................19
3.6. Instrumen Penelitian.............................................................19
3.7. Prosedur Pengumpulan Data................................................19
3.8. Cara Pengolahan Data dan Teknik Analisis Data................20
3.8.1. Cara Pengolahan Data..........................................................20
3.8.2. Analisis Data........................................................................20
3.9. Alur Penelitian......................................................................21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................22
4.1. Hasil Pengumpulan Sampel Data.........................................22
4.2. Pembahasan..........................................................................25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................28
5.1. Kesimpulan...........................................................................28
5.2. Saran.....................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................30
LAMPIRAN ..............................................................................................32

v
vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-
2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus
yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat
seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS). Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala
gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi
rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19
yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal,
dan bahkan kematian. Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO China Country
Office melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota
Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7 Januari 2020, China
mengidentifikasi kasus tersebut sebagai jenis baru coronavirus. Pada tanggal 30
Januari 2020 WHO menetapkan kejadian tersebut sebagai Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD)/Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC) dan pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah
menetapkan COVID-19 sebagai pandemi.1
Berkaitan dengan kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular,
Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Penangulangan Wabah Penyakit Menular, dan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang
Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Untuk itu dalam rangka
upaya penanggulangan dini wabah COVID19, Menteri Kesehatan telah
mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus
(Infeksi 2019-nCoV) sebagai Jenis Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah

1
dan Upaya Penanggulangannya. Penetapan

2
1

didasari oleh pertimbangan bahwa Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi 2019-


nCoV) telah dinyatakan WHO sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
Meresahkan Dunia (KKMMD)/Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC). Selain itu meluasnya penyebaran COVID-19 ke berbagai
negara dengan risiko penyebaran ke Indonesia terkait dengan mobilitas penduduk,
memerlukan upaya penanggulangan terhadap penyakit tersebut.1
Peningkatan jumlah kasus berlangsung cukup cepat, dan menyebar ke
berbagai negara dalam waktu singkat. Sampai dengan tanggal 9 Juli 2020, WHO
melaporkan 11.84.226 kasus konfirmasi dengan 545.481 kematian di seluruh
dunia (Case Fatality Rate/CFR 4,6%). Indonesia melaporkan kasus pertama pada
tanggal 2 Maret 2020. Kasus meningkat dan menyebar dengan cepat di seluruh
wilayah Indonesia. Sampai dengan tanggal 9 Juli 2020 Kementerian Kesehatan
melaporkan 70.736 kasus konfirmasi COVID-19 dengan 3.417 kasus meninggal
(CFR 4,8%).1
Dilihat dari situasi penyebaran COVID-19 yang sudah hampir menjangkau
seluruh wilayah provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus dan/atau jumlah
kematian semakin meningkat dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia,
Pemerintah Indonesia telah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun
2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19). Keputusan Presiden tersebut menetapkan COVID-19
sebagai jenis penyakit yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
(KKM) dan menetapkan KKM COVID-19 di Indonesia yang wajib dilakukan
upaya penanggulangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain
itu, atas pertimbangan penyebaran COVID-19 berdampak pada meningkatnya
jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah terdampak,
serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia,
telah dikeluarkan juga Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang
Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19) Sebagai Bencana Nasional.1
Sampai saat ini, situasi COVID-19 di tingkat global maupun nasional
masih dalam risiko sangat tinggi. Selama pengembangan vaksin masih dalam
2

proses, dunia dihadapkan pada kenyataan untuk mempersiapkan diri hidup


berdampingan dengan COVID-19. Oleh karenanya diperlukan pedoman dalam
upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19 untuk memberikan panduan bagi
petugas kesehatan agar tetap sehat, aman, dan produktif, dan seluruh penduduk
Indonesia mendapatkan pelayanan yang sesuai standar. Pedoman pencegahan dan
pengendalian COVID-19 disusun berdasarkan rekomendasi WHO yang
disesuaikan dengan perkembangan pandemi COVID-19, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.1

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu bagaimana gambaran angka kejadian
COVID-19 di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-
Agustus tahun 2020?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran angka kejadian COVID-
19 di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun
2020.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui jumlah kasus konfirmasi COVID -19 di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun 2020.
2. Mengetahui jumlah kasus konfirmasi COVID -19 yang sembuh di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus
tahun 2020.
3. Mengetahui jumlah kasus konfirmasi COVID -19 yang meninggal di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus
tahun 2020.
4. Mengetahui jumlah kasus konfirmasi COVID -19 yang memiliki
penyakit komorbid di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada
periode Maret-Agustus tahun 2020.
3

5. Mengetahui jumlah kasus konfirmasi COVID -19 dengan penyakit


komorbid yang sembuh di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
pada periode Maret-Agustus tahun 2020.
6. Mengetahui jumlah kasus konfirmasi COVID -19 dengan penyakit
komorbid yang meninggal di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya pada periode Maret-Agustus tahun 2020.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Ilmiah
1. Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut
khususnya tentang kejadian COVID-19 di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
2. Menyediakan data mengenai gambaran angka kejadian COVID-19 di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus
tahun 2020.
3. Menyediakan data mengenai jumlah kasus konfirmasi COVID -19 di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus
tahun 2020.
4. Menyediakan data mengenai jumlah kasus konfirmasi COVID -19
yang sembuh di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada
periode Maret-Agustus tahun 2020.
5. Menyediakan data mengenai jumlah kasus konfirmasi COVID -19
yang meninggal di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada
periode Maret-Agustus tahun 2020.
6. Menyediakan data mengenai jumlah kasus konfirmasi COVID -19
yang memiliki penyakit komorbid di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun 2020.
7. Menyediakan data mengenai jumlah kasus konfirmasi COVID -19
dengan penyakit komorbid yang sembuh di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun 2020.
4

8. Menyediakan data mengenai jumlah kasus konfirmasi COVID -19


dengan penyakit komorbid yang meninggal di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun 2020.

1.4.2. Manfaat Praktis


1. Penelitian ini dapat menjadi informasi bagi instansi terkait kejadian
COVID-19 di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode
Maret-Agustus tahun 2020.
2. Penelitian ini dapat menjadi informasi bagi masyarakat tentang salah
satu faktor yang dapat meningkatkan kejadian COVID-19.
3. Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi kejadian COVID-19
khususnya di kota Palangka Raya dengan mencegah salah satu faktor
risiko penyebaran nya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-
2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus
yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat
seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS).1
Berdasarkan Panduan Surveilans Global WHO untuk novel Corona-virus
2019 (COVID-19) per 20 Maret 2020, definisi infeksi COVID-19 ini
diklasifikasikan sebagai berikut:2,3
1. Kasus Terduga (suspect case)
a. Pasien dengan gangguan napas akut (demam dan setidaknya satu
tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas), DAN
riwayat perjalanan atau tinggal di daerah yang melaporkan penularan
di komunitas dari penyakit COVID-19 selama 14 hari sebelum onset
gejala; atau
b. Pasien dengan gangguan napas akut DAN mempunyai kontak dengan
kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19 dalam 14 hari terakhir
sebelum onset; atau
c. Pasien dengan gejala pernapasan berat (demam dan setidaknya satu
tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas DAN
memerlukan rawat inap) DAN tidak adanya alternatif diagnosis lain
yang secara lengkap dapat menjelaskan presentasi klinis tersebut.
2. Kasus Probable (Probable case)
3. Kasus terduga yang hasil tes dari COVID-19 inkonklusif; atau Kasus
terduga yang hasil tesnya tidak dapat dikerjakan karena alasan apapun.
Kasus terkonfirmasi yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
laboratorium

5
6

infeksi COVID-19 positif, terlepas dari ada atau tidaknya gejala dan tanda
klinis.

2.2. Epidemiologi
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh Coronavirus jenis baru. Penyakit ini diawali dengan munculnya
kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Wuhan, China pada akhir
Desember 2019 (Li et al, 2020). Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi,
kasus tersebut diduga berhubungan dengan Pasar Seafood di Wuhan. Pada tanggal
7 Januari 2020, Pemerintah China kemudian mengumumkan bahwa penyebab
kasus tersebut adalah Coronavirus jenis baru yang kemudian diberi nama SARS-
CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Virus ini berasal
dari famili yang sama dengan virus penyebab SARS dan MERS. Meskipun
berasal dari famili yang sama, namun SARS-CoV-2 lebih menular dibandingkan
dengan SARS-CoV dan MERS-CoV (CDC China, 2020). Proses penularan yang
cepat membuat WHO menetapkan COVID-19 sebagai KKMMD/PHEIC pada
tanggal 30 Januari 2020. Angka kematian kasar bervariasi tergantung negara dan
tergantung pada populasi yang terpengaruh, perkembangan wabahnya di suatu
negara, dan ketersediaan pemeriksaan laboratorium.1,4,
Thailand merupakan negara pertama di luar China yang melaporkan
adanya kasus COVID-19. Setelah Thailand, negara berikutnya yang melaporkan
kasus pertama COVID-19 adalah Jepang dan Korea Selatan yang kemudian
berkembang ke negara-negara lain. Sampai dengan tanggal 30 Juni 2020, WHO
melaporkan 10.185.374 kasus konfirmasi dengan 503.862 kematian di seluruh
dunia (CFR 4,9%). Negara yang paling banyak melaporkan kasus konfirmasi
adalah Amerika Serikat, Brazil, Rusia, India, dan United Kingdom. Sementara,
negara dengan angka kematian paling tinggi adalah Amerika Serikat, United
Kingdom, Italia, Perancis, dan Spanyol. Peta sebaran COVID19 di dunia dapat
dilihat pada Gambar 2.1.1,4
Gambar 2.1. Peta Sebaran COVID-191,4
7
8

Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret


2020 dan jumlahnya terus bertambah hingga sekarang. Sampai dengan tanggal 30
Juni 2020 Kementerian Kesehatan melaporkan 56.385 kasus konfirmasi COVID-
19 dengan 2.875 kasus meninggal (CFR 5,1%) yang tersebar di 34 provinsi.
Sebanyak 51,5% kasus terjadi pada laki-laki. Kasus paling banyak terjadi pada
rentang usia 45-54 tahun dan paling sedikit terjadi pada usia 0-5 tahun. Angka
kematian tertinggi ditemukan pada pasien dengan usia 55-64 tahun.1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CDC China, diketahui bahwa
kasus paling banyak terjadi pada pria (51,4%) dan terjadi pada usia 30-79 tahun
dan paling sedikit terjadi pada usia <10 tahun (1%). Sebanyak 81% kasus
merupakan kasus yang ringan, 14% parah, dan 5% kritis (Wu Z dan McGoogan
JM, 2020). Orang dengan usia lanjut atau yang memiliki penyakit bawaan
diketahui lebih berisiko untuk mengalami penyakit yang lebih parah. Usia lanjut
juga diduga berhubungan dengan tingkat kematian. CDC China melaporkan
bahwa CFR pada pasien dengan usia ≥ 80 tahun adalah 14,8%, sementara CFR
keseluruhan hanya 2,3%. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian di Italia,
di mana CFR pada usia ≥ 80 tahun adalah 20,2%, sementara CFR keseluruhan
adalah 7,2% (Onder G, Rezza G, Brusaferro S, 2020). Tingkat kematian juga
dipengaruhi oleh adanya penyakit bawaan pada pasien. Tingkat 10,5% ditemukan
pada pasien dengan penyakit kardiovaskular, 7,3% pada pasien dengan diabetes,
6,3% pada pasien dengan penyakit pernapasan kronis, 6% pada pasien dengan
hipertensi, dan 5,6% pada pasien dengan kanker.1

2.3. Etiologi
9

Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family coronavirus.


Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak
bersegmen. Terdapat 4 struktur protein utama pada Coronavirus yaitu: protein N
(nukleokapsid), glikoprotein M (membran), glikoprotein spike S (spike), protein E

Gambar 2.2. Struktur Coronavirus


(selubung). Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.
Coronavirus ini dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Terdapat
4 genus yaitu alphacoronavirus, betacoronavirus, gammacoronavirus, dan
deltacoronavirus. Sebelum adanya COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat
menginfeksi manusia, yaitu HCoV-229E (alphacoronavirus), HCoV-OC43
(betacoronavirus), HCoVNL63 (alphacoronavirus) HCoV-HKU1
(betacoronavirus), SARS-CoV (betacoronavirus), dan MERS-CoV
(betacoronavirus).1
10

Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus


betacoronavirus, umumnya berbentuk bundar dengan beberapa pleomorfik, dan
berdiameter 60-140 nm. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini
masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah
SARS pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International
Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV) memberikan nama penyebab
COVID-19 sebagai SARS-CoV-2.1
Belum dipastikan berapa lama virus penyebab COVID-19 bertahan di atas
permukaan, tetapi perilaku virus ini menyerupai jenis-jenis coronavirus lainnya.
Lamanya coronavirus bertahan mungkin dipengaruhi kondisi-kondisi yang
berbeda (seperti jenis permukaan, suhu atau kelembapan lingkungan). Penelitian
(Doremalen et al, 2020) menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat bertahan selama
72 jam pada permukaan plastik dan stainless steel, kurang dari 4 jam pada
tembaga dan kurang dari 24 jam pada kardus. Seperti virus corona lain, SARS-
COV-2 sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas. Efektif dapat dinonaktifkan
dengan pelarut lemak (lipid solvents) seperti eter, etanol 75%, ethanol, disinfektan
yang mengandung klorin, asam peroksiasetat, dan khloroform (kecuali
khlorheksidin).1

2.4. Penularan

Gambar 2.3. Gambaran Mikroskopis SARS-Cov-21


11

Coronavirus merupakan zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).


Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet
cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi
sumber penularan COVID-19 ini masih belum diketahui. Masa inkubasi COVID-
19 rata-rata 5-6 hari, dengan range antara 1 dan 14 hari namun dapat mencapai 14
hari. Risiko penularan tertinggi diperoleh di hari-hari pertama penyakit
disebabkan oleh konsentrasi virus pada sekret yang tinggi. Orang yang terinfeksi
dapat langsung dapat menularkan sampai dengan 48 jam sebelum onset gejala
(presimptomatik) dan sampai dengan 14 hari setelah onset gejala. Sebuah studi Du
Z et. al, (2020) melaporkan bahwa 12,6% menunjukkan penularan
presimptomatik. Penting untuk mengetahui periode presimptomatik karena
memungkinkan virus menyebar melalui droplet atau kontak dengan benda yang
terkontaminasi. Sebagai tambahan, bahwa terdapat kasus konfirmasi yang tidak
bergejala (asimptomatik), meskipun risiko penularan sangat rendah akan tetapi
masih ada kemungkinan kecil untuk terjadi penularan.1
Berdasarkan studi epidemiologi dan virologi saat ini membuktikan bahwa
COVID-19 utamanya ditularkan dari orang yang bergejala (simptomatik) ke orang
lain yang berada jarak dekat melalui droplet. Droplet merupakan partikel berisi air
dengan diameter >5-10 µm. Penularan droplet terjadi ketika seseorang berada
pada jarak dekat (dalam 1 meter) dengan seseorang yang memiliki gejala
pernapasan (misalnya, batuk atau bersin) sehingga droplet berisiko mengenai
mukosa (mulut dan hidung) atau konjungtiva (mata). Penularan juga dapat terjadi
melalui benda dan permukaan yang terkontaminasi droplet di sekitar orang yang
terinfeksi. Oleh karena itu, penularan virus COVID-19 dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan orang yang terinfeksi dan kontak tidak langsung dengan
permukaan atau benda yang digunakan pada orang yang terinfeksi (misalnya,
stetoskop atau termometer). Dalam konteks COVID-19, transmisi melalui udara
dapat dimungkinkan dalam keadaan khusus dimana prosedur atau perawatan
suportif yang menghasilkan aerosol seperti intubasi endotrakeal, bronkoskopi,
suction terbuka, pemberian pengobatan nebulisasi, ventilasi manual sebelum
intubasi, mengubah pasien ke posisi tengkurap, memutus koneksi ventilator,
ventilasi tekanan positif noninvasif, trakeostomi, dan resusitasi kardiopulmoner.
12

Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai transmisi melalui udara.1

2.5. Faktor Risiko


Berdasarkan data yang sudah ada, penyakit komorbid hipertensi dan
diabetes melitus, jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif merupakan faktor
risiko dari infeksi SARS-CoV-2. Distribusi jenis kelamin yang lebih banyak pada
laki-laki diduga terkait dengan prevalensi perokok aktif yang lebih tinggi. Pada
perokok, hipertensi, dan diabetes melitus, diduga ada peningkatan ekspresi
reseptor ACE2.5,6
Diaz JH7 menduga pengguna penghambat ACE (ACE-I) atau angiotensin
receptor blocker (ARB) berisiko mengalami COVID-19 yang lebih berat. Terkait
dugaan ini, European Society of Cardiology (ESC) menegaskan bahwa belum ada
bukti meyakinkan untuk menyimpulkan manfaat positif atau negatif obat
golongan ACE-i atau ARB, sehingga pengguna kedua jenis obat ini sebaiknya
tetap melanjutkan pengobatannya.1
Pasien kanker dan penyakit hati kronik lebih rentan terhadap infeksi
SARS-CoV-2. Kanker diasosiasikan dengan reaksi imunosupresif, sitokin yang
berlebihan, supresi induksi agen proinflamasi, dan gangguan maturasi sel
dendritik. Pasien dengan sirosis atau penyakit hati kronik juga mengalami
penurunan respons imun, sehingga lebih mudah terjangkit COVID-19, dan dapat
mengalami luaran yang lebih buruk. Studi Guan, dkk8 menemukan bahwa dari 261
pasien COVID-19 yang memiliki komorbid, 10 pasien di antaranya adalah dengan
kanker dan 23 pasien dengan hepatitis B.1
Infeksi saluran napas akut yang menyerang pasien HIV umumnya
memiliki risiko mortalitas yang lebih besar dibanding pasien yang tidak HIV.
Namun, hingga saat ini belum ada studi yang mengaitkan HIV dengan infeksi
SARS-CoV-2. Hubungan infeksi SARS-CoV-2 dengan hipersensitivitas dan
penyakit autoimun juga belum dilaporkan. Belum ada studi yang menghubungkan
riwayat penyakit asma dengan kemungkinan terinfeksi SARS-CoV-2. Namun,
studi meta-analisis yang dilakukan oleh Yang, dkk. menunjukkan bahwa pasien
COVID-19 dengan riwayat penyakit sistem respirasi akan cenderung memiliki
manifestasi klinis yang lebih parah.1
13

Beberapa faktor risiko lain yang ditetapkan oleh Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) adalah kontak erat, termasuk tinggal satu rumah
dengan pasien COVID-19 dan riwayat perjalanan ke area terjangkit. Berada dalam
satu lingkungan namun tidak kontak dekat (dalam radius 2 meter) dianggap
sebagai risiko rendah. Tenaga medis merupakan salah satu populasi yang berisiko
tinggi tertular. Di Italia, sekitar 9% kasus COVID-19 adalah tenaga medis. Di
China, lebih dari 3.300 tenaga medis juga terinfeksi, dengan mortalitas sebesar
0,6%.1

2.6. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai
dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat,
ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau
sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam
keadaan kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui.21
Viremia dan viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang
asimptomatik telah dilaporkan.5
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran
napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan
atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau
sakit kepala. Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa
kasus pasien juga mengeluhkan diare dan muntah seperti terlihat pada Tabel 2.1.
Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah
salah satu dari gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres pernapasan
berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri
dapat muncul gejala-gejala yang atipikal.5
14

Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-gejala


pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas.
Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan
fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas,
sakit tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah,
kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. Lebih
dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C,
sementara 34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C.5
Tabel 2.1. Profil klinis dan kaboratorium pasien COVID-19

Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar


3-14 hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau

Gambar 2.5. Perjalanan penyakit pada COVID-19 berat5


Gambar 2.4. Skema perjalanan penyakit COVID-191
15

sedikit menurun dan pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal),
virus menyebar melalui aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang
mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran cerna dan jantung. Gejala pada
fase ini umumnya ringan. Serangan kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah
timbul gejala awal. Pada saat ini pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di
paru memburuk, limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan mulai
terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya inflamasi makin tak
terkontrol, terjadi badai sitokin yang mengakibatkan ARDS, sepsis, dan
komplikasi lainnya (Gambar 2.4.) Gambar 2.5. menunjukkan perjalanan
penyakit pada pasien COVID-19 yang berat dan onset terjadinya gejala dari
beberapa laporan.5

2.7. Diagnosis
WHO merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk seluruh pasien
yang terduga terinfeksi COVID-19. Metode yang dianjurkan adalah metode
deteksi molekuler/NAAT (Nucleic Acid Amplification Test) seperti pemeriksaan
RTPCR.1
Song, dkk.9 mencoba membuat skor COVID-19 Early Warning Score
(COVID-19 EWS) berdasarkan 1311 orang yang melakukan pemeriksaan SARS-
CoV-2 RNA di China, seperti pada lampiran 1. Skor ini memasukkan gambaran
pneumonia pada CT scan toraks, riwayat kontak erat, demam, gejala respiratorik
bermakna, suhu tertinggi sebelum masuk rumah sakit, jenis kelamin laki-laki,
usia, dan rasion neutrofil limfosit (RNL) sebagai parameter yang dinilai. Nilai
skor COVID-19 EWS miminal 10 menunjukkan nilai prediksi yang baik untuk
dugaan awal pasien COVID-19.5
Diagnosis komplikasi seperti ARDS, sepsis, dan syok sepsis pada pasien
COVID-19 dapat ditegakkan menggunakan kriteria standar masing-masing yang
sudah ditetapkan. Tidak terdapat standar khusus penegakan diagnosis ARDS,
sepsis, dan syok sepsis pada pasien COVID-19.5

2.8. Tatalaksana
16

Hingga saat ini, belum ada vaksin dan obat yang spesifik untuk mencegah
atau mengobati COVID-19. Pengobatan ditujukan sebagai terapi simptomatis dan
suportif. Ada beberapa kandidat vaksin dan obat tertentu yang masih diteliti
melalui uji klinis.1
Prinsip tatalaksana secara keseluruhan menurut rekomendasi WHO yaitu:
Triase: identifikasi pasien segera dan pisahkan pasien dengan severe acute
respiratory infection (SARI) dan dilakukan dengan memperhatikan prinsip
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) yang sesuai, terapi suportif dan
monitor pasien, pengambilan contoh uji untuk diagnosis laboratorium, tata
laksana secepatnya pasien dengan hipoksemia atau gagal nafas dan acute
respiratory distress syndrome (ARDS), syok sepsis dan kondisi kritis lainnya.1
Hingga saat ini tidak ada terapi spesifik anti virus nCoV 2019 dan anti virus
corona lainnya. Beberapa peneliti membuat hipotesis penggunaan baricitinib,
suatu inhibitor janus kinase dan regulator endositosis sehingga masuknya virus ke
dalam sel terutama sel epitel alveolar. Pengembangan lain adalah penggunaan
rendesivir yang diketahui memiliki efek antivirus RNA dan kombinasi klorokuin,
tetapi keduanya belum mendapatkan hasil. Vaksinasi juga belum ada sehingga tata
laksana utama pada pasien adalah terapi suportif disesuaikan kondisi pasien, terapi
cairan adekuat sesuai kebutuhan, terapi oksigen yang sesuai derajat penyakit
mulai dari penggunaan kanul oksigen, masker oksigen. Bila dicurigai terjadi
infeksi ganda diberikan antibiotika spektrum luas. Bila terdapat perburukkan
klinis atau penurunan kesadaran pasien akan dirawat di ruang isolasi intensif
(ICU) di rumah sakit rujukan dengan alur seperti algoritma di bawah ini.
Berdasarkan derajat penyakit maka COVID-19 dapat diliihat pada Tabel 2.2.1,10
Salah satu yang harus diperhatikan pada tata laksana adalah pengendalian
komorbid. Dari gambaran klinis pasien COVID-19 diketahui komorbid
berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Komorbid yang diketahui
berhubungan dengan luaran pasien adalah usia lanjut, hipertensi, diabetes,
penyakit kardiovaskular dan penyakit serebrovskular.1
17

Gambar 2.6. Alur tatalaksana dan rujukan pada pasien curiga infeksi COVID-19
18

Tabel 2.2. Derajat penyakit infeksi COVID-19


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian observasional. Rancangan penelitian
menggunakan deskriptif.

3.2. Populasi Penelitian


3.2.1. Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh pasien COVID-19 di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun
2020.
3.2.2. Popilasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh pasien COVID-19
di ruang isolasi dan ICU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode
Maret-Agustus tahun 2020.

3.3. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


Sampel adalah jumlah total populasi selama 6 bulan pada pasien COVID-
19 di ruang isolasidan ICU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode
Maret sampai dengan Agustus tahun 2020. Teknik pengambilan sampel dengan
non-prabability sampling dengan jenis consecutive sampling yaitu semua lembar
survey epidemiologik pada status pasien COVID-19 yang sudah kembali ke ruang
rekam medis dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian
sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.

3.4. Estimasi Besar Sampel


Pada penelitian ini menggunakan total sampling dimana semua populasi
yang didapatkan akan dijadikan sampel penelitian.

3.5. Kriteria Pemilihan (Inklusi dan Eksklusi)


3.5.1. Kriteria Inklusi

19
1. Pasien dengan suspect COVID-19 yang dirawat di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun 2020.

20
21

2. Pasien dengan probable COVID-19 yang dirawat di RSUD dr. Doris


Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun 2020
3. Pasien dengan konfirmasi COVID-19 yang dirawat di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun 2020.
3.5.2. Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan suspect COVID-19 yang tidak dirawat di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun
2020.
2. Pasien dengan probable COVID-19 yang tidak dirawat di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun
2020.
3. Pasien dengan konfirmasi COVID-19 yang tidak dirawat di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun
2020.

3.6. Instrumen Penelitian


Penelitian ini menggunakan data sekunder (retrospektif), instrumen
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar survey
epidemiologik pada rekam medik pasien COVID-19 di Ruang isolasi dan ICU
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya periode Maret-Agustus tahun 2020.

3.7. Prosedur Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
(retrospektif), yaitu melihat rekam medik pasien COVID-19 di Ruang isolasi dan
ICU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun
2020, adapun prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Peneliti mengajukan izin melakukan penelitian kepada RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
2. Berdasarkan kriteria pemilihan, peneliti akan mengambil sampel yang
dibutuhkan yaitu pasien Suspect, probable dan konfirmasi COVID-19
3. Pengumpulan data dari rekam medik
22

4. Mencatat data, data yang dicatat meliputi nomor rekam medik pasien, inisial
nama, umur, diagnosa dan keterangan lain.

3.8. Cara Pengolahan Data dan Teknik Analisis Data


3.8.1. Cara Pengolahan Data
1. Editing
Dilakukan pengecekan ulang pada hasil eksperimen untuk
memeriksa apakah ada kesalahan dalam proses pencatatan data.
Editing dapat dilakukan langsung ketika hasil telah didapatkan.
2. Entry
Data yang telah diperiksa akan dimasukkan ke dalam lembar
kerja di komputer dengan menggunakan software komputer untuk
dianalisis.
3. Cleaning
Dilakukan pemeriksaan jumlah data missing dan analisa data
awal dengan menggolongkan dan mengurutkan data sehingga data
akan mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan.

3.8.2. Analisi Data


Analisis Univariat, analisis ini digunakan untuk mengetahui distribusi
frekuensi dan proporsi setiap variabel baik bebas atau tergantung. Penyajian data
analisis univariat ini dalam bentuk tabel.
23

3.9. Alur Penelitian

Menentukan tempat dan waktu


penelitian.
Mengajukan izin melakukan penelitian kepada Fakultas Kedokteran Universitas
Palangka Raya, DIKLIT dan Instalasi Rekam Medik di RSUD dr. Doris Sylvanus.

Menyeleksi data sesuai kriteria inklusi dan eksklusi

Membagi sampel penelitian menjadi


kelompok kasus

Pengumpulan data dari rekam medik

Mengolah dan menganalisis


data.
Gambar 3.1. Alur Penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengumpulan Sampel Data


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan mengumpulkan data
dari rekam medik pasien COVID-19 di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Periode Maret-Agustus 2020, di dapatkan total 304 pasien terkait COVID-19.
Dimana sebanyak 287 diantaranya dilakukan pemeriksaan swab PCR untuk
diagnosis, dari total tersebut didapatkan data 185 pasien terkonfirmasi negatif, dan
102 pasien terkonfirmasi positif kasus COVID-19.
Dari 102 kasus Swab Konfirmasi positif COVID-19 yang didapatkan,
sebanyak 29 pasien memiliki komorbid dan 73 pasien tidak memiliki komorbid.
(Tabel 4.1.)

Tabel. 4.1. Proporsi Sampel Pasien COVID-19 di RSUD dr. Doris Sylvanus
Periode Maret-Agustus 2020
Jumlah Pasien Suspect COVID-19
304

Jumlah Pemeriksaan Swab PCR Jumlah Tidak Dilakukan Pemeriksaan


Swab PCR
287 17

Suspek Tanpa Jumlah Swab Probable Jumlah Swab


Swab Negatif Positif
12 185 5 102

Dengan Tanpa Dengan Tanpa Dengan Tanpa Dengan Tanpa


Komorbi Komorbid Komorbi Komorbid Komorbid Komorbid Komorbi Komorbid
d d d
6 6 59 126 4 1 29 73

Berdasarkan proporsi kasus terkonfirmasi positif berdasarkan umur,


didapatkan data bahwa kasus terbanyak pada rentang umur 36-45 tahun (23
pasien), sedangkan angka terkecil pada rentang umur 12-16 tahun (1 pasien), 5-11
tahun (2 pasien) dan > 65 tahun (3 pasien). (Tabel 4.2.)

24
Berdasarkan kelompok umur usia sekolah didapatkan data bahwa
sebanyak 9 pasien memiliki hasil swab PCR negatif dan sembuh, serta 3
orang pasien

25
26

terkonfirmasi positif COVID-19 dan sembuh. Tidak ada kasus meninggal pada
kelompok usia sekolah tersebut. (Tabel 4.3.)

Tabel 4.2. Proporsi Kasus Swab Konfirmasi Positif yang Sembuh dan Meninggal
Menurut Kelompok Umur
Kasus Sembuh Kasus Meninggal
Masa Balita (0-5 Tahun) 4 0
Masa Kanak-Kanak (5-11 Tahun) 2 0
Masa Remaja Awal (12-16 Tahun) 1 0
Masa Remaja Akhir (17-25 Tahun) 17 0
Masa Dewasa Awal (26-35 tahun) 15 1
Masa Dewasa Akhir (36-45 Tahun) 23 1
Masa Lansia Awal (46-55 Tahun) 21 1
Masa Lansia Akhir (56-65 Tahun) 8 1
Masa Manula > 65 Tahun) 3 0

Tabel 4.3. Proporsi Kasus Konfirmasi Swab Positif Sembuh, dan Meninggal
Menurut Kelompok Usia Sekolah
Suspek Swab Negatif Swab Positif
Umur Tanpa Probable Sembu Meninggal Sembu Meninggal
6-12 Swab h h
Tahun 1 0 9 0 3 0

Berdasarkan data yang di dapatkan, jumlah pasien terkonfirmasi positif


dalam periode Maret-Agustus 2020 yang berjenis kelamin laki-laki (116 Pasien)
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pasien berjenis kelamin perempuan
(106 pasien). Dari data tersebut juga dapat terlihat bahwa angka kematian pada
pasien berjenis kelamin laki-laki memiliki angka kematian lebih banyak (8 pasien)
dibandingkan dengan perempuan (1 pasien). (Tabel 4.4.)

Tabel 4.4. Proporsi Kasus Swab Konfirmasi Positif yang Sembuh dan Meninggal
Menurut Jenis Kelamin
Kasus Sembuh Kasus Meninggal
Perempuan 105 2
Laki-laki 108 8

Dari 116 pasien laki-laki terkonfirmasi positif tersebut didapatkan 57


orang mendapat perawatan di non ICU dan terdapat 1 kasus meninggal dunia
dengan komorbid. Dan tidak ada pasien berjenis kelamin perempuan
27

terkonfirmasi positif yang meninggal, baik yang memiliki komorbid maupun tidak
memiliki komorbid. (Tabel 4.5.)

Tabel 4.5. Proporsi Kasus Konfirmasi Swab Positif dalam Perawatan non ICU yang
Sembuh dan Meninggal berdasarkan Ada atau Tidaknya Komorbid
Dengan Komorbid Tanpa Komorbid
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan
Sembuh Meninggal Sembuh Meninggal Sembuh Meninggal Sembuh Meninggal
18 1 5 0 38 0 29 0

Dari data yang didapatkan pada penelitian ini, sebanyak 5 pasien


terkonfirmasi positif COVID-19 mendapatkan perawatan pada ruang ICU dan 1
orang pasien diantarannya mendapatkan perawatan menggunakan ventilator.
Tabel 4.6.
Tabel. 4.6. Proporsi Kasus Konfirmasi Swab Positif dalam Perawatan ICU
dengan
atau tanpa Ventilator, Sembuh dan Meninggal Dengan atau
Tanpa
Komorbid
Dengan Komorbid Tanpa Komorbid
Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki
Meninggal Sembuh Meninggal Sembuh Meninggal Sembu Meninggal Sembuh
h
Perawatan
ICU
1 0 0 0 0 0 0 0
dengan
Ventilator
Perawatan
ICU tanpa 0 2 0 0 0 0 2 0
Ventilator

Dari data penelitian ini didapatkan bahwa 5 besar komorbid terbanyak


pada kasus konfirmasi positif COVID-19 diantaranya Hipertensi sebanyak 18,
DM 7, penyakit jantung 6, CKD 4, Hamil 4. (Data Proporsi komorbid pada pasien
konfirmasi positif terlampir).

Penelitian ini menunjukkan bahwa lima gejala yang paling banyak


dikeluhkan oleh pasien terkonfirmasi positif COVID-19 di RSUD dr. Doris
Sylvanus adalah batuk (38%), sesak napas (24,5%), pilek (20,5%), sakit kepala
28

Keluhan Utama dan Gejala Penyerta


Pasien Kasus Konfirmasi Positif
COVID-19
40
0

Absolute Persentase

Gambar 4.1. Keluhan Utama dan Gejala Penyerta Pasien Kasus Konfirmasi Positif COVID-
19
(18,6%), dan sakit tenggorokan (17,64%). Selain itu ada juga gejala baru yang
belum ada pada literatur seperti anosmia (1,96%). Gambar 4.1.

4.2. Pembahasan
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-
2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia.1
Penelitian ini menyajikan data tentang gambaran proporsi pasien
terkonfirmasi COVID-19 di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada
periode Maret hingga Agustus 2020 dari jumlah sampel data yang di dapat
sejumlah 303 status terkait COVID-19, dimana 101 diantaranya merupakan kasus
konfirmasi positif terinfeksi COVID-19. Semua pasien suspek yang telah
dilakukan swab PCR dan hasil nya negatif sebanyak 185 pasien, sedangkan
sebanyak 12 pasien tidak dilakukan Swab PCR dan terdapat 5 orang pasien
probable.
Berdasarkan hasil pengumpulan sampel data pasien COVID-19 di RSUD
dr. Doris Sylvanus pada periode maret sampai dengan agustus 2020, didapatkan
data bahwa dari kelompk pasien dengan terkonfirmasi positif COVID-19, jumlah
pasien dengan rentang umur 36-45 tahun meiliki proporsi terbanyak di
29

bandingkan rentang umur lainnya dengan data rentang umur terendah adalah 12-
16 tahun (1 pasien). Hasil ini sedikit berbeda bila dibandingkan dengan data
laporan kasus di Indonesia, dari sejumlah 56.385 kasus konfirmasi didapatkan
data Kasus paling banyak terjadi pada rentang usia 45-54 tahun dan paling sedikit
terjadi pada usia 0-5 tahun.1
Dari semua pasien terkonfirmasi COVID-19 pada penelitian ini didapatkan
data bahwa 5 orang pasien mendapatkan perawatan di ruang ICU, dimana 3 orang
pasien yang dirawat memiliki komorbid dan 2 orang lainnya tidak ada komorbid.
Satu orang pasien dengan komorbid yang di rawat pada ICU sempat mendapatkan
tindakan intubasi dan pemasangan ventilator. Dari semua pasien tersebut
didapatkan data 1 orang pasien yang memilik komorbid meninggal dunia (berjenis
kelamin perempuan). Data penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah pasien yang
perlu perawatan di ICU sebesar 4,9 % dari jumlah pasien konfirmasi positif
COVID-19 yang perlu perawatan di rumah sakit. Angka ini sedikit lebih rendah
bila disbanding dengan data global yang menyatakan bahwa sebanyak seperempat
pasien yang di rawat di rumah sakit memerlukan perawatan di ICU, dan dari
penelitian di Italy menunjukkan sebanyak 16% dari pasien yang perlu dirawat di
rumah sakit.10
Dari semua pasien terkonfirmasi COVID-19 pada penelitian ini didapatkan
data bahwa hipertensi merupakan komorbit tersering menyertai diagnosa pasien
dengan angka 4 orang pasien yang di rawat pada ICU menderita hipertensi, namu
tidak ada catatan kematian yang di temukan pada pasien ICU yang memiliki
komorbid hipetensi.
Berdasarkan pada teori yang didapatkan sejauh ini, SARS-CoV-2 dapat
mudah terinfeksi pada penderita hipertensi yang mengonsumsi obat dengan
golongan ARB dan ACE inhibitor karena adanya peningkatan ACE2 pada
penderita hipertensi, yang membuat SARS-CoV-2 mudah untuk masuk ke dalam
tubuh. Selain gejala pada sistem pernapasan, infeksi SARS-CoV-2 juga dapat
memperparah kondisi hipertensi dari penderita itu sendiri. Namun, dengan
dilanjutkannya konsumsi obat ARB pada penderita COVID-19, penderita
hipertensi dapat terhindar dari kemungkinan berkembangnya gejala COVID-19
yang dapat menyebabkan SARS. 12 Namun pada data penelitian yang dilakukan di
30

RSUD dr. Doris Sylvanus ini, tidak didapatkan keterangan yang jelas mengenai
Riwayat konsumsi obat pasien, dan tidak ada data yang menyatakan apakah
pasien konfirmasi COVID-19 yang dirawat pada ICU tersebut memiliki hipertensi
yang terkontrol atau tidak. Hal ini dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan
golongan obat untuk penderita hipertensi saat pandemi COVID-19.12,13
Dari data yang di dapatkan, 3 orang pasien ICU yang terkonfirmasi positif
COVID-19 yang meiliki komorbid gagal ginjal kronik. Komorbid ini menempati
posisi kedua terbanyak yang pada pasien ICU dengan infeksi COVID-19, dimana
2 orang diantaranya sembuh dan satu orang pasien tercatat meninggal dunia.
Terdapat suatu laporan kasus yang menyatakan bahwa 41,30% pasien
COVID-19 terinfeksi saat berkunjung ke rumah sakit. Kebanyakan pasien gagal
ginjal mengalami gangguan imunitas dikarenakan uremia nya dan memerlukan
dialysis rutin di rumah sakit dua atau tiga kali seminggu. Karena itu, pasien gagal
ginjal akan lebih rentan terinfeksi COVID-19 dibandingkan populasi normal.14
Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien terkonfirmasi positif COVID-19
di RSUD dr. Doris Sylvanus paling banyak menunjukkan gejala batuk (38%),
diikuti dengan sesak napas (24,5%), pilek (20,5%), sakit kepala (18,6%), dan sakit
tenggorokan (17,64%). Sementara gejala demam hanya sebesar 15,6%. Hal ini
sedikit berbeda dengan hasil penelitian di eropa yang mengatakan bahawa lima
gejala tersering pada pasien yang dirawat di rumah sakit adalah demam, sulit
bernapas, batuk, malaise, dan kebingungan.15
Pada penelitian ini juga dijumpai adanya gejala baru yang berupa anosmia
(1,96%). Secara referensi anosmia belum secara resmi diakui sebagai gejala
infeksi COVID-19. Bukti anecdotal yang berkembang menunjukkan peningkatan
insidensi kasus anosmia pada pandemic saat ini, menunjukkan bahwa COVID-19
mungkin menyebabkan disfungsi olfaktori. Hal ini dapat menjadi dasar unuk
dilakukannya studi lebih lanjut mengenai gejala ini untuk membuktikan apakah
anosmia yang terjadi berhubungan langsung sebagai gejala dari infeksi COVID-
19.16
31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-
2). Merupakan jenis jenis corona virus baru yang belum pernah diidentifikasi
sebelumnya pada manusia, menyerang sistem pernafasan dan dapat menyebabkan
kegawatan hingga meninggal.
Telah dilakukan penelitian kasus di RSUD dr Doris Sylvanus dengan
populasi target pasien suspek, probable, dan konfirmasi COVID-19 pada periode
Maret-Agustus 2020, dengan data sebagai berikut :
 Diketahui jumlah kasus konfirmasi COVID-19 di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun 2020 adalah
101 kasus.
 Diketahui jumlah kasus konfirmasi COVID-19 yang sembuh di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun 2020
adalah 98 kasus.
 Diketahui jumlah kasus konfirmasi COVID-19 yang meninggal di RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode Maret-Agustus tahun 2020
adalah 3 kasus.
 Diketahui jumlah kasus konfirmasi COVID-19 yang memiliki penyakit
komorbid di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode
Maret-Agustus tahun 2020 adalah 28 kasus.
 Diketahui jumlah kasus konfirmasi COVID-19 dengan penyakit komorbid
yang sembuh di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode
Maret-Agustus tahun 2020 adalah 27 kasus.
 Diketahui jumlah kasus konfirmasi COVID-19 dengan penyakit komorbid
yang meninggal di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada periode
Maret-Agustus tahun 2020 adalah 1 kasus.

32
5.2. Saran
1. Dari hasil penelitian ini didapatkan data bahwa kasus konfirmasi positif
dengan komorbid hipertensi yang di rawat di ruang ICU memiliki
proporsi paling tinggi dibandingkan dengan komorbid lain, namun
dikarenakan keterbatasan data yang ada, pada penelitian ini tidak dapat
menghubungan kemungkinan hubungan hipertensi dengan angka
kejadian pasien konfirmasi positif COVID-19 di RSUD dr. Doris
Sylvanus. Diharapkan pihak RSUD dapat meneliti hubungan komorbid
hipertensi dengan angka kejadian kasus konfirmasi COVID-10 yang
mendapat perawatan di ICU, serta dapat memberikan edukasi tambahan
bagi pengunjung RS yang menderita hipertensi untuk mematuhi protokol
kesehatan dengan baik, menjaga tekanan darah nya tetap terkontrol, dan
menjelaskan kemungkinan adanya hubungan hipertensi sebagai
komorbid yang memperberat kondisi pasien yang terkonfirmasi positif
COVID-19.
2. Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa kasus konfirmasi positif
dengan komorbid CKD yang di rawat di ruang ICU memiliki proporsi
tertinggi kedua dimana satu diantara pasien tersebut di laporkan
meninggal dunia, namu dikarenakan keterbatasan data yang data,
penelitian ini tidak dapat meneliti hubungan antara koorbid ini dengan
angka perawatan pasien konfirmasi positif yang mendapat perawatan di
ICU. Diharapkan pihak RSUD dapat meneliti hubungan komorbid CKD
dengan angka kejadian kasus konfirmasi COVID-10 yang mendapat
perawatan di ICU.
3. Diharapkan RSUD dr. Doris Sylvanus bekerja sama dengan pemerintah
daerah untuk mengembangkan program promosi kesehatan guna
meningkatkan pengetahuan masyarakat yaitu dengan mengadakan
penyuluhan mengenai protokol kesehatan yang baik meliputi cara cuci
tangan yang baik dan benar, menggunakan masker saat keluar rumah,
menjaga jarak, agar masyarakat dapat mengerti mengenai pentingnya
menerapkan protokol Kesehatan.

33
4. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan pembelajaran dan dapat
dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Pencegahan dan Pengenadian Coronavirus Disease (COVID-19),


Revisi 5. Jakarta: Kementrian RI, 2020.

2. Handayani D, Hadi DR, Isbaniah F, Burhan E & Agustin H. Penyakit Virus


Corona 2019. Jurnal Respirologi Indonesia, 2020; 40 (2): 119-129.

3. World Health Organization. Global Surveillance for Human Infection with


Novel Coronavirus (2019-nCov). Available from: https://www.who.int/

4. World Health Organization. Coronavirus disease (COVID-19) Situation


report-139. Available from: https://www.who.int/docs/default-
source/coronaviruse/situation-reports/20200607-covid-19-sitrep-139.pdf?
sfvrsn=79dc6d08_2

5. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo GW, dkk. Coronavirus Disease 2019:


Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 2020; 7 (1): 45-
67.

6. Petunjuk Teknis Pelaporan COVID-19 Versi 2 di RS Online Versi 2. Jakarta:


Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan, 2020: 1-26.

7. Diaz JH. Hypothesis: Angiotensin-converting Enzyme Inhibitors and


Angiotensin Receptors Blockers may Increase the Risk of Severe COVID-19.
J Travel Med, 2020; DOI: 10.1093.

8. Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, Liang WH, Ou CQ, He JX, dkk. Clinical


Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in Cina. New Engl J Med, 2020;
DOI: 10.1056.

9. Song CY, Xu J, He JQ & Lu YQ. COVID-19 Early Warning Score: a Multi-


parameter Screening Tool to Identify Highly Suspected Patients. medRxiv
preprint. Available from:
https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.03.05.20031906v1.full.pdf

10. Semedi BP. Pelayanan ICU di Era Pandemi COVID-19. Surabaya: Dept.
Anestesiologi dan Reanimasi FK UA – RSUD Dr. Soetomo, 2020: 1-53.

11. Xiaobo Y, Yuan Y, Jiqian X, Huaqing S, Jia’an X, Hong L, dkk. Clinical


Course and Outcomes of Critically Ill Patients with SARS-CoV-2 Pneumonia
in Wuhan, China: A Single-Centered Retrospective, Observational Study.
The Lancet Respiratory Medicine, 2020; 8 (5): 475-481.

34
12. Alfhad H, Saftarina F & Kurniawan B. Dampak Infeksi SARS-Cov-2
Terhadap Penderita Hipertensi. Majority, 2020; 9 (1): 1-8.

13. Yu Xiao, Kaiyu Qian, Yongwen Luo, et al. Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus 2 Infection in Renal Failure Patiens: A Potensial
Covert Source of Infection. European Urology, 2020; 78: 294-299.

14. Zhang H, Penninger JM, Li Y, Zhong N, Slutsky AS. Angiotensin-converting


enzyme 2 (ACE2) as a SARS-CoV-2 receptors: Molecular Mechanisms and
Potential Therapeutic Target. Intensive.

15. International Seven Acute Respiratory and Emerging Infections Consortium


(ISARIC). COVID-19 Report. ISARIC, 2020. Available from:
https://media.tghn.org/medialibrary/2020/05/ISARIC_Data_Platform_COVI
D-19_Report_19MAY20.pdf

16. Hopkins C, Surda P & Kumar BN. Presentation of New Onset Anosmia
During the COVID-19 Pandemic. Rhinology, 2020; 58: 1-4. Available from:
https://www.researchgate.net/profile/Claire_Hopkins3/publication/340593413
_Presentation_of_new_onset_anosmia_during_the_COVID-
19_pandemic/links/5e9adaaba6fdcca78920d343/Presentation-of-new-onset-
anosmia-during-the-COVID-19-pandemic.pdf

35
36

Anda mungkin juga menyukai