Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari


sumsum tulang yang ditandai oleh proliforasi sel-sel darah putih dengan
manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada
gangguan dalam pengaturan sel leukosit. Leukosit dalam darah berproliferasi
secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi tidak normal.
Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah merah normal
terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik.
Leukemia akut dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia
mieloblastik akut (LMA) (Bambang, dkk., 2010).

Menurut data statistic kanker Surveillance, Epidemiology, and End


Results Program National Cancer Institute prevalensi leukemia sebesar 13.7 per
100.000 populasi per tahun, dan jumlah kematian leukemia sebesar 6.8 per
100.000 populasi per tahun. Pada tahun 2017 diperkirakan sebanyak 62.130 kasus
baru leukemia dan 24,500 orang akan meninggalan karena leukemia. Leukemia
berada di urutan ke-9 dilihat dari prevalensi kejadiannya, yaitu sebesar 3.7% dari
seluruh kanker di United States. Prevalensi kasus leukemia pada kelompok usia
65-74 merupakan prevalensi tertinggi yaitu sebesar 22.4% dengan median usia 66
tahun saat terdiagnosis leukemia. Sedangkan jumlah kematian akibat leukemia
paling tinggi ditemui pada kelompok usia 75-84 tahun yaitu sebesar 30.2% dengan
median usia 75 tahun saat kematian. Prevalensi kasus leukemia dilihat dari jenis
kelamin didapatkan bahwa kejadian pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan
yaitu sebesar 17.6%, dan perempuan sebesar 10.7%. Ras yang paling tinggi
menderita leukemia adalah ras kaukasian (18.5% laki-laki, 11,3% perempuan).

Penyebab leukemia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun


dari beberapa penelitian ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan
leukemia diantaranya adalah penggunaan pestisida, medan listrik, riwayat
keguguran pada ibu, radiasi, bahan kimia (benzene), virus, kelainan genetik, ibu
yang umurnya relatif tua saat melahirkan, ibu yang merokok saat hamil, konsumsi
alkohol saat hamil, penggunaan marijuana saat hamil, medan magnet, pekerjaan
orang tua, berat lahir, urutan lahir, radiasi prenatal dan postnatal, vitamin K, serta
diet (Simanjorang, 2010). Umumnya banyak penderita atau keluarga penderita
leukemia tidak mengerti apabila penderita terserang leukemia. Penanganan yang
terlambat dapat menyebabkan komplikasi seperti gangguan sistem kekebalan
tubuh, perdarahan, sesak nafas dan sumbatan oksigen di otak karena leukostasis
di mana jumlah leukosit dalam darah yang sangat tinggi dan hingga kematian.

Selain itu penderita leukemia pasti memiliki banyak keluhan yang


diantaranya masuk dalam masalah keperawatan di mana sebagai seorang perawat
harus bisa mengatasi masalah tersebut. Masalah yang sering muncul pada
penderita leukemia sendiri pun meliputi pola nafas tidak efektif, nyeri kronis,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, ansietas,
resiko syok hipovolemik, resiko cidera berhubungan dengan letargi, dan resiko
kekurangan volume cairan. Dari berbagai masalah tersebut sebagai seorang
perawat harus bisa memenuhi aspek biopsiko sosial spiritual penderita dengan
intervensi yang disesuaikan dengan masalah keperawatan serta sesuai aspek
keperawatan paliatif di mana perawat membantu penderita bebas dari rasa nyeri
dan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan paliatif pada pasien


dengan leukemia ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu menerapkan model asuhan keperawatan
paliatif pada pasien dengan diagnosa medis leukemia dengan tepat dan
benar.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menyusun pengkajian dengan benar dan tepat.
2. Mahasiswa mampu menyusun analisa data dengan benar dan tepat.
3. Mahasiswa mampu menyusun diagnosa keperawatan dengan benar
dan tepat.
4. Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan dengan benar
dan tepat.
5. Mahasiswa mampu menyusun implementasi keperawatan dengan
benar dan tepat.
6. Mahasiswa mampu menyusun evaluasi keperawatan dengan benar dan
tepat.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi Mahasiswa
Dapat melakukan asuhan keperawatan paliatif secara benar dan tepat pada
klien dengan leukemia dengan menerapkan ilmu yang sudah dipelajari.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keilmuan tentang asuhan keperawatan paliatif yang
nantinya dapat digunakan di dalam ruang lingkup universitas.
3. Bagi Puskesmas
Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan dalam pemberian
asuhan keperawatan.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Leukemia

Leukemia adalah produksi sel darah putih yang tidak terkontrol


disebabkan oleh mutasi yang bersifat kanker pada sel mielogen atau sel limfogen
yang biasanya ditandai dengan jumlah sel darah putih abnormal yang sangat
meningkat dalam sirkulasi darah (Guyton & Hall; 2008).

Leukemia adalah suatu penyakit keganasan pada sistem hematopoiesis


yang menyebabkan proliferasi sel darah yang tidak terkendali (Kliegman,2007).
Leukemia adalah poliferasi sel lekosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan
dapat menyebabkan anemia, trombisitopeni dan diakhiri dengan kematian (Dalam
Nanda, 2015)

2.2 Klasifikasi Leukemia

Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi


sel dan tipe sel asal yaitu :

1. Leukemia Akut

Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang


berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah
abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain.
Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan
penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.

a. Leukemia Limfositik Akut (LLA); LLA merupakan jenis leukemia


dengan karakteristik adanya poliferasi dan akumulasi sel-sel patologis
dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali
(pembesaran organ dalam) dan kegagalan organ. LLA lebih sering
ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%).
Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa
pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah
terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
b. Leukemia Mielostik Akut (LMA); LMA merupakan leukemia yang
mengenai sel stem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua
sel mieloid. LMA merupakan leukemia non limfositik yang paling
sering terjadi. Lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%)
dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan
progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang
singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai poliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan
hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronik (LLK); LLK adalah suatu keganasan
klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini
biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat
dari limfosit kecil yang berumur panjang. LLK cenderung dikenal
sebagai kelainan ringan yang menyerang individu berusia 50 sampai
70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK); LGK/LMK
adalah gangguan mieloproliteratif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang.
LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada
orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik
yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95%
penderita LGK/LMK. Sebagian besar penderita LGK/LMK akan
meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik
yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya serupa
mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel
darah merah yang amat kurang.

2.3 Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor


predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :

1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur


gen ( Tcell Leukemia-lhymphoma Virus/ HLTV)
2. Radiasi
3. Obat obatan imunosupresif, obat – obatan kardiogenik seperti
diethylstilbestrol
4. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
5. Kelainan kromosom, misalnya pada down sindrom
Leukemia biasanya mengenai sel – sel darah putih. Penyebab dari
sebagaian besar jenis leukemia tidak di ketahui. Pemaparan terhadap
penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (benzena) dan pemakaian
obat anti kanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang
memiliki kelainan genetic tertentu (misalnya sindroma Down dan
sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.

2.4 Patofisiologi

Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat
dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel
darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda
dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi
memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi.
Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk
sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada
jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom
dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh
kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali),
delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah
bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan
mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah
putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan.
Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari
kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom
mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah
tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum
tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah
yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk
hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.

2.4 WOC (Web Of Causation)


(terlampir)

2.5 Manifestasi Klinis / Tanda dan Gejala

1. Leukemia Mielositik Akut


a. Rasa lemah, pucat, nafsu makan hilang
b. Anemia
c. Perdarahan, petekie
d. Nyeri tulang
e. Infeksi
f. Pembesaran kelenjar getah bening, limpa, hati dan kelenjar mediatinum
g. Kadang – kadang ditemukan hipertrofi gusi khususnya pada M4 dan M5
h. Sakit kepala
2. Leukemia Mielositik Kronik
a. Rasa lelah
b. Penurunan berat badan
c. Rasa penuh di perut
d. Kadang – kadang rasa sakit di perut
e. Mudah mengalami perdarahan
f. Diaforesis meningkat
g. Tidak tahan panas

3. Leukemia Limfositik Akut


a. Malaise, demam, letargi, kejang
b. Keringat pada malam hari
c. Hepatosplenomegali
d. Nyeri tulang dan sendi
e. Anemia
f. Macam – macam infeksi
g. Penurunan berat badan
h. Muntah
i. Gangguan penglihatan
j. Nyeri kepala

4. Leukemia Limfositik Kronis


a. Mudah terserang infeksi
b. Anemia
c. Lemah
d. Pegal – pegal
e. Trombositopenia
f. Respons antibodi tertekan
g. Sintesis immonuglobin tidak cukup
2.6 Komplikasi

Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah


yang lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme
(terjadi granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi
tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang. Proliferasi sel leukemia
dalam organ mengakibatkan pembesaran limpa atau hepar.

1. Kegagalan sumsum tulang merupakan hipofungsi sumsum tulang primer


sehingga terjadi penurunan produksi semua unsur sel hemopoietik
(pansitopeni). Kegagalan susmsum tulang merupakan ketidaksanggupan
sumsum tulang membentuk sel-sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan
kerusakan primer stem sel mengakibatkan anemia, leukopenia dan
trombositopenia.
2. Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah
merah, maka anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari
keadaan anemia tersebut. Proses terapi LGK juga dapat meyebabkan
penurunan jumlah sel darah merah.
3. Pendarahan (bleeding). Penurunan jumlah trombosit dalam darah
(trombositopenia) pada keadaan LGK dapat mengganggu proses
hemostasis. Keadaan ini dapat menyebabkan pasien mengalami epistaksis,
pendarahan dari gusi, ptechiae, dan hematom.
4. Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada LGK dapat timbul dari tulang atau sendi.
Keadaan ini disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit
abnormal yang berkembang pesat.
5. Pembesaran Limpa (splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang
diproduksi saat keadaan LGK sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini
menyebabkan limpa bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah.
6. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien
dengan kasus LGK memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak
dikendalikan, kadar trombosit yang berlebihan dalam darah
(trombositosis) dapat menyebabkan clot yang abnormal dan
mengakibatkan stroke.
7. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal,
tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan
pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan LGK
juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga
sistem imun tidak efektif.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Fisik

Untuk jenis LLA yaitu ditemukan splenomegali (86%), hepatomegali,


limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina. Pada
penderita LMA ditemukan hipertrofi gusi yang mudah berdarah. Kadang-kadang
ada gangguan penglihatan yang disebabkan adanya perdarahan fundus oculi. Pada
penderita leukemia jenis LLK ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati.
Anemia, gejala-gejala hipermetabolisme (penurunan berat badan, berkeringat)
menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut. Pada LGK/LMK hampir selalu
ditemukan splenomegali, yaitu pada 90% kasus. Selain itu Juga didapatkan nyeri
tekan pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-kadang terdapat purpura,
perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar getah bening dan kadangkadang
priapismus.

b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi


dan pemeriksaan sumsum tulang, seperti :

1. Pemeriksaan Darah Tepi

Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan


kadang-kadang leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan penurunan
eritrosit dan trombosit. Pada penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari
50.000/mm3, sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih
dari 50.000/mm3.
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang

Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan


keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia
(blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa
sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam
sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh
limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95%
pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit sedangkan pada penderita
LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah
megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari
30.000/mm3.

2.8 Penatalaksaan

1. Kemoterapi

A. Kemoterapi pada penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase


yang digunakan untuk semua orang.

a. Tahap 1 (terapi induksi)

Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian


besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi
kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena
obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel
leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu
daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.

b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)

Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi


yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps
dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6
bulan kemudian.

c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)

Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.


Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih
rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda,

kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia


memasuki otak dan sistem saraf pusat.

d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)

Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap


ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik
dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai
remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai
remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang
dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.

B. Kemoterapi pada penderita Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)

a. Fase induksi

Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk


mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi
komplit. Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa sel-sel leukemia
di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini
berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.

b. Fase konsolidasi

Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi.


Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan
menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis
yang digunakan pada fase induksi. Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-
75%, tetapi angka ratarata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5
tahun hanya 10%.

C. Kemoterapi pada penderita Leukemia Limfositk Kronis (LLK)

Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi terapi


dan prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah klasifikasi Rai:

a. Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang

b. Stadium I : limfositosis dan limfadenopati

c. Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali

d. Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl)

e. Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia

Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi


bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan tidak
diberikan kepada penderita tanpa gejala karena tidak memperpanjang hidup. Pada
stadium I atau II, pengamatan atau kemoterapi adalah pengobatan biasa. Pada
stadium III atau IV diberikan kemoterapi intensif.

Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25% pasien
dapat hidup lebih dari 10 tahun. Pasien dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan
hidup rata-rata 10 tahun. Sedangkan pada pasien dengan stadium III atau IV rata-
rata dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun.

D. Kemoterapi pada penderita Leukemia Granulositik/Mielositik Kronis


(LGK/LMK)

a. Fase Kronik Busulfan dan Hidroksiurea

Merupakan obat pilihan yag mampu menahan pasien bebas dari gejala
untuk jangka waktu yang lama. Regimen dengan bermacam obat yang intensif
merupakan terapi pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada tindakan
transplantasi sumsum tulang.
b. Fase Akselerasi

Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.

2. Radioterapi

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh selsel


leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain
dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi
gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma.
Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan
karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.

3. Transplantasi Sumsum Tulang

Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang


yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat
disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu,
transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang
rusak karena kanker. Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka
keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah
terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai.
Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada penderita yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada
awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.

4. Terapi Suportif

Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan


penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah
untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.

2.9 Pengkajian
1. Data Biografi Klien
Leukemia banyak menyerang laki-laki dari pada wanita dan menyerang
pada usia lebih dari 20 tahun khususnya pada orang dewasa.
2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada penyakit leukemia ini klien biasanya lemah, lelah, wajah
terlihat pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada riwayat penyakit klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-
tanda anemia yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Kaji
adanya tanda-tanda leucopenia yaitu demam dan adanya infeksi.
Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia yaitu ptechiae, purpura,
perdarahan membran mukosa. Kaji adanya tanda-tanda invasi
ekstra medulola yaitu limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
Kaji adanya pembesaran testis. Kaji adanya hematuria, hipertensi,
gagal ginjal, inflamasi disekitar rectal, nyeri (Lawrence, 2010).
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal
kembar monozigot.
d) Riwayat Kebiasaan Sehari-hari
Perbedaan pola aktivitas dirumah dan dirumah sakit.
e) Riwayat Psikososial
1) Psikologi
Pada kasus ini biasanya klien dan keluarga takut dan cemas
terhadap penyakit yang diderita. Klien sangat membutukan
dukungan dari keluarga dan perawat.
2) Sosial Ekonomi
Klien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga
maupun dengan tetangga disekitar rumahnya dengan
adanya keluarga dan tetangga yang membesuk serta klien
hidup dalam keadaan ekonomi yang sederhana.
3. Pemeriksaan Fisik
a) B1 ( Breathing )
Klien lebih mudah mengalami kelelehan serta sesak saat beraktifitas
ringan. Dapat di temukan adanya dispnea, takipnea, batuk, ronki, dan
penurunan suara napas.
b) B2 ( Bleeding )
Klien mudah mengalami pendarahan spontan yang tidak terkontrol dengan
trauma minimal, gangguan visual akibat pendarahn retina, demam, lebam,
perdarahan gusi, dan epitaksis. Keluhan berdebar, takikardia, suara
murmur jantung kulit dan mukosa pucat.
c) B3 ( Brain )
Keluhan nyeri abdominal , sakit kepala, nyeri persendian, dada terasa
lemas, kram pada otot, meringis, kelemahan dan hanya berpusat pada diri
sendiri.
d) B4 (Bladder)
Tidak ada masalah.
d) B5 ( Bowel )
Sering mengalami menurunan nafsu makan, anoreksia, muntah,
perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan, dan gangguan menelan.
Dari pemeriksaan fisik di dapatkan adanya distensi abdomen, penurunan
bising usus, pembesaran limpa, pembesaran hepar akibat invasi sel-sel
darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis,
ulserasi oral, dan adanya pembesaran gusi ( bisa menjadi indikasi terhadap
acute monolytic leukemia ).
f) B6 ( Bone )
Berikut ini akan di jelaskan mengenai dampak terhadap pola tidur, pola
latihan, dan aktivitas
1) Pola istirahat dan tidur
anak memperhatikan penurunan aktifitas dan lebih banyak waktu yang di
habiskan untuk tidur/istirahat karena mudah mengalami kelelahan.
2) Pola latihan
penderita sering di temukan mengalami penurunan koordinasi dalam
pergerakkan keluhan nyeri pada sendi atau tulang. Anak sering dalam
keadaan umum lemah, rewel, dan ketidakmampuan melaksanakan
aktifitas sehari-hari. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan penurunan tonus
otot, kesadaran samnolen, kelainan jantung berdebar-debar ( palpitrasi ),
adanya murmur kulit pucat, membran mukosa pucat.serta penurunan
fungsi saraf cranial, dengan atau di sertai tanda tanda pendarahan serebral.
4. Data penunjang
Data laboratorium pada klien dengan leukemia:
a) Anemi normokrom normositer
b) Leukosit >15.000/mm3 (5000-10000/ mm3)
c) Sitogenik : kelainan pada kromosom 12, 13, 14, kadang-kadang
pada kromosom 6, 11
d) Hb : 7,3 mg / dl ( N : 12.0 – 16.0 g/dL)
e) Trombosit : 100.000 (150.000-400.000/mm3)
f) SDP : 60.000/cm (50.000)
g) PT/PTT : memanjang
h) Copper serum : meningkat
i) Zink serum : menurun

2.10 Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan suplai O2 ke paru menurun.


2. Nyeri kronis berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan absorbsi di usus.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
6. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan spontan.
7. Resiko cidera berhubungan dengan letargi.
8. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
2.11 Perencanaan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1. Nyeri kronis Setelah dilakukan 1. Jelaskan kepada klien 1. Dengan mengetahui
berhubungan tindakan keperawatan penyebab dari nyeri penyebabnya klien
dengan selama 3 x 24 jam nyeri kronis. dapat mengerti dan
peningkatan kronis dapat berkurang memahami tentang
tekanan dengan kriteria hasil: nyeri yang
intrakranial. - Klien kooperatif dirasakannya.
- Nyeri yang 2. Lakukan pijat urut 2. Pijat urut dapat
dirasakan klien pada area yang memberi rasa nyaman
berkurang dikeluhkan nyeri oleh pada klien dan
- TTV normal klien. mengurangi kegelisahan
yang dirasakan klien.
3. Morphin bekerja pada
3. Kolaborasi dengan saraf dan otak sehingga
dokter pemberian obat tubuh tidak merasakan
golongan narkotika: sakit.
morphin. 4. Untuk menentukan
4. Observasi keluhan intervensi selanjutnya.
klien dan TTV klien.
2. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Jelaskan kepada klien 1. Dengan mengetahui
aktivitas tindakan keperawatan penyebab dari penyebabnya klien
berhubungan selama 3 x 24 jam intoleransi aktivitas. dapat mengerti dan
dengan intoleransi aktivitas dapat memahami tentang
kelemahan. berkurang dengan kriteria intoleransi aktivitas
hasil: yang dirasakannya.
- Klien kooperatif 2. Berikan bantuan 2. Memaksimalkan
- Klien tidak dalam aktivitas sehari- sediaan energi untuk
merasa kelelahan hari dan ambulasi klien. tugas perawatan diri.
setelah 3. Berikan lingkungan 3. Dapat membantu
beraktivitas tenang dan berikan klien untuk menghemat
kesempatan klien untuk energi untuk aktifitas
istirahat tanpa dan regenerasi seluler
gangguan. atau penyambungan
jaringan.
4. Observasi 4. Mengidentifikasi
kemampuan klien untuk kebutuhan individual
berpartisipasi pada dan membantu
aktivitas yang pemilihan intervensi.
diinginkan atau
dibutuhkan.
3. Ansietas Setelah dilakukan 1. Jelaskan kepada klien 1. Dengan mengetahui
berhubungan tindakan keperawatan penyebab dari ansietas. penyebabnya klien
dengan selama 3 x 24 jam dapat mengerti dan
perubahan ansietas dapat teratasi memahami tentang
status dengan kriteria hasil: ansietas yang
kesehatan. - Klien kooperatif dirasakannya.
- Klien tidak 2. Berikan informasi 2. Pemberian informasi
merasa gelisah tentang prognosis secara dapat membantu klien
dan cemas yang akurat. dalam memahami
berlebihan proses penyakitnya.
3. Beri kesempatan pada 3. Dapat membantu
klien untuk menurunkan kecemasan
mengekspresikan rasa klien.
marah, takut, dan
konfrontasi.
4. Jelaskan tentang 4. Membantu klien
pengobatan, tujuan, dan dalam memahami
efek samping. kebutuhan untuk
pengobatan dan efek
sampingnya.
5. Berikan lingkungan 5. Memberikan
yang tenang dan kesempatan pada klien
nyaman. untuk merenung dan
istirahat.
6. Pertahankan kontak 6. Klien mendapatkan
dengan klien, bicara dan kepercayaan dan
sentuhlah klien dengan keyakinan bahwa
wajar. dirinya benar ditolong.

Anda mungkin juga menyukai