Anda di halaman 1dari 29

REFERAT HIPERTENSI

Disusun oleh :

Khairunnisa (41201396100007)

Pembimbing :

dr. Aryan Yohanes, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUP FATMAWATI

FAKULTRAS KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas segala
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Hipertensi” dengan
baik. Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUP Fatmawati. Dalam proses penyusunan referat, penulis melibatkan
berbagai pihak yang memberikan semangat, bimbingan, dukungan, bantuan, dan doa, sehingga
penulis dapat menyusun referat ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada pihak yang telah terlibat, di antaranya:

1. dr. Aryan Yohanes, Sp. PD. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
ilmu yang sangat bermanfaat,
2. Para konsulen bedah dan staf SMF Ilmu Penyakit Dalam yang tidak dapat disebut satu
persatu yang telah membimbing, memberikan banyak ilmu, membantu, dan menemani
penulis dalam proses pengerjaan referat ini,
3. Teman-teman mahasiswa lain yang belajar bersama dan bertukar ilmu dengan penulis
pada kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran membangun kepada penulis untuk menjadikan referat ini
lebih baik. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kalangan akademisi, terutama
mahasiswa kedokteran dan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 26 Mei 2021

Khairunnisa

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….…… 2

DAFTAR ISI ….………………..…………………………………………………………… 3

BAB I………………………………..………………………………………………………. 4

BAB II……………………………………..………………………………………………… 5

BAB III…………………………………… ……………………………………………….. 27

DAFTAR PUSTAKA……………….……………………………………………………….28

3
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan penyakit yang banyak dijumpai dalam praktek klinik sehari-
hari. Menurut JNC VII, hipertensi adalah peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg.
Prevalensi dunia memperkitakan terdapat 1 milyar individu yang mengalami hipertensi.
WHO juga mencatat terdapat kecenderungan hipertensi merukapakan penyebab utama
terjadinya 62% pada kasus cerebrovascular disease dan 49% penyebab terjadinya Penyakit
jantung iskemik. Selain itu, hipertensi juga salah satu penyebab terjadinya penyakit seperti
stroke dan gagal ginjal bila tidak ditangani secara baik.1

Hipertensi merupakan salah satu penyebab kerusakan berbagai organ baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada
pasien hipertensi adalah hipertropi ventrikel kiri, angina atau infark miokard, gagal
jantung, stroke, penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer dan retinopati. Untuk itulah
pentingnya diagnosis dini serta penatalaksanaan yang tepat untuk mengurangi morbiditas
dan mortalitas yang akan terjadi atau mencegah kerusakan lebih lanjut yang sedang
terjadi.1,2

WHO mengestimasikan kenaikan tekanan darah secara langsung maupun tidak


langsung menyebabkan kematian pada 9000 orang di dunia setiap tahun. Hipertensi dapat
disebut sebagai the silent disease atau the silent killer karena penderita tidak
mengetahuinya sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Saat ini, sepertiga orang dengan
hipertensi tidak terdiagnosis, dan dari orang yang terdiagnosis, setengahnya tidak
mendapatkan terapi anti hipertensi.1 59.8% pasien yang tidak minum obat di Indonesia
merasa sudah sembuh.4

Strategi penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non farmakologi seperti


modifikasi gaya hidup dan diet dan terapi farmakologi untuk mencapai target terapi
hipertensi. Dalam penanganannya, diperlukan kerjasama antara tim medis, pasien, serta
keluarga dan lingkungan. Edukasi terhadap pasien dan keluarga tentang penyakit dan
komplikasi akan membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat
membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.1

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi


Berdasarkan JNC VII, seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan sistolik nya
melebihi 140 mmHg dan atau diastoliknya melebihi 90 mmHg berdasarkan rerata dua
atau tiga kali kunjungan yang cermat sewaktu duduk dalam satu atau dua kali
kunjungan.1

2.2 Epidemiologi Hipertensi


Data epidemiologis menunjukkan bahwa makin meningkatnya populasi usia lanjut,
maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah, baik
hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada
usia >65 tahun.10
Menurut catatan Badan Kesehatan Dunia WHO tahun 2011 terdapat sekitar satu
milyar orang di dunia menderita hipertensi dan dua per-tiganya berada di negara
berkembang yang berpendapatan rendah- sedang seperti di Afrika. Diperkirakan lebih
dari 40% orang dewasa di negara tersebut terkena hipertensi.Prevalensi hipertensi
diperkirakan akan terus meningkat, dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang
dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi, sedangkan di Indonesia angkanya
mencapai 31,7%.Hipertensi esensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.9,10

2.3 Klasifikasi Hipertensi


Klasifikasi tekanan darah menurut WHO-ISH (World Health Organization-
International Society of Hypertension), dan ESH-ESC (European Society of
Hypertension-European Society of Cardiology).

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah


Tekanan Darah Diastolik
WHO-ISH ESH-ESC WHO-ISH ESH-ESC
Optimal <120 <120 <80 <80
Normal <130 120-129 <85 80-84
Tinggi-Normal 130-139 130-139 85-89 85-89
Hipertensi kelas 1 140-159 140-159 90-99 90-99
5
(ringan)
Cabang: perbatasan 140-149 90-94
Hipertensi kelas 2 160-179 160-179 100-109 100-109
(sedang)
Hipertensi kelas 3 ≥180 ≥180 ≥110 ≥110
(berat)
Hipertensi sistolik ≥140 ≥180 <90 <90
terisolasi
Cabang: perbatasan 140-149 <90
Tabel.1 Klasifikasi Tekanan Darah

Berikut kategori tekanan darah menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016) :

Tekanan Darah Tekanan Darah


Kategori
Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal 120- 80-
129 89
Normal tinggi 130- 89
139
Hipertensi 140- 90-
derajat 1 159 99
Hipertensi ≥ 160 ≥
derajat 2 100
Hipertensi > 180 >
derajat 3 110
Tabel .2. Kategori Tekanan Darah(Depkes, 2016)

JNC VII ESC/ISH


(2007)
Klasifikasi
Sistolik Diastolik Sistolik Diastolik
Normal < 120 < 80 Optimal < 120 < 80
Pre-Hipertensi 130-139 80-89 Normal 120-129 80-84
Tahap 1 140-159 90-99 Normal 130-139 85-89
6
Tinggi
Tahap 2 >160 >100 Tingkat 1 140-159 90-99
Tingkat 2 160-179 100-109
Tingkat 3 > 180 > 110
Hipertensi > 140 < 90
Sistolik

Tabel .3 Klasifikasi Tekanan Darah1,3

Hipertensi juga dapat dikategorikan berdasarkan MAP (Mean Arterial Pressure). Rentang normal
MAP adalah 70-100 mmHg

Kategori Nilai MAP (mmHg)

Normal <93

Pre hipertensi 93-105

Hipertensi stage 1 106-119

Hipertensi stage 2 120 atau >120

Hipertensi Krisis 133 atau >133

Table .4 Kategori Hipertensi berdasarkan MAP merujuk pada JNC VIII (2014)

2.4 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan etiologinya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi


primer/essensial dengan insiden 80-95% dimana pada hipertensi jenis ini tidak diketahui
penyebabnya. Selain itu terdapat pula hipertensi sekunder akibat adanya suatu penyakit
atau kelainan yang mendasari, seperti stenosis arteri renalis, penyakit parenkim ginjal,
feokromositoma, hiperaldosteronism, dan sebagainya.1

2.5 Faktor Resiko Hipertensi

7
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis
kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan
nutrisi.2,4

- Riwayat hipertensi pada keluarga

Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika salah satu dari orang tua
mempunyai hipertensi maka anaknya mempunyai 25% kemungkinan menderita
hipertensi. Jika kedua orang tua mempunyai hipertensi, kemungkinan anaknya
menderita hipertensi 60%.14

Riwayat keluarga (orang tua, kakek/nenek, dan saudara kandung) yang


menunjukkan adanya tekanan darah yang tinggi merupakan faktor risiko paling kuat
bagi seseorang untuk mengidap hipertensi di masa yang akan datang. Seorang penderita
yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30 – 50 tahun akan timbul tanda
dan gejala hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya.15

- Usia

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi


berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat.
Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-
angsur menyempit dan menjadi kaku.16

Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang
berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah
diastolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau
cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan
fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik.
Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya
sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah
ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.

- Jenis kelamin
Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang

8
berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar
kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya
proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan
sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi
pada wanita umur 45-55 tahun.16
Hipertensi berdasarkan jenis kelamin dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis.
Pada wanita sering kali dipicu oleh perilaku tidak sehat seperti merokok, kelebihan
berat badan, depresi dan rendahnya status pekerjaan. Pada wanita yang bekerja dapat
disebabkan karena perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan.18
Secara teoritis penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada perempuan
dibandingkan dengan laki – laki, hal ini disebabkan karena penyakit hipertensi pada
wanita meningkat seiring dengan bertambahnya usia, beban tugas sebagai ibu rumah
tangga apalagi ibu rumah tangga yang bekerja dengan tingkat stres yang tinggi.18
- Obesitas

Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan
sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita
hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal,
sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang
rendah.9

Perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan


dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi
saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal.
Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik
potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah
secara terus menerus.

Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih.
Kelebihan berat badan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular karena
beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk
memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Volume darah yang beredar melalui
pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada

9
dinding arteri sehingga tekanan darah menigkat. Seseorang yang gemuk lebih mudah
terkena hipertensi. Wanita yang sangat gemuk pada usia 30 tahun mempunyai risiko
terserang hipertensi 7 kali lipat dibandingkan dengan wanita yang langsing dengan
usia yang sama.

- Merokok

Nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan


dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis).
Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan
tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi
otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner
meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer.17
- Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang pendek, tetapi
kemungkinan bukan penyebab meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang
panjang. Stres bisa bersifat fisik maupun mental, yang menimbulkan ketegangan lebih
cepat, kelenjar seperti tiroid dan adrenalin juga akan bereaksi dengan meningkatkan
pengeluaran hormon dan kebutuhan otak terhadap darah akan meningkat yang pada
akhirnya akan mengakibatkan kenaikan tekanan darah dan mengakibatkan jantung
berdenyut lebih kuat.9

Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung
sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis yang dapat meningkatkantekanan
darah. Apabila stres berkepanjangan dapatmenyebabkan tekanan darah menetap
tinggi. Bilarespons susunan saraf pusat terhadap stres dapatdimodifikasi,
kemungkinan tekanan darah dapatditurunkan. Stres tidak menyebabkan hipertensi
permanen. Namun, stres berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah menjadi
sangat tinggi untuk sementara waktu.19
- Asupan Garam

Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma


(cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan
ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem
pendarahan) yang normal.
10
Faktor lain yang ikut berperan yaitu sistem renin angiotensin yang berperan
penting dalam pengaturan tekanan darah. Produksi rennin dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin berperan dalam proses konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II.Angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron
yang mengakibatkan menyimpan garam dalam air. Keadaan ini yang berperan pada
timbulnya hipertensi.9

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan


diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Pada seseorang yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan
darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7 – 8 gram tekanan darahnya
rata-rata lebih tinggi.
- Aktivitas Fisik (Olahraga)

Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita Diabetes Melitus dan


hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif
juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering
otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri
sehingga tekanan darah menigkat.14

Aktivitas fisik atau olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit


tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi dan melatih otot
jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang
lebih berat karena adanya kondisi tertentu.

Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang berolah raga,
namun jika berolah raga secara teratur akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah
lebih rendah dari pada mereka yang tidak melakukan olahraga.2
- Penggunaan kontrasepsi hormonal

Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum ada


data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari
dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen. Namun, lamanya
pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun berturut-turut), akan meningkatkan
tekanan darah perempuan.

11
Pengguna kontrasepsi oral memiliki peningkatan risiko pengembangan hipertensi
1,8 kali dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah menggunakannya. Hipertensi
lebih sering terjadi 2-3 kali pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral. Risiko
hipertensi meningkat sesuai dengan usia, durasi penggunaan kontrasepsi oral, dan
peningkatan berat badan.

2.6 Patogenesis Hipertensi

Gambar. 1 Faktor – faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah9

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi


dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (Cardiac Output/CO) dan dukungan dari
arteri (Peripheral Resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah
ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi
sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor resiko hipertensi, yang ditandai
dengan peningkatan curah jantung dan atau tahanan periferal.9
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian
tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar Tekanan Darah = Curah Jantung ×

12
Tahanan Perifer.9
Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan
mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stres,
obesitas, faktor endotel. Selain curah jantung dan tahanan perifer sebenarnya
tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium kanan, tetapi tidak mempunyai
banyak pengaruh. Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan
tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yang berusaha
untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem
pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem
yang bereaksi dengan cepat misalnya reflek kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek
kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, arteri
pulmonalis otot polos. Dari sistem pengendalian yang bereaksi sangat cepat diikuti
oleh sistem pengendalian yang bereaksi kurang cepat, misalnya perpindahan cairan
antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol hormon angiotensin dan
vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem yang poten dan berlangsung dalam jangka
panjang misalnya kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh
sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ.

2.7 Patofisiologi Hipertensi

13
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen
yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan
diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I
diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci
dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.12

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit
urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.12
14
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.12

2.8 Manifestasi Klinis

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin


tidak menunjukkan gejala selama bertahun – tahun. Masa laten ini menyelubungi
perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Sebagian
besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah
mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa : 13
- Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan
darah intrakranium.
- Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
- Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
- Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
- Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi


komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala,
epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata
berkunang – kunang dan pusing.4

2.9 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh.


Hypertension-Mediated Organ Damage (HMOD) adalah perubahan structural atau
fungsional pembuluh darah arteri dan/atau organ yang disuplai yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan darah. Organ yang terdampak diantaranya otak, jantung, ginjal,
arteri besar dan perifer, dan mata.

- Otak

Stroke dan Transient Ischemic Attack adalah manifestasi tersering akibat dari
peningkatan tekanan darah. Pada kondisi awal kerusakan dapat terjadi perubahan berupa
15
lesi pada substansi alba otak, mikroinfark, perdarahan kecil, dan atrofi otak yang dapat
dideteksi melalui MRI. MRI dilakukan pada pasien dengan gangguan neurologis,
penurunan kognitif dan hilang ingatan.
- Jantung

Penyakit Jantung merupakan komplikasi terbanyak pada pasien dengan hipertensi.


Komplikasi pada jantung diantaranya hipertrofi ventrikel kiri, CHF, abnormalitas aliran
darah akibat aterosklerosis, dan aritmia jantung. Pemeriksaan EKG disarankan sebagai
pemeriksaan rutin pada pasien dengan hipertensi untuk mendeteksi kerusakan yang
terjadi.
- Ginjal

Ginjal merupakan salah satu organ target maupun organ penyebab hipertensi.
Kerusakan ginjal dapat terjadi karena proses eksresi sodium yang terganggu, sekresi
renin berlebih, dan aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebih. Menurut Pedoman
Hipertensi dari AHA tahun 2020, pemeriksaan fungsi ginjal berupa pemeriksaan serum
kreatinin dan eGFR serta pemeriksaan albuminuria dengan dipstick atau rasio albumin-
kreatinin dapat dijadikan pemeriksaan rutin untuk mendeteksi kerusakan yang terjadi
pada ginjal akibat tekanan darah yang tinggi.
- Arteri

Perubahan pada pembuluh darah dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis, stenosis


dan kekakuan pada pembuluh darah. Perubahan ini dapat terjadi pada pembuluh darah
sentral maupun perifer,
- Mata

Gangguan pada mata akibat hipertensi terjadi karena kerusakan pada pembuluh darah
mata, diantaranya perdarahan retina, mikroaneurisma dan papilledema. Pemeriksaan
funduskopi dilakukan untuk mendeteksi kerusakan pada pembuluh darah mata.6

2.10 Diagnosis Hipertensi

Berdasarkan anamnesis, sebagian besar pasien hipertensi bersifat asimptomatik.


Beberapa pasien mengalami keluhan berupa sakit kepala, rasa seperti berputar, atau
penglihatan kabur. Hal yang dapat menunjang kecurigaan ke arah hipertensi sekunder
antara lain penggunaan obat-obatan seperti kontrasepsi hormonal, kortikosteroid,
dekongestan maupun NSAID, sakit kepala paroksismal, berkeringat atau takikardi
serta adanya riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Pada anamnesis dapat pula digali
16
mengenai faktor resiko kardiovaskular seperti merokok, obesitas, aktivitas fisik yang
kurang, dislipidemia, diabetes milletus, mikroalbuminuria, penurunan laju GFR, dan
riwayat keluarga.2,3

Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rerata dua
kali pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥
140/90 mmHg pada dua atau lebih kunjungan maka hipertensi dapat ditegakkan.
Pemeriksaaan tekanan darah harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi
manset yang tepat (setingkat dengan jantung) serta teknik yang benar. Pemeriksaan
penunjang dilakukan untuk memeriksa komplikasi yang telah atau sedang terjadi
seperti pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula
darah, elektrolit, kalsium, asam urat dan urinalisis. Pemeriksaan lain berupa
pemeriksaan fungsi jantung berupa elektrokardiografi, funduskopi, USG ginjal, foto
thoraks dan ekokardiografi. Pada kasus dengan kecurigaan hipertensi sekunder dapat
dilakukan pemeriksaan sesuai indikasi dan diagnosis banding yang dibuat. Pada hiper
atau hipotiroidisme dapat dilakukan fungsi tiroid (TSH, FT4, FT3),
hiperparatiroidisme (kadar PTH, Ca2+), hiperaldosteronisme primer berupa kadar
aldosteron plasma, renin plasma, CT scan abdomen, peningkatan kadar serum Na,
penurunan K, peningkatan eksresi K dalam urin ditemukan alkalosis metabolik. Pada
feokromositoma, dilakukan kadar metanefrin, CT scan/MRI abdomen. Pada sindrom
cushing, dilakukan kadar kortisol urin 24 jam. Pada hipertensi renovaskular, dapat
dilakukan CT angiografi arteri renalis, USG ginjal, Doppler Sonografi.3,4

2.11 Tata Laksana


Tatalaksana hipertensi meliputi perubahan gaya hidup dan terapi farmakologis
dengan obat. Penentuan terapi pada pasien berdasarkan derajat hiperteensi adan
ada/tidaknya risiko penyakit kardiovaskular pada pasien.5

Tekanan Darah Hipertensi Derajat 1 Hipertensi Derajat 2 Hipertensi Derajat 3


Normal Tinggi (130- (140-159/90-99 (160-179/100-109 (≥180/110 mmHg)
139/85-89 mmHg) mmHg) mmHg)

Intervensi Gaya Intervensi Gaya Intervensi Gaya Intervensi Gaya


Hidup Hidup Hidup Hidup

Inisiasi obat segera Inisiasi obat segera Inisiasi obat segera


*Pertimbangkan inisiasi
pada pasien risiko tinggi pada semua pasien pada semua pasien
obat pada pasien risiko
dan sangat tinggi PKV,
sangat tinggi dengan 17
penyakit ginjal atau
PKV,
HMOD
terutama PJK
rendah-sedang tanpa PKV, penyakit dalam 3 bulan dalam 3 bulan
ginjal atau HMOD setelah intervensi
gaya hidup dalam 3-6 bulan dan TD
belum terkontrol

Alur Panduan Inisiasi Terapi Obat Sesuai dengan Klasifikasi Hipertensi

1. Modifikasi Gaya Hidup

Gaya hidup sehat dapat mencegah atau memperlambat kenaikan tekanan darah
dan menurunkan risiko kardiovaskular. Modifikasi gaya hidup yang dilakukan dan
terbukti menurunkan tekanan darah yaitu pembatasan konsumsi garam dan alcohol,
peningkatan konsumsi sayuran dan buah, penurunan berat badan dan menjaga berat
badan ideal, aktivitas fisik teratur, serta menghindari rokok.
- Pembatasan konsumsi garam

Rekomendasi penggunaan natrium (Na) sebaiknya tidak lebih dari 2 gram/hari (setara
dengan 5-6 gr NaCl perhari atau 1 sendok teh garam dapur) dan menghindari
makanan dengan kandungan tinggi garam, seperti kecap, makanan cepat saji dan
makanan olahan.
- Perubahan pola makan

Pasien hipertensi disarankan untuk konsumsi makan seimbang yang mengandung


sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan segar, produk susu rendah lemak, gandum,
ikan, dan asam lemak tak jenuh (terutama minyak zaitun), serta membatasi asupan
daging merah, asam lemak jenuh, lemak trans dan makanan yang memiliki
kandungan gula tinggi.
- Penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal

Pengendalian berat badan bertujuan untuk mencegah obesitas. Target berat badan
ideal (IMT 18,5-22,9 kg/m2) dengan lingkar pinggang pada laki-laki <90 cm dan
pada perempuan <80 cm.

- Olahraga teratur

Pasien hipertensi disarankan untuk berolahraga setidaknya 30 menit latihan aerobik


dinamik berintensitas sedang, seperti berjalan, jogging, bersepeda, yoga atau
berenang) 5-7 hari per minggu.

18
- Berhenti merokok

Penderita hipertensi yang merokok harus diedukasi untuk berhenti merokok.5,6

2. Terapi Obat

Salah satu pertimbangan untuk memulai terapi obat adalah nilai ambang
tekanan darah. Menurut Konsesus Hipertensi tahun 2019, terdapat ambang batas
tekanan darah pasien untuk memulai pemberian obat, yaitu :5
Kelompok Ambang batas TDS di klinik untuk inisiasi obat (mmHg) TDD di
Usia Hipertensi +Diabetes +PGK +PJK +stroke/TIA klinik
(mmHg)
18-65 ≥140 ≥140 ≥140 ≥140 ≥140 ≥90

tahun
65-79 ≥140 ≥140 ≥140 ≥140 ≥140 ≥90

tahun
≥80 tahun ≥160 ≥160 ≥160 ≥160 ≥160 ≥90
TDD di ≥90 ≥90 ≥90 ≥90 ≥90
klinik
(mmHg)
Dikutip dari 2018 ESC/ESH Hypertension Guidelines.

Obat anti-hipertensi terdiri dari beberapa golongan, diantaranya :

- Diuretik5,16
Nama Obat Mekanisme Dosis Pemberian Efek Samping

(mg/hari)
Tiazid Menghambat Gangguan
Hidroklorotiazid transport Na- 12,5 - 25 1x sehari elektrolit
Indapamide Cl di tubulus 1,25 – 2,5 1x sehari (hypokalemia,
distal ginjal, hyponatremia,
sehingga hipomagenesemia,
ekskresi Na+ dan
dan Cl- hiperkalsemia)
meningkat

19
Diuretik Kuat Menghambat Hypokalemia
Furosemid kotransport 20-80 2-3x sehari Hiponatrremia
Na+, K+ Cl-, hiperkalsiuria
dan
menghambat
resorpsi air
dan elektrolit
Diuretik Hemat

Kalium
Amilorid 5-10 1-2x sehari
Spironolakton Antagonis 25-100 1x sehari Ginekomastia,
aldosteron mastodinia,
gangguan
menstruasi,
penurunan libido
pria
Triamteren 25-300 1x sehari

- Penghambat Adrenergik5,16
Nama Obat Mekanisme Dosis Pemberian Efek Samping

(mg/hari)
Beta-Bloker -Penurunan Bradikardia

20
-Efek sentral yang
mempengaruhi
aktivitas saraf
simpatis

Alfa Bloker Vasodilatasi Hipotensi


Doxazosin arteriol dan 1-8 1 ortostatik (pusing-
Prazosin venula sehingga 2-20 2 atau 3 sinkop) pada dosis
Terazosin menurunkan 1-20 1 atau 2 awal atau
resistensi perifer peningkatan dosis
Sakit kepala,
palpitasi, mual, dll

- Antagonis Kalsium5,16

Nama Obat Mekanisme Dosis Pemberian Efek Samping

(mg/hari)
Amlodipin Menghambat influx 2,5-10 1x sehari Takikardia
Nifedipin Ca pada sel otot 30-60 3-4x Palpitasi
polos pembuluh Hipotensi
sehari
darah dan miokard pada usia
Felodipin 5-10 1x sehari
sehingga terjadi lanjut
relaksasi dan
penurunan resistensi
perifer

- ACE-Inhibitor5,16
Nama Obat Mekanisme Dosis Pemberian Efek Samping

(mg/hari)
Kaptopril Menghambat 12,5-150 2-3x sehari Hipotensi
Enalapril perubahan AI 2,5-40 1-2x sehari Batuk kering

menjadi AII Hiperkalemia

Lisinopril sehingga terjadi 10-40 1x sehari rash, efek


vasodilatasi dan teratogenik
penurunan
aldoseteron

21
Perindopril 4-8 1x sehari

Ramipril 2,5-20 1-2x sehari

- ARB (Antagonis Reseptor Angiotensin-II)5,16

Nama Obat Mekanisme Dosis Pemberian Efek Samping

(mg/hari)
Losartan Menghambat 25-100 1-2x sehari Hipotensi
Valsartan efek AngII 80-320 1x sehari Fetotoksik
Candesartan 8-32 1x sehari
Irbesartan 150-300 1x sehari
Telmisartan 20-80 1x sehari

Target Tekanan Darah

Target tekanan darah pasien berbeda-beda bergantung pada jumlah penyakit penyerta dan nilai risiko
kardiovaskularnya. Berdasarkan Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019, nilai target tekanan
darah yaitu :
Target TDS (mmHg) Target
Kelompo k Usia
+Stroke/TI TDD
Hipertensi +Diabetes +PGK +PJK
(mmHg)
A
≤130 jika ≤130 jika ≤130 jika ≤130 jika
<140
dapat dapat dapat dapat
18-65 ditoleransi ditoleransi hingga 130 ditoleran ditoleransi,
jika dapat si, tetapi 70-79
, tetapi , tetapi tetapi tidak
tahun
ditoleransi tidak <120
tidak tidak
<120 <120 <120
130-139
130-139 130-139 130-139 130-139
jika dapat
65-79
jika dapat jika dapat jika dapat ditoleransi jika dapat 70-79
tahun ditoleransi ditoleransi ditoleransi ditoleransi

22
130-139
130-139 130-139 130-139 130-139
jika dapat

≥80 tahun jika dapat jika dapat jika dapat ditoleransi jika dapat 70-79
ditoleransi ditoleransi ditoleransi ditoleransi
Target
TDD 70-79 70-79 70-79 70-79 70-79
(mmHg)

Menurut 2020 ISH Global Hypertension Practice Guidelines, target tekanan darah
pada pengobatan hipertensi, yaitu :

Esensial Target penurunan TD setidaknya 20/10 Bertujuan untuk kontrol


tekanan darah dalam 3
mmHg, idealnya <140/90 mmHg
bulan
Optimal <65 tahun : target TD <130/80 mmHg
jika dapat ditoleransi (tidak lebih kecil
dari 120/70 mmHg)
≥65 tahun : target TD <140/90 mmHg,

tetapi pertimbangkan target BP individual

Algoritma Terapi Obat Untuk Hipertensi

Beberapa rekomendasi utama menurut Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019,


yaitu :
(1) Inisiasi pengobatan pada sebagian besar pasien dengan kombinasi dua obat. Bila
memungkinkan dalam bentuk SPC, untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
(2) Kombinasi dua obat yang sering digunakan adalah RAS blocker (Renin-
angiotensin system blocker), yaitu ACEi atau ARB, dengan CCB atau diuretic.

(3) Kombinasi beta bloker dengan diuretic ataupun obat golongan lain dianjurkan bila
ada indikasi spesifik, misalnya angina, pasca IMA, gagal jantung dan untuk kontrol
denyut jantung.
(4) Pertimbangkan monoterapi bagi pasien hipertensi derajat 1 dengan risiko rendah
(TDS <150 mmHg), pasien dengan tekanan darah normal-tinggi dan berisiko sangat
tinggi, pasien usia sangat lanjut (≥80 tahun) atau ringkih.
23
(5) Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi atau ARB),

CCB, dan diuretic jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi 2 obat

(6) Penambahan spironolakton untuk pengobatan hipertensi resisten, kecuali ada


kontraindikasi.
(7) Penambahan obat golongan lain pada kasus tertentu bila TD belum terkendali
dengan kombinasi obat golongan di atas.
(8) Kombinasi dua penghambat RAS tidak direkomendasikan.5

Strategi Pelaksanaan Hipertensi Tanpa Komplikasi

(Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019)

Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi dengan Komplikasi

- Hipertensi dengan penyakit arteri coroner

- Beta-bloker diberikan sebagai kombinasi dengan penghambat RAS.

- Penderita hipertensi dengan riwayat infark miokard, betabloker dan penghambat


RAS direkomendasikan sebagai bagian dari penatalaksanaan.
- Pada pasien dengan angina simtomatik, dapat digunakan betabloker dan CCB.5

24
- Hipertensi dengan penyakit ginjal kronik

- Pada penderita PGK, dengan atau tanpa diabetes, modifikasi gaya hidup dan obat
antihipertensi dianjurkan bila tekanan darah klinik ≥140/90 mmHg.
- Penghambat RAS lebih efektif untuk menurunkan albuminuria dibandingkan obat
antihipertensi lain, dan direkomendasikan sebagai bagian strategi penatalaksanaan
hipertensi bila terdapat microalbuminuria atau proteinuria.5

3 Hipertensi dengan gagal jantung

- Pada pasien hipertensi dengan gagal jantung, terapi antihipertensi harus


dipertimbangkan bila TD ≥140/90 mmHg.

25
- Pada semua pasien dengan LVH, penatalaksanaan yang dianjurkan adalah
penghambat RAS dikombinasikan dengan CCB atau diuretic, dengan target
penurunan TDS sekitar 120-130 mmHg.5

BAB III
KESIMPULAN

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik melebihi 140 mmHg dan atau diastoliknya
melebihi 90 mmHg berdasarkan rerata dua atau tiga kali kunjungan yang cermat sewaktu duduk dalam
satu atau dua kali kunjungan. Komplikasi yang dapat terjadi akibat hipertensi adalah penyakit jantung
koroner, gagal jantung, stroke, gagal ginjal kronik, dan retinopati. Penyebab terjadinya hipertensi sampai
saat ini belum dapat dipastikan, namun dampak dari hipertensi mengakibatkan morbiditas yang
memerlukan penanganan serius, dan mortalitas yang cukup tinggi sehingga hipertensi disebut sebagai
“the silent killer”. Beberapa faktor yang diketahui menyebabkan terjadinya hipertensi terdiri dari faktor
penyebab yang dapat dimodifikasi (diet, obesitas, merokok, dan penyakit DM) dan faktor penyebab yang
tidak dapat dimodifikasi (usia, ras, jenis kelamin dan genetik). Untuk mendiagnosis hipertensi data
didapat dari anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga,
pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin, dan prosedur diagnostik lainnya. Salah satu tujuan tata laksana
hipertensi adalah untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencegah terjadinya komplikasi. Pengobatan
hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan
menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg diharapkan komplikasi akibat hipertensi
berkurang. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi asupan garam, olah raga, menghentikan rokok
dan mengurangi berat badan, dapat dimulai sebelum atau bersama-sama dengan obat farmakologi.

26
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. The Eight Joint National Commitee. Evidence based guideline for the management of high blood
pressure in adults-Report from the panel members appointed to the eight joint national commitee.
2014.
2. Muhadi. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi Dewasa. Divisi Kardiologi,
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta. CDK-236/ vol. 43 no. 1, th. 2016.
3. Bell K, Twiggs J, Olin BR. Hypertension: The Silent Killer: Updated JNC-8 Guidline
Recomendation. Continuing Education. 2015: 2-7.
4. ESH and ESC. 2013. ESH/ESC Guidelines For the Management Of Arterial Hypertension. Journal
Of hypertension 2013, vol 31, 1281-1357.
5. European Society of Cardiology and the European Society of Hypertension. 2018 ESC/ESH
Guidelines for the management of arterial hypertension: The task force for the management of arterial
hypertension of the European Society of Cardiology and the European Society of Hypertension.
Journal of Hypertension 2018; 36(10).
6. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition page 1653. The McGraw – Hill Companies.
2005.
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI : Hipertensi. 2014

3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid. Jakarta:
Interna Publishing, 2014
4. Kitt J, Fox R, Tucker KL, McManus RJ. New Approaches in Hypertension Management: a Review of
27
Current and Developing Technologies and Their Potential Impact on Hypertension Care. Curr
Hypertens Rep. 2019;21(6):44. Published 2019 Apr 25.
5. Unger T, Borghi C, Charchar F, Khan NA, Poulter NR, Prabhakaran D, et al. 2020 International
Society of Hypertension Global Hypertension Practice Guidlines. AHA Inc. 2020; 75: 1334-57.
DOI:10.1161/HYPERTENSIONAHA.120.15026.
6. Hidayati, Sri. 2018. A Systematic Review on Hypertension Risk Factors in Indonesia. Journal of
Health Science and Prevention. 2. 48-56. 10.29080/jhsp.v2i1.114.Journal of Health Science and
Prevention, Vol.2(1), April 2018 ISSN 2549-919X
7. Kosasih, Adrianus, dkk. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi di Indonesia 2019. Jakarta :
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI). 2019
8. Yogiantoro, Mohammad. Pendekatan Klinis Hipertensi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi VI. Jilid III. Jakarta: Interna Publishing. 2014
9. Kotchen, TA. Hypertensive Vascular Disease in Harrison’s Principal Interna Medicine. United
States: McGraw-Hill. 2015
10. Oparil S, Acelajado MC, Bakris GL, et al. Hypertension. Nat Rev Dis Primers. 2018;4:18014.
Published 2018 Mar 22. Doi: 10.1038/nrdp.2018.
11. Whelton PK, Crey RM, Aronow WS, Casey DE, Collins KJ, Himmelfarb CD, et al. 2017
ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/AphA/ASH/ASPC/ NMA/PCNA Guidline for the Prevention,
Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults: Executive Summary.
ACCF and AHA Inc. 2018; 71: 1269-1324. DOI: 10.1161/HYP.0000000000000066.
12. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2016.
13. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019. 13th
Scientific Meeting of Indonesian Society of Hypertension. 2019.
14. William B, Mancia G, Spiering W, Rosei EA, Azizi M, Burnier M, et al. 2018 ESC/ESH Guidlines
for the Management of Arterial Hypertension. Wolters Kluwer Health Inc. 2018; 36: 1953-2041.
DOI:10.1097/HJH.0000000000001940
15. Thomas M. Habermann, Amit K. Ghosh. Mayo Clinic Internal MedicineConcise Textbook. 1st
edition. Canada: Mayo Foundation for MedicalConcise Textbook. 1st edition. Canada: Mayo
Foundation for MedicalEducation and Research: 2008.Education and Research: 200
16. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine17th edition. New York:
McGrawHill: 2008.17th edition. New York: McGrawHill: 2008.
17. World Health Organization (WHO). A Global Brief on Hypertension: Silent Killer, Global Public
Health Crisis. 2013.

28
29

Anda mungkin juga menyukai