Anda di halaman 1dari 22

EPIDEMIOLOGI KLINIK

“HIPERTENSI”

DISUSUN OLEH:

IRA MINDONG 16011143


QORY AYUNITAMI 16011216
ULFIA TRISNA ASIH 16011066

DOSEN PENGAMPU: Herlina Susmaneli, SKM., M.Kes.

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur yang sangat dalam kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kami kesempatan, limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat beiring salam selalu kita hadiahkan buat junjungan alam Nabi
besar Muhammad SAW, yang telah memperkenalkan kita kepada dunia yang
terang-benderang dengan cahaya ilmu pengetahuan yang berguna.
Makalah yang telah kami selesaikan ini berisi tentang “Epidemiologi
Klinik Penyakit Hipertensi”. Harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami sebagai tim penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika
terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun pembahasan di dalam makalah
ini.
Terimakasih kami tuturkan kepada Dosen Pengampu mata kuliah
Epidemiologi Klinik yang telah memberikan motivasi dan membimbing kami
dalam menyelesaikan makalah ini. Saran dan kritikan sangat perlu bagi kami
untuk menyempurnakan dan memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini berguna bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

Pekanbaru, 7 April 2019

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................... 2
1.3 TUJUAN PENULISAN ................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 TINJAUAN UMUM HIPERTENSI ............................................................. 3
2.2 SKREENING HIPERTENSI ........................................................................ 8
2.3 UJI DIAGNOSTIK ..................................................................................... 10
2.4 RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT HIPERTENSI ................................. 11
2.5 PROGNOSIS .............................................................................................. 12
2.6 EFEKTIFITAS PENGOBATAN ................................................................ 13
2.7 PENCEGAHAN .......................................................................................... 14

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN ............................................................................................ 18
3.2 SARAN ........................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di arteri yang bersifat


sistemik alias berlangsung terus-menerus untuk jangka waktu lama. Hipertensi
tidak terjadi tiba-tiba, melainkan melalui proses yang cukup lama. Tekanan darah
tinggi yang tidak terkontrol untuk periode tertentu akan menyebabkan tekanan
darah tinggi permanen yang disebut hipertensi.

Jumlah penderita hipertensi diseluruh dunia terus mengalami peningkatan


dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 terdapat sekitar 972 juta jiwa penderita
hipertensi dari seluruh dunia dan diperkirakan akan meningkat menjadi 1,6 milyar
pada tahun 2025. Menurut Badan Kesehatan Dunia, dari 50% penderita hipertensi
yang terdeteksi hanya 25% yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5% yang
bisa diobati dengan baik. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Depkes
(Riskesdas) tahun 2007, angka kejadian hipertensi di Indonesia mencapai 31,7%.
Dari jumlah tersebut hanya sekitar 7,2% yang mengetahui memiliki tekanan darah
tinggi (hipertensi) dan hanya sekitar 0,4% yang sadar dan patuh dalam menjalani
pengobatan.
Klien yang patuh terhadap pengobatan memiliki prognosis yang jauh
lebih baik dari pada klien yang tidak patuh terhadap pengobatan. Klien yang tidak
patuh terhadap pengobatan akan memperburuk kondisi kesehatannya
(WHO,2003). Hal ini sangat berbahaya karena dapat lebih meningkatkan tekanan
darah sebelumnya dan dapat meningkatkan resiko komplikasi akibat hipertensi
bahkan menyebabkan kematian. Berdasarkan data WHO bulan September 2011,
disebutkan bahwa hipertensi menyebabkan 8 juta kematian pertahun diseluruh
dunia dan 1,5 juta kematian pertahun di wilayah Asia Tenggara. Melihat
fenomena tersebut, maka dibutuhkan penatalaksanaan yang tepat dan cepat untuk
mengurangi peningkatan jumlah penderita hipertensi.

1
Kepatuhan minum obat adalah faktor terbesar yang mempengaruhi
kontrol tekanan darah. Diperkirakan ratarata rentang kepatuhan minum obat
antihipertensi yaitu 50-70% (WHO,2003). Setiap tahunnya, ketidakpatuhan
mengakibatkan sekitar 125.000 kematian dari penyakit kardiovaskular (Office of
US Inpector General,2009). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007, sebesar 37,1% dari 76,1% angka kejadian hipertensi di Indonesia
disebabkan karena ketidakpatuhan meminum obat. Akibatnya, tingkat
keberhasilan dalam menurunkan jumlah penderita hiperteni sangatlah rendah.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai
tinjauan umum hipertensi, skreening hipertensi, uji diagnostik, riwayat alamiah,
prognosis, efektifitas pengobatan dan pencegahan.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Apa saja tinjauan umum hipertensi ?
1.2.2 Bagaimana skreening hipertensi ?
1.2.3 Bagaimana uji diagnostik hipertensi ?
1.2.4 Bagaimana riwayat alamiah penyakit hipertensi ?
1.2.5 Bagaimana prognosis hipertensi ?
1.2.6 Bagaimana efektifitas pengobatan hipertensi ?
1.2.7 Bagaiman pencegahan.hipertensi ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa saja tinjauan umum hipertensi.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana skreening hipertensi.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana uji diagnostik hipertensi.
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana riwayat alamiah penyakit hipertensi.
1.3.5 Untuk mengetahui bagaimana prognosis hipertensi.
1.3.6 Untuk mengetahui bagaimana efektifitas pengobatan hipertensi.
1.3.7 Untuk mengetahui bagaiman pencegahan.hipertensi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 TINJAUAN UMUM HIPERTENSI


2.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di arteri yang bersifat
sistemik alias berlangsung terus-menerus untuk jangka waktu lama. Hipertensi
tidak terjadi tiba-tiba, melainkan melalui proses yang cukup lama. Tekanan darah
tinggi yang tidak terkontrol untuk periode tertentu akan menyebabkan tekanan
darah tinggi permanen yang disebut hipertensi.
Untuk menentukan terjadi atau tidaknya hipertensi diperlukan setidaknya
tiga kali pengukuran tekanan darah pada waktu yang berbeda. Jika dalam tiga kali
pengukuran selama interval 2-8 pekan angka tekanan darah tetap tinggi, maka
patut dicurigai sebagai hipertensi. Pengecekan retina mata dapat menjadi cara
sederhana untuk membantu menentukan hipertensi pada diri seseorang.
Hipertensi biasa dicatat sebagai tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan
sistolik merupakan tekanan darah maksimum dalam arteri yang disebabkan
sistoleventricular. Hasil pembacaan tekanan sistolik menunjukkan tekanan atas
yang nilainya lebih besar. Sedangkan tekanan diastolik merupakan tekanan
minimum dalam arteri yang disebabkan oleh diastoleventricular.
Hipertensi adalah suatu kondisi saat nilai tekanan sistolik>140 mmHg
atau nilai tekanan diastolik>90 mmHg. Menurut InaSH (Perhimpunan Hipertensi
Indonesia), untuk menegakkan diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah kurang
dari 160/100 mmHg.
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan menggunakan
sfigmomanometer air raksa atau dengan tensimeter digital. Hasil dari pengukuran
tersebut adalah tekanan darah sistolik maupun diastolik yang dapat digunakan

3
untuk menentukan hipertensi atau tidak. Terdapat klasifikasi hipertensi pada hasil
pengukuran tersebut. Adapun klasifikasi hipertensi menurut JNC VII 2003 adalah
sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII 2003

Sistolik
Klasifikasi Diastolik (mmHg)
(mmHg)
Normal < 120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi Tingkat I 140-159 90-99
Hipertensi Tingkat II >160 >100
Sumber : JNC VII 2003 (Garnadi, 2012)

JNC VII-Seventh report of joint national comitte on prevention,


detection, evaluation and treatment of high blood pressure-adalah suatu komite
hipertensi di Amerika Serikat (USA). Komite ini menerbitkan klasifikasi derajat
hipertensi, serta menangani masalah pencegahan, deteksi, evaluasi, dan
penanganan hipertensi di negeri tersebut.

2.1.3 Etiologi Hipertensi

Etiologi Berdasarkan etiologi ada dua penyebab hipertensi yaitu:

a. Hipertensi Primer (esensial)

Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak atau


belum diketahui penyebabnya (terdapat kurang lebih 90% dari seluruh
hipertensi). Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak
penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah.

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan sebagai


akibat dari adanya penyakit lain. Sekitar 5-10% penderita hipertensi,

4
penyebabnya adalah penyakit ginjal. Sekitar 1-2%, penyebabnya adalah
kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu misalnya pil KB.

2.1.4 Gejala Hipertensi


Walaupun penyakit ini dianggap tidak memiliki gejala awal, sebenarnya
ada beberapa gejala yang tidak terlalu tampak sehingga sering tidak dihiraukan
oleh penderita. Gejala-gejala yang dirasakan penderita hipertensi antara lain
pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di
tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (jarang dilaporkan),
muka pucat, suhu tubuh rendah. Gejala-gejala yang sifatnya khusus tersebut akan
terasa pada kondisi atau aktivitas tertentu berhubungan dengan perubahan dan
proses-proses metabolisme tubuh yang sedikit terganggu.
a. Kondisi istirahat
Gejala hipertensi pada kondisi istirahat berupa kelemahan dan letih, nafas
pendek, gaya hidup monoton, frekuensi jantung meningkat.
b. Berkaitan dengan sirkulasi darah
Gejala hipertensi berkaitan dengan sirkulasi darah berupa kenaikan tensi darah,
nadi denyutan jelas, kulit pucat, suhu dingin akibat pengisian pembuluh kapiler
mungkin melambat.
c. Kondisi emosional
Berkaitan dengan masalah emosional, seseorang pasti mengalami riwayat
perubahan kepribadian. Hal tersebut dapat dipicu oleh faktor-faktor multiple
stress atau tekanan yang bertumpuk seperti hubungan dengan orang lain,
keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Gejala hipertensi berkaitan dengan
kondisi emosional berupa fluktuasi turun naik, suasana hati yang tidak stabil,
rasa gelisah, penyempitan perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang,
pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Kondisi makanan dan pencernaan
Gejala-gejala hipertensi berkaitan dengan kondisi makanan dan pencernaan
berupa makanan yang disukai mencakup makanan tinggi natrium, lemak serta
kolesterol, sering mual dan muntah, perubahan berat badan secara drastis

5
(meningkat/turun), riwayat penggunaan obat diuretik, adanya edema,
glikosuria.
e. Berhubungan dengan respon saraf
Gejala hipertensi berhubungan dengan respons saraf, berupa keluhan pusing,
berdenyut-denyut, sakit kepala terjadi saat bangun dan menghilang secara
spontan setelah beberapa jam, gangguan penglihatan, misalnya penglihatan
kabur, perubahan keterjagaan, gangguan orientasi, pola isi bicara berubah,
proses pikir terganggu, penurunan kekuatan genggaman tangan, sering batuk,
gangguan koordinasi/cara berjalan, perubahan penurunan postural (Sutanto,
2010).

2.1.5 Faktor Risiko


Faktor risiko hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu
faktor risiko yang dapat dikontrol dan faktor risiko yang tidak dapat dikontrol.
a. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol:
1. Umur
Pada umumnya tekanan darah akan naik dengan bertambahnya umur
terutama setelah umur 40 tahun. Hal itu disebabkan oleh kaku dan
menebalnya arteri karena arteriosclerosis sehingga tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
2. Jenis kelamin
Pria cenderung mengalami tekanan darah yang tinggi dibandingkan
dengan wanita. Rasio terjadinya hipertensi antara pria dan perempuan
sekitar 2,9 untuk kenaikan tekanan darah sistolik dan 3,6 untuk kenaikan
tekanan darah diastolik. Laki-laki cenderung memiliki gaya hidup yang
dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan perempuan.Tekanan
darah pria mulai meningkat ketika usianya berada pada rentang 35-50
tahun. Kecenderungan seorang perempuan terkena hipertensi terjadi pada
saat menopause karena faktor hormonal.
3. Keturunan

6
Sekitar 70-80% orang dengan hipertensi-hipertensi primer ternyata
memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya. Apabila riwayat hipertensi
didapatkan pada kedua orang tua, maka risiko terjadinya hipertensi primer
2 kali lipat dibanding dengan orang lain yang tidak mempunyai riwayat
hipertensi pada orang tuanya. Faktor genetik yang diduga menyebabkan
penurunan risiko terjadinya hipertensi terkait pada kromosom 12p dengan
fenotip postur tubuh pendek disertai brachydactyly dan efek
neurovaskuler.
b. Faktor risiko yang dapat dikontrol:
1. Obesitas
Faktor risiko penyebab hipertensi yang diketahui dengan baik adalah
obesitas. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan
akumulasi lemak berlebih di jaringan adiposa. Kondisi obesitas
berhubungan dengan peningkatan volume intravaskuler dan curah jantung.
Daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi
dengan obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan penderita hipertensi
dengan berat badan normal.
2. Merokok
Menurut Winnifor (1990), merokok dapat meningkatkan tekanan darah
dan denyut jantung melalui mekanisme sebagai berikut :
 Merangsang saraf simpatis untuk melepaskan norepineprin melalui
saraf arenergi dan meningkatkan catecolamine yang dikeluarkan
melalui medulla adrenal.
 Merangsang kemoreseptor di arteri karotis dan aorta bodies dalam
meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah.
 Secara langsung melalui otot jantung yang mempunyai efek
inotropik (+) dan efek chonotropik.

3. Alkohol
Penggunaan alkohol secara berlebihan juga dapat meningkatkan tekanan
darah. Mungkin dengan cara meningkatkan katekolamin plasma.

7
2.2 SKREENING HIPERTENSI
Screening adalah suatu upaya dalam penemuan penyakit secara aktif pada
individu-individu yang tanpa gejala dan nampak sehat dengan cara menguji,
memeriksa atau prosedur lain yang dapat dilakukan dengan cepat.
Screening bukan suatu penetapan diagnosis, subyek-subyek yang
ditemukan positif atau kemungkinan mengidap suatu penyakit tertentu perlu
dirujuk kembali untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Jenis – jenis Screening :
 Mass Screening : Screening yang dilakukan pada seluruh anggota
populasi.
 Selectif Screening : Screening yang dilakukan terhadap kelompok
penduduk tertentu.
 Single Disease Screening : Screening yang ditujukan pada suatu jenis
penyakit.
 Multiphase Screening : Screening untuk kemungkinan adanya beberapa
penyakit pada individu, misalnya penyaringan
kesehatan pada pegawai sebelum bekerja.

Screening dilakukan karena yang diketahui dari gambaran spektrum


penyakit hanya merupakan sebagian kecil saja sehingga dapat diumpamakan
sebagai puncak gunung es, sedangkan sebagian besar masih tersamar. Diagnosis
dini dan pengobatan secara tuntas memudahkan kesembuhan. Biasanya penderita
mencari pengobatan setelah timbul gejala atau penyakit telah berada dalam
stadium lanjut hingga pengobatan menjadi sulit atau penyakit menjadi kronisatau
bahkan tidak dapat disembuhkan lagi. Penderita tanpa gejala mempunyai potensi
untuk menularkan penyakit.

Tujuan screening adalah Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan
gejala tidak khasterhadap orangorang yang tampak sehat tetapi mungkin
menderita penyakit, yaitu orang mempunyai risiko tinggi untuk terkena penyakit
(population at risk).

8
Kriteria screening :

1. Kondisi yang terlihat harus merupakan masalah kesehatan yang penting.


2. Harus terdapat pengobatan yang diterima oleh pasien dengan penyakit
yang dikenali.
3. Fasilitas untuk diagnosis dan pengobatan harus tersedia.
4. Harus ada tahap simptomatik awal atau laten yang dikenali.
5. Harus ada tes atau pengujian yang sesuai.
6. Tes itu harus dapat diterima oleh populasi.
7. Riwayat alami suatu kondisi harus cukup dipahami.
8. Harus ada kebijakan persetujuan dari pasien.
9. Biaya penemuan kasus (termasuk diagnosis dan penanganan pasien yang)
harus seimbang secara ekonomi.
10. Penemuan kasus harus merupakan proses berkelanjutan dan bukan proyek
”satu kali untuk semua”.

Screening Hipertensi dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah dengan


langkah – langkah sebagai berikut:

1. Pengukuran tekanan darah yang umum dilakukan menggunakan alat tensi


meter yang dipasang/dihubungkan pada lengan pasien dalam keadaan
duduk bersandar, berdiri atau tiduran. Tekanan darah diukur dalam posisi
duduk atau berdiri, penurunan lengan dari posisi hampir mendatar
(setinggi jantung) keposisi hampir vertikal dapat menghasilkan pembacaan
dari kedua tekanan darah sistolik dan diastolik.
2. Untuk mencegah penyimpangan bacaan sebaiknya pemeriksaan tekanan
darah dilakukan setelah orang yang diperiksa beristirahat 5 menit. Bila
perlu dapat dilakukan dua kali pengukuran selang waktu 5 sampai 20
menit pada sisi kanan dan kiri. Ukuran manset dapat mempengaruhi hasil.
3. Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan atas. Manset sedikitnya
harus dapat melingkari 2/3 lengan dan bagian bawahnya harus 2 cm diatas
daerah lipatan lengan atas untuk mencegah kontak dengan stetoskop.

9
4. Balon dipompa sampai diatas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan-
lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per denyut jantung. Tekanan sistolik
dicatat pada saat terdengar bunyi pertama (korotkoff I), sedangkan tekanan
diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar lagi (korotkoff V).

2.3 UJI DIAGNOSTIK


Tujuan dari melakukan uji diagnostic adalah untuk membantu memastikan
diagnosis – diagnosis yang paling memungkinkan. Dalam pengertian ini, maka
seharusnya diagnosis itu merupakan sebuah proses ilmiah. Oleh karena itu, dalam
setiap uji diagnostic seharusnya dilakukan dengan prosedur – prosedur ilmiah
seperti layaknya sebuah penelitian. Namun hal ini tidak akan mungkin dapat
dilakukan pada kasus – kasus yang memang membutuhkan tindakan klinis segera.
Berikut digambarkan hubungan antara sebuah hasil uji diagnostic dengan
keberadaan penyakit.
Tabel 2x2
hubungan antara sebuah hasil uji diagnostic dengan keberadaan penyakit

Diduga Hipertensi
Berdasarkan Gejala Klinis JUMLAH
ADA TIDAK ADA
(a) (b)
Positif Positif palsu
Hipertensi a+b
sebenarnya (false positif)
(true positif)
HASIL UJI (d)
DIAGNOSTIK (c)
Negatif

Negatif palsu sebenarnya


Normal c+d
(true
(false negative)
negative)
Jumlah a+c b+d a+b+c+d

10
a) True Positif (a) : Menunjuk pada banyaknya kasus yang benar – benar
menderita penyakit dengan hasil test yang Positif.
b) True Negatif (d) : Menunjuk pada banyaknya kasus yang tidak sakit
dengan hasi test yang Negatif.
𝑏
c) False Positif (𝑏+𝑑) : Menunjuk pada banyaknya kasus yang sebenarnya

tidak sakit tetapi b + d test menunjukkan hasil yang


positif.
𝑐
d) False Negatif (𝑎+𝑐) : Menunjuk pada banyaknya kasus yang sebenarnya

menderita penyakit tetapi hasil test Negatif.


𝑎
e) Sensitivitas (𝑎+𝑐) : Probabilitas hasil Uji Positif pada Orang – orang yg

menderita penyakit.
𝑑
f) Spesifisitas (𝑏+𝑑) : Probabilitas hasil Uji Negatif pada Orang – orang yg

tidak menderita penyakit.

2.4 RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT HIPERTENSI


Riwayat alamiah penyakit hipertensi meliputi :
 Fase Rentan
Tahap ini meliputi orang-orang yang sehat, tetapi mempunyai faktor resiko
untuk terkena penyakit hipertensi. Faktor-faktor resiko tersebut diantaranya
usia, jenis kelamin, genetika, inaktivitas fisik, merokok, obesitas, pola
makan.
 Fase Prepatogenesis
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi
mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa latern ini
menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang
bermakna.
 Fase Klinis
Peningkatan tekanan darah merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi
ringan. Bergantung pada tingginya tekanan darah gejala yang timbul dapat

11
berbeda-beda, hipertensi baru tampak bila telah terjadi komplikasi pada
organ target/vital seperti ginjal, jantung, otak dan mata. Gejala seperti sakit
kepala, epiktaksis, pusing, marah, telinga berdenging, kaku kunduk, migren,
insomnia, mata berkunang-kunang, muka merah, kelelahan, dan gelisah
dapat ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi.
 Fase Penyakit Lanjut
Gagal jantung, gangguan penglihatan, gangguan neurologi, dan dan
gangguan fungsi ginjal paling banyak ditemukan pada hipertensi berat.
 Tahap Akhir Penyakit
Tahap akhir penyakit hipertensi komplikasi antara lain infarkmiokardium,
stroke, gagal ginjal, dan kematian.

2.5 PROGNOSIS
Prognosis merupakan prediksi tentang kelangsungan sebuah penyakit yang
mencerminkan sebagai probabilitas akan perkembangannya pada masa/tahap
selanjutnya. Komplikasi hipertensi dapat timbul pada berbagai organ target
meliputi jantung, otak, ginjal dan mata. Prognosis hipertensi tergantung pada
tercapai tidaknya target tekanan darah. Estimasi luaran jangka panjang dapat
diperhitungkan menggunakan berbagai skor prediktor.

Kerusakan mikro maupun makrovaskular dapat timbul jika kadar tekanan


darah tidak terkontrol. Beberapa komplikasi yang dapat dialami penderita
hipertensi di antaranya, yaitu:

 Penyakit jantung iskemik


 Gagal jantung
 Stroke
 Aritmia
 Penyakit arteri perifer
 Retinopati hypertensi
 Penyakit ginjal kronis

12
Terdapat beberapa skor prediktor yang dapat digunakan untuk menilai
prognosis jangka panjang. Tekanan darah termasuk salah satu komponen penting
untuk penilaian risiko kejadian kardiovaskular. Skor WHO/ISH memprediksi
kejadian kardiovaskular (infark miokard atau stroke) dalam jangka waktu 10
tahun berdasarkan tekanan darah sistolik, kadar kolesterol total, diabetes, status
merokok, jenis kelamin, serta usia. Skor prediksi studi Framingham juga
memprediksi kejadian kardiovaskular 10 tahun dengan komponen penilaian
berupa TDS, usia, penggunaan obat anti hipertensi, diabetes, status merokok,
kadar total kolesterol dan HDL serum.

Penurunan tekanan darah terbukti memberikan prognosis baik. Studi


metaanalisis menunjukkan bahwa setiap penurunan tekanan darah sistolik 10
mmHg dapat menurunkan risiko komplikasi penyakit jantung iskemik sebesar
17%, gagal jantung sebesar 28%, dan stroke sebesar 27%.

2.6 EFEKTIFITAS PENGOBATAN


Kepatuhan dapat digunakan sebagai parameter tingkat pengetahuan pasien
melakukan instruksi dari tenaga medis yang berupa pengetahuan tentang resep,
meminum obat secara teratur dan tepat dan merubah gaya hidup. Tujuan
pengobatan pada penderita hipertensi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup,
akan tetapi banyak yang berhenti berobat ketika tubuhnya sedikit membaik,
sehingga diperlukan kepatuhan pasien yang menjalani pengobatan hipertensi agar
didapatkan kualitas hidup pasien yang lebih baik. Faktor yang mempengaruhi
kepatuhan pasien dalam berobat antara lain tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan, tingkat penghasilan, kemudahan menuju fasilitas kesehatan dan
tersedianya asuransi kesehatan yang meringankan pasien dalam membayar biaya
pengobatan.
Salah satu masalah besar pada pasien penderita hipertensi adalah
kepatuhan dalam mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan. Dan, pasien,
penderita sering menganggap bila tekanan darah mereka sudah kembali normal,
mereka menghentikan obat-obatnya. Ini salah satu faktor yang berperan tingginya
angka kejadian stroke, gangguan jantung, ginjal di Indonesia.

13
Kepatuhan minum obat adalah faktor terbesar yang mempengaruhi kontrol
tekanan darah. Diperkirakan ratarata rentang kepatuhan minum obat antihipertensi
yaitu 50-70% (WHO,2003). Setiap tahunnya, ketidakpatuhan mengakibatkan
sekitar 125.000 kematian dari penyakit kardiovaskular (Office of US Inpector
General,2009). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, sebesar
37,1% dari 76,1% angka kejadian hipertensi di Indonesia disebabkan karena
ketidakpatuhan meminum obat. Akibatnya, tingkat keberhasilan dalam
menurunkan jumlah penderita hiperteni sangatlah rendah.
Obat antihipertensi adalah golongan obat-obatan yang digunakan untuk
menurunkan tekanan darah tinggi atau hipertensi. Hipertensi merupakan kondisi
yang sering diderita sebagian orang, ditandai dengan tekanan darah yang berada di
atas level normal (lebih tinggi dari 130/80 milimeter merkuri (mmHg). Tekanan
darah yang melebihi batas normal dapat menekan dinding arteri. Jika dibiarkan,
kondisi ini dapat mengakibatkan penyakit yang lebih berbahaya seperti stroke,
serangan jantung, gagal jantung, hingga penyakit ginjal.

Pada hipertensi yang tergolong ringan hingga sedang, dokter akan


menyarankan pasien untuk melakukan perbaikan gaya hidup, seperti
mengonsumsi makanan-minuman rendah garam, berolahraga, menjaga berat
badan tetap ideal, berhenti merokok, membatasi konsumsi minuman beralkohol,
dan mengendalikan stress.

2.7 PENCEGAHAN

a. Pencehahan Primer

Yang dimaksud dengan pencegahan primer hipertensi adalah


pencegahan yang dilakukan terhadap seseorang/masyarakat sebelum terkena
hipertensi. Sasaran pencegahan primer hipertensi adalah orang yang masih
sehat agar tujuan seseorang/masyarakat tersebut dapat terhindar dari hiperensi.

Pencegahan primer hipertensi adalah sebagai berikut :

14
1. Mengurangi atau menghindari setiap perilaku yang memperbesar faktor
resiko, yaitu:

a. Menurunkan berat badan sampai ketingkat paling ideal bagi yang


kelebihan berat badan dan kegemukan.

b. Menghindari minuman yang mengadung alkohol.

c. Mengurangi/ membatasi asupan natrium/ garam.

d. Menghindari rokok.

e. Menguragi/menghindari makanan yang mengandung lemak-lemak dan


kolesterol yang tinggi.

2. Peningkatan ketahanan fisik dan perbaikan status gizi, yaitu melakukan olah
raga secara teratur dan terkontrol seperti senam erobik, jalan kaki, berlari,
bersepeda dan lain-lain.

America College of Sports Medicine (ACSM) pada tahun 2004)


menyatakan bahwa hubungan olah raga dengan hipertensi, antara lain
sebagai berikut:

a. Individu yang kurang aktif olahraga mempunyai resiko menderita


hipertensi 30 50% lebih besar daripada individu yang aktif bergerak.
b. Sesi olahraga rata-rata menurunkan tekanan darah 5-7 mmHg. Pengaruh
penurunan tekanan darah ini dapat berlangsung sampai 22 jam setelah
berolahraga
c. Pengaruh olahraga jangka panjang (4-6 bulan) menurun tekanan darah
7,4/5,8 mmHg tanpa obat hipertensi.
d. Penurunan tekanan darah sebanyak 2 mmHg, baik sistolik maupun
diastolik mengurangi resiko terhadap stroke sampai 14-17% dan resiko
terhadap penyakit kardiovaskuler sampai 9%.

15
e. Individu dengan kelebihan berat badan sangat dianjurkan untuk
menurunkan berat badannya dengan olahraga. Penurunan berat badan 4,5
kg dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.

b. Pencehahan Sekunder

Yang dimaksud dengan pencegahan sekunder hipertensi adalah


pencegahan yang dilakukan terhadap seseorang/ masyarakat yang memiliki
faktor resiko terkena hipertensi. sasaran pencegahan primer hipertensi adalah
orang yang baru terkena penyakit hipertensi melalui diagnosis dini serta
pengobatan yang tepat dengan tujuan menghentikan proses penyakit lebih
lanjut dan mencegah komplikasi. Pencegahan bagi mereka yang
menderita/terancam menderita hipertensi adalah sebagai berikut:

1. Pemerikasaan berkala

a. Pemeriksaan atau pengukuran tekanan darah secara berkala merupakan


cara untuk mengetahui apakah kita menderita hipertensi atau tidak.

b. Mengontrol tekanan darah secara teratur sehingga tekanan darah dapat


stabil dan senormal mungkin dengan atau tanpa obat-obatan.

2. Pengobatan/perawatan

Penderita hipertensi yang tidak dirawat atau dapat membawa dampak parah
karenanya, pengobatan yang tepat waktu sangat penting dilakukan sehingga
penyakit hipertensi dapat segera dikendalikan.

c. Pencegahan Tertier

Yang dimaksud dengan pencegahan tersier hipertensi adalah pencegahan yang


dilakukan terhadap seseorang/masyarakat yang telah terkena hipertensi.
Sasaran pencegahan tersier hipertensi adalah penderita hipertensi dengan
tujuan mencegah proses penyakit lebih lanjut yang mengarah pada
kecacatan/kelumpuhan bahkan kematian. Pencegahan tersier penyakit
hipertensi adalah sebagai berikut.

16
1. Menurunkan tekanan darah ketingakat yang wajar sehingga kualitas hidup
penderita dapat dipertahankan.

2. Mencegah komplikasi dari tekanan darah tinggi sehingga tidak menimbulkan


kerusakan pada jaringan organ otak yang mengakibatkan stroke
(kelumpuhan organ badan) atau organ lain.

3. Memulihkan kerusakan target organ dengan obat anti hipertensi.

4. Mengobati penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, hipertiroid, kolesterol


tinggi, kelainan pada ginjal, penyakit jantung koroner dan sebagainya.

Dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu ke waktu serta


perubahan perubahan yang terjadi di setiap masa/fase, dapat diupayakan
pencegahan apa yang sesuai dan dapat dilakukan sehingga penyakit dapat
dihambat perkembangan penyakit sehingga penyakit dapat dihambat
perkembangannya sehingga tidak terjadi lebih berat, bahkan dapat disembuhkan.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai dengan perkembangan
patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya pencegahan dibagi
atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit. Usaha pencegahan
penyakit mendapat tempat yang utama, karena dengan usaha pencegahan akan
diperoleh hasil yang lebih baik, serta memerlukan biaya yang lebih murah
dibandingkan dengan usaha pengobatan dan rehabilitasih.

17
BAB III

PENUTUP

2.8 KESIMPULAN
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di arteri yang bersifat
sistemik alias berlangsung terus-menerus untuk jangka waktu lama. Komplikasi
hipertensi dapat timbul pada berbagai organ target meliputi jantung, otak, ginjal
dan mata. Gejala-gejala yang dirasakan penderita hipertensi antara lain pusing,
mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk,
mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (jarang dilaporkan), muka pucat,
suhu tubuh rendah. Kepatuhan minum obat adalah faktor terbesar yang
mempengaruhi kontrol tekanan darah.

2.9 SARAN
Untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat Hipertensi,
penulis menyarankan agar dilakukannya pencegahan terhadap hipertensi.
Pencegahan tersebut meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tertier.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=2
ahUKEwidpJxwL7hAhUWeisKHRAwByIQFjAAegQIARAC&url=http%3
A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream%2Fhandle%2F123456789%2
F65497%2FChapter%2520II.pdf%3Fsequence%3D3%26isAllowed%3Dy&
usg=AOvVaw1mfDK0maWC5wUcUWRdioJM

https://www.scribd.com/document/338817664/Riwayat-Alamiah-Penyakit-
Hipertensi

https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/hipertensi/prognosis

https://www.alodokter.com/obat-antihipertensi

Mbakurawang, Ivonsiani Natalia, dkk. (2014) Kepatuhan Minum Obat


Pada Penderita Hipertensi Yang Berobat Ke Balai Pengobatan Yayasan Pelayanan
Kasih A Dan A Rahmat Waingapu.

Sudoyo, Aru, dkk (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Tisna, Nandang (2009). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Tingkat Kepatuhan Pasien Dalam Minum Obat Antihipertensi.

https://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/pedoman-penemuan-dan-
tatalaksana-hipertensi1.pdf

Anda mungkin juga menyukai