Anda di halaman 1dari 20

PENGGUNAAN HYDROCHLOROTHIAZIDE SEBAGAI

OBAT ANTI HIPERTENSI

Dosen Pembimbing :
dr. Haryanto Husein, MS, AFK

Disusun oleh :
1. Agus Budianto ( 1998.04.0.0030 )
2. Kadek Yuris Wira Artha ( 2005.04.0.0009 )
3. Aan Wahyudi ( 2005.04.0.0012 )
4. Rendy Septada ( 2005.04.0.0013 )
5. Mietha Ferdiana Putri ( 2005.04.0.0015 )

LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan
kuasanya yang dilimpahkan kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami ini yang berjudul “ Penggunaan Hydrochlorothiazide Sebagai Obat
Anti Hipertensi “.
Penulisan makalah kami ini sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di laboratorium Farmasi Kedokteran Univertas Hang Tuah,
dengan tujuan untuk menambah wawasan tentang obat anti hipertensi, khususnya
hydrochlorothiazide serta memberi pengalaman dalam penulisan dan penyajian suatu
karya ilmiah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Haryanto Husein, MS, AFK
2. Staf dosen Farmasi Kedokteran Universitas Hang Tuah
3. Rekan-rekan dokter muda yang membantu sehingga karya tulis ini dapat
teselesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan untuk itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata, atas segala perhatian dan dukungannya, kami ucapkan terima kasih.

Surabaya, 5 Juni 2010

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….

BAB II HIPERTENSI ……………………………………………………………

II.1. DEFINISI ………………………………………………………………

II.2. PENGENDALIAN TEKANAN DARAH …………………………….

II.3. PENYEBAB ……………………………………………………………

II.4. GEJALA ……………………………………………………………….

II.5. DIAGNOSA ……………………………………………………………

II.6. PENGOBATAN ……………………………………………………….

II.7. PENCEGAHAN ………………………………………………………

BAB III HYDROCHLOROTHIAZIDE …………………………………………

II.1. FARMAKODINAMIK ……………………………………………….

II.2. FARMAKOKINETIK …………………………………………………

II.3. INDIKASI …………………………………………………………….

II.4. KONTRA INDIKASI ………………………………………………...

II.5. INTERAKSI OBAT ………………………………………………….

II.6. EFEK SAMPING ……………………………………………………..

II.7. DOSIS DAN CARA PEMBERIAN ………………………………….

BAB IV PENELITIAN …………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………

3
BAB I
PENDAHULUAN

Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah keadaan dimana seseorang


mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang
lama) di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa
gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri. Hipertensi menjadi salah
satu penyakit yang bila tidak dikendalikan akan berdampak buruk pada organ-organ
vital. Gagal ginjal, stroke, infark miokard akut, gagal jantung dan penyakit-penyakit
lainnya adalah conton-contoh komplikasi yang disebabkan oleh hipertensi.
Hipertensi sebagai salah satu dari lima penyakit teratas di Indonesia yang paling
sering ditemukan, dan apabila tidak mendapat terapi yang tepat dapat mengakibatkan
kematian.
Hipertensi sebenarnya dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup yang sehat.
Namun apabila hal ini tidak memberikan hasil yang memuaskan dan terjadi
peningkatan tekanan darah maka dapat diberikan terapi medika mentosa yang tepat.
Adapun obat penurun tekanan darah yang umum dikenal hingga saat ini adalah
penghambat ACE (ACEI), antagonis angiotensin (ARB), antagonis Ca (CCB),
penyekat beta (BB), dan diuretika. Diuretik golongan thiazide dianjurkan sebagai
terapi awal hipertensi. Bisa digunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi, karena
golongan ini meningkatkan efikasi obat anti hipertensi lain. Kombinasi dua obat yang
ternyata efektif dan dapat ditoleransi dengan baik misalnya adalah diuretik dengan
beta blocker, diuretik dengan ACEI atau ARB, Ca antagonist (dehidropiridin) dengan
beta blocker, Ca antagonist dengan ACEI atau ARB, Ca antagonist dan diuretik, serta
alfa blocker dan beta blocker.
Dalam makalah ini, dijelaskan tentang hipertensi dengan terapi
hydrochlorothiazide.

4
BAB II
HIPERTENSI

II.1. DEFINISI
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang
lama) di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa
gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan ginjal. Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan
darah yang melebihi140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan
darah tinggi.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah
diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah ditulis sebagai
tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg, dibaca
seratus dua puluh per delapan puluh. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat
duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik
mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya
terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Pada hipertensi sistolik terisolasi,
tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari
90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal.

Tabel I. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99

Sub grup : perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109

5
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

Tabel II. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 Atau a90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

II.2. PENGENDALIAN TEKANAN DARAH


Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara :
1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya.
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal
dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga
meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola)
untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di
dalam darah.
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume
darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

Jika terjadi aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran

6
dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun dan
penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam
fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur
berbagai fungsi tubuh secara otomatis).

Tabel III. Perubahan fungsi ginjal


Tekanan Darah Mekanisme
Naik Pengeluaran garam dan air ditingkatkan
Turun Pengeluaran garam dan air diturunkan

Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang
disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan
memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam
mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal
bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang
menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi.
Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan
naiknya tekanan darah.

II.3. PENYEBAB

Penyebab hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :


1. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab
hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas
(keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer
sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui. Pada
sekitar 5 - 10 % penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1 - 2 %, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu (misalnya penyakit kelenjar adrenal / hiperaldosteronisme, penggunaan
pil KB).

7
Tabel IV. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :
Penyebab Contoh
Penyakit Ginjal 1. Stenosis arteri renalis.
2. Pielonefritis.
3. Glomerulonefritis.
4. Tumor-tumor ginjal.
5. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan).
6. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal).
7. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal.
Kelainan Hormonal 1. Hiperaldosteronisme.
2. Sindroma Cushing.
3. Feokromositoma.
Obat-obatan 1. Pil KB.
2. Kortikosteroid.
3. Siklosporin.
4. Eritropoietin.
5. Kokain.
6. Penyalahgunaan alkohol.
7. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
Penyebab lainnya 1. Koartasio aorta.
2. Preeklamsi pada kehamilan.
3. Porfiria intermiten akut.
4. Keracunan timbal akut.

II.4. GEJALA
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Jika hipertensi berat atau
menahun dan tidak diobati maka akan bisa menimbulkan sakit kepala, kelelahan,
mual, muntah, sesak nafas, gelisah dan pandangan menjadi kabur yang terjadi karena
adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
8
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi essensial. kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala dan baru
timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata,otak,
dan jantung.
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah : Gangguan
penglihatan, Gangguan saraf, Gagal jantung, Gangguan fungsi ginjal, Gangguan
serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak
yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma. Sebelum
bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung,
stroke.
Gejala yang timbul akibat menderita darah tinggi tidak sama pada setiap
orang.Hal ini disebabkan karna tekanan darah seseorang bisa saja tinggi disatu saat
karena faktor emosi dan hal ini sering dikait-kaitkan bahwa orang yang sering marah
karena menderita darah tinggi.
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
baru dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan alat bernama
sphygmomanometer. Gejala lain yang sering ditemukan antara lain sakit kepala,
mimisan (keluar darah dari hidung), telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar
tidur, mata berkunang-kunang dan pusing.

II.5. DIAGNOSA
Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit.
Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis
tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran.
Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan
darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya
untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan
adanya tekanan darah tinggi, tetepi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya
hipertensi. Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ
utama, terutama pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal.
Perubahan di dalam jantung, terutama pembesaran jantung, bisa ditemukan pada
elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen dada. Petunjuk awal adanya kerusakan

9
ginjal bisa diketahui terutama melalui pemeriksaan air seni Adanya sel darah dan
albumin (sejenis protein) dalam air seni bisa merupakan petunjuk terjadinya
kerusakan ginjal.
Penyebab lainnya bisa ditemukan melalui pemeriksaan rutin tertentu. Misalnya
mengukur kadar kalium dalam darah bisa membantu menemukan adanya
hiperaldosteronisme dan mengukur tekanan darah pada kedua lengan dan tungkai bisa
membantu menemukan adanya koartasio aorta.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik
adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi
(saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung
mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).

II.6. PENGOBATAN
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Pengobatan non obat (non farmakologis).
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis). Pada hipertensi esensial tidak
dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
komplikasi.

Pengobatan non obat (non farmakologis)


Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah
sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-
kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan,
pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan
efek pengobatan yang lebih baik.
Langkah awal biasanya adalah merubah pola hidup penderita:
1 Menurunkan berat badannya sampai batas ideal.
2 Merubah pola makan.
3 Olah raga aerobik yang tidak terlalu berat.
4 Berhenti merokok.

Pemberian obat - obatan (farmakologis)

10
1. Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk
mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang
akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan
darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik
menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan
tambahan kalium atau obat penahan kalium. Diuretik sangat efektif kepada
penderita lanjut usia, kegemukan dan penderita gagal jantung atau penyakit ginjal
menahun.
2. Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-
blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat efek
sistem saraf simpatis. Dan beta-blocker efektif kepada penderita usia muda,
penderita yang pernah mengalami serangan jantung, penderita dengan denyut
jantung yang cepat, angina pektoris (nyeri dada), sakit kepala migren.
3. Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor). Obat ini efektif
diberikan kepada penderita usia muda, penderita gagal jantung, penderita dengan
protein dalam air kemihnya yang disebabkan oleh penyakit ginjal menahun atau
penyakit ginjal diabetik dan pria yang menderita impotensi sebagai efek samping
dari obat yang lain.
4. Angiotensin-II-bloker
5. Antagonis kalsium sangat efektif diberikan kepada penderita lanjut usia, penderita
angina pektoris (nyeri dada), denyut jantung yang cepat, sakit kepala migren.
6. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari
golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti-
hipertensi lainnya.
7. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat yang
menurunkan tekanan darah tinggi dengan segera. Obat-obatan seprti Diazoxide,
Nitroprusside, Nitroglycerin, Labetalol bisa menurunkan tekanan darah dengan
cepat dan sebagian besar diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah).

Kombinasi Obat pada Pengobatan Hipertensi :


1 Diuretic {Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)}.
Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh via
urine. Tetapi karena potasium berkemungkinan terbuang dalam cairan urine, maka

11
pengontrolan konsumsi potasium harus dilakukan.
2 Beta-blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (Captopril)}.
Merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui
proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar (vasodilatasi) pembuluh
darah.
3 Calcium channel blockers {Norvasc (amlopidine), Angiotensinconverting enzyme
(ACE)}.
Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah tinggi
atau Hipertensi melalui proses rileksasi pembuluh darah yang juga memperlebar
pembuluh darah.

II.7. PENCEGAHAN
Untuk mencegah darah tinggi dan mengatasi darah tinggi ataupun yang sudah
memiliki tekanan darah tinggi, bias dilakukan pencegahab sebagai berikut:
1. Kurangi konsumsi garam
2. Konsumsi makanan yang mengandung kalium, magnesium dan kalsium.
3. Kurangi minum minuman atau makanan beralkohol.
4. Olahraga secara teratur bisa menurunkan tekanan darah tinggi.
5. Makan sayur dan buah yang berserat tinggi.
6. Jalankan terapi anti stress.
7. Berhenti merokok.
8. Kendalikan kadar kolesterol.
9. Kendalikan diabetes.
10. Hindari obat yang bisa meningkatkan tekanan darah.

12
BAB III
HYDROCHLOROTHIAZIDE

III. 1. FARMAKODINAMIK
Efek farmakodinamika thiazide yang utama ialah meningkatkan ekskresi
natrium, clorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan klororesis ini disebabkan oleh
penghambatan mekanisme reabsorbsi elektrolit pada hulu tubuli distal (early distal
tubule).
Mekanisme Hydrochlorothiazide sebagai antihipertensi masih belum jelas, dan
pemberian Hydrochlorothiazide pada tekanan darah yang normal tidak berefek seperti
pada penderita hipertensi. Thiazide menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek
diueretiknya, tetapi juga karma efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi
vasodilatasi.
Pada penderita diabetes insipidus, thiazide justru mengurangi diuresis.
Mekanisme antidiuretiknya belum diketahui dengan jelas dan efek ini kita jumpai baik
pada diabetes insipidus nefrogen maupun yang disebabkan oleh kerusakan hipofisis
posterior.
Pada ginjal, thiazide dapat mengurangi kecepatan filtrasi glomerolus, terutama
bila diberikan secara intravena. Efek ini mungkin disebabkan oleh pengurangan aliran
darah ginjal.
Tempat kerja utama thiazide adalah dibagian hulu tubuli distal seperti
diketahui mekanisme reabsorbsi Na+ di tubuli distal masi belum jelas benar, maka
demikian pula cara kerja thiazide. Laju ekskresi Na+ maksimal yang ditimbulkan oleh
thiazide relative lebih rendah dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh beberapa
diuretic lain, hal ini disebabkan 90 % Na+ dalam cairan filtrate telah direabsorbsi
lebih dulu sebelum ia mencapai tempat kerja thiazide.
Efek kaliuresis disebabkan oleh bertambahnya natriuresis sehingga pertukaran
antara Na+ dan K+ menjadi lebih aktif pada penderita dengan oedem pertukaran Na +
dan K+ menjadi lebih aktif karena sekresi aldosteron bertambah.
Pada manusia, thiazide menghambat ekskresi asam urat sehingga kadarnya
dalam darah meningkat. Ada 2 mekanisme yang terlibat dalam hal ini:

13
a. Thiazide meningkat reabsorbsi asam urat ditubuli proximal
b. Thiazide mungkin sekali menghambat ekskresi asam urat oleh tubuli karena
thiazide tidak dapat menghambat reabsorbsi kalsium oleh sel tubuli distal.
Ekskresi Mg+ meningkat, sehingga dapat menyebabkan hipomagnesemia.

Pada cairan ekstrasel, thiazide dapat meningkatkan ekskresi ion K + terutama


pada pemberian jangka pendek, dan mungkin efek ini menjadi kecil bila
penggunaannya berlangsung dalam jangka panjang. Ekskresi natrium yang berlebihan
tanpa disertai jumlah air yang sebanding dapat menyebabkan hiponatremia dan
hipokloremia, terutama bila penderita tersebut mendapat diet rendah garam.

III.2. FARMAKOKINETIK
Semua thiazide diabsorbsi dengan baik melalui saluran cerna termasuk
Hydrochlorothiazide. Hanya ada perbedaan dalam metabolismenya. Umumnya efek
obat tampak setelah satu jam. Hydrochlorothiazide didistribusikan keseluruh ruang
ekstrasel dan dapat melalui sawar uri, tetapi hanya ditimbun dalam jaringan ginjal
saja.
Hydrochlorothiazide diekskresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan
tubuli dengan suatu proses aktif. Jadi bersihan ginjal obat ini, biasanya dalam 3 – 6
jam, dan diekskresi dari badan. Selain itu Hydrochlorothiazide tidak mengalami
perubahan metabolic dalam tubuh.

III.3. INDIKASI
Hydrochlorothiazide adalah suatu "water pill" (diuretic) yang membantu ginjal
mencegah penyerapan garam berlebih dan cairan yang tidak diinginkan dalam tubuh.
Hal ini menyebabkan produksi urin lebih meningkat.Hydrochlorothiazide ini
digunakan untuk mengurangi edema yang disebabkan pada kegagalan jantung
congestive, cirrhosis hati, kegagalan ginjal kronis, pengobatan korticosteroid, sindrom
nephrotik, serta hipertensi.
Hydrochlorthiazide juga dapat digunakan untuk mengobati pasien yang
terkena diabetes insipidus dan untuk mencegah batu ginjal pada pasien dengan kadar
kalsium yang tinggi dalam darah.

14
III. 4. KONTRA INDIKASI
Tabel V. Kontra indikasi HCT
Terapi Kontra Indikasi
1. Hypokalemia
2. Hypomagnesemia
Hydrochlorothiazide 3. Hyponatremia
4. Mild Pre-Eclampsia
5. Hipertensi pada kehamilan

III. 5. INTERAKSI OBAT


Hydrochlorothiazide diekskresi melalui ginjal dengan cepat kemungkinan dosis
akan berkurang apabila mengalami kelainan ginjal. Selama penggunaan
hydrochlorothiazide kadar asam urat kemungkinan akan meningkat, dan jarang terjadi
encok. Hydrochlorothiazide akan mengurangi ekskresi litium yang dikeluarkan
melalui ginjal dan dapat meningkatkan kadar ketoksikan dari lithium itu sendiri.
Hydrochlorothiazide dapat meningkatkan efek alkohol. Maka janganlah
mengkonsumsi alkohol selama memakai obat ini. Apabila hydrochlorothiazide ini
digunakan dengan obat tertentu maka dapat meningkatkan efek obat ini sendiri,
walaupun demikian hal in dapat pula mengakibatkan efek obatnya menjadi menurun.

III. 6. EFEK SAMPING


Sebagaimana obat lain, selain mempunyai efek yang menguntungkan
hydrochlorothiazide juga memiliki efek yang merugikan.
1. Alkalosis Metabolik Hipokalemik dan Hiperurikemia
Hydrochlorothiazide meningkatkan penghantaran garam dan air ke duktus
pengumpul, sehingga meningkatkan sekresi K+ dan H+ ginjal yang diakibatkan
alkalosis metabolic hipokalemik. Keadaan tersebut dapat diatasi dengan
penggantian K+ dan koreksi hipovolemia. Hydrochlorothiazide disekresi asam
urat oleh sistem tersebut. Akibatnya kecepatan sekresi asam urat dapat menurun,
dengan diikuti peningkatan kadar serum asam urat pada steady state, produksi
asam urat tidak dipengaruhi Hydrochlorothiazide.
2. Gangguan Toleransi Karbohidrat
Pada pasien diabetus atau dengan uji toleransi glukosa tidak normal dapat terjadi
hiperglikemi. Berkaitan dengan hambatan pelepasan insulin pankreatik dan

15
penurunan penggunaan glukosa oleh jaringan. Keadaan ini dapat disembuhkan
sebagian dengan perbaikan hipokalemia.
3. Hiperlipidemia
Hydrochlorothiazide menyebabkan peningkatan 4-15% kolesterol serum dan
menurunkan LDL. Keadaan ini dapat kembali pada pemakaian jangka panjang.
4 Hiponatremia
Merupakan efek yang tidak diinginkan walaupun jarang terjadi. Keadaan ini
disebabkan oleh kombinasi induksi hipovolemia pada peningkatan AND,
penurunan kapasitas pengenceran oleh ginjal dan peningkatan rasa haus,
Hiponatremia dicegah dengan penurunan dosis obat atau hambatan asupan air.
5. Hipokalemia
Walaupun hipokalemia ringan dapat ditoleransi oleh banyak pasien, tetapi akan
berbahaya pada pasien yang menggunakan digitalis, pasien dengan aritmia kronis,
pada Infark Miocard akut atau disfungsi ventrikel kiri. Kehilangan kalium
diimbangi dengan reabsorbsi natrium, oleh karenanya pembatasan asupan natrium
dapat meminimalkan kehilangan kalium.
6. Reaksi Alergi
Hydrochlorothiazide merupakan sulfonamide dan mempunyai reaktivitas silang
dengan anggota lain dari kelompoknya. Sensitivitas terhadap cahaya atau
dermatitis menyeluruh jarang terjadi.
7. Toksisitas lain
Kelemahan, kelelahan, dan penetrasi dapat menyerupai penghambat carbonic
anhydrase lain. Impotensi telah dilaporkan, tetapi diduga berkaitan dengan deplesi
volume. Efek metabolic tersebut dapat diminimalkan dengan penggunaan dosis
rendah tanpa menggunakan efek antihipertensinya.

III.7. DOSIS & CARA PEMBERIAN

16
Tabel VII. Dosis pemberian terapi hydrochlorothiazide.
Nama Obat Dosis Catatan
CP : Diminum pagi bersamaan
D: 25-100mg/dosis, diberikan dengan makanan.
setiap 12-24 jam diturunkan ESO: - Hipokalemia
mungkin, Maks. - Hiperurikemia
Hydrochlorothiazide 100 mg/24 jam - Hiponatremia
Tab. 25 mg - Hipokhloremia
Tab. 100 mg A: 0.5-1.0 mg/kg/dosis, diberikan alkolosis
setiap 12-24 jam - Hipomagnesia
KI: - Anuria
- Terapi bersama
lithium

Pada umumnya penderita hipertensi memerlukan dua atau lebih obat anti
hipertensi dalam mencapai target tekanan darah. Pada tekanan darah 20/10 mmHg di
atas tekanan darah optimal atau hipertensi stage 2 (JNC 7) pengobatan awal
dipertimbangkan untuk menggunakan dua macam kelas obat sebagai kombinasi tetap
atau masing-masing tetap diberikan tersendiri. Pemberian kombinasi obat anti
hipertensi memang lebih cepat mencapai target tekanan darah, namun harus tetap
diwaspadai kemungkinan terjadinya hipotensi ortostatik, terutama pada penderita
diabetes, disfungsi saraf otonom dan penderita geriatrik. Jika sudah terjadi efek
samping hipotensi ortostatik, agar obat diturunkan dosisnya dan penderita tidak
langsung berdiri setelah berbaring.
Penderita harus dievaluasi setiap bulan untuk penyesuaian obat agar target
tekanan darah tercapai. Evaluasi bisa dilakukan tiap tiga bulan jika target telah
tercapai. Sebaliknya pada penderita diabetes dan payah jantung memerlukan evaluasi
yang lebih sering.

BAB IV

17
PENELITIAN

Pengaruh Pemberian Hidrochlorotiazide dan Natrium Bikarbonat terhadap


Kadar Kalsium Urin
Hiperkalsuria pada penderita batu traktus urinarius di Eropa 39 – 40 % dan di
Amerika Serikat 43 – 70 %. Sebagian besar batu traktus urinarius adalah kalsium
oksalat .Untuk menurunkan kadar kalsium urine dipakai hidrochlorotiazide. Natrium
bikarbonat diharapkan juga menurunkan kadar kalsium urine. Penelitian ini ditujukan
untuk mengetahui apakah pemberian gabungan hidrochlorotiazide dengan natrium
bikarbonat dapat menurunkan kadar kalsium urine lebih baik dibandingkan pemberian
hidrochlorotiazide saja
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinik acak dengan kontrol secara buta
ganda dan randomisasi dilakukan dengan cara blok dengan masing masing kelompok
24 sampel . Kelompok I mendapat campuran hidrochlorotiazide 2 x 25 mg/oral tiap
hari dengan Natrium bikarbonat 2 x 1000 mg/oral tiap hari dan kelompok II mendapat
hidrochlorotiazide 2x25 mg/oral tiap hari saja . Data dianalisis secara deskriptif dan
uji T dipakai menganalisis perbedaan kedua kelompok dengan menggunakan program
SPSS 10,01
Hasil : Sebelum perlakuan , volume urine dan kadar kalsium urine ternyata
tidak berbeda bermakna antara kelompok I dengan kelompok II . Setelah perlakuan 6
bulan pada kelompok I kalsium urine menurun secara bermakna (p=0,001) pada
kelompok II tidak terjadi penurunan bermakna (p=0.169). Penurunan rerata kalsium
urine I dan kelompok II berbeda secara bermakna (p=0,011)
Kesimpulan : Pemberian campuran hidrochlorotiazide dan Natrium bikarbonat
menurunkan kadar kalsium urine lebih baik dibandingkan pemberian
hidrochlorotiazide.

18
BAB V
DISKUSI

Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah keadaan dimana seseorang


mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang
lama) di dalam arteri. Etiologi hipertensi digolongkan menjadi dua yaitu hipertensi
essential atau primer dan hipertensi sekunder. Tekanan darah diukur pada saat duduk
dan berbaring selama ± 5 menit, jika didapatkan sistol dan diastol 140/90mmHg atau
lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosa itu tidak dapat ditegakkan
hanya berdasarkan stu kali pengukuran.
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu pengobatan
farmakologis dan nonfarmakologis. Pada makalah ini dijelaskan mengenai
penggunaan HCT pada penderita hipertensi.
Hydrochlorothiazide merupakan obat diuretik golongan thiazide yang bekerja
meningkatkan ekskresi natrium klorida dan air. Golongan thiazide bekerja bukan
hanya karena efek langsung diuretik tetapi efek langsung terhadap arteriol sehingga
terjadi vasodilatasi. Semua golongan thiazide termasuk HCT diabsorbsi melalui
saluran cerna, hanya ada perbedaan pada metabolismenya. HCT didistribusikan
keseluruh ruang ekstrasel dan dapat melalui sawar uri tetapi hanya ditimbun dalam
jaringan ginjal saja.
Kontra indikasi penggunaan HCT diantaranya hipokalemia, hipomagnesemia,
hiponatremia, mild preeklamsi dan hipertensi pada kehamilan. Efek samping
penggunaan HCT antara lain: alkalosis metabolic, hipokalemik, hiperurikemia,
gangguan toleransi karbohidrat, hiperlipidemia, hiperlipedemia, hiponatremia,
hipokalemia, reaksi alergi dan toksisitas lainnya.
Hasil penelitian pengaruh pemberian HCT dan Natrium Bikarbonat terhadap
kadar kalsium urine menunjukkan pemberian campuran HCT dan Natrium Bikarbonat
dapat menurunkan kadar kalsium urine lebih baik dibandingkan dengan pemberian
HCT saja.

19
DAFTAR PUSTAKA

CBN.penyakit-penyakit yang mengintai pria,2009


http//www.cybershoping.cbn.net.id// cbprtl/cyberman/pda/detail.aspx?
x=hot+topic&y=cyberman%7co%7co%7c4%7c16
Gunawan Gan Sulistia, Rianto Setiabudy Nafrialdi, Elysabeth, 2007. Farmakologi
dan Terapi edisi 5 Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik –
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hipertensi, 2009 http//www.rsbk/batam.co.id/index.php?
pilih=news&mod=yes&aksi= lihat&id=25
http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi
http://ilmu-kedokteran.blogspot.com/2007/11/hydrochlorothiazide.html
Katzung G. Bertram, 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi I Jakarta : Salemba
Medika.
RSU Dr. Soetomo, 2008. Formularium RSU Dr. Soetomo Surabaya : RSU Dr.
Soetomo
Sudoyo W. Aru, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marsellus Simadibrata, Siti setiati,
2006. Ilmu Penyakit Dalam edisi IV jilid I Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tjokroprawiro Askandar, Poernomo Boedi Setiawan, Djoko Santo, Gatot Soegiarto,
2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi I Surabaya : RSU Dr. Soetomo –
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

20

Anda mungkin juga menyukai