Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PATOLOGI

“HIPERTENSI”

Disusun :

Kelompok 5

Kartini usman (516 19 011 090)

Epita mala (516 19 011 086)

Nurhayana (516 19 011 087)

Rudi ahmad (516 19 011 012)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIERSITAS PANCASAKTI MAKASSAR

TAHUN AJARAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat
pada waktunya. Makalah ini membahas tentang HIPERTENSI.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Makassar, 09 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1


B. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Hipertensi .......................................................................................... 3


B. Klasifikasi ........................................................................................................... 4
C. Etiologi ............................................................................................................... 5
D. Faktor Risiko Hipertensi .................................................................................... 6
E. Patofisiologi ....................................................................................................... 8
F. Penatalaksanaan ................................................................................................. 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan kelainan kardiovaskuler yang menjadi penyebab kematian
utama di seluruh dunia. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya
berisiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti
penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin
besar resikonya.
Saat ini, angka kematian karena hipertensi di Indonesia sangat tinggi. Hipertensi
merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni
mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi
merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan
darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai
31,7% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia).
Hipertensi bisa terjadi karena banyaknya asupan yang cenderung menghambat
atau menyempitkan aliran darah, seperti konsumsi berlebih garam, lemak tak jenuh,
dan merokok. Selain itu juga, hipertensi dapat terjadi akibat beberapa faktor resiko
yaitu riwayat keluarga, kebiasaan hidup yang kurang baik, pola diet yang kurang baik
dan durasi atau kualitas tidur (Andang, 2016).
Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang sering dijumpai dan termasuk
kesehatan masyarakat yang perlu segera ditanggulangi. Tanpa penanggulangan yang
baik, penyakit ini akan mengganggu kehidupan penderita sehari-hari dan cenderung
dapat menimbulkan komplikasi. Hambatan dalam pengobatan ini disebabkan penderita
yang lalai, tidak mendengarkan nasehat dokter atau apoteker, kurang pengetahuan dan
pemahaman dalam minum obat serta kurangnya pengetahuan mengenai obat yang
benar sehingga perlu kerjasama yang erat antara tenaga kesehatan dan pasien.
Pengertian yang salah tentang perawatan hipertensi sering terjadi karena kurangnya
pengetahuan.
1
B. Tujuan Penulisan
Memaparkan konsep penyakit hipertensi meliputi pengertian hipertensi itu
sendiri etiologi, patofisiologi dan penatalaksanaannya.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Hipertensi

Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh
darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau
penurunan elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan
menurunkan tekanan darah (Ronny, 2010). Tekanan darah tinggi yaitu kondisi dimana
tekanan darah terus menerus tinggi selama beberapa waktu. Hal ini dapat terjadi karena
jantung memompa terlalu kuat sering diikuti dengan terlalu cepat disertai adanya/atau
penyempitan pembuluh darah. Sebenarnya tekanan darah kita bervariasi sepanjang
hari, tekanan lebih tinggi terjadi pada pagi dan siang hari, tekanan lebih rendah terjadi
pada malam hingga dini hari (irama diurnal).

Hipertensi menjadi salah satu penyakit kronik yang banyak terjadi pada populasi
dewasa dan lanjut usia. Kebanyakan dari kasus hipertensi adalah hipertensi esensial
yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Sisanya merupakan akibat dari
penyakit lain seperti diabetes, penyakit ginjal, gangguan organ, efek samping dari obat-
obatan lain, kehamilan dan penyakit jantung. Semakin tinggi tekanan darah maka
semakin tinggi morbiditas dan mortalitas. Kondisi pasien bisa tiba-tiba memburuk
dengan cepat atau menetap menjadi kronik (Dafriani, 2019)

Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama


(persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit
jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan
mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah
tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua
pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta

3
maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan (Kemenkes RI,
2014).

B. Klasifikasi
Tabel 2.1
Pengelompokkan derajat hipertensi secara klinis

No Kategori Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)

1 Optimal <120 <80

2 Normal 120 – 129 80 – 84

3 High normal 130 – 139 85 – 89

4 Hipertensi:

Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99

Grade 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109

Grade 3 (berat) 180 – 209 110 – 119

Grade 4 (sangat >210 >120


berat)

Sumber: (Nurarif & Kusuma, 2015).

Tabel 2.2
Klasifikasi hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99

Sub grup : perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

Sumber: (Padila, 2013)

4
C. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibagi menjadi 2 golongan (Nurarif dan
Kusuma, 2015) yaitu:
a. Hipertensi primer (esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor
yang mempengaruhinya, yaitu: genetik, lingkungan, hiperaktivitas saraf simpatis
sistem renin. Angiotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang
meningkatkan resiko terjadinya hipertensi, yaitu: obesitas, merokok, konsumsi
alkohol, polisitemia, stres dan pola tidur.
Orang yang mempunyai gangguan tidur baik pada usia muda maupun tua perlu
diberikan perhatian khusus oleh dokter ahli jantung karena dianggap sebagai salah
satu faktor risiko hipertensi. Kualitas dan kuantitas tidur dapat memengaruhi proses
hemostasis dan bila proses ini terganggu maka dapat menjadi salah satu faktor
meningkatnya penyakit kardiovaskuler, salah satunya penyakit hipertensi. Tekanan
darah dipengaruhi oleh sistem otonom yakni simpatis dan parasimpatis. Orang yang
mempunyai kualitas tidur yang buruk akan mengalami peningkatan aktivitas
simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis.
Hipertensi merupakan kondisi fisik yang juga memiliki hubungan dengan stres.
Stres merupakan salah satu alasan meningkatnya tekanan darah sehingga dapat
menyebabkan hipertensi. Adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara
tekanan darah dengan stres. Stres dapat menghasilkan lonjakan hormon yang
sementara waktu meningkatkan tekanan darah, menyebabkan jantung berdetak lebih
cepat dan pembuluh darah menyempit.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder berasal dari penyebab dan patofisiologi yang dapat
diketahui dengan jelas sehingga dapat dikendalikan melalui terapi farmakologi
dengan tepat. Hipertensi berasal dari penyakit lain, sehingga tatalaksananya dapat
direncanakan dengan baik. Penyebab, yaitu: penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
sindrom cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

5
D. Faktor risiko hipertensi
Faktor risiko terjadinya hipertensi dibagi menjadi dua kategori yaitu faktor yang tidak
dapat diubah dan faktor yang dapat diubah.
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Genetik
Jika seseorang memiliki orang-tua atau saudara yang memiliki tekanan
darah tinggi, maka kemungkinan ia menderita tekanan darah tinggi lebih besar.
Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih
mendekati tekanan darah orang tuanya bila mereka memiliki hubungan darah
dibandingkan anak yang diadopsi. Hal ini menunjukkan bahwa gen yang
diturunkan, dan bukan hanya faktor lingkungan (seperti makanan atau status
sosial), berperan besar dalam menentukan tekanan darah.
b. Usia
Semakin bertambahnya usia, risiko terkena hipertensi lebih besar. Di inggris
prevalensi tekanan darah tinggi pada usia pertengahan adalah sekitar 20% dan
meningkat lebih dari 50% pada usia di atas 60 tahun. Arteri kehilangan
elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Takanan darah tinggi juga dapat terjadi pada usia muda,
namun prevalensinya rendah (kurang dari 20%).
c. Jenis kelamin
Pria sering mengalami tanda-tanda hipertensi pada usia akhir tiga puluhan
sedangkan wanita sering mengalami hipertensi setelah menopause. Tekanan
darah wanita, khususnya sistolik, meningkat lebih tajam sesuai usia. Setelah 55
tahun,wanita memang mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita
hipertensi. Salah satu penyebab terjadinya pola tersebut adalah karena hormon
kedua jenis kelamin. Produksi hormon esterogen menurun saat menopause,
wanita kehilangan efek menguntungkan sehingga tekanan darah meningkat.
2. Faktor risiko yang dapat diubah
a. Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal, erat kaitannya dengan
hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya
6
penambahan berat badan. Akan tetapi tidak semua obesitas akan terkena
hipertensi. Tergantung pada individu masing-masing. Peningkatan tekanan
darah di atas nilai optimal yaitu >120/80 mmHg akan meningkatkan risiko
terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penurunan berat badan sekitar 5kg dapat
menurunkan tekanan darah secara signifikan. Pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih, untuk itu hendaknya
memperhatikan jumlah makanan yang dikonsumsi harus cukup dan
proporsional artinya sesuai dengan kebutuhan tubuh, tidak berlebih dan tidak
kurang.
b. Alkohol
Orang yang gemar mengonsumsi alkohol dengan kadar tinggi akan memiliki
tekanan darah yang cepat berubah dan cenderung meningkat tinggi. Alkohol
juga memiliki efek yang hampir sama dengan karbon monoksida yaitu dapat
meningkatkan keasaman darah. Meminum alkohol secara berlebihan, yaitu tiga
kali atau lebih dalam sehari merupakan faktor penyebab 7% kasus hipertensi
c. Konsumsi makanan asin
Makanan asin adalah makanan dengan kadar natrium tinggi. Natrium adalah
mineral yang sangat berpengaruh pada mekanisme timbulnya hipertensi.
Natrium dalam klorida yang terdapat dalam garam dapur dalam jumlah normal
dapat membantu tubuh mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh
untuk mengatur tekanan darah. Namun natrium dalam jumlah yang berlebih
dapat menahan air (resisten), sehingga meningkatkan volume darah.
Peningkatan volume darah mengakibatkan tekanan pada dinding pembuluh
darah meningkat, Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk
memompanya dan tekanan darah menjadi naik. Kelebihan natrium dalam darah
juga berdampak buruk bagi dinding pembuluh darah dan mengikis pembuluh
darah tersebut hingga terkelupas. Kotoran akibat pengelupasan tersebut dapat
menyumbat pembuluh darah.
d. Konsumsi makanan berlemak
Makanan berlemak adalah makanan dengan kadar lemak yang tinggi.
Menurut Sugiharto kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan
7
peningkatan berat badan yang berisiko terjadi hipertensi (Hanafi, 2016).
Menurut Almatzier lemak berfungsi untuk sumber energi, sumber asam lemak
esensial, alat angkut vitamin larut lemak, menghemat protein, memberi rasa
kenyang dan kelezatan, sebagai pelumas, memelihara suhu tubuh, dan
pelindung organ tubuh (Rustiana, 2014). Namun keberadaan lemak jenuh yang
berlebih dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan dan pembentuk plak
pada pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi semakin sempit dan
elastisnya berkurang.
e. Stres
Stress adalah suatu hal yang membuat anda tegang, marah, frustasi atau
tidak bahagia. Terlalu banyak stress akan memmengaruhi kesehatan dan
kesejateraan kita salah satunya penyakit hipertensi. Hubungan antara stres
dengan hipertensi diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan
tekanan darah secara intermiten. Di samping itu juga dapat merangsang
kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung
berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah meningkat.
Apabila stres berlangsung lama, dapat mengakibatkan peninggian tekanan
darah yang menetap dan tubuh akan berusaha mengadakan penyesuian
sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis (Eriana, 2017)
E. Patofisiologi
Pada saat jantung memompakan darah lebih kuat maka aliran darah akan besar
melalui arteri. Arteri akan kehilangan kelenturannya sehingga dapat meningkatkan
tekanan darah. Mekanisme yang mengontrol konstriksidan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bemula pada
saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini neuron preganglion melepaskan astilkolin
yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

8
Pada saat bersaman dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mengsekresi
epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian dirubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan
air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung pencetus keadaan hipertensi. Perubahan struktural dan fungsional
pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jarinngan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembulu
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuanya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
megakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. (Dafriani,
2019)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita hipertensi dapat dilakukan dengan cara
farmakologis dan non farmakologis.
1. Penatalaksanaan farmakologi
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan
mortalitas akibat tekanan darah tinggi. Ini berarti tekanan darah harus diturunkan
serendah mungkin yang tidak mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun
kualitas hidup, sambil pengendalian faktor-faktor resiko kardiovaskuler lainnya.
Telah terbukti bahwa makin rendah tekanan darah diastolik dan sistolik, maka
makin baik prognosisnya.
Menurunkan tekanan darah dengan antihipertensi (AH) telah terbukti
menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler seperti stroke, iskemia
9
jantung, gagal jantung kongestif dan memberatnya hipertensi. Kurang efektifnya
AH untuk menurunkan insidens Penyakit Jantung Koroner (PJK) disebabkan karena
komplikasi aterosklerotik, pengobatan tidak cukup dini dan tidak cukup panjang
untuk menghambat proses aterosklerotik, AH yang digunakan dalam dosis besar di
masa lalu yang menimbulkan efek samping metabolik yang meningkatkan resiko
koroner, penurunan tekanan darah yang berlebihan pada penderita koroner dan
ketidakpatuhan penderita pada pengobatan.
a. Diuretik
Diuretik adalah salah satu jenis obat darah tinggi yang paling sering
digunakan. Obat ini bekerja dengan cara menghilangkan air dan natrium
(garam) berlebih di dalam ginjal. Apabila kelebihan air dan garam dapat
dikurangi, kadar darah yang melewati pembuluh darah Anda akan berkurang,
sehingga tekanan darah pun menurun.
Hidroklorotiazid adalah diuretik yang paling sering diresepkan untuk
mengobati hipertensi ringan. Hidroklorotiazid dapat diberikan sendiri pada
klien dengan hipertensi ringan atau klin yang baru. Banyak obat antihipertensi
dapat menyebabkan retensi cairan. karena itu, sering kali diuretik diberi
bersama antihipertensi. Efek samping dari diuretik adalah hipokalemia,
hipomagnesemia, hiponatremia, hiperurisemia, hiperkalsemia, hiperglikemia,
hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia.
b. Angiotensin-Coverting Enzyme (ACE Inhiibitor)
Obat darah tinggi angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dapat
membantu melemaskan pembuluh arteri dan vena Anda, sehingga tekanan
darah dapat turun. ACE inhibitor mencegah produksi angiotensin II dari enzim
tubuh. Angiotensin II adalah senyawa yang mempersempit pembuluh darah.
Penyempitan pembuluh darah dapat meningkatkan tekanan darah dan memaksa
jantung Anda bekerja lebih keras. Selain itu, angiotensin II juga melepas
hormon yang dapat mengakibatkan tekanan darah Anda naik. Tidak hanya
digunakan sebagai obat darah tinggi, ACE inhibitor juga dapat mencegah,
mengobati, dan mengendalikan gejala-gejala penyakit arterikoroner, gagal
jantung, diabetes, serangan jantung, penyakit ginjal, serta migrain.
10
Umumnya, obat ini jarang menimbulkan efek samping. Namun, apabila
memang terjadi efek samping, Anda mungkin akan mengalami hiperkalemia,
kelelahan, batuk kering, sakit kepala, dan kehilangan fungsi indera pengecap.
Contoh obat ACE inhibitor: captopril, enalapril, lisinopril, benazepril
hydrochloride, perindopril, ramipril, quinapril hydrochloride, dan trandolapril.
c. Angiotensin II receptor blocker (ARB)
Serupa dengan ACE inhibitor, obat angiotensin II receptor blocker (ARB)
juga dapat membantu merilekskan pembuluh vena dan arteri agar tekanan darah
dapat menurun.Yang membedakan obat ini dengan ACE inhibitor adalah, ARB
tidak menghalangi atau menghambat produksi angiotensin II. Obat ini
mencegah angiotensin berikatan dengan reseptor pada pembuluh darah,
sehingga dapat membantu menurunkan tekanan darah. Obat ini juga dapat
digunaan untuk mengatasi gejala-gejala penyakit ginjal, jantung, serta diabetes.
Efek samping yang mungkin dirasakan adalah pusing, hiperkalemia, dan
pembengkakan pada kulit. Obat ini tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil.
Contoh obat ARB: azilsartan (Edarbi), candesartan (Atacand), irbesartan,
losartan potassium, eprosartan mesylate, olmesartan (Benicar), telmisartan
(Micardis), dan valsartan (Diovan).
d. Calcium chanel blocker (CCB)
Sering disebut pemblokiran saluran kalsium. Cara kerja CCB adalah
membantu mengendurkan otot-otot pembuluh darah dan memperlambat detak
jantung. CCB dapat bekerja lebih baik pada orang usia lanjut dan orang-orang
dari ras tertentu jika dibandingkan ACE inhibitor. Penderita hipertensi yang
mengonsumsi obat CCB sebaiknya menghindari minum jus jeruk karena dapat
saling berinteraksi. Jus jeruk akan meningkatkan kadar obat dalam darah dan
menempatkan pada resiko eek samping yang lebih tinggi.
Efek samping dari obat darah tinggi CCB adalah konstipasi, pusing, detak
jantung semakin cepat, kelelahan, mual, muncul ruam, dan bengkak di beberapa
bagian tubuh.
Contoh obat CCB: amlodipine, clevidipine, diltiazem, felodipine, isradipine,
nicardipine, nifedipine, nimodipine, dan nisoldipine.
11
e. Betabloker
Obat ini bekerja dengan cara menghalangi eek dari hormon epinein (Hormon
adrenalin). Hal ini membuat jantung bekerja lebih lambat detak jantung dan
kekuatan pompa jantung menurun. Sehingga volume darah mengalir di
pembuluh daah menurun dan tekanan darah menurun.
Efek sampngnya yaitu susah tidur (insomnia) tangan dan kaki dingin,
kelelahan, sesak napas, detak jantung melemah, serta resiko impoten.
Contoh obatnya yaitu atenolol, propoanolol, metoprolol, bisoprolol fumarate.
f. Alpha bloker
Obat alpha blocker digunakan untuk mengatasi darah tinggi dengan
memengaruhi kerja hormon norepinephrine. Norepinephrine adalah hormon
yang mengencangkan otot-otot pembuluh darah. Dengan konsumsi alpha
blocker, otot-otot tersebut dapat mengendur dan pembuluh darah akan melebar.
Pelebaran pembuluh darah ini dapat menyebabkan tekanan darah menurun.
Karena sifatnya yang merilekskan otot, obat ini juga dapat membantu
memperlancar buang air kecil pada lansia dengan masalah prostat. Alpha
blocker biasanya tidak diberikan sebagai pilihan pertama pengobatan hipertensi.
Umumnya, penggunaannya dikombinasikan dengan obat-obatan lain, misalnya
diuretik.
Beberapa jenis obat alpha blocker mungkin akan mengakibatkan efek samping
pada dosis pertama, seperti pusing dan tekanan darah rendah. Efek samping lain
yang mungkin terjadi adalah sakit kepala, jantung berdebar, dan tubuh
melemah.
Contoh obat alpha blocker: doxazosin (Carduar), terazosin hydrochloride, dan
prazosin hydrochloride (Minipress).
g. Vasolidator
Obat darah tinggi lain yang biasanya diresepkan dokter adalah vasodilator.
Obat ini bekerja dengan cara membuka atau melebarkan otot-otot pembuluh
darah. Apabila otot pembuluh arteri dan vena lebih rileks, darah akan mengalir
dengan lebih mudah. Jantung Anda tidak perlu bekerja dengan keras, sehingga
tekanan darah dapat menurun.
12
Beberapa efek samping yang dapat timbul akibat konsumsi obat ini adalah
percepatan detak jantung, penumpukan cairan berlebih di dalam tubuh, mual,
muntah, sakit kepala, rambut tumbuh secara berlebihan, nyeri sendi, dan nyeri
dada. Contoh obat vasodilator: hydralazine dan minoxidil.
h. Central-acting agents
Central-acting agents atau central agonist merupakan obat darah tinggi
yang bekerja di sistem saraf pusat, bukan langsung di sistem kardiovaskular.
Obat central-acting agents bekerja dengan cara mencegah otak mengirim sinyal
ke sistem saraf untuk mempercepat detak jantung dan mempersempit pembuluh
darah. Sehingga, jantung tidak memompa darah dengan kuat dan darah
mengalir lebih mudah di pembuluh darah.
Selain digunakan untuk mengatasi tekanan darah tinggi, obat ini juga
biasanya diberikan kepada penderita attention-deficit/hyperactivity
disorder (ADHD) serta sindrom Tourette. Dibanding dengan obat
lainnya, central-acting agents termasuk obat dengan efek samping yang cukup
kuat. Beberapa di antaranya adalah penurunan denyut jantung, konstipasi,
pusing, mengantuk, demam, serta risiko impoten.
Contoh obat central-acting agent: clonidine (Catapres, Kapvay), guanfacine
(Intuniv), dan methyldopa.
i. Direct renin inhibitor (DRI)
Obat direct renin inhibitor (DRI) bekerja dengan cara mencegah renin
mengatur tekanan darah Anda. Renin merupakan enzim yang terdapat di dalam
tubuh. Dengan menghambat kerja renin, obat ini dapat membantu pembuluh
darah melebar, sehingga tekanan darah dapat menurun. Ibu hamil dan menyusui
tidak diperbolehkan untuk minum obat ini. Selain itu, karena obat ini tergolong
obat darah tinggi yang masih baru, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
efek samping jangka panjang dari obat ini.
Namun, efek samping yang umumnya dapat timbul akibat konsumsi DRI
adalah pusing, sakit kepala, diare, dan hidung tersumbat. Contoh obat direct
renin inhibitor : aliskiren (Tekturna).
j. Aldosterone receptor antagonist
13
Obat aldosterone receptor antagonist lebih umum digunakan untuk
mengobati penyakit gagal jantung. Namun, obat ini juga dapat membantu
menurunkan tekanan darah tinggi. Menyerupai diuretik, obat ini membantu
membuang cairan berlebih tanpa mengurangi kadar kalium di dalam tubuh.
Dengan demikian, pembengkakan akibat penumpukan cairan dapat berkurang,
pernapasan lebih lancar, dan tekanan darah menurun. Dalam kasus tertentu,
obat ini dapat dikombinasikan dengan diuretik, ACE inhibitor, atau beta
blocker. Beberapa efek samping yang dapat terjadi adalah mual, muntah, diare,
serta kram perut. Contoh obat aldosterone receptor antagonist: eplerenone,
spironolactone (http
2. Non Farmakologi
Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam
cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :
a. Mempertahankan berat badan ideal
Untuk mengetahui berat badan ideal dapat dilakukan dengan pengukuran
body mass index (BMI) dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2. Mengatasi obesitas
(kegemukan) juga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol
namun kaya dengan serat dan protein, dan jika berhasil menurunkan berat badan
2,5-5 kg maka tekanan darah sistolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg.
b. Pendekatan diet
Hal in dilakukan dengan pendekatan DASH (Dietary Approaches to Stop
Hipertension), yaitu mengkonsumsi makanan yang kaya akan buah, rendah
lemak atau bebas lemak hewani. Pola diet ini cukup efektif menangani hipertensi
berdasarkan riset NIH (National Institude of Health) d Amerika Serikat. Diet
DASH menganjurkan mengkonsumsi makanan yang kaya akan kalium,
magnesium, kalsium dan serat. Serta menganjurkan untuk mengurangi konsumsi
makanan yang mengandung lemak jenuh, kolesterol, daging merah, minuman
yang tinggi gula dan garam.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penurunan konsumsi garam dapat
menurunkan tekanan darah. Pengaruh asupan natrium terhadap hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan melalui tekanan darah.
14
Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan eksresi kelebihan garam sehingga
kembali pada keadaan hemodinamik yang normal, pada penderita hipertensi
mekanisme ini terganggu. Konsumsi natrium berlebih menyebabkan komposisi
natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkan kembali,
cairan intraseluler harus ditarik keluar sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah sehingga berdampak hipertensi.
c. Penghentian asumsi alkohol dan rokok
Rokok dan alkohol sering dikaitkan dengan penyakit jantung dan pembuluh
darah. Pada kebanyakan kasus, merokok dan minum alkohol dapat menaikkan
tekanan darah sistolik. Nikotin yang terhirup dapat terserap ke dalam pembuluh
darah kemudian sampai di pembuluh darah otak. Nikotin yang ada di otak dapat
mengaktifkan hipofisis untuk mengaktifkan kelenjer adrenal sehingga kelenjer
adrenal mensekresikan epinefrin atau adrenalin yang akan membuat pembuluh
darah mengalami vasokontriksi sehingga menaikkan tekanan darah. Kandungan
karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen dalam
darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung
dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan
jaringan tubuh lainnya.
d. Penurunan stres
Stress adalah merupakan salah satu masalah psikososial yang memiliki
dampak terhadap fisik. Kemampuan tubuh merespon stress akan menentukan
status kesehatan seseorang. Kadar hormon adrenalis yang tinggi akan
meningkatkan tekanan darah, denyut nadi dan fungsi pernapasan. Stres yang
tidak terkelola dengan baik akan berdampak buruk terhadap kesehatan fisik
(Eriana, 2017).

15
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan diastolik

sedikitnya 90 mmHg.

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua yaitu hipertensi primer yang

disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya, seperti faktor genetik.

Sedangkan Hipertensi sekunder berasal dari penyebab dan patofisiologi yang dapat

diketahui dengan jelas sehingga dapat dikendalikan melalui terapi farmakologi dengan

tepat, hipertensi ini berasal dari penyakit lain sehingga tatalaksananya dapat direncanakan

dengan baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Andang. (2016). Ancaman Kesehatan Tertinggi di Indonesia. (online) http://ylki.or.id/,


diakses 28 Maret 2019.

Eriana, 2017. “Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pegawai Negeri
Sipil Uin Alauddin Makassar Tahun 2017”. Skripsi Makassar:jurusan kesehatan
universitas islam makassar.
https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/hipertensi-tekanan-darah-tinggi/obat-darah-tinggi-
generik/

Kemenkes RI. 2014. Infodatin Hipertensi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Nurarif dan Kusuma. 2015Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction.

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Ronny. 2010. Fisiologi Kardiovaskuler Berbasis Masalah Keperawatan. Jakarta: EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai