Anda di halaman 1dari 31

DISAMPAIKAN OLEH KETUA IDI CABANG GROBOGAN

(dr. DJATMIKO, MAP)


1

3
1 PENDAHULUAN
KONSESUS HIPERTENSI
Panduan Penatalaksanaan Hipertensi
Dibuat secara berkala dengan tujuan untuk membantu klinis yang menangani hipertensi
dalam meningkatkan upaya pencegahan, pengobatan dan kepatuhan pasien.

Pentingnya Penanganan Hipertensi


Di negara – negara Asia termasuk Indonesia, prevalensi hipertensi terus meningkat. Luaran
dari penyakit hipertensi adalah penyakit kardiovaskuler, stroke, dan gagal jantung non
iskemik. Hubungan antara tekanan darah dan penyakit kardiovaskuler terbukti memiliki
karakteristik sensitivitas terhadap garam yang lebih tinggi (Higher Salt Sensitivity) bahkan
dengan obesitas ringan.
Konsesus Hipertensi
Bertujuan memberikan panduan penanganan untuk kondisi spesifik seperti hipertensi
resisten, hipertensi sekunder, hipertensi krisis dan kondisi atau kelainan yang memerlukan
penanganan khusus.
DEFINISI DAN KRITERIA HIPERTENSI
Definisi Hipertensi
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila TDS ≥140 mmHg dan/atau TDD ≥90 mmHg pada
pengukuran di klinik atau fasilitas layanan kesehatan.
Klasifikasi Tekanan Darah Klinik
TDS=tekanan darah sistolik; TDD=tekanan darah diastolik
PANDUAN HIPERTENSI
1. Tetap menggunakan tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg dan/atau tekanan
darah diastolik (TDD) ≥90 mmHg sebagai definisi hipertensi dengan menyadari bahwa
risiko hipertensi meningkat hampir linear dengan peningkatan tekanan darah.

2. Melakukan pemeriksaan tekanan darah di luar klinik, jika fasilitas tersedia, dengan
ambulatory blood pressure monitoring (ABPM) atau home blood pressure monitoring
(HBPM) untuk berapa indikasi.

3. Mencapai target tekanan darah lebih rendah dari panduan sebelumya, tetapi tidak
lebih rendah dari 120/70 mmHg, termasuk bagi mereka yang berusia ≥65 tahun.

4. Bagi individu dengan tekanan darah 130-139/80-89 mmHg direkomendasikan untuk


intervensi perubahan gaya hidup,dan penambahan terapi obat jika terbukti adanya
penyakit kardiovaskular terutama penyakit jantung koroner, sesuai dengan pedoman
spesifik.
2 PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
PERBEDAAN PENGUKURAN TD
Untuk Penentuan Diagnosa Hipertensi
TD di Pusk TD di luar TD 24 Jam
(mmHg) Pusk (HBPM) (ABPM)
Normotensi Normal Normal Normal
Hipertensi Meningkat Meningkat Meningkat
Hipertensi Jas Putih Meningkat Normal Normal
Hipertensi Terselubung Normal Meningkat Meningkat

Hipertensi Jas Putih (White Coat Hypertension) : Pasien dengan hipertensi


jas putih memiliki TD klinik tinggi, tapi TD normal dengan pengukuran
HBPM atau ABPM.
Hipertensi terselubung (Masked Hypertension) : kondisi klinis dimana
tekanan darah di klinik adalah normal, tetapi TD meningkat dengan
pengukuran HBPM atau ABPM.
Prevalensi hipertensi jas putih 2,2 – 50%, sedangkan hipertensi terselubung
9 – 48%
FAKTOR PREDISPOSISI

Hipertensi Jas Putih Hipertensi Terselubung


Perempuan Laki-laki
Tidak Merokok Merokok
Kecemasan Overweight
Usia Lanjut Bising malam hari
TD Normal – tinggi
Diabetes
Usia muda
PENGUKURAN TEKANAN DARAH
Persiapan Pasien
•Pasien harus tenang, tidak dalam keadaan cemas atau gelisah, maupun kesakitan.
Dianjurkan istirahat 5 menit sebelum pemeriksaan.
•Pasien tidak mengkonsumsi kafein maupun merokok, ataupun melakukan aktivitas olah
raga minimal 30 menit sebelum pemeriksaan.
•Pasien tidak menggunakan obat-obatan yang mengandung stimulan adrenergik seperti
fenilefrin atau pseudoefedrin (misalnya obat flu, obat tetes mata).
•Pasien tidak sedang menahan buang air kecil maupun buang air besar.
•Pasien tidak mengenakan pakaian ketat terutama di bagian lengan.
•Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang dan nyaman.
•Pasien dalam keadaan diam, tidak berbicara saat pemeriksan.
PENGUKURAN TEKANAN DARAH
Persiapan Alat Spigmomanometer
1.Pilihan spigmomanometer non air raksa: aneroid atau digital.
2.Gunakan spigmomanometer yang telah divalidasi setiap 6-12 bulan.
3.Gunakan ukuran manset yang sesuai dengan lingkar lengan atas (LLA). Ukuran manset
standar : panjang 35 cm dan lebar 12-13 cm. Gunakan ukuran yang lebih besar untuk LLA
>32 cm, dan ukuran lebih kecil untuk anak.
4.Ukuran ideal: panjang balon manset 80-100% LLA, dan lebar 40% LLA.

Posisi Pasien
1.Duduk, berdiri, atau berbaring (sesuai kondisi Puskesmas).
2.Pada posisi duduk:
• Gunakan meja untuk menopang lengan dan kursi bersandar untuk meminimalisasi
kontraksi otot isometrik.
• Posisi fleksi lengan bawah dengan siku setinggi jantung.
• Kedua kaki menyentuh lantai dan tidak disilangkan.
PENGUKURAN TEKANAN DARAH
Prosedur Tindakan
1.Letakkan spigmomanometer sedemikian rupa sehingga skala sejajar dengan mata
pemeriksa, dan tidak dapat dilihat oleh pasien.
2.Gunakan ukuran manset yang sesuai.
3.Pasang manset sekitar 2,5 cm di atas fossa antecubital.
4.Hindari pemasangan manset di atas pakaian.
5.Letakan bagian bell stetoskop di atas arteri brakialis yang terletak tepat di batas bawah
manset. Bagian diafragma stetoskop juga dapat digunakan untuk mengukur tekanan darah
sebagai alternatif bell stetoskop.
6.Pompa manset sampai 180 mmHg atau 30 mmmHg setelah suara nadi menghilang.
Lepaskan udara dari manset dengan kecepatan sedang (3mmHg/detik).
7.Ukur tekanan darah 3 kali dengan selang waktu 1-2 menit. Lakukan pengukuran
tambahan bila hasil pengukuran pertama dan kedua berbeda >10 mmHg. Catat rerata
tekanan darah, minimal dua dari hasil pengukuran terakhir.
PENGUKURAN TEKANAN DARAH
Catatan
1.Untuk pasien baru, ukur tekanan darah pada kedua lengan. Gunakan sisi lengan dengan
tekanan darah yang lebih tinggi sebagai referensi.
2.Lakukan juga pengukuran tekanan darah 1 menit dan 3 menit setelah berdiri untuk
menyingkirkan hipotensi ortostatik. Pemeriksaan ini juga disarankan untuk dilakukan
berkala pada pasien-pasien geriatri, pasien diabetes, dan pasien-pasien lain yang dicurigai
memiliki hipotensi ortostatik.
3.Dinyatakan hipotensi ortostatik bila terdapat penurunan TDS sistolik ≥20 mmHg atau
TDD ≥10 mmHg dalam kondisi berdiri selama 3 menit.
4.Palpasi nadi untuk menyingkirkan aritmia.
PENAPISAN DAN DETEKSI HIPERTENSI
Penapisan dan deteksi hipertensi direkomendasikan untuk semua pasien berusia >18
tahun :
• Pada pasien berusia >50 tahun, frekuensi penapisan hipertensi ditingkatkan
sehubungan dengan peningkatan angka prevalensi tekanan darah sistolik.
• Perbedaan TDS >15 mmHg antara kedua lengan sugestif suatu penyakit vaskular dan
berhubungan erat dengan tingginya risiko penyakit serebro-kardiovaskular.

ABPM=ambulatory blood pressure monitoring;


HBPM=home blood pressure monitoring;
BATASAN TEKANAN DARAH
Untuk Penentuan Diagnosa Hipertensi
Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)
TD Klinik ≥ 140 dan/atau ≥ 90
ABPM
Rerata pagi – siang hari ≥ 135 dan/atau ≥ 85
(atau bangun)
Rerata malam hari (atau ≥ 120 dan/atau ≥ 70
tidur)
Rerata 24 jam ≥ 130 dan/atau ≥ 80
Rerata HBPM ≥ 135 dan/atau ≥ 85

Konfirmasi diagnosis hipertensi tak dapat hanya mengandalkan pada satu kali pemeriksaan, kecuali pada
pasien dengan TD yang sangat tinggi, misalnya hipertensi derajat 3 atau terdapat bukti kerusakan target
organ akibat hipertensi (HMOD, hypertension-mediated organ damage) misalnya retinopati hipertensif dengan
eksudat dan perdarahan, hipertrofi ventrikel kiri, atau kerusakan ginjal.
KLASIFIKASI RISIKO HIPERTENSI
Klasifikasi Risiko Hipertensi Berdasarkan Derajat Tekanan Darah, Faktor Risiko
Kardiovaskular, HMOD atau Komorbiditas

Tahapan Faktor Risiko Derajat Tekanan Darah (mmHg)


Hipertensi Lain, HMOD, atau
Normal Tinggi Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3
penyakit lain
TDS 130-139 TDS 140-159 TDS 160-179 TDS ≥180,
TDD 85-89 TDD 90-99 TDD 100-109 atau
TDD≥110
Tahap 1 (tidak Tidak ada faktor Risiko rendah Risiko Risiko sedang Risiko tinggi
berkomplikasi) risiko lain rendah
1 atau 2 faktor Risiko rendah Risiko sedang Risiko sedang Risiko tinggi
risiko - tinggi
≥ 3 faktor risiko Risiko rendah Risiko sedang Risiko tinggi Risiko tinggi
- sedang - tinggi
Tahap 2 HMOD, PGK derajat Risiko sedang Risiko tinggi Risiko tinggi Risiko tinggi
(asimtomatik) 3, atau DM tanpa - tinggi – sangat
kerusakan organ tinggi
Tahap 3 CVD, PGK Risiko sangat Risiko sangat Risiko sangat Risiko
(terdokumenta derajat ≥4, atau tinggi tinggi tinggi sangat tinggi
si CVD) DM dengan
kerusakan ginjal
FAKTOR RISIKO KARDIOVASKULER
Karakteristik demografik dan parameter laboratorium
1.Jenis Kelamin (laki-laki atau perempuan).
2.Usia.
3.Merokok (saat ini atau riwayat).
4.Kolesterol total dan HDL.
5.Asam Urat.
6.Diabetes Militus.
7.Obesitas atau Overweight.
8.Riwayat keluarga CVD dini (laki-laki usia <55 tahun dan perempuan <65tahun)
9.Riwayat keluarga atau orangtua dengan onset dini hipertensi.
10.Menopause onset dini.
11.Pola hidup inaktif (sedentary).
12.Faktor psikososial dan sosioekonomi.
13.Denyut jantung (nilai istirahat >80 kali/menit).
ALGORITMA HIPERTENSI
AMBANG BATAS TEKANAN DARAH
UNTUK INISIASI OBAT
Kelompok Ambang Batas TDS di Puskesmas (mmHg) TDD di
Usia Puskesmas
Hipertensi + + PGK + PJK +
(mmHg)
Diabetes Stroke
/ TIA
18 – 65 ≥ 140 ≥ 140 ≥ 140 ≥ 140 ≥ 140 ≥ 90
tahun
65 – 79 ≥ 140 ≥ 140 ≥ 140 ≥ 140 ≥ 140 ≥ 90
tahun
≥ 80 tahun ≥ 160 ≥ 160 ≥ 160 ≥ 160 ≥ 160 ≥ 90
ALUR PANDUAN INISIASI TERAPI OBAT
SESUAI KLASIFIKASI HIPERTENSI
TARGET PENGOBATAN HIPERTENSI
Kelompok Target TDS di Puskesmas (mmHg) Target TDD
Usia di
Hipertensi + + PGK + PJK + Stroke /
Puskesmas
Diabetes TIA
(mmHg)

18 – 65 tahun Target ≤ 130 Target ≤ 130 Target < 140 Target ≤ 130 Target ≤ 130 70-79
jika dapat jika dapat hingga 130 jika dapat jika dapat
ditoleransi ditoleransi jika dapat ditoleransi ditoleransi
tetapi tidak < tetapi tidak < ditoleransi tetapi tidak < tetapi tidak <
120 120 120 120
65 – 79 tahun Target 130 – Target 130 – Target 130 – Target 130 – Target 130 – 70-79
139 jika dapat 139 jika 139 jika 139 jika 139 jika
ditoleransi dapat dapat dapat dapat
ditoleransi ditoleransi ditoleransi ditoleransi
≥ 80 tahun Target 130 – Target 130 – Target 130 – Target 130 – Target 130 – 70-79
139 jika dapat 139 jika 139 jika 139 jika 139 jika
ditoleransi dapat dapat dapat dapat
ditoleransi ditoleransi ditoleransi ditoleransi
STRATEGI PENATALAKSANAAN
HIPERTENSI TANPA KOMPLIKASI
STRATEGI PENATALAKSANAAN
HIPERTENSI DENGAN KOMPLIKASI
Dengan Penyakit Arteri Koroner
STRATEGI PENATALAKSANAAN
HIPERTENSI DENGAN KOMPLIKASI
Dengan Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
STRATEGI PENATALAKSANAAN
HIPERTENSI DENGAN KOMPLIKASI
Dengan Gagal Jantung Fraksi Ejeksi Menurun
STRATEGI PENATALAKSANAAN
HIPERTENSI DENGAN KOMPLIKASI
Dengan Fibrilasi Atrial
STRATEGI PENATALAKSANAAN
HIPERTENSI DENGAN KOMPLIKASI
Dengan Fibrilasi Atrial
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
Pengelolaan hipertensi umumnya dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP). Tetapi tidak sedikit penderita hipertensi yang memerlukan
evaluasi, penatalaksanaan ataupun perawatan lebih lanjut di FKTL, agar tidak
berlanjut terjadi kejadian serebro-kardiovaskular dan ginjal.

Lakukan intervensi pola hidup sehat :


 Pembatasan konsumsi garam dan alkohol,
 Peningkatan konsumsi sayuran dan buah,
 Penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal,
 Aktivitas fisik teratur, serta
 Menghindari rokok atau berhenti merokok.
TINDAK LANJUT PASIEN HIPERTENSI
1. Pemantauan efektivitas pengobatan.
Setelah inisiasi pengobatan seharusnya turun dalam 1 – 2 minggu dengan target 3
bulan,
Jika sudah mencapai target maka frekuensi kunjungan 3 – 6 bulan sekali,
Jika TD meningkat pada saat kontrol maka perlu di identifikasi penyebabnya.
2. Kepatuhan dalam berobat.
Identifikasi ketidakpatuhan dalam berobt atau konsumsi zat dan obat-obatan yang
dapat meningkatkan TD atau mengurangi efek obat antihipertensi (Alkohol, OAINS)
3. Deteksi Dini HMOD.
Dilakukan pada saat pertama kali berobat dan disesuaikan dengan kondisi dasar
pasien,
Pantau adanya progesifitas HMOD,
Pantau adanya manifestasi HMOD Baru,
Sebaliknya jika ada regresi HMOD artinya menunjukkan perbaikan prognosis

“HIMBAU BERKALA UNTUK MEMPERBAIKI GAYA HIDUP”


3 PENUTUP
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai