Anda di halaman 1dari 55

Penatalaksanaan Hipertensi dan

Penyakit Ginjal Kronis

dr. Rahmawati A. Latief, Sp. PD-KGH, FINASIM


Hipertensi
DEFINISI

Diagnosis hipertensi ditegakkan bila TDS ≥140 mmHg dan/atau TDD ≥90mmHg pada pengukuran di
klinik atau di fasilitas layanan kesehatan
PENGUKURAN TEKANAN DARAH

PERSIAPAN PASIEN

Pasien harus tenang, tidak dalam keadaan cemas


01

Tidak mengonsumsi kafein, merokok, atau berolahraga minimal 30 menit sebelum pemeriksaan.
Pasien juga tidak sedang menggunakan stimulan adrenergik
02

Pasien tidak sedang menggunakan pakaian ketat terutama di lengan. Pasien juga tidak sedang
menahan BAK atau BAB
03

Pemeriksaan dilakukan di ruangan tenang dan nyaman. Pasien diminta


untuk tidak berbicara selama pemeriksaan
04
PENGUKURAN TEKANAN DARAH

SPIGMOMANOMETER

Pilih spigmomanometer non raksa : aneroid atau digital


01

Alat harus divalidasi secara rutin 6-12 bulan


02

Gunakan ukuran manset yang sesuai.


Ukuran standar : panjang 35 cm dan lebar 12-13 cm
03

Ukuran ideal :
Panjang balon manset 80-100% LLA, dan lebar 40% LLA
04
PENGUKURAN TEKANAN DARAH

POSISI PASIEN

Dapat posisi duduk, berdiri, atau berbaring (sesuai kondisi klinik)


01

Pada posisi duduk :


02

- Gunakan meja untuk menopang lengan dan kursi bersandar untuk meminimalisasi kontraksi
otot isometrik.
- Posisi fleksi lengan bawah dengan siku setinggi jantung
- Kedua kaki menyentuh lantai dan tidak disilangkan.
PENGUKURAN TEKANAN DARAH

CATATAN KHUSUS

Pada pasien baru, ukur pada kedua lengan. Ambil data yang lebih tinggi sebagai referensi
01

Palpasi nadi untuk menyingkirkan aritmia


02

Untuk pasien yang dicurigai memiliki hipotensi ortostatik (geriatri, penderita DM, dll) dilakukan
pemeriksaan ulang 1 menit dan 3 menit setelah posisi berdiri.
03

Hipotensi ortostatik jika terdapat penurunan TDS ≥20 mmHg atau TDD ≥10 mmHg setelah
berdiri selama 3 menit
PENAPISAN TEKANAN DARAH

Direkomendasikan untuk semua pasien berusia >18 tahun


KONFIRMASI DIAGNOSIS HIPERTENSI

• Tidak dapat mengandalkan hanya dari 1 pemeriksaan


• KECUALI pada pasien dengan TD sangat tinggi :
• Pasien HT derajat 2, atau
• Terdapat bukti kerusakan target organ akibat hipertensi (HMOD, hypertension-mediated organ damage) :
retinopati hipertensif, hipertrofi ventrikel kiri, kerusakan ginjal
• Strategi pengukuran di luar klinik seperti HBPM (Home Blood Pressure Monitoring) atau ABPM (Ambulatory
Blood Pressure Monitoring) sangat dianjurkan bila tersedia
KONFIRMASI DIAGNOSIS HIPERTENSI

Batasan TD untuk diagnosis hipertensi


ABPM (Ambulatory Blood Pressure
Monitoring)  suatu metoda pengukuran
tekanan darah selama 24 jam termasuk saat
tidur, dan merupakan metoda akurat dalam
konfirmasi diagnosis hipertensi.

HBPM (Home Blood Pressure Monitoring) 


sebuah metoda pengukuran tekanan darah yang
dilakukan sendiri oleh pasien di rumah atau di
tempat lain di luar klinik (out of office)
EVALUASI KLINIS

Tujuan
1. Menegakkan diagnosis dan derajat hipertensi
2. Menapis kemungkinan penyebab sekunder hipertensi
3. Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan hipertensi (gaya hidup,

obat lain atau riwayat keluarga)


4. Identifikasi faktor risiko kardiovaskular yang lain (termasuk gaya hidup dan riwayat keluarga)
5. Identifikasi penyakit-penyakit penyerta
6. Menentukan ada tidaknya HMOD atau penyakit kardiovaskular, serebrovaskular atau ginjal yang sudah ada
sebelumnya
Penilaian Resiko Kardiovaskuler

Faktor Risiko Kardiovaskuler


Penilaian Resiko kardiovaskuler

 Faktor psikososial dan sosioekonomi


 Pola hidup inaktif (sedentary)
 Menopause onset dini
 Mikroalbuminuria(30-300 mg/24j) atau peningkatan Ratio Albumin/kreatinin, ACR
(30-300 mg/g)lebih baik urine sewaktu pagi hari
 PGK sedang dan LFG >30-59 ml/menit
 Adanya penyakit cerebrovaskuler ( Stroke Iskemik, perdarahan otak, TIA)
 Adanya penyakit kardiovaskuler (CAD: angina, infark miokard), AF
Penilaian Risiko Kardiovaskuler

Klasifikasi Risiko Hipertensi Berdasarkan


Derajat Tekanan Darah, Faktor Risiko
Kardiovaskular, HMOD atau Komorbiditas
Indikasi Rujuk ke FKTL
(Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut)

• Kecurigaan hipertensi sekunder


• Pasien <40 tahun dengan hipertensi derajat 2 ke atas (setelah disingkirkan kemungkinan adanya
hipertensi sekunder)
• Pasien hipertensi mendadak dengan riwayat TD sebelumnya normal
• Pasien hipertensi resisten
• Pasien dengan penilaian HMOD lanjutan yang akan mempengaruhi pengobatan
• Kondisi klinis lain dimana dokter perujuk merasa evaluasi spesialistik diperlukan
Penatalaksanaan Hipertensi
(Intervensi Pola Hidup)

Menjaga Berat Badan Ideal


Perubahan Pola Makan Mencegah obesitas (IMT >25 kg/m2),
menargetkan BB ideal dengan LP <90 cm
Konsumsi makanan
(pria) atau <80 cm (wanita) Olahraga Teratur
Olahraga aerobik setidaknya
seimbang, dan membatasi
30 menit sehari selama 5-7
asupan daging merah dan
hari semingu
asam lemak jenuh

Pembatasan Konsumsi
Garam
Berhenti Merokok
Rekomendasi konsumsi
Edukasi pasien untuk
Natrium (Na) : Tidak lebih
berhenti merokok
dari 2 gram/hari
Penatalaksanaan
Hipertensi
(Inisiasi Obat)

Inisiasi terapi obat pada kelompok pasien ini


disarankan untuk dikonsultasikan kepada
spesialis dengan target tatalaksana disesuaikan
dengan panduan penyakit spesifik
Penatalaksanaan Hipertensi
(Target Pengobatan Hipertensi)

Pada Konsensus PERHI (Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia) Penatalaksanaan Hipertensi 2021,
disepakati target tekanan darah seperti tercantum pada diagram berikut ini:
Penatalaksanaan Hipertensi
(Obat Hipertensi Oral)

Lima golongan obat antihipertensi utama yang rutin direkomendasikan, yaitu ACE-
inhibitor, ARB, Beta Blocker, CCB, dan Diuretik
Penatalaksanaan
Hipertensi
(Kontraindikasi Obat Hipertensi Oral)
Penatalaksanaan Hipertensi
(Efek Samping Obat Hipertensi)
Penatalaksanaan Hipertensi
(Algoritma Terapi Obat Hipertensi)

Inisiasi pengobatan pada sebagian besar pasien dengan kombinasi dua obat

Kombinasi dua obat yang sering digunakan adalah RAS blocker (Renin-angiotensin system blocker), yakni ACEi
atau ARB, dengan CCB atau diuretik

Kombinasi beta bloker dengan diuretik ataupun obat golongan lain dianjurkan bila ada indikasi spesifik,
misalnya angina, pasca IMA, gagal jantung dan untuk kontrol denyut jantung.

Pertimbangkan monoterapi bagi pasien hipertensi derajat 1 dengan risiko rendah (TDS <150mmHg), pasien
dengan tekanan darah normal-tinggi dan berisiko sangat tinggi, pasien usia sangat lanjut (≥80 tahun) atau
ringkih.
Penatalaksanaan Hipertensi
(Algoritma Terapi Obat Hipertensi)

Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi atau ARB), CCB, dan diuretic jika TD
tidak terkontrol oleh kombinasi dua obat.

Penambahan spironolakton untuk pengobatan hipertensi resisten, kecuali ada kontraindikasi

Penambahan obat golongan lain pada kasus tertentu bila TD belum terkendali dengan kombinasi obat golongan
di atas.

Catatan : Kombinasi dua penghambat RAS tidak direkomendasikan.


COVID-19 dan HIPERTENSI

• Sistem RENIN-ANGIOTENSIN ALDOSTERON(RAS) khususnya protein angiotensin converting enzyme 2


(ACE2) sudah terbukti mempunyai peranan penting dalam masuknya virus corona termasuk virus SARS-COV-2 ke
dalam sel target khususnya paru.
• Angiotensin receptor blockers (ARBs) dan ACE inhibitors dapat mempengaruhi ekspresi ACE 2  pengaruh

kerentanan dan severitas infeksi orang dengan SARS-COV-2 dapat ditekan.


• Berikut adalah penanda progresi perburukan yang
berhubungan dengan komplikasi COVID-19
Tatalaksana Hipertensi Selama Pandemi COVID-
19
Pasien dengan hipertensi khususnya usia lanjut dan diadapatkan faktor-faktor risiko lainnya 
risiko gejala yang berat selama infkesi COVID-19

Pasien dengan diabetes mellitus  monitor ketat dalam mengantisipasi terjadinya injuri
miokard dan trombosis arteriovenous

Saturasi oksigen harus dipantau ketat. Jika saturasi oksigen <94%  pertimbangkan infeksi
COVID-19 masuk dalam kategori berat

Obat-obat antihipertensi golongan ACE-I atau ARB pada pasien dengan COVID-19 : lanjutkan
secara hati-hati. Pantau ada tidaknya hipotensi dan injuri renal
Tatalaksana Hipertensi Selama Pandemi COVID-
19

O Perlu perhatian terjadinya manifestasi stres.


O Pada pasien-pasien COVID-19 yang tidak dirawat  terapi
antihipertensi harus dilanjutkan untuk meminimalisir risiko.
O Pasien-pasien hipertensi dengan terapi ACE-I atau ARB tetap
melanjutkan pengobatannya. Penghambat RAS (RAS inhibitor)
sangat bermanfaat pada pasien COVID-19 dengan gagal jantung atau
penyakit ginjal  memberikan prognosis lebih baik.
O Pada pasien hipertensi lanjut usia dan mempunyai komorbiditas
dan faktor risiko lainnya  dapat diberikan calcium channel blocker.
O Kontrol gula darah sangat diperlukan untuk mengurangi risiko
infeksi terhadap SARS-CoV-19.
PENYAKIT GINJAL KRONIK : DIAGNOSIS
DAN PENATALAKSANAANNYA
32
DEFINISI PENYAKIT GINJAL KRONIK
KDIGO 2012

Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease

Kidney International Supplements (2013)


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

 Is a silent condition
 Is becoming incraeasingly common due to ageing and a rising
incidence of DM and hypertension
 Is a potent independent risk factor for CVD
Etiologi PGK = CKD
Gejala PGK

 BAK dgn volume dan frekuensi kurang dari normal


 Pembengkakan pada bagian tubuh yg tidak seharusnya, dan penambahan berat badan dari
edema
 Sangat lelah
 Penurunan nafsu makan
 Mual muntah
 Sangat mengantuk atau sulit tidur
 Sakit kepala
 Merasakan sensasi logam di mulut
 Gatal
CKD IS A POTENT RISK FOR CV DISEASE

 Individual with CKD have a 10-20-fold greater risk of cardiac


death
 Even early CKD constitutes a significant risk factor for CV events
and death
INVESTIGATION FOR CKD

 The diagnosis and staging are based on estimation of glomerular


filtration rate (eGFR) and assessment of albuminuria (or
proteinuria).
 Screening process for CKD:
 Calculated GFR
 Urinalysis
 ACR and/or PCR
Biljak VR. The role of laboratory testing in detection and classi cation of chronic kidney disease: national recommendations. Biochemia Medica
2017;27(1):153–76
Woodhouse S. The Glomerular Filtration Rate: An Important Test for Diagnosis, Staging, and Treatment of Chronic Kidney Disease. Labmedicine. 2006:37(4);244-
6.
COMPARISON OF THE ESTIMATION OF THE
FORMULAS TO THE GOLD STANDARD GFR

Michels WM et al. Performance of the Cockcroft-Gault, MDRD, and New CKD-EPI Formulas in Relation to GFR,
Age, and Body Size. Clin J Am Soc Nephrol. 2010 Jun; 5(6): 1003–1009.
39
STADIUM PGK - LFG
KDIGO 2012

Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease

Kidney International Supplements (2013)


Is Cystatin C a More Accurate Filtration Marker than
Creatinine?

 Some studies show that serum levels of cystatin C estimate GFR better than
serum creatinine alone.

 Recent studies have clearly demonstrated that cystatin C is a better predictor of


adverse events in the elderly, including mortality, heart failure, bone loss,
peripheral arterial disease, and cognitive impairment, than either serum
creatinine or estimated GFR.

Madero M, Sarnak MJ, Stevens LA. Serum cystatin C as a marker of glomerular ltration rate. Curr Opin Neph Hypertens. 2006;15(6):610-616.
Sarnak MJ, Katz R, Stehman-Breen CO, et al. Cystatin C concentration as a risk factor for heart failure in older adults. Ann Intern Med. 2005;142(7):497-505.
Shlipak MG, Sarnak MJ, Katz R, et al. Cystatin C and the risk of death and cardiovascular events among elderly persons. N Engl J Med. 2005;352(20):2049-2060.
How often should GFR be monitored in
CKD?

Arici M. Clinical assessment of a patient with chronic kidney disease. In: M. Arici (ed.), Management of Chronic Kidney Disease,
Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2014.
URINALYSIS AND ALBUMINURIA IN CKD

 Urinalysis and assessment of albuminuria are very informative.


 Tests for both screening and diagnosing CKD.
 Role of albuminuria tests:
 defining severity of kidney dysfunction
 estimating prognosis of CKD-related outcomes
 associated cardiovascular risk
 guides treatment

Arici M. Clinical assessment of a patient with chronic kidney disease. In: M. Arici (ed.), Management of Chronic Kidney Disease,
Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2014.
URINALYSIS

 A complete urinalysis should be carried out in the first examination of all CKD patients.

 Urinalysis provides important information on clues for underlying etiologies of chronic


kidney disease

 Needs a proper collection of a urine sample.

 First-void (early) morning urine is usually preferred.


URINALYSIS

Parameter Parameter Kimia Mikroskopik


Fisik
• Warna • pH • Sel
• Kekeruhan • Darah/Hb • Casts
• Bau • Glukosa • Kristal Fogazzi GB. Am J Kidney Dis
• Osmolalitas • Protein • Bakteria 2008;51:1052-67

• Berat Jenis • Keton • Jamur


• Leukosit • Parasit
esterase
• Nitrit
• Urobilinogen
THE TREATMENT IN CKD PATIENTS :

 Prevent or delay the progression of CKD : BP and glycemic control


 Reduce or prevent the development of complications
 Reduce the risk of CV disease
Floege J, Johnson RJ, Feehally J. Comprehensive Clinical Nephrology, 4 th Ed. Saunders Elseviers. 2010
Risk factors

Floege J, Johnson RJ, Feehally J. Comprehensive Clinical Nephrology, 4 th Ed. Saunders Elseviers. 2010
MANAGEMENT

Stage 1 and 2 (eGFR ≥ 60 ml/min)


 Goals :
Reduce progression of kidney disease
Reduce CV risk
Management MANAGEMENT

 Stage 1-2 CKD management (eGFR ≥ 60 ml/min)


Monitoring:
3-6 monthly clinical review
Clinical assessment : BP, weight, urine dipstick
Laboratory assessment: ureum, creatinine, electrolytes,
eGFR, fasting glucose, fasting lipids
Recommended dietary intake for chronic kidney and end-stage renal disease patients*

≥35 kcal/kg/day; if the body weight is greater than 120 percent of normal or the patient
is greater than 60 years of age a lower amount may be prescribed

Overview of the management of chronic kidney disease in adult. Uptodate, 2013


INDIKASI TERAPI PENGGANTI
GINJAL

 Umumnya jika eLFG <8 ml/menit/1,73 m2  Indikasi dialisis segera:


 Inisiasi dialisis dipercepat jika ada gejala/tanda  Gangguan neurologis: neuropati, ensefalopati
berikut:  Pleuritis atau perikarditis tanpa penyebab lain
 Overload cairan dan/atau hipertensi yang refrakter  Gangguan perdarahan/koagulasi
 Hiperkalemia refrakter
 Asidosis metabolik refrakter
 Hiperfosfatemia refrakter
 Anemia refrakter
 Penurunan kondisi fisik/fungsional umum
 Perburukan status nutrisi
Daugirdas. Handbook of dialysis. 5th ed. 2015
PILIHAN TERAPI PENGGANTI GINJAL

 Transplantasi ginjal, termasuk preemptive transplantation


 Dialisis: hemodialisis (HD), peritoneal dialysis (CAPD)
 Menunda dialisis: very low protein diet plus ketoanalogues, tatalaksana cairan ketat;
terutama untuk usia lanjut dengan kondisi yang masih baik (komorbid relatif sedikit)
 Terapi paliatif: terapi konservatif, terutama untuk pasien yang dengan komorbid yang
banyak dan berat

Daugirdas. Handbook of dialysis. 5th ed. 2015


Perbandingan: HD vs PD 53
Kelebihan HD Kekurangan HD
Sudah lebih tersosialisasi luas Kualitas hidup kurang, tidak bebas
Dilakukan di RS, lebih terkontrol Adaptasi perlu waktu lama
Tidak harus setiap hari Risiko infeksi dan trombosis
Akses pemberian Fe IV mudah Penurunan RRF lebih cepat
Pasien tidak perlu repot sendiri Hemodinamik kurang stabil, perlu
heparinisasi
Kelelahan di hari dialisis

Kelebihan PD
Penurunan RRF lebih lambat Kekurangan PD
Dapat hidup lebih normal Risiko malnutrisi
Survival di tahun awal lebih baik Tidak cocok untuk orang tertentu
Kebutuhan Epo/Fe IV berkurang Risiko peritonitis / infeksi exit-site
Pemberian antibiotik dan insulin Peluang masalah teknik masih tinggi
Cocok untuk anak dan lansia Pemberian Fe IV tidak bisa
Tidak perlu heparinisasi Butuh ketelatenan tinggi
Hemodinamik lebih stabil Risiko hiperglikemia dan obesitas
Floege J, Johnson RJ, Feehally J. Comprehensive Clinical Nephrology, 4 th Ed. Saunders Elseviers. 2010

Anda mungkin juga menyukai