Anda di halaman 1dari 14

IRON ORAL AND INTRAVENOUS TREATMENT IN CKD:

WHEN TO START AND HOW TO GIVE


Rayendra
KJF/KSM Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau/
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

PENDAHULUAN

Anemia defisiensi besi adalah komplikasi yang sangat umum pada pasien dengan
penyakit ginjal kronik, anemia terjadi pada sekitar 5% pasien dengan Penyakit
Ginjal Kronik (PGK) stadium 3, dan meningkat menjadi lebih dari 90% pada
pasien PGK stadium 5. Pasien PGK menderita defisiensi besi dapat absolut dan
fungsional. Defisiensi besi absolut didefinisikan berkurangnya atau tidak adanya
zat besi , sedangkan defisiensi besi fungsional simpanan zat besi yang memadai
tetapi ketersediaan zat besi tidak cukup untuk dimasukan kedalam prekusor
eritroid, hal ini disebabkan oleh peningkatan kadar hepcidin. Pada pasien PGK
defisiensi besi absolut Ketika saturasi transferrin (TSAT) ≤ 20% dan kosentrasi
ferritin serum ≤ 100mg/ml untuk pasien predialisis dan dialisis peritoneal, atau
≤200mg/ml untuk pasien yang menjalani hemodialisis. Kekurangan zat besi
fungsional ditandai nilai TSAT ≤ 20% dan peningkatan kadar ferritin.1

Anemia renal adalah anemia normositik normokrom yang disebabkan oleh


defisiensi eritropoietin pada pasien PGK. Anemia renal terjadi ketika laju filtrasi
glomerulus (GFR) turun di bawah 30 mL/menit, meskipun data National Health
and Nutrition Examination Survey (NHANES) III menunjukkan bahwa anemia
ringan dapat muncul pada GFR 60 mL/menit. 2 Anemia pada PGK terkait dengan
keadaan yang merugikan, termasuk kematian dan juga memiliki efek buruk pada
kapasitas fisik dan kualitas hidup pasien. Anemia pada PGK juga dapat
mengakibatkan gangguan pada sitem kardiovaskuler, pada PGK anemia
menyebabkan iskemik, vasodilatasi perifer, RAAS aktif, GFR menurun terjadi
retensi air dan natrium, beban jantung meningkat, dilatasi ventrikel, terjadi Left

1
Ventrikel Hipertrofi dan gagal jantung, selain itu dapat juga menyebabkan
kejadian stroke.3

ANEMIA PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK

Anemia merupakan istilah yang menunjukkan rendahnya sel darah merah dan
kadar hematokrit di bawah nilai normal. Menurut World Health Organization
(WHO), anemia merupakan keadaan dimana jumlah sel darah merah tidak
mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh, dimana konsekuensinya adalah penurunan
kapasitas angkut oksigen.1 Klasifikasi anemia menurut WHO yaitu pada laki – laki
dewasa hemoglobin< 13 g/dL, dan wanita dewasa Hemoglobin < 12 g/dL.
Anemia berdsarkan National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative (NKF-KDOQI) anemia PGK kadar Hb laki-laki < 13.5gr/dl dan
bila Hb perempuan < 12/g/dl sedangkan berdasar kan Perhimpunan Nefrologi
Indonesia (PERNEFRI) anemia PGK kadar Hb laki-laki < 14g/dl dan perempuan
<12 g/dl, Pada PGK tahap 3-5 defisiensi eritropoietin merupakan penyebab utama
terjadi anemia penyebab lain seperti defisiensi zat besi, perlu dipertimbangkan.
penyebab lain anemia diluar defisiensi EPO, bila beratnya anemia tidak sesuai
dengan derajat penurunan faal ginjal, terdapat bukti adanya anemia def besi, dan
didapatkan leukopenia dan trombositopenia.1,2

PATOGENESIS ANEMIA PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK

Eritropoietin menstimulasi produksi sel darah merah dengan mengikat reseptor


ESA homodimer, dimana umumnya terletak pada sel progenitor eritroid awal,
burst-forming units erythroid (BFU-e), dan colony-forming units erythroid (CFU-
e) Penghambatan produksi sel darah merah dengan inhibitor uremik eritropoiesis
berkontribusi dalam patogenesis anemia renal, meskipun belum teridentifikasi
dengan baik. Dialisis dapat memperbaiki anemia renal dan efektivitas ESA.
Mekanisme eritropoiesis pada penyakit ginjal kronik dapat dilihat pada gambar 1.

2
Gambar 1. Mekanisme eritropoiesis pada penyakit ginjal kronik
Dikutip (7)

Penyebab anemia pada PGK multifaktorial. Gangguan produksi Epo diperkirakan


sebagai penyebab utama patogenesis anemia pada PGK sehingga pemberian terapi
ESA diharapkan mampu mengatasi anemia. Namun 10-20% pasien berespon
buruk terhadap ESA sehingga diperkirakan selain defisiensi eritropoietin juga
terjadi gangguan hemostasis besi pada penderita PGK. Pemendekan lama hidup
eritrosit dan gangguan eritropoiesis oleh toksin uremik juga berkontribusi
terhadap anemia pada PGK.7

PATOGENESIS ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI PADA PENYAKIT


GINJAL KRONIK

Zat besi adalah zat penting pada tubuh, berfungsi mengangkut oksigen ke jaringan
dan berfungsi sebagai kofaktor di sejumlah sistem enzim. Zat besi memiliki
kemampuan unik bertindak sebagai donor elektron dan sebagai akseptor
elektron , besi memainkan peranan penting dalam respirasi seluler serta
transportasi oksigen dan penyimpanan. Namun, karena kemampuanya untuk
menerima dan mentransfer elektron, zat besi dapat menyebabkan stres oksidatif
berat dan kerusakan jaringan. Karena zat besi memiliki peranan penting baik
dalam metabolisme energi dan potensi kerusakan dalam absorpsi, transfer dan
metabolismenya diatur dengan ketat. Pengaturan zat besi dilakukan terutama

3
dengan menyesuaikan absorbsi , karena kemampuan tubuh untuk mengeluarkan
zat besi dapat diabaikan.5

Besi dalam tubuh selalu berikatan dengan protein tertentu tidak dalam bentuk free
iron. Didalam tubuh besi bisa berupa senyawa besi fungsional seperti hemoglobin,
mioglobin dan enzim; dalam bentuk besi cadangan seperti ferritin dan
hemosiderin; besi transport di sirkulasi seperti transferrin. Siklus besi didalam
tubuh merupakan lingkaran tertutup, diatur oleh banyaknya absorbsi besi di usus
karena kehilangan besi fisiologis sifatnya tetap. Dalam keadaan ideal, absorbsi
usus dan ekskresi besi jumlahnya sama yaitu 1-2 mg/hari. Dari 1-2mg besi
perhari yang diabsorbsi sebanyak 20-25 mg/hari yang mengalami daur ulang.
Dengan demikian daur ulang besi ini membantu konservasi besi untuk
eritropoeisis dengan cara mengurangi ketergantungan pada absorbsi besi.
Perbandingan Siklus besi sistemik keadaan normal dengan pasien PGK
homeostatis zat besi dapat dilihat pada gambar 2.1,6,7

(a) (b)

Gambar 2. Homoeostatis besi sistemik normal (a) dan (b) pada pasien PGK
Dikutip (6)

Zat besi juga didaur ulang didalam tubuh karena sel darah merah yang tua
difagositosis untuk hematopoesis jika diperlukan atau disimpan untuk pengunaan
lebih lanjut. Regulasi metabolism zat besi dimediasi terutama oleh hepcidine,
suatu hormone peptide kecil yang disintesis dan disekrisikan oleh hati. Hepcidine
mencegah transportasi besi dengan mengikat ferroportin suatu transporter besi
4
yang terletak dimembran basal eritrosit, sel retikuloendotelial, dan hepatosit.
Ikatan hepcidine menyebabkan zat besi tidak diserap atau di daur ulang dari sel
retikuloendotelial dan kadar zat besi yang beredar berkurang. Kadar hepcidine
dikendalikan oleh beberapa rangsangan termasuk simpanan zat besi, hipoksia,
peradangan, dan eritropoiesis.8

Hepcidine disaring dan degradasi oleh ginjal, pada PGK kadar hepcidine
meningkat. Mekanisme ini dapat dilihat pada gambar 3. Selain itu penyebab
anemia renal adalah defisiensi zat besi, baik yang berhubungan ataupun tidak
berhubungan dengan kehilangan darah dari pengujian laboratorium berulang,
tusukan jarum, atau retensi darah di dialyzer dan tubing di akhir setiap perawatan
dialysis, yang diperkirakan 1 hingga 3 g besi hilang setiap tahun karena tindakan-
tindakan tersebut, serapan zat besi oleh sel mukosa usus dan retensi zat besi juga
dapat terganggu pada pasien dialisis.8,9

Gambar 3. Mekanisme Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik


Dikutip (9)

DIAGNOSIS ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA PENYAKIT GINJAL


KRONIK

Pada penyakit ginjal kronis, keadaan anemia yang terjadi tidak sepenuhnya
berkaitan dengan penyakit ginjalnya. Anemia pada penyakit ginjal kronik dapat
5
dijadikan diagnosis setelah mengeksklusikan adanya defisiensi besi dan kelainan
eritrosit lainnya. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤ 10%
atau hematokrit ≤ 30%. Beberapa poin harus diperiksa dahulu sebelum dilakukan
pemberian terapi, seperti pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan darah tepi,
hitung retikulosit, pemeriksaan besi (serum iron, total iron binding capacity,
saturasi transferin, serum feritin), pemeriksaan darah samar pada feses,
pemeriksaan kadar vitamin B12, pemeriksaan hormon paratiroid.10

PGK berhubungan dengan anemia defisiensi besi absolut atau fungsional.


Defisisensi besi fungsional berhubungan dengan pemberian perangsang
eritropoiesis (eritrhropoetic stimulating agent/ESA) yang bekerja secara cepat
meningkatkan eritropoiesis. Pada keadaan ini, total simpanan zat besi tubuh
cukup, namun, pelepasan zat besi ke dalam sirkulasi tidak cukup cepat untuk
mendukung peningkatan laju eritropoetik yang distimulasi oleh ESA. Disamping
itu pada PGK, anemia sering bersamaan dengan penyakit kronisnya yang
berhubungan dengan kadar inflamasi dan dimediasi sebagian oleh hepsidin yang
meningkat pada PGK.

Untuk mengidentifikasi defisiensi besi dianjurkan untuk periksa: besi serum, total
kapasitas pengikat besi (total iron binding capacity/TIBC), ferritin dan saturasi
transferrin (TSAT=FE/TIBCX100). Dikatakan defisiensi besi absolut pada PGK
jika TSAT ≤20% dan konsentrasi serum ferritin ≤100 ng/ml pada pasien pre
dialysis dan peritoneal dialysis atau ≤200 ng/ml pada pasien yang menjalani
hemodialisis. Defisiensi besi fungsional baik yang diinduksi ESA dan anemia
penyakit kronis ditandai dengan TSAT <20% dan peningkatan serum ferritin (bisa
setinggi 800 ng/ml).

Menurut pedoman KDIGO, pemeriksaan rutin untuk anemia tidak


direkomendasikan. Konsentrasi Hb harus diukur jika secara klinis diduga anemia,
atau setidaknya setiap tahun pada PGK tahap 3, dua kali pertahun pada PGK tahap
4-5 non dialysis atau setiap tiga bulan pada PGK 5D (dialysis). Pada PGK dengan
anemia yang tidak diobati dengan ESA disarankan untuk mengukur Hb hanya

6
ketika ditunjukkan secara klinis, setidaknya setiap tiga bulan pada PGK tahap 3-5
non dialysis dan PGK tahap 5 peritoneal dialysis, dan setiap bulan untuk PGK
tahap 5 pada dialysis.1

PENGOBATAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA PGK ND

National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (NKF-


KDOQI) dan European Renal Best Practice (ERBP) merekomendasikan suplemen
zat besi pada PGK dengan anemia dan kekurangan zat besi baik absolut maupun
fungsional. Sementara cut-off kadar ferritin dan TSAT untuk inisiasi pengganti
besi bervariasi diantar pedoman-pedoman tersebut, ada kesepakatan umum
tentang suplementasi zat besi oral untuk PGK ND (PGK tahap 3-5). Menurut
pedoman KDIGO, untuk orang dewasa dengan PGK dan anemia yang tidak
menggunakan terapi besi atau ESA, disarankan untuk pemberian zat besi iv atau
pada PGK ND sebagai alternatif 1 sampai 3 bulan percobaan dengan terapi besi
oral. Ini disarankan jika diinginkan peningkatan kosentrasi Hb tanpa memulai
terapi ESA berdasarkan gejala dan tujuan klinis keseluruhan, termasuk
penghindaran transfusi, perbaikan gejala terkait anemia, dan setelah pengecualian
infeksi aktif dan TSAT ≤30% dan ferritin ≤500ng/dl.12
Untuk PGK mendapat ESA yang tidak menerima suplementasi zat besi,
direkomendasikan percobaan zat besi iv atau pada PGK ND sebagai alternatif 1
sampai 3 bulan percobaan dengan terapi besi oral, jika terdapat peningkatan Hb
dan dosis ESA diturunkan dengan nilai TSAT≤30% dan ferritin ≤500ng/dl.
Rekomendasi dari ERBP untuk populasi Eropa orang dewasa dengan PGK dan
anemia yang tidak memakai zat besi atau terapi ESA menyarankan menerima
terapi zat besi. Zat besi harus berupa oral sebagai lini pertama, jika ditoleransi
pada PGK ND , terutama PGK tahap 3-5 atau PD, jika tidak toleransi diganti
langsung dalam iv. 13

Ini disarankan jika ada defisiensi besi absolut TSAT ≤20% dan serum ferritin
<100ng/ml atau jika diinginkan peningkatan kosentrasi Hb tanpa memulai
pengobatan ESA dan TSAT < 25% dan ferritin <200 ng/ml pada PGK ND dan
ferritin <300ng/ml pada PGK dengan dialisis. Batas TSAT 30% dan ferritin

7
500ng/ml tidak boleh dilewatkan. Pedoman National Institute for Health and Care
Excellence (NICE) menyarankan penggunaan zat besi oral untuk individu yang
tidak menggunakan ESA dan menawarkan pemberian zat besi iv untuk mereka
yang tidak mentolerir terapi oral atau tidak mencapai target dalam 3 bulan. Bagi
mereka yang menerima ESA lebih dianjurkan pemberian besi secara iv.
Pengobatan anemia defisiensi besi pada PGK pedoman PERNEFRI pada pasien
PGK ND dan PGK PD dengan anemia defisiensi besi diberikan terapi oral. Jika
setelah tiga bulan ST tidak dapat dipertahankan ≥20% dan ferritin ≥100ng/ml,
maka dianjurkan pemberian terapi besi parentral, sediaan besi oral disarankan
yaitu ferrous gluconate, ferrous sulphate, ferrous fumarate, iron polysaccharide.14

PENGOBATAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA PGK 5D

Pasien PGK yang menjalani dialisis sangat rentan terhadap anemia defisiensi besi,
karena darah disimpan dalam mesin dan tabung dialisis (sampai 2 g zat besi per
tahun). Pedoman pemberian zat besi sangat jelas untuk PGK-5D, yang
menyatakan bahwa pasien dengan PGK-5D dengan anemia harus diobati dengan
besi iv, rekomendasi ini diadopsi oleh KDO-QI, NICE, dan EBRP dan didasarkan
pada beberapa penelitian RCT dan meta analisis yang melibatkan pasien
hemodialisis di mana peningkatan yang lebih besar dalam Hb dicapai dengan zat
besi iv dibandingkan dengan zat besi oral, terlepas dari pengobatan ESA.
Sedangkan menurut PERNEFRI pasien PGK-5D terapi besi iv dianjurkan yaitu
dengan iron sucrose dan iron dextran.15

Tata cara pemberian terapi besi fase koreksi dengan tujuan untuk koreksi anemia
defisiensi besi absolut sampai status besi cukup yaitu ST ≥ 20% dan FS mencapai
≥200 ng/ml dosis uji coba dilakukan sebelum mulai terapi besi intravena untuk
mengetahui adanya hipersensitivitas terhadap besi dengan cara iron sucrose atau
iron dextran 25 mg dilarutkan dalam 25 ml Nacl 0.9% drip IV selama 15 menit,
amati tanda-tanda hipersensitivitas, dosis terapi besi fase koreksi 100 mg 2x
perminggu, saat Hd dengan perkiraan keperluan dosis total 1000 mg
(10xpemberian). Bila dapat ditoleransi iron sucrose dan iron dextran 100 mg
diencerkan 100 ml Nacl 0.9% drip IV 15-30 menit. Cara lain dapat disuntikan iv
8
atau melalui venous blood line tanpa di encerkan secara pelan-pelan paling cepat
dalam waktu 15 menit. Evaluasi status besi dilakukan 1 minggu pasca terapi
besi.16

Macdougall dkk melakukan RCT prospektif pasien dalam kelompok dosis tinggi
menerima dua kali jumlah zat besi dibandingkan kelompok dosis rendah selama
tahun pertama percobaan dan 83,5% lebih banyak zat besi per bulan selama masa
percobaan. Hasilnya menunjukkan bahwa zat besi dosis tinggi yang diberikan
dibandingkan dosis rendah iv. tidak terkait dengan risiko kematian, kejadian
kardiovaskular yang merugikan, atau infeksi. Selain itu, zat besi dosis tinggi
memungkinkan penurunan dosis ESA, jumlah transfusi darah, dan rawat inap
untuk gagal jantung. Rekomendasi terapi anemia defiensi besi pada PGK dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rekomendasi pemberian terapi zat besi pada PGK5

Besi oral biasanya cukup pada pasien dengan PGK yang belum menjalani dialisis
atau pasien peritoneal yang tidak mengalami kehilangan darah terus menerus yang

9
khas pada pasien hemodialisis. Garam besi oral seperti ferrous sulfate, gluconate
dan fumarate harus diberikan satu jam sebelum atau 2 jam setelah makan untuk
penyerapan maksimal. Garam besi besi oral harus dioksidasi menjadi bentuk besi
oleh asam lambung untuk memungkinkan penyerapan oleh usus kecil. Langkah
ini dapat terganggu oleh makanan, antasida, penghambat histamin 2 atau
penghambat pompa proton. Terbukti bahwa dosis efektif minimal adalah 200 mg
zat besi setiap hari. Tiap tablet ferrous sulfate 350 mg mengandung 65 mg zat
besi; oleh karena itu, tiga tablet harus diberikan setiap hari. Sebagai akibat dari
peradangan atau gangguan mobilisasi zat besi dari penyimpanan, serum feritin
sering meningkat pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Hal ini semakin
mengurangi ketersediaan hayati zat besi oral menjadi hanya 1-2%, sehingga
pasien yang paling patuh pun mungkin tidak dapat mengisi cadangan zat besi
mereka dengan zat besi oral.16
Pasien PGK dengan defisiensi besi ringan sampai sedang, uji coba oral besi
selama tiga bulan direkomendasikan untuk menilai efektivitas rute pemberian
tersebut. Pasien dengan defisiensi besi berat dan semua pasien hemodialisis
dengan defisiensi besi, suplemen zat besi intravena direkomendasikan. Empat
sediaan zat besi intravena yang saat ini tersedia di AS: dekstran besi, sukrosa besi,
glukonat besi, dan ferumoksitol, yang paling murah dan yang disetujui oleh FDA
untuk diberikan dalam dosis sebesar 1000 mg adalah dekstran besi. 15
Food and Drug Administration merekomendasikan pasien menjalani tes dosis 25
mg saat pertama kali obat diberikan. Pasien yang tidak mengalami reaksi alergi
terhadap dosis ini maka dosis terapi aman diberikan. Penggunaan satu dosis
dekstran besi 500-1000 mg bermanfaat bagi pasien non- hemodialisis yang perlu
melakukan perjalanan jauh untuk menerima pengobatan mereka. Sukrosa besi dan
besi glukonat , Kedua sediaan ini disetujui FDA untuk diberikan dalam dosis
hingga 250-300 mg, yang berarti pasien non- hemodialisis akan membutuhkan
lebih banyak perjalanan ke klinik atau rumah sakit untuk infus dan lebih banyak
penempatan kateter intravena untuk menerima dosis pengisian total 1000 mg.19
Sediaan ini memiliki beberapa efek samping ringan seperti mual, muntah, dan
hipotensi. Pemberian secara infus tetesan lambat dari obat- obatan ini

10
menyebabkan penurunan risiko efek samping yang merugikan. Ferumoxytol, yang
telah disetujui oleh FDA pada bulan Juni 2009, adalah nanopartikel dekstran besi
yang dapat diberikan dalam injeksi cepat hingga 510 mg selama 17 detik.
Penelitian fase 3 pada pasien non-dialisis dengan PGK dan anemia defisiensi besi,
terbukti tidak memiliki efek samping lebih dari zat besi oral dan lebih efektif
dalam meningkatkan kadar Hb daripada ESA dengan zat besi oral. Kekhawatiran
tentang potensi toksisitas besi intravena termasuk kerusakan seluler dan pembuluh
darah akibat stres oksidatif dan gangguan fungsi sel darah putih tetap dipikirkan
berdasarkan studi in vitro. Pasien dengan PGK yang menerima sukrosa besi
intravena, terdapat bukti peningkatan ekskresi urin dari penanda albuminuria,
penelitian ini belum terbukti signifikan secara klinis dalam penelitian lain. Tidak
ada peningkatan rawat inap atau kematian terlihat dalam studi observasi di pasien
hemodialisis yang menerima rata-rata kurang dari 400 mg zat besi intravena per
bulan.18

Besi intravena tidak terbukti menjadi faktor risiko bakteremia pada pasien
hemodialisis dalam analisis multivariat. Biopsi hati serial dilakukan pada pasien
dengan hemochromatosis dan tidak menunjukkan cedera organ yang signifikan
ketika kadar feritin serum kurang dari 2000 ng / mL. Pedoman anemia KDIGO
merekomendasikan untuk menimbang respons ESA, konsentrasi hemoglobin,
tingkat TSAT, dan status klinis pasien saat mempertimbangkan untuk
memberikan zat besi kepada pasien dengan feritin lebih dari 500 ng / mL.17,18

KESIMPULAN

11
1. Anemia Defisiensi besi perlu dievaluasi dalam pengobatan anemia pada PGK
2. Defisiensi besi absolut didefinisikan berkurangnya atau tidak adanya zat besi ,
sedangkan defisiensi besi fungsional simpanan zat besi yang memadai tetapi
ketersediaan zat besi tidak cukup untuk dimasukan kedalam prekusor eritroid.
3. Berbagai pedoman menyarankan pemberian besi IV pada pasien PGK HD
dan pada pasien PGK ND pemberian besi oral selama 1-3 bulan. bila tidak
mencapai target, disarankan pemberian besi secara IV.

DAFTAR PUSTAKA

12
1. Abboud M, Adler S, Agarwal J, Andreoli S, Cattran D, Coppo R, et al.
National Kidney Foundation. KDIGO. Clinical Practice Guidelines and
Clinical Practice Recommendations for Anemia in Chronic Kidney Disease.
Am J Kidney Dis. 2012;47:11−145.
2. Suhardjono, Lubis H, Lydia A, Bakri S, Widiana I, Effendi I, et al.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). Konsensus Manajemen
Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta. PERNEFRI; 2011:p.1-41.
3. Mccolough p. Anemia of cardiorenal syndrome. Kidney Int
Suppl.2021;01:35-45.
4. Saul N. Anemia in chronic kidney disease: causes, diagnosis, treatment.
Cleveland Clin J Med. 2006;73:289−97.
5. Partoules J, Martin L, Broseta J, Cases A. Anemia in Chronic Kidney
Disease: From Pathophysiology and Current Treatments, to Future Agents.
Sec Neprhology.2021;01:1-14.
6. Wish J, Aronof G, Bacon B, Brugnara C, Eckardf A, Perahia A,et al. Postive
Iron Balance in Chronic Kidney Diseases: How Much is Too Much and How
to Tell?.Am J Nephrol.2018;47:72-83.
7. Babit J, Lin H. Mechanisms of Anemia in CKD. JASN.2012;23:1631-4.
8. Sundhir N, Joshi S, Adya C M, Sharma R, Garg H. Profile of anemia in
chronic kidney disease patients at a rural tertiary care centre : a prospective
observational study. IJCMR. 2018;5:30−33
9. Christina E. Lankhorst , Jay B. Wish. Anemia in renal disease: diagnosis and
management. Blood. 2010 ; 39−47.
10. Radtke HW, Frei U, Erbes PM. Improving anemia by hemodialysis: effect on
serum erythropoietin. Kidney Int. 2010 ; 17:382−7.
11. Gotloib L, Silverberg DS, Fudin R. Iron deficiency is a common cause of
anemia in chronic kidney disease and can often be corrected with intravenous
iron. J Nephrol. 2006 ;19:161−7.
12. Christina E. Lankhorst , Jay B. Wish. Anemia in renal disease: diagnosis and
management. Blood. 2010 ; 39−47.
13. Ratcllife L, Wayne T, Glen J, Smita P, Ben A, David W, et al. Diagnosis and
Management of Iron Deficiency in CKD: A Summary of the NICE Guideline
Re commendations and Their Rationale. AJKD.2015;11:1-11.
14. Locatelli F, Covic A, Eckardt A, Wiecek A. Anaemia management in patients
with chronic kidney disease: a position statement by the Anaemia Working
Group of European Renal Best Practice (ERBP).ERBP. 2009:24:348-54.
15. Jadoul M, Vanrenterghem Y, Foret M, Walker R, Gray SJ. Darbepoetin alfa
administered once monthly maintains haemoglobin levels in stable dialysis
patients. Nephrol Dial Transplant. 2004;19(4):898–903.
16. Nemeth E, Tuttle MS, Powelson J. Hepcidin regulates cellular iron efflux by
binding to ferroportin and inducing internalization. Science.
2004;306:2090−93.
17. Panjeta M, Tahirovic, Sofic E, Coric J, Dervisevic A. Interpretation of
erythropoietin and haemoglobin levels in patients with various stges of
chronic kidney disease. J Med Biochem.2017;36:145−152.

13
18. Batchelor E, Kapitsinou P, Pergola P, Kovesdy C, Jalal D. Iron Deficiency in
Chronic Kidney Disease: Updates on Pathophysiology, Diagnosis, and
Treatment. JASN.2020;31:456-68.

14

Anda mungkin juga menyukai