Anda di halaman 1dari 3

PERINTIS KEBANGKITAN NASIONAL DALAM PERJUANGAN

KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA

1. Wahidin Sudirohusodo
Wahidin Sudirohusodo adalah seorang tokoh pencetus ide lahirnya
Budi Utomo 1908. Beliau lahir pada tanggal 7 Januari 1852 di
Mlati, Sleman, Yogyakarta dan wafat pada tanggal 26 Mei 1917 dan
dimakamkan di Mlati, Sleman, Yogyakarta. Semasa hidupnya,
tahun 1895 bersama rekan-rekannya mendirikan Surat Kabar dua
bahasa (Jawa dan Melayu) Retno Dumilah di Yogyakarta. Pada
tahun 1906 sampai sdengna 1907 giat melaksanakan perjalanan
mengumpulkan Studiefonds (Dana Pendidikan) bagi penduduk
pribumi. Setelah bertemu dengan Sutomo berpadulah
gagasan mereka yang teraktualisasi dengan berdirinya organisasi
Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini akhirnya
menjadi pioner terhadap bangkitnya kesadaran nasional sehingga
setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari kebangkitan nasional
hingga sekarang.Wahidin Sudirohusodo beristri seorang wanita Betawi yang bernama Anna.
Dari perkawinannya lahirlah dua orang anak. Salah satunya bernama Abdullah Subroto yang
kemudian menurunkan Sujono Abdullah dan Basuki Abdullah (keduanya pelukis).

Sebagai akibat politik etis yang didalamnya terkandung usaha memajukan pengajaran maka
pada dekade pertama abad XX bagi anak-anak Indonesia masih mengalami hambatan
kekurangan dana belajar. Keadaan yang demikian menimbulkan keprihatinan dr. Wahidin
Sudirohusodo untuk dapat menghimpun dana itu maka pada tahun 1906-1907 melakukan
propraganda keliling Jawa. Perjalanan keliling Jawa ini dilakukan dalam rangka
menganjurkan perlunya perluasan pengajaran sebagai salah satu langkah untuk memajukan
kehidupan rakyat. Anjurannya itu dapat terealisasi tidak hanya bergantung kepada
pemerintah Hindia Belanda, tetapi juga dapat terealisasinjika bangsa Indonesia juga mau
berusaha sendiri dengan cara membentuk studiefonds atau dana pelajar yang hasilnya akan
digunakan untuk membantu para pelajar yang pandai tetapi kurang mampu untuk dalam hal
biaya. Dalam tperjalanan kelilingnya itu akhirnya pada tahun 1907 sampai di Jakarta dan
bertemu dengan para pelajar Stovia (Sekolah Dokter Pribumi). Disitulah Wahidin bertemu
dengan pemuda Sutomo dan berbincang-bincang tentang nasib rakyat yang masih kurang
mendapat perhatian di bidang pendidikan. Sejak itu rupanya tumbuh pemikiran dalam diri
Sutomo untuk melanjutkan cita-cita Wahidin Sudirohusodo. Dari sinilah muncul gagasan
untuk mendirikan suatu organisasi.

Dr Wahidin Sudirohusodo adalah salah satu pelopor pergerakan nasional, pendiri


organisasi Boedi Utomo dan tokoh yang memberi inspirasi terhadap perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Gagasan penting yang mewarnai perjuangan pergerakan nasional
adalah memprakarsai organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan dan meninggikan
martabat bangsa. Diantara itu, dia juga mengemukakan gagasan tentang strategi perjuangan
kemerdekaan yaitu dengan mencerdaskan kehidupan masyarakat melalui pendidikan,
mengabdikan pengetahuannya sebagai dokter yang memberikan layanan kesehatan secara
gratis kepada masyarakat dan memperluas pendidikan dan pengajaran dan memupuk
kesadaran kebangsaan.
2. Dr. Sutomo
Dokter Sutomo yang semula bernama Subroto kemudian berganti
nama menjadi Sutomo lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, pada
tangggal 30 Juli 1888. Pada waktu belajar di Stovia (Sekolah
Dokter) ia sering bertukar pikiran dengan pelajar-pelajar
laintentang penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda. Terkesan
oleh saran dr. Wahidin untuk memajukan pendidikan sebagai jalan
untuk membebaskan bangsa dari penjajahan, pada tanggal 20 Mei
1908 para pelajar STOVIA mendirikan Budi Utomo, organisasi
modern pertama yang lahir di Indonesia. Sutomo diangkat menjadi
ketuanya. Tujuan organisasi itu ialah memajukan pengajaran dan
kebudayaan.

Setelah lulus dari Stovia tahun 1911, Sutomo bertugas sebagai


dokter, mula-mula di Semarang, sesudah itu ia dipindahkan ke
Tuban. Dari Tuban dipindahkan ke Lubuk Pakam (Sumatera Timur) dan akhirnya ke Malang.
Waktu bertugas di Malang, ia membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan. Sering
berpindah tempat itu ternyata membawa manfaat. Ia semakin banyak mengetahui
kesengsaraan rakyat dan secara langsung dapat membantu mereka. Sebagai dokter, Sutomo
tidak menetapkan tarif. Adakalanya si pasien dibebaskan dari pembayaran.

Kesempatan memperdalam pengetahuan di negeri Belanda diperoleh dr. Sutomo pada tahun
1919. Setibanya kembali di tanah air, ia melihat kelemahan yang ada pada Budi Utomo.
Waktu itu sudah banyak berdiri partai politik. Karena itu, diusahakannya agar Budi Utomo
bergerak dibidang politik dan keanggotaannya terbuka buat seluruh rakyat.

Pada tahun 1924 Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club (ISC) yang merupakan wadah
bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil mendirikan sekolah tenun, bank kredit, koperasi,
dan sebagainya. Pada tahun 1931 ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia
(PBI). Di bawah pimpinan Sutomo PBI cepat berkembang. Sementara itu, tekanan-tekanan
dari pemerintah Belanda terhadap pergerakan nasional semakin keras. Karena itu, pada bulan
Desember 1935 Budi Utomo dan PBI digabungkan menjadi satu dengan nama Partai
Indonesia Raya (Parindra). Sutomo diangkat menjadi ketua. Parindra berjuang untuk
mencapai Indonesia merdeka.

Selain bergerak di bidang politik dan kedokteran, dr. Sutomo giat pula di bidang
kewartawanan dan memimpin beberapa buah surat kabar. Ia meninggal dunia di Surabaya
pada tanggal 30 Mei 1938 dan dimakamkan disana. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 657 Tahun 1961, tanggal 27 Desember 1961, ia diangkat menjadi
Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

3. Dr. Cipto Mangunkusumo


Cipto Mangunkusumo dilahirkan di Desa Pecagakan, Jepara. Ia adalah putera tertua dan
Mangunkusumo, seorang priyayi rendahan dalam struktur masyarakat Jawa yang bekerja
sebagai guru. Meskipun demikian, Mangunkusumo berhasil menyekolahkan anak-anaknya
pada jenjang yang tinggi. Ketika menempuh pendidikan di STOVIA, Cipto dinilai sebagai
pribadi yang jujur, berpikiran tajam, dan rajin. Para guru menjuluki Cipto sebagai “een
begaald leerling” atau murid yang berbakat. Cipto juga dengan tegas memperlihatkan
sikapnya. Ia membuat tulisan-tulisan pedas mengkritik Belanda di harian De locomotive dan
Pada tahun 1927, Belanda Menganggap Cipto Mangunkusumo terlibat dalam upaya sabotase sehingga
membuangnya ke Banda Neira. Dalam pembuangan, penyakit asmanya kambuh. Ketika Cipto
Mangunkusumo diminta untuk menandatangani suatu perjanjian bahwa dia dapat pulang ke Jawa
untuk berobat dengan melepaskan hak politiknya, Cipto secara tegas mengatakan bahwa lebih baik mati
di Banda. Cipto kemudian dipindahkan ke Makasar, lalu ke Sukabumi pada tahun 1940. Udara
Sukabumi yang dingin Ternyata tidak baik bagi kesehatan beliau sehingga dipindahkan lagi ke Jakarta
hingga Dokter Cipto Mangunkusumo wafat pada 8 Maret 1943.

Anda mungkin juga menyukai