Seperti diketahui anggota-anggota Budi Utomo adalah dari kalangan budaya priyayi.
Diantara lapisan-lapisan masyarakat yang ada, lapisan priyayilah yang banyak mengalami
perubahan dan kegoncangan. Baik karena kedekatan mereka dengan penguasa kolonial, karena
pergaualan yang sering dengan orang-orang barat, maupun karena golongan priyayi dianggap
sebagai “harapan” bagi terwujudnya cita-cita unifikasi, asosiasi, inheems zelfbestuur, dan
langgengnya colonial di Hindia. Banyak pula orang-orang Belanda yang mengusahakan
pendidikan barat dan menjadi mentor bagi anak-anak priyayi, seperti misalnya Snouck
Hurgronje yang memasukkan Achmad Djajadiningrat kesekolah menengah di Batavia, kemudiah
Hoessein Djajadiningrat yang sampai berhasil studinya di Universitas Leiden. Nama-nama lain
misalnya Enggelenberg, Hardeman, Van Lith, dan J.H. Abendanon yang berkat korespondensi
dengan Kartini sempat menggoncangkan pemikiran tentang Timur da Barat di lingkungan
tembok-tembok Kabupaten Jepara.
Pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta para pelajar-pelajar STOVIA mendirikan
organisasi yang diberi nama Budi Utomo, dan Sutomo ditunjuk sebagai ketua. Dari bulan Mei
sampai awal Oktober 1908 Budi Utomo merupakan organisasi pelajar dengan para pelajar
STOVIA sebagai intinya. Tujuannya samar-samar yaitu: “kemajuan bagi Hindia”, dimana
jangkauan geraknya terbatas pada penduduk pulau Jawa dan Pulau Madura dan baru kemudian
meluas untuk penduduk Hindia Belanda seluruhnya tanpa memperhatikan perbedaan
keturunan, jenis kelamin dan agama. Sampai menjelang kongres pertama terdapat 8 cabang
Budi Utomo yaitu di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogya I dan Yogya II, Magelang, Surabaya dan
Probolinggo.
Budi Utomo merupakan wadah dari unsure-unsur radikal dan bercorak politik, seperti
pada diri dr. Tjipto Mangunkusumo, dan unsur yang kurang memperhatikan keduniawian yang
cenderung bersifat filsafat, seperti pada diri dr. Radjiman Widyodiningrat. Ketuanya
Tirtokusumo, sebagai seorang bupati lebih banyak memperhatikan reaksi dari pemerintah
colonial dari pada reaksi penduduk pribumi.
Setelah perdebatan yang panjang tentang corak Budi Utomo, pengurus besar
memutuskan untuk mebatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura dan
tidak akan melibatkan diri dalam kegiatan politik. Karena kebanyakan pendukungnya adalah
golongan priyayi rendahan, dapat dipahami mengapa Budi Utomo perlu meluaskan pendidikan
barat. Pengetahuan bahasa Belanda mendapat prioritas pertama karena tanpa bahasa itu
seseorang tidak dapat mengharapkan kedudukan yang layak dalam jenjang kepegawaian
colonial. dengan demikian, Budi Utomo cenderung untuk memajukan pendidikan golongan
priyayi daripada bagi penduduk pribumi pada umumnya. Hal itu menunjukkan pengaruh
golongan tua yang moderat dan golongan priyayi yang lebih mengutamakan jabatannya.
Setelah dua pimpinannya yang berbeda pendapat dengan anggota pengurus besar, yaitu
Tjipto Mangunkusumo dan Surjodiputro, berhenti dari badan pengurus sebelum kongres yang
kedua. Para bupati telah mendirikan organisasi sendiri, para pemuda STOVIA seperti Sutomo
dan anggota lainnya berhenti sebagai anggota karena kecewa terhadap jalan yang ditempuh
oleh Budi Utomo. Tidak berhasil mendesak Budi Utomo organisasi politik, Dr. Tjipto keluar dari
Budi Utomo sikapnya mendapat respon dari seseorag Indo E.F.E. Douwes Dekker, yang pad a
waktu berdirinya Budi Utomo bekerja pada Bataviaasch Nieuwsblad. Sepulang dari ikut serta
dalam perang Boer di Afrika, ia merencanakan terciptanya suatu negara Indonesia yang satu
dan merdeka. Disini Dr. Tjipto Mangunkusumo menemukan jiwa yang sejalan. Maka hadirlah
Indische Partij pada tahun 1911.
Tirtokusumo berhenti pada tahun 1912 dan ketua Budi Utomo yang baru, Pangeran
Noto Dirojo berusaha dengan penuh tenaga mengejar ketertinggalan . dengan ketua yang baru
itu, perkembangan Budi Utomo tidak pesat lagi. Hasil yang pertama dicapainya oleh ketua
berketurunan Paku Alam itu aialah memperbaiki pengajaran di daerah kesultanan dan
kesunanan. Budi Utomo mendirikan organisasi dana belajar Darmoworo . akan tetapi hasilnya
tidaklah begitu besar. Sukses-sukses yang kecil itu makin tidak berarti dan berada dibawah
bayangan munculnya organisasi nasional lainnya, terutama
1. sarekat Islam, yang didirikan pada tahun 1911, berasaskan dasar hubunga agama dan
kepentingan perdagangan yang sama, berkembang menjadi gerakan rakyat yang pertama dan
sebenarnya di Indonesia.
2. Indische Partij yang berdiri pada masa yang bersamaan mempropagandakan “Nasionalisme
Hindia dan bergerak dalam bidang politik.
Kedua partai tersebut menarik unsur-unsur yang tidak puas dari luar Budi Utomo.
Sungguhpun prinsip-prinsip utama tentang netralisasi agama dan aktivitas non-politik Budi
Utomo membedakannya dengan organisasi-organisasi lainnya. Karena Budi Utomo tidak pernah
mendapat dukungan dari massa, kedudukannya secara politik kurang begitu penting. Namun satu
hal yang penting Dari Budi Utomo adalah bahwa didalam tubuhnya ada benih semangat nasional
yang pertama dank arena itu ia dipandang sebagai induk pergerakan nasional yang kemudian
muncul dalam tubuh Serekat Islam dan Indische Partij.
Konsepsi kebudayaan Jawa, meskipun sering berbentuk analogi namun bukannya tidak
terumus. Sikapnya terhadap Islam dan pengaruh Barat tercermin dalam argumentasi Soewardi
Soeryaningrat bahwa menurut kenyataan masa lalu, pengaruh jawa yang sidah semestinya
menyebar keseluruh Nusantara. Jika kini orang bangkit dengan dasar kebudayaan Jawa, berarti
harus dihancurkannya pemerintahan Asing . jadi Budi Utomo melawan pendapat yang merata
bahwa Islam identik dengan anti Belanda.
Memang dalam Budi Utomo dirasakan pula daya tarik Islam, bahwa Budi Utomo sangat
menyadari bahwa kemundurannya semenjak meluasnya S.I . penolakan terus menerus untuk
bertumpu pada Islam dalam memperjuangkan kemerdekaan didasarkan pada kenyataan-
kenyataan dan indikasi-indikasi bahwa Islam kurang respek terhadap kebudayaan Indonesia. Jika
pesantren dikalangan orang-orang Jawa dihormati tetapi tidak popular menurut Goenawan
Mangunkusumo, sebabnya adalah terletak dalam Islam. Didalam Islam bakat-bakat orang
sebagai bangsa tidak mungkin di ungkapkan sepenuhnya.
Budi Utomo tidak menghindarkan diri dari keniscayaanmerumuskan garis yang jelas
tentang agama karena memang dirasakannya adanya tekanan-tekana. Laporan kongres Budi
Utomo tanggal 5-6 Juli 1917 menujukkan adanya keragu-raguan dalam mengambil sikap
terhadap Islam. Takut kemungkinan aka nada banyaknya anggota yang meninggalkan Budi
Utomo maka lahirlah resolusi-resolusi yang kompromistis seperti misalnya: menerima agama
Islam dengan tidak mengorbankan kebebasan beragama, pengawasan yang lebih intesif terhadap
pesantren-pesantren, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan tinggi untuk mempelajari agama
Islam dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan agama Islam.
Selama sidang terdapat unsur-unsur yang menentang keras usul-usul tersebut diatas
bahkan terdapat suara-suara yang menolak sama sekali berbicara tentang agama. Budi Utomo
seharusnya terbuka bagi orang-orang Kristen dan bangsa sendiri. Kecuali itu, bukankah sudah
ada partai yang memperjuangkan Islam, yakni Sarekat Islam