Budi Utomo merupakan sebuah organisasi pemuda yang didirikan oleh Soetomo
bersama para mahasiswa School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA),
yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji. Organisasi yang memiliki
peran penting dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia ini pertama kali
digagas oleh dr. Wahidin Sudirohusodo.
Dikutip dari buku berjudul 'Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia, dari Budi
Utomo sampai dengan Pengakuan Kedaulatan' yang diterbitkan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1977, pergerakan nasional di
Indonesia dimulai dengan kemunculan sejumlah organisasi-organisasi yang
berkeinginan mengawal perjuangan pergerakan nasional demi mewujudkan
kemerdekaan Indonesia.
Saat itu sejumlah organisasi pemuda yang ada sudah meliputi segala bidang,
mulai dari bidang sosial, budaya, ekonomi, hingga politik. Hanya saja,
kebanyakan organisasi tersebut bergerak pada skala lokal.
Menurut dr. Wahidin, jika suatu bangsa sudah cerdas, maka akan banyak
wawasan yang timbul sehingga bangsa Indonesia tidak akan mudah diadu
domba dan diatur oleh pihak penjajah. Gagasan itu disambut baik oleh R.
Soetomo dan kawan-kawan yang memiliki misi dan keinginan yang sama.
Ketua: R. Soetomo
Wakil Ketua: M. Soelaiman
Sekretaris I: Soewarno I (Gondo Soewarno)
Sekretaris II: M. Goenawan
Bendahara: R. Angka
Komisaris: M. Soeradji. M, Moh. Saleh, Soewarno II (M. Soewarno), dan R.M
Goembrek
Kongres Pertama Budi Utomo di Yogyakarta
Pada tanggal 3-5 Oktober 1908, Perkumpulan Budi Utomo mengadakan Kongres
Pertama di Yogyakarta. Dalam kongres tersebut ditentukan susunan Pengurus
Besar Budi Utomo, AD/ ART Budi Utomo, serta ditentukan juga Kantor Pusat
Budi Utomo.
Para pendiri Budi Utomo yang merupakan pelajar STOVIA kemudian menjadi
pengurus Budi Utomo cabang Betawi. Sementara itu, Kantor Pengurus Besar
Budi Utomo berada di Yogyakarta diketuai oleh RT A. Tirto Kusumo, wakilnya
adalah dr. Wahidin Sudirohusodo.
Pelajar STOVIA yang yang menjadi pendiri Budi Utomo pun berjiwa besar
menerima keputusan, mereka juga merasa masih muda dan masih harus sibuk
dengan sekolahnya. Tidak lama kemudian setelah kongres tersebut, mulailah
bermunculan cabang-cabang Budi Utomo yang didirikan di daerah-daerah, baik
di Jawa maupun di luar Jawa.
Meskipun Budi Utomo sudah memiliki cabang yang cukup banyak, perubahan
langkah perjuangannya belum berubah sama sekali, organisasi ini tetap
menempuh perjuangan melalui bidang sosial-budaya. Organisasi Budi Utomo
juga memiliki hubungan yang cukup dekat dengan pemerintah karena para
pengurusnya sebagian besar terdiri dari para pegawai pemerintah.
Hal ini juga yang membuat Budi Utomo terkesan lamban dan sangat hati-hati
dalam mengambil langkah. Anggota Budi Utomo yang tidak sabar akhirnya
terpaksa keluar dari keanggotaan Budi Utomo, di antaranya adalah antara dr.
Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat.
Budi Utomo berpegang pada prinsip "Biar lambat asal selamat daripada hidup
sebentar mati tanpa bekas". Mereka menganggap masih banyak hal yang
diperlukan dalam pergerakan mereka yang mengharuskan Budi Utomo tetap
bekerja sama dengan pihak pemerintah.
Filosofi pohon beringin yang dijadikan semboyan itu terbukti dalam langkah
pergerakan Budi Utomo, organisasi ini mampu bertahan cukup lama. Dari tahun
1908-1926, Budi Utomo masih tetap bergerak dalam bidang sosial-budaya dan
belum berubah ke bidang politik.
Pada tanggal 24-26 Desember 1935 dalam Kongres Budi Utomo yang
diselenggarakan di Solo, terjadi fusi (penggabungan) antara PBI dengan Budi
Utomo menjadi satu dengan nama Partai Indonesia Raya (Parindra). Gerak
langkah organisasi tersebut dalam bidang politik bahkan masih sangat terasa
hingga jatuhnya pemerintahanHindiaBelanda.