Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HADITS PENGAJAR MENERIMA UPAH

Di susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

"Hadits Tarbawi "

Dosen pengampu: Asep Saepudin,M.Ag.

Di susun oleh :

1. Ighni Raihani (2101080)


2. Andika (2101…)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM TASIKMALAYA
(2022)
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum W.r W.b


Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-NYA
sehingga penulis dapat menyelsaikan tugas ini dengan baik. Tak lupa penulis ucapkan
shalawat dan salam mudah-mudahan senantiasa Allah SWT karuniakan kepada Nabi
paling mulia yaitu Nabi Muhammad SAW, serta para keluarga dan sahabat – sahabatnya
sepanjang masa, serta para pengikut setia beliau hingga akhir zaman.  Penulis bersyukur
kpada Illahi Rabbi yang telah memberikan taufik serta hidayah-NYA kepada penulis
sehingga makalah Hadits Tarbawin dapat terselesaikan.
Semoga makalah yang sederhana ini bisa dengan mudah dimengerti dan dapat dipahami
maknanya. penulis meminta maaf bila ada kesalahan kata dalam penulisan makalah ini,
serta bila ada kalimat yang kurang berkenan untuk dibaca. Akhirnya kritik dan saran yang
bersifat membangun penulis harapkan dari semua pihak demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Wassalamu’alaikum W.r W.b

Tasikmalaya 07 Desember 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Menuntut ilmu, adalah sesuatu yang diwajibkan bagi setiap Muslim, baik itu menuntut
ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan lainnya. kedudukan ilmu dalam kehidupan sangat
pentingnya. Terutama ilmu agama yaitu agama Islam yang telah disempurkan oleh Alah
SWT.  sebagaimana ayat telakhir yang diturunkan yang artinya “Pada hari ini telah
kusempurnakan bagimu agamamu dan telah kusempurnakan bagimu nikmat-Ku dan telah aku
ridhai Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah : 3).
Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap Muslim laki-laki maupun muslim
perempuna, Nabi bersabda ;
َ ‫طلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِر ْي‬
‫ضةً َعلَى ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم َو ُم ْسلِ َم ٍة‬ َ " ‫قال رسول هللا ص م‬

Artinya : Rasulullah SAW. Bersabda mencari ilmu itu hukumnya fardhu bagi setiap Muslim laki-
laki dan perempuan.
Setelah mendapatkan Ilmu, maka agama menganjurkan untuk mengajarkan ilmu, kepada
yang membutuhkan. Untuk  menyebarkannya dan mengajak manusia kepada kebenaran. Orang
yang menyembunyikan ilmu sangat dibenci dan dilaknat oleh agama sebagaimana yang
disebutkan dalam Al-Quran ayat 159 yang artinya : “ Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan
petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila`nati
Allah dan dila`nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela`nati,”
Mengajarkan ilmu agama dan menyampaikan risalah Nabi diwajibkan walaupun satu ayat
dari Allah. Nabi Muhammad SAW bersabda :
‫بَلِّ ُغوْ ا عَن ِّي َولَوْ آيَ ٍة‬
Artinya : “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.”
‘Hadits ini menerangkan tentang kewajiban menyampaikan apa yang datang dari Allah dan
mengajarkannya kepada orang lain.  Pada asalanya hukum berda’wah adalah wajib
kifayah firmah Allah, Surat Al Imron Ayat 104 yang berarti : “Dan hendaklah ada di antara
kalian sebuah umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”
Islam memerintahkan orang-orang yang berilmu untuk menyampaikan ilmunya kepada
orang banyak (orang lain. Ilmu bukan untuk dimiliki sendiri, tetapi harus disebarkan kepada
masyarakat. Dengan demikian, Islam mengharapkan agar para pemeluknya menjadi orang-orang
yang berilmu dan mengajarkannya kepada orang lain serta mengamalkannya. Firman Allah
SWT. Surat An-Nahl ayat 128 yang artinya : “ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-
Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Penghargaan patut kita berikan kepada orang-orang yang telah berjasa dalam mengajarkan
ilmu tentang agama maupun yang lainnya, baik berupa material maupun non material. Karena
berkat jasa merekalah masyarakat jadi lebih mengetahui tentang sesuatu yang seharusnya
diketahui oleh masyarakat dalam menjalani kehidupan sosial masyarakat dan agama.
B.        Rumusan Masalah
1.          Pengertian upah dalam mengajarkan Agama ?
2.          Keutamaan orang yang mengajarkan Ilmu agama
3.          Hadis tentang upah mengajarkan Agama ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.        Pengertian Upah
Upah dalam kamus bahasa  Indonesia berarti  uang dan sebagainya  yang  dibayarkan
sebagai balas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan
sesuatu[2], atau dalam bahasa Arab disebut sebagi ujroh atau ajrun. Kata ajrun sendiri dalam al-
qur’an disebut sampai 33 kali, kata ajrun dalam al-qur’an ada yang bermakna, pahala, balasan
atau upah.
Dalam ilmu fiqih upah berkaitan erat dengan aqad  ijaroh ( persewaan) yang didefinisikan
sebagai akad untuk pemindahan hak guna (manfaat) sesuatu yang diketahui yang menerima
diserahkan dan diberikan dengan pembayaran sewa (ujrah), antara pemberi sewa (mu’ajjir)
dengan penyewa (musta’jir) tanpa didikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri. [3] Kata
ajru sebagaimana dalam Hadits Nabi SAW. berarti upah hasil pekerjaan  
) ُ‫ه‬-ُ‫ فَّ ع ََرق‬-‫ َل َأنْ يَ ِج‬-‫ َرهُ قَ ْب‬-‫سو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم ( َأ ْعطُوا اََأْل ِجي َر َأ ْج‬
ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ قَا َل‬-‫ض َي هَّللَا ُ َع ْن ُه َما‬
ِ ‫ َر‬- ‫َوعَنْ اِ ْب ِن ُع َم َر‬
ْ‫اجه‬
َ ‫َر َواهُ اِبْنُ َم‬

Artinya: Dari Ibnu Umar RA. bahwa Rasulullah SAW. bersabda: "Berikanlah kepada pekerja


upahnya sebelum mengering keringatnya." (HR Ibnu Majah) 
Agama adalah  suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal
untuk dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikutinya guna mencapai kebahagiaan
hidupnya di dunia dan akherat. Yang dimaksud agama di sini adalah agama Islam, yang
bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits serta ilmu yang berkaitan dengan keagamaan. Jadi
mengajar ilmu agama adalah mengajarkan al-Quran atau hadits Nabi atau Ilmu yang
berhubungan dengan Islam, seperti Tauhid, Fiqih, Akhlak dan lain-lain. Mengajarkan ilmu
agama berarti menyampaikan kepada orang lain tentang kebenaran seperti yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW. dan pengikutnya. Sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi
serta implementasinya dalam masyarakat dan termasuk didalamnya adalah amar ma’ruf nahi
munkar (memerintah yang baik dan mencegah kemunkaran)
B.        Keutamaan Mengajarkan Ilmu Agama
Keutamaan menjadi mengajarkan Ilmu Agama berkaitan dengan amar ma’ruf nahi munkar
sangat banyak sekali diantaranya adalah : 
1.     Diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Firman Allah SWT. : “ Hai orang-orang beriman
apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu",
Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” ( Qs. Al-Mujadalah 11 )
2.     Masuk dalam kategori sebaik-baik umat Firman Allah SWT. : “ kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.” ( Qs. Ali-Imron 110 )
Sungguh luar biasa keutamaan orang yang mengajarkan kebaikan, namun masih saja
sedikit orang yang mau mempersiapkan diri dan keluarga untuk menjadi pengajar ilmu agama,
karena mungkin kurang menghasilkan sesuatu, bahkan bila mendapatkan sessuatu masih
dipertanyakan lagi bagaiman hukumnya memperoleh sesuatu dalam mengajar ilmu
agama, dan itu dianggap sebagai suatu pekerjaan atau pengabdian terhadap Agama.

C.       Hadis Yang berkenaan dengan Upah mengajarkan Agama


1.       Hadits 1 ( Tentang Larangan Menerima Upah Mengajarkan Agama )
ْ ‫ِإ ْن َأ‬ ‫׃‬  ‫فَقَا َل‬  ‫ﻭﺳﻠﻢ‬ ‫ﻋﻠﻴﻪ‬  ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺻﻠﻰ‬  ‫ك لِلنَّبِي‬
‫خَذتَهَا‬ َ ِ‫ت َذل‬ َ ‫ت َر ُجالً ْالقُرْ ﺁنَ فَُأ ْه ِد‬
ُ ْ‫ي لِ ْى قَوْ سًا فَ َذكَر‬ ُ ‫ َعلِ ْم‬  ‫׃‬  ْ‫قَا َل ُأبَ ْي ب ِْن َك َعب‬
) ‫و أبو دوود‬ ‫ار فَ َر َد ْدتُهَا ( راوه إبن ماجه‬ ِ َّ‫َأ َح ْذتَ قَوْ سًا ِمنَ الن‬

Artinya Matan Hadits : “ Telah berkata Ubay bin Ka’ab : Saya telah mengajar seorang laki-laki
akan Qur’an, lalu dihadiahkan kepada saya satu panah, lantas saya khabarkan yang demikian
kepada Rasulullah saw. Maka sabdanya : “Jika engkau ambil dia, berarti engkau ambil satu
panah dari api”. Lalu saya kembalikan dia. (HR.Ibnu Majah, Abu Daud).
Dalam hadits lain disebutkan :
‫حُص ْي ٍن َأنَّهُ َم َّر‬
َ ‫ش ع َْن خَ ْيثَ َمةَ ع َْن ْال َح َس ِن ع َْن ِع ْم َرانَ ب ِْن‬ ِ ‫َح َّدثَنَا َمحْ ُمو ُد بْنُ َغ ْياَل نَ َح َّدثَنَا َأبُو َأحْ َم َد َح َّدثَنَا ُس ْفيَانُ ع َْن اَأْل ْع َم‬
‫) َم ْن قَ˜ َرَأ ْالقُ˜رْ آنَ فَ ْليَ ْس˜َألْ هَّللا َ بِ˜ ِه‬  ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس˜لَّ َم يَقُ˜˜و ُل‬
َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬ ُ ‫َعلَى قَاصٍّ يَ ْق َرُأ ثُ َّم َسَأ َل فَا ْستَرْ َج َع ثُ َّم قَا َل َس ِمع‬
ْ َّ ْ ُ
‫و قَا َل َمحْ ُمو ٌد َوهَ َذا خَ ْيثَ َمة البَصْ ِريُّ ال ِذي َر َوى َع ْن˜هُ َج˜ ابِ ٌر ال ُج ْعفِ ُّي‬ (‫اس‬ َ َّ‫فَِإنَّهُ َسيَ ِجي ُء َأ ْق َوا ٌم يَ ْق َرءُونَ ْالقُرْ آنَ يَ ْسَألُونَ بِ ِه الن‬
‫يث َوقَ ْد َر َوى‬ َ ‫ك َأ َحا ِد‬ ِ ‫ي يُ ْكنَى َأبَا نَصْ ٍر قَ ْد َر َوى ع َْن َأن‬
ٍ ِ‫َس ْب ِن َمال‬ ٌّ ‫ْس هُ َو َخ ْيثَ َمةَ ْبنَ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن َو َخ ْيثَ َمةُ هَ َذا َش ْي ٌخ بَصْ ِر‬َ ‫َولَي‬
‫ك‬َ ‫ْس ِإ ْسنَا ُدهُ بِ َذا‬ ٌ
َ ‫يث قَا َل بُو ِعي َسى هَ َذا َح ِديث َح َس ٌن لَي‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ْ
َ ‫َجابِ ٌر ال ُج ْعفِ ُّي ع َْن خَ ْيثَ َمةَ هَ َذا ْيضًا َحا ِد‬
Terjemahan Matan Hadits :
"Barang siapa membaca al-Quran maka wajiblah meminta ganjaran hanya kepada Allah SWT.
Karena sesungguhnya akan datang suatu kaum-kaum yang membaca al-Quran dan meminta
bayaran kepada manusia”.
Kedua hadits di atas berisi tentang larangan orang terhadap sesorang yang membaca al-
Quran dan meminta bayaran kepada manusia. yang dimaksud meminta kepada manusia disana
adalah (‫)طلب من الناس شيئا من الرزق‬ meminta bayaran baik berupa uang ataupun benda. Selanjutnya
dijelaskan dalam surah al-baqarah ayat ke 41 yang artinya : “ Dan berimanlah kamu kepada apa
yang telah aku turunkan (Al Quran) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan
janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan
ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepadaku kamu harus bertakwa.”
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa makna dari ( janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-
Ku dengan harga yang rendah ) dengan mengutip beberapa pendapat, kami akan mencoba
memaparkan beberapa dari para tafsiran dari ayat ini yaitu; Janganlah menukar iman terhadap
ayat-ayat allah SWT dan pembenaran terhadap Rasulullah dengan harta dan kesenangannya.

2.       Hadits 2 ( Hadits yang membolehkan Mengambil Upah dalam Mengajar )


) ِ ‫˜ذتُ ْم َعلَ ْي˜ ِه َحقًّ˜˜ا ِكتَ˜˜ابُ هَّللَا‬
ْ ˜‫ق َم˜˜ا َأ َخ‬
َّ ˜‫ قَا َل َر ُس˜و ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وس˜˜لم ( ِإ َّن َأ َح‬:‫ال‬
َ َ‫س رضي هللا عنه ق‬ ٍ ‫َوع َْن اِ ْب ِن َعبَّا‬
ِ ‫َأ ْخ َر َجهُ اَ ْلبُ َخ‬
ُّ‫اري‬
Terjemahan hadits :

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Hal yang paling patut kamu ambil upahnya ialah Kitabullah." Dikeluarkan oleh Bukhari[5]
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa menerima upah dari baca-
bacaan ayat-ayat al-qur’an sebagai obat diperbolehkan sebagaimana hadits di bawah ini
‫ب‬ِ ‫ص َحا‬ ْ ‫َاس˜ا ِم ْن َأ‬ ً ‫بي ْال ُمتَ َو ِّك ِل ع َْن اَبِي َس˜ ِع ْي ٍد ْال ُخ˜ ْد ِرىِّ َأ َّن ن‬ ْ َ‫َح َدثَنَا يَحْ َي بِ ْن يَحْ َي التَّ ِم ْي ِم ُّي َأ ْخبَ َرنَا هُ َش ْي ٌم ع َْن َأبِي بِ ْش ٍر ع َْن ا‬
‫ق فَ ˜ِإ َّن‬ٍ ‫ هَ˜˜لْ فِ ْي ُك ْم َرا‬: ‫ُض ˜ ْيفُهُ ْم فَقَ˜˜الُوْ ا لَهُ ْم‬
ِ ‫ب فَا ْستَضْ اَفُوهُ ْم فَلَ ْم ي‬ ِ ‫َرسُوْ ِل هللاِ ص م َكانُوْ ا فِى َسفَ ٍر فَ َمرُّ وْ ا بِ َح ٍّي ِم ْن َأحْ يَا ِء ْال َع َر‬
‫فَُأ ْع ِط َي قَ ِط ْيعًا ِم ْن َغن ٍَم فَ˜˜َأبَي َأ ْن‬ . ‫ب فَبَ َرَأ ال َّر ُج ُل‬ ِ ‫ نَ َع ْم فََأتَاهُ فَ َرقَاَهُ بِفَاتِ َح ِة ْال ِكتَا‬: ‫صابٌ فَقَا َل َر ُج ٌل ِم ْنهُ ْم‬ َ ‫َسيِّ َد ْال َح ِّي لَ ِد ْي ٌغ اَوْ ُم‬
َّ‫ْت ِإال‬ ُ ‫ول هللاِ! َو هللاِ! َم˜ا َرقَي‬ َ ˜‫ يَا َر ُس‬: ‫˜ال‬ َ َ‫ك لَ˜هُ فَق‬ ‫َأ‬
َ ˜ِ‫ فَ˜ َذ َك َر َذل‬.‫م‬.‫ فَ˜ تَى النَّبِّى ص‬.‫م‬.‫ك لِلنَّبِى ص‬ َ ˜ِ‫ َحتَى َأ ْذ ُك ُر َذل‬: ‫ال‬َ َ‫ َو ق‬.‫يَ ْقبَلَهَا‬
‫ال < ُخ ُذوْ ا ِم ْنهُ ْم َو أضْ ِربُوا لِ ْي بِ َسه ٍْم َم َع ُك ْم‬ َ َ‫ك َأنَّهَا ُر ْقيَةٌ ؟ ثَ َّم ق‬ َ ‫ فَتَبَ َّس َم َو قَا َل َو َما َأ ْد َر‬.‫ب‬
ِ ‫بِفَاتِ َح ِة ْال ِكتَا‬

Artinya : Yahya bin Yahya bercerita kepeda saya, telah member berita kepadaku Husyaim dari
Abi Bisyr dari Abi Mutawakkil, riwayat Abu Said Al-Khudri RA. : Bahwa beberapa orang di
antara sahabat Rasulullah SAW. sedang berada dalam perjalanan melewati salah satu dari
perkampungan Arab. Mereka berharap dapat menjadi tamu penduduk kampung tersebut. Namun
ternyata penduduk kampung itu tidak mau menerima mereka. Tetapi ada yang menanyakan :
Apakah di antara kalian ada yang dapat menjampi? Karena kepala kampung terkena sengatan
atau terluka. Seorang dari para sahabat itu menjawab: Ya, ada. Orang itu lalu mendatangi kepala
kampung dan menjampinya dengan surat Al-Fatihah. Ternyata sembuh dan diberikanlah
kepadanya beberapa ekor kambing. Sahabat itu menolak untuk menerimanya dan berkata : Aku
akan menanyakannya dahulu kepada kepada Nabi. Dia pun pulang menemui Nabi dan
menuturkan peristiwa tersebut. Dia berkata: Ya Rasulullah! Demi Allah, aku hanya menjampi
dengan surat Al-Fatihah. Mendengar penuturan itu: Rasulullah saw. tersenyum dan bersabda:
Tahukah engkau bahwa Al-Fatihah itu merupakan jampi?  Kemudian beliau
melanjutkan : “Ambillah imbalan dari mereka dan sisihkan bagianku bersama kalian.”
Dalam kitab Al-Minhaj syarah shoheh Muslim dijelaskan maksud Hadits di atas :
‫از َأ ْخ˜ ذ اُأْلجْ˜ َرة َعلَى الرُّ ْقيَ˜ة‬
ِ ‫َص˜ ِريح بِ َج˜ َو‬ ْ ‫ ( ُخ˜ ُذوا ِم ْنهُ ْم َو‬: ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي˜ ِه َو َس˜لَّ َم‬
ْ ‫هَ˜ َذا ت‬ ) ‫اض˜ ِربُوا لِي بِ َس˜ه ٍْم َم َع ُك ْم‬ َ ‫قَوْ له‬
َّ ْ َ ُ ْ َ ‫ُأْل‬
‫ َوهَ˜ذا َم˜ذهَب الش˜افِ ِع ّي َو َمالِ˜˜ك َو حْ َم˜˜د‬، ‫ َو َك˜ ذا ا جْ˜ َرة َعلى تَ ْعلِيم الق˜رْ آن‬، ‫ َو نهَا َحاَل ل اَل َك َراهَة فِيهَا‬، ‫بِ ْالفَاتِ َح ِة َوالذكر‬
‫َأ‬ َ َّ ‫َأ‬ ْ ِّ
، ‫ َو َمنَ َعهَا َأبُو َحنِيفَة فِي تَ ْعلِيم ْالقُرْ آن‬، ‫َرينَ ِم ْن ال َّسلَف َو َم ْن بَعْده ْم‬ ِ ‫وَِإ ْس َحاق َوَأبِي ثَوْ ر َوآخ‬

Ucapan Rasulullah SAW. “Ambillah imbalan dari mereka dan sisihkan bagianku bersama
kalian.” Menjelaskan bolehnya mengambil upah atas pengobatan dengan membaca Surat Al-
Fatihah (al-Qur’an) dan dzikir dan sesungguhnya tidak ada makruh didalamnya. Demikian
menurut Imam Syafi’i, Imam malik, Imam Ahmad, Ishaq dan Abi Tsaur dan para ulama’ salaf
yang lain dan sesudahnya. Namun Imam Abu Hanifah melarang menerima upah dalam
mengajarkan Al-Qur’an.[6]
 Upah mengajar ilmu agama terpulang  kembali dengan niat masing-masing, jika berniat ikhlas
mencari ridho Allah SWT. Maka Allah yang akan memberikan upahnya sendiri yaitu pahala di
akhir nanti, seperti yang telah banyak dijanjikan Allah SWT. Apabila ada pemberian dari yang
diajari maka anggaplah itu sebagai pemberian kebahagiaan (Bisyaroh) atau sebagai hibah atau
hadiah.
‫ َر ِة ِمن‬-‫هُ فِي اآْل ِخ‬-َ‫ا ل‬--‫ا َو َم‬--‫قال تعالى ( َمن َكانَ يُ ِري ُد َح ْر َث اآْل ِخ َر ِة نَ ِز ْد لَهُ فِي َح ْرثِ ِه َو َمن َكانَ يُ ِري ُد َح ْر َث ال ُّد ْنيَا نُؤتِ ِه ِم ْن َه‬
‫ه هللا‬--‫ه وج‬--‫ا يبتغي ب‬--‫ من تعلم علم‬: ‫ب ) وعن أبي هريرة رضي هللا عنه قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬ ِ َّ‫ن‬
ٍ ‫صي‬
‫تعالى ال يتعلمه إال ليصيب به غرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة رواه أبو داود بإسناد صحيح‬

Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu
baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya
sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.
Barangsiapa yang mengajarkan ilmu maka ia berhak bertemu Allah, apabila dia tidak berharap
kehidupan dunia[7]
‫اع‬-‫تغال بمت‬-‫رافهم إلى االش‬-‫ وانص‬،‫ا‬-‫اس به‬-‫اون الن‬-‫ لته‬،‫ة‬-‫أفتى المتأخرون بجواز أخذ األجور على تعليم العلوم الديني‬
‫اء إلى‬--‫طرار العلم‬--‫ واض‬،‫لمين‬--‫ال المس‬--‫اء من بيت م‬--‫ات العلم‬--‫اع مخصص‬--‫ والنقط‬-،‫وم‬--‫ حتى ال تضيع العل‬،‫الحياة الدنيا‬
.‫التزود بما يعينهم على شؤون الحياة‬

Ulama mutaakhirin berfatwa tentang dibolehkan-nya mengambil upah dari mengajar ilmu-ilmu
agama, disebabkan manusia meremehkan ilmu agama dengan orientasi mereka terhadap
gemerlapnya kehidupan dunia. Sehingga ilmu-ilmu tersebut hilang seiring terputusnya
kekhususan perhatian negara (untuk menjaga para ulama) dan memaksa para ulama untuk
membekali dirinya dengan urusan-urusan kehidupan. ‫و هللا أعلم‬

BAB III
KESIMPULAN

A.        Kesimpulan
Setelah menelaah pembahasan di atas maka diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat
kami ambil sebagai berikut :
a.       Mengajarkan ilmu agama itu adalah hukumnya wajib dilakukan dengan penuh keikhlasan
dan berharap pahala dari ALLAH SWT. Allah akan meninggikan derajat dan menjadikan umat
terbaik bila mau melakukan perintah kebaikan dan melarang kemungkaran dengan mengajarkan
ilmu tentang   kebaikan dan kemungkaran itu.
b.       Larangan menyembunyikan ayat-ayat Allah dan menerima upah dari pengajaran agama
dan Janganlah menukar iman terhadap ayat-ayat allah SWT dengan menerima sesuatu.
c.        Diperbolehkan jika memang diawal mengajarnya mengambil upah. Pendapat ini menurut
madzhab imam syafi’i, malik, dan jumhur ulama’. dari hal ini semuanya tergantung niat awal
dari mengajar. dan yang sebenarnya tidak boleh ketika kita meniatkan mengajar untuk
mendapatkan uang/imbalan. Dengan tanpa mengharap ridho Allah SWT.

B.        Kritik dan saran


Dari makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan tentunya makalah masih
banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan penulis, dengan demikian kiranya kami
mohon kritik dan saran dari semua fihak dan dari teman-teman sebagai motivasi belajar dan
menambah ilmu.

DAFTAR PUSTAKA

Abi Zakaria Al-Anshori, Hasiyah Asy-Syarqowi Juz 2 hal. 82 Darul Fikri, Bairut, 1996

Abi Zakaria Muhyidin Yahya Bin Syaraf An-nawawi, Minhaj Syarah Shohih
Muslim, www.islamspirit.com

Abi Zakaria Muhyidin Yahya Bin Syaraf An-nawawi, Attibyan fi Fadhilatil


Qur’an, www.islamspirit.com

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al Bukhari,  Al-Bukhari, kitab Al-ijarah  (Juz
2 halaman 36 al-ma’arif, Bandung)

Ibnu Hajar Al-Atsqolani, Bulughul Maram versi 2.0 ©Hadis No. 934 tahun  1429 H / 2008
M  Pustaka Al-Hidayah

Pusat Bahasa Departemen pendidikan nasional, Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat


Bahasa, Depdiknas, 2008

Syeh Ibrohim Bin Ismail, Ta’limul Muta’alim, hal. 4 Usaha Keluarga, Semarang 1360 H.

Tafsir Munir fil Aqidati, wa Syari’ati wal Manhaj

Anda mungkin juga menyukai