Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“Tafsir Ayat Pendidikan: Objek Pendidikan Perspektif Al-Qur’an”

Dosen Pengampu :

Achmad Syauqi Al Fanzari, M. Ag

Disusun Oleh :

Wulan Karuniawati

Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah

Institut Agama Islam Negeri Curup

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam salah satu sabda Rasulullah SAW menyatakan bahwa ada kewajiban bagi
setiap Muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu. Hal-hal yang penting
tentang menuntut ilmu tentu saja juga menyangkut objek pendidikan itu sendiri, yaitu anak
didik. Namun, kenyataannya sebagian pendidik dan peserta didik belum memahami konsep
pendidikan, sehingga pendidik belum maksimal dalam mengupayakan perkembangan potensi
peserta didik sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Maka dari itu penulis menganggap
penting untuk membahas tentang konsep peserta didik dalam makalah ini, baik dalam
perspektif umum maupun dalam perspektif Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian objek pendidikan?

2. Bagaimana yang tertulis di dalam Al-Qur’an mengenai objek pendidikan?

3. Bagaimana tentang peserta didik?

C. Tujuan Penulisan

Dalam menulis makalah ini, selain bertujuan untuk memenuhi tugas dari dosen
pengampu, tapi juga untuk mengetahui pengertian sebenarnya dari peserta didik, serta
penjelasan lengkap termasuk tafsir dari ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan tentang
peserta didik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Peserta Didik

Objek menurut bahasa yaitu orang yang menjadi pokok sasaran. Pendidikan adalah
proses pencerdasan secara utuh dalam rangka mencapai kebahagian dunia dan akhirat atau
keseimbangan materi dan religious spritual.1 Jadi, objek pendidikan adalah orang yang
mendapat pencerdasan secara utuh dalam rangka mencapai kebahagian dunia dan
akhirat atau keseimbangan materi dan religious spritual. Dapat disimpulkan bahwa
objek pendidikan adalah peserta didik.

Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya
melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.2 Lalu penyebutan
peserta didik juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya sekolah
(pendidikan formal), melainkan juga mencakup lembaga pendidikan nonformal yang ada di
masyarakat, seperti majelis ta’lim, paguyuban, dan sebagainya.

Peserta didik sendiri dalam pendidikan Islam adalah individu yang sedang tumbuh
dan berkembang, baik secara fisik, psikologis sosial, dan religius dalam dalam mengarungi
kehidupan dunia dan di akhirat kelak. Peserta didik cakupannya lebih luas daripada anak
didik, karena peserta didik tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga orang dewasa.3

B. Ayat-Ayat Al-Qur’an dan Tafsirannya tentang Peserta Didik

Berikut ini bahasan mengenai peserta didik yang terdapat dalam Al-Qur’an:

1 Abdurrahman Mas’ud dkk, Paradigma Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2001), h. 7
2 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), h. 133
3 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 173
1) Surah At-Tahrim (66): 6
ٰٓٓ
ٓ‫ٓٓؤمرون‬.‫ٓٓفعلٓو نٓٓما ي‬.‫ٓٓعصٓو نٓا للٓٓٓما اهمٓرمٓ ٓوي‬.‫ ٓها مٓ ٓل ٓٓى ةكٓغ لٓ ظ ٓشٓداد ٓٓل ي‬.‫ٓٓود ٓها النا ٓسٓوا لٓ آةجرعلي‬.‫ٓف ٓسكٓمٓٓوآهلي مكٓٓ نًآر ٓٓوق‬.‫ٓاوا ان‬.‫ٓوا ق‬.‫ٓٓ ٓها الذي نٓامن‬.‫ٰٓايي‬

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.4

• Tafsiran Dalam Kitab Tafsir An-Nuur

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam kitab tafsirnya menjelaskan tentang


ayat ini sebagai berikut:5

Wahai mereka semua yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya, hendaklah sebagian
kamu memberitahukan kepada sebagian yang lain mengenai hal-hal yang dapat memelihara
mereka dari api neraka dan dapat menghindarkan mereka dari azab jahanam yang kayu
apinya terdiri dari manusia dan batu, yaitu supaya meninggalkan semua perbuatan maksiat
dan mengerjakan segala ketaatan. Peliharalah dirimu dan keluargamu dengan jalan menyuruh
mereka berbuat makruf, mencegah mereka mengerjakan yang munkar, serta mengajarkan
mereka tentang kebajikan dan semua perintah syara'. Yang dimaksud dengan "keluarga" di
sini adalah isteri, anak, dan semua orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.

Pada waktu turun ayat ini, Umar bertanya: "Hai Rasulullah, kami dapat memelihara diri-
diri kami, tetapi bagaimana memelihara diri keluarga kami?" Jawab Nabi: "Kamu mencegah
mereka mengerjakan apa yang dilarang oleh Allah untuk kamu kerjakan, dan kamu
menyuruh mereka mengerjakan apa yang disuruh oleh Allah untuk kamu kerjakan. Itulah
yang menjadi pelindung bagi mereka dari api neraka."

4 Alquran, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Banten: Penerbit Sahifa, 2014), h. 560


5 T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir An-Nuur Jilid 5, (Semarang: PT. Pustaka Rizki, 2000), h. 4279-4280
Ali ibn Abi Thalib menafsirkan ayat ini dengan katanya: "Ajarilah dirimu dan
keluargamu kebaikan dan didiklah mereka."

Susunan ayat ini memberikan pengertian bahwa yang mula-mula diwajibkan kepada
seorang muslim adalah memperbaiki dirinya dan memelihara diri sendiri dari azab neraka.
Sesudah itu dia berusaha membentuk keluarga atas dasar agama yang lurus. Neraka itu
dikawal dan dijaga oleh sejumlah malaikat, yang terdiri dari 19 malaikat. Merekalah
zabaniahnya, yang akan dijelaskan nanti dalam surat al-Muddatstsir. Yang bertindak keras
dan kasar terhadap para penghuni neraka dan mempunyai tubuh-tubuh (fisik) yang kuat.
Mereka tidak mendurhakai Allah mengenai apa saja yang diperintahkan kepadanya, dan
mereka selalu melaksanakan apa saja yang diperintahkan kepadanya. Para malaikat itu tidak
pernah menyalahi perintah dan senantiasa melaksanakan semua perintah tepat pada
waktunya.

• Analisis Tafsiran

Dalam ayat ini T.M. Hasbi A. menjelaskan bahwa Allah memerintahkan para mukmin
agar memelihara diri dan keluarganya dari azab api neraka. Kemudian Allah menyuruh para
mukmin agar meninggalkan semua kesalahan (perbuatan berdosa) dan bertobat nasuha
(murni, sungguh-sungguh), menyesali apa yang telah terjadi dan bertekad tidak akan
mengulangi lagi supaya Allah mengampuni dosa-dosa yang telah diperbuatnya dan
memasukkan dia ke dalam surga.

Menurut penulis, tafsiran beliau itu sudah menyeluruh, bahkan beliau tambahkan riwayat-
riwayat baik dari Hadits Rasulullah SAW juga perkataan sahabat. Namun, sayangnya tidak
dijelaskan dari mana beliau mendapat informasi itu. Meskipun penulis sangat yakin bahwa
tidak mungkin ulama sekaligus mufassir mahsyur asal Indonesia seperti T. M. Hasbi Ash-
Shiddieqy ini tidak jelas asal-usul keilmuannya, tapi alangkah lebih baik lagi terutama untuk
digunakan sebagai bahan ajaran oleh para peserta akademis mendapatkan sumber yang
autentik dari asal rujukan-rujukan yang beliau masukan dalam kitab tafsirnya.

Terlepas dari itu, ayat ini juga menyebutkan etika pembelajaran yaitu dalam usaha
menyelamatkan keluarga dari api neraka hendaknya dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu.
Artinya setiap orang tua dituntut untuk memberikan contoh dan teladan yang baik kepada
anakya. Karena anak selalu dan akan meneniru apa yang diperbuat oleh orang tuanya.
Keluarga yaitu istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita dan sahaya laki-laki merupakan
tanggung jawab yang wajib memperoleh pendidikan yang membawa mereka kejalan
yang diperintahkan oleh Allah SWT. Kemudian etika pendidikan tersebut adalah bahwa
anggota keluarga harus taat apa yang diperintahkan pemimpin keluarga dalam mendidiknya.

2) Surah As-Syu’ara’ (26): 214

‫قٓربٓٓي‬. ‫ٓوانذٓر ع ٓ يشٓت كٓال‬

Artinya:

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat.6

• Tafsiran Dalam Kitab Tafsir An-Nuur

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam kitab tafsirnya menjelaskan tentang


ayat ini sebagai berikut:7

Jelaskan, hai Muhammad, kepada keluargamu yang dekat mengenai semua azab Allah
yang akan ditimpakan kepada orang-orang yang mengingkari-Nya dan mempersekutukan-
Nya.

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, katanya: "Ketika ayat ini
turun, Rasulullah memanggil orang-orang Quraisy untuk berkumpul di Shafa." Di antara
mereka ada yang datang sendiri dan ada pula yang mengirimkan wakilnya. Sesudah mereka
berkumpul, beliau pun berkhotbah: "Wahai golongan Quraisy, selamatkanlah dirimu dari
azab neraka. Wahai Bani Ka'ab, selamatkanlah dirimu dari neraka. Wahai golongan Bani
Hasyim, selamatkanlah dirimu dari neraka. Wahai Bani Abdil Muththalib, selamatkanlah
dirimu dari neraka, dan wahai Fathimah binti Muhammad, selamatkanlah dirimu dari neraka.

6 Op., Cit., h. 376


7 T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir An-Nuur Jilid 4, (Semarang: PT. Pustaka Rizki, 2000), h. 2979
Aku, demi Allah, tidak dapat menolongmu dari azab Allah, aku hanya dapat
menghubungimu selaku keluargaku di dunia ini saja."

Hadis Rasul ini memberi pengertian bahwa bangsa dan keturunan tidak dapat memberi
sesuatu manfaat dalam menghadapi hari akhirat.

• Analisis Tafsiran

Dalam tafsiran T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy ini, beliau telah menjelaskannya dengan jelas
tentang siapa itu yang dimaksud kerabat yang disebutkan Allah. Beliau bahkan
menambahkan sebuah hadits yang riwayatnya dari Imam Bukhari, tapi lagi, menurut penulis
akan lebih baik dan sempurna lagi jika beliau menambahkan sumber kitab rujukan dari mana
hadits itu beliau dapatkan. Lalu sayangnya beliau tidak turut memasukkan asbabun nuzul
ayat ini, di mana penulis menemukannya dari kitab karya Imam As-Suyuthi yaitu;8 Ibnu Jarir
meriwayatkan dari Ibnu Juraij, ia berkata, "Ketika turun ayat, "Dan berilah peringatan
kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." beliau memulai dakwahnya kepada keluarga
serumahnya, kemudian kepada keluarga terdekat. Hal ini menyinggung perasaan kaum
Muslimin (merasa terabaikan), sehingga Allah menurunkan ayat selanjutnya, "Dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang
beriman." (Asy-Syu'ara': 215)

Telepas dari itu, ayat ini menjelaskan Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW
dengan perintah untuk memperingatkan kerabat-kerabatnya yang dekat sebelum
memperingatkan manusia yang lain. Yang dimaksud dengan kerabat terdekat dalam ayat
tersebut yang merupakan objek pendidikan adalah ahli waris yaitu: orang tua, kakak, adik,
paman, bibi, sepupu, kakak, ipar, keponakan dan sebagainya yang merupakan ahli waris yang
berhak mendapatkan pendidikan.

3) Surah At-Taubah (9): 122

8Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabun An Nuzul Terj. Andi Muhammad Syahril dan Yasir Maqasid, (Jakarta: Pustaka Al
Kautsar, 2014), h.396
َ‫َم َط َ'ليتفق هََوا فى ال 'َد َي َوَلي َن َذ َرَوا ق َو َر عجَ َ او ال‬ ' ‫َم نكَ 'ل‬ ‫اَك َان َل مََؤ َلي َنَف رَ َكَافََ ˝ة‬ ‫َو َما‬
‫َي َهَم‬ ‫َاذا‬
‫مَ هَ م‬ ‫َن‬ ‫ا‬ َ ‫فَ َ قرَ„ة َن ه‬ ‫َمن َو َن َوا فَلَ َول‬
‫لَعَلََ هَم‬ َ ‫َم‬ ‫ن َف َ َ ر‬
‫َىف‬
‫َة‬
‫ي َحذ َرَو َن‬

Artinya:

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang).
Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam
pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.9

• Tafsiran Dalam Kitab Tafsir An-Nuur

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam kitab tafsirnya menjelaskan


tentang ayat ini sebagai berikut:10

Tidak semua mukmin dituntut pergi ke medan pertempuran tiap ada pemberangkatan
untuk berjihad di jalan Allah. Sebab, bergerak untuk berjihad sebelum diserukan mobilisasi
umum, hukumnya masih fardhu kifayah. Barulah semua muslim wajib berangkat tanpa
kecuali, apabila Rasul mengerahkan kekuatan semesta untuk menghadapi perang besar.

Maka, apakah tidak lebih baik, suatu jamaah dari tiap-tiap golongan mereka itu berangkat
mempelajari fiqh dan hukum-hukum agama, serta untuk mengingatkan kaumnya bila mereka
(Nabi dan sahabat) telah kembali kepada mereka, supaya kaumnya itu takut (melanggar
hukum-hukum Allah). Apakah tidak lebih baik bagi tiap golongan yang besar, yang
berangkat ke medan pertempuran hanya satu pasukan saja, supaya terbuka kesempatan bagi
para mukmin yang lain untuk mempelajari agama dan mengetahui rahasia-rahasia
diturunkannya ayat-ayat Al-Qur'an. Mereka yang tidak pergi itu dapat berada di sekitar Nabi
mempelajari hukum-hukum agama dan menerima ayat-ayat Al-Qur’an Qur'an sehingga
apabila para mujahid itu kembali dari medan perang, dapatlah orang- orang yang tinggal itu
menyampaikan apa-apa yang mereka telah terima, baik ayat-ayat Al-Qur’an Qur'an yang
baru diturunkan maupun hukum-hukum yang baru timbul agar mereka semua takut kepada
Allah dan tidak berani melanggar hukum-Nya.
9 Op., Cit., h. 206
10 T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir An-Nuur Jilid 2, (Semarang: PT. Pustaka Rizki, 2000), h. 1760-1761
Ayat ini memberi pengertian bahwa kita wajib melakukan jihad semesta, apabila Rasul
telah menggerakkan kita untuk pergi. Demikian pula apabila kepala negara telah
menggerakkan kita untuk bertempur, yaitu setelah diperintahkan mobilisasi umum. Ayat ini
juga memberi isyarat tentang kewajiban memperdalam ilmu tentang agama dan memahami
rahasia-rahasianya, lalu menerapkan ilmu itu sebagai petunjuk bagi sesama manusia.

Mempelajari ilmu sama wajibnya dengan berjihad dan membela tanah air. Sebab, tanah
air itu memerlukan tentara yang membela dan mempertahankannya dengan kekuatan senjata
serta memerlukan ahli-ahli ilmu yang menyiapkan berbagai kebijakan dan strategi untuk
memajukannya.

Meletakkan ayat yang menunjukkan kepada keutamaan ilmu dan perlunya mempelajari di
tengah ayat jihad dan peperangan adalah suatu mukjizat Al-Qur'an yang memberi pengertian
bahwa peperangan itu memerlukan ilmu dan keahlian yang lebih banyak daripada alat
senjata.

Sesudah Al-Qur'an menerangkan keadaan orang-orang yang tidak mau berjihad dan
mencela para mukmin yang merasa keberatan pergi bertempur, maka seluruh muslim ingin
pergi setiap Nabi mengerahkan pasukan perang. Berkenaan dengan itu, turunlah ayat ini,
yang menegaskan bahwa tidak semua mukmin wajib pergi ke medan tempur. Sebagian dari
mereka hendaknya pergi, dan sebagian lagi tinggal bersama Nabi untuk memperdalam ilmu.

• Analisis Tafsiran

Dalam ayat ini

Tuhan menjelaskan bahwa sebelum diadakan pengerahan massa (mobilisasi umum),


cukuplah untuk golongan yang besar mengirim satu jamaah pergi ke medan perang,
sedangkan yang tidak pergi berperang, hendaklah mempergunakan waktunya untuk
memperdalam ilmunya dalam bidang agama. Namun, beliau kurang menambahkan asbabun
nuzul ayat ini. Di mana penulis temukan melalui rujukan kitab karya Imam As-Suyuthi,
yaitu;11

11 Jalaluddin As-Suyuthi, Op., Cit., h. 292-293


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ikrimah bahwasanya ia berkata, "Ketika turun
firman Allah, "Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum
kamu dengan adzab yang pedih..." padahal waktu itu sejumlah orang tidak ikut pergi
berperang karena sedang berada di padang pasir untuk mengajar agama kepada kaum
mereka, maka orang-orang munafik mengatakan: "Ada beberapa orang di padang pasir
tinggal (tidak berangkat perang). Celakalah orang-orang padang pasir tersebut." Maka
turunlah ayat, "Tidak sepatutnya bagi Mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang)..."

la (Ibnu Abi Hatim) meriwayatkan dari Abdullah bin Ubaid bin Umar bahwasanya ia
berkata, "Karena amat bersemangat untuk berjihad, apabila Rasulullah mengirim suatu regu
pasukan, kaum Muslimin biasanya ikut bergabung ke dalamnya dan meninggalkan Nabi & di
kota Madinah bersama sejumlah kecil warganya. Maka, turunlah ayat ini.

Yang merupakan objek pendidikan dalam ayat tersebut yaitu ada dua golongan yang
pertama adalah kaum muslimin yang beriman yang pergi ke medan perang dan yang kedua
adalah golongan kaum muslimin yang beriman yang memperdalam pengetahuan tentang
agama. Etika pembelajaran yaitu Yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.
Upaya mencari ilmu pengetahuan merupakan tugas atau kewajiban bagi setiap muslim, laki-
laki maupun perempuan. Menurut Nabi tinta para pelajar setara dengan darah para
syuhada di hari pembalasan nanti. Dengan demikian, para actor dalam proses belajar
mengajar, yaitu guru dan murid, di pandang sebagai.”orang-orang yang terpilih “ dalam
masyarakat dan telah termotivasi secara kuat oleh agama untuk mengembangkan dan
mengamalkan ilmu pengetahuan mereka.

4) Surah An-Nisa’ (4): 170

ٰٓ ٓ
‫ٓايًخٓل كٓمٓٓٓوانٓت فآكرو فانٓللٓٓٓٓما ٓفال ٓمسٓٓو ٓتٓوالٓر ٓٓضٓوٓاكٓن ٓحكي ًٓما‬ ‫ٓج اءٓٓ مكٓ الٓ ٓرٓسٓ وٓ ل‬ ‫ٓٓ ٓها النا ٓسقٓد‬.‫ٰٓايي‬

ٓٓ ‫ا ٓٓللٓ عٓل ي‬ ‫ٓٓبٓٓلٓٓٓقٓمٓنٓٓ برٓٓٓك‬


‫ًٓ ام‬ ‫ٓٓ او‬. ‫ٓمفٓآٓ نم‬

Artinya:

Wahai manusia! Sungguh, telah datang Rasul (Muhammad) kepadamu dengan


(membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah (kepadanya), itu lebih baik bagimu.
Dan jika kamu kafir, (itu tidak merugikan Allah sedikit pun) karena sesungguhnya milik
Allah-lah apa yang di langit dan di bumi. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.12

• Tafsiran Dalam Kitab Tafsir An-Nuur

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam kitab tafsirnya menjelaskan


tentang ayat ini sebagai berikut:13

Hai segenap manusia. Telah datang seorang rasul yang sempurna untuk kamu, yang
sebelumnya telah diketahui oleh ahlui kitab. Dia membawa al-Qur'an, kitab yang hak yang
mengandung kebajikan dan petunjuk kemenangan untuk kamu. Para Yahudi sangat menanti
kedatangan seorang al-Masih dan seorang Nabi (Muhammad) yang telah diungkapkan oleh
nabi-nabi mereka.

Dari pasal 1 Injil Yohanna dinyatakan bahwa para Yahudi mengutus beberapa orang
pendeta menemui Yohanna (Yahya) untuk bertanya, siapakah beliau itu. Pertanyaan diajukan
karena pada diri Yohanna terdapat tanda-tanda yang dianggapnya sebagai tanda kenabian.
Mereka bertanya: "Apakah engkau al-Masih?" Jawab Yohanna: "Bukan." "Apakah engkau
Nabi?" Kata Yohanna lagi: "Bukan."

Dari keterangan ini kita mengetahui, ketika Yahudi dan Nasrani Arab mendengar ayat
ini mereka memahami bahwa yang dimaksud dengan rasul itu adalah rasul yang diterangkan
oleh Musa dalam Taurat (Sifru Tatsniyatil Isytira') dan oleh Isa dalam Injil serta nabi-nabi
lain.

Maka, berimanlah kamu, karena iman itu lebih baik bagimu. Jika kamu beriman,
niscaya iman itu sangat baik bagimu. Atau berimanlah kamu dan lakukan segala perbuatan
yang menghasilkan kebajikan bagimu. Karena iman itu menenteramkan hatimu dan
menyucikan (membebaskan) kamu dari kecemaran, selain menyiapkan kamu memperoleh
kebahagiaan yang abadi.

Jika kamu kufur (mengingkari), maka segala isi langit dan bumi adalah kepunyaan
Allah. Jika kamu tidak mau beriman, maka ketahuilah sesungguhnya Allah akan

12 Op., Cit., h. 104


13 T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir An-Nuur Jilid 1, (Semarang: PT. Pustaka Rizki, 2000), h. 1009-1010
mengazabmu dan memberi pembalasan terhadap kekafiranmu. Ketahuilah, sesudah
meninggal dunia, yang kita hadapi hanyalah surga atau neraka. Semua isi langit dan bumi
tunduk kepada Allah.

Allah itu Maha Mengetahui dan mempunyai hikmat yang sempurna dalam segala
perbuatan-Nya dan segala hukum-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah.

• Analisis Tafsiran

Dalam ayat ini T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy menjelaskan bahwa Allah memperingati


para manusia untuk mengimani Nabi Muhammad SAW. Dijelaskan pula sumber dari kitab
Injil yang jelas dan rinci bahwa benar setiap umat itu telah diperingatkan akan datangnya
penutup sekaligus penyempurna rasul yakni Nabi Muhammad SAW dan mereka
menantikannya. Hal ini menjadi poin tambahan untuk tafsiran beliau ini, karena memberi
pengetahuan yang lebih luas kepada para pembaca.

Kemudian terlepas dari itu, dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa yang merupakan
objek pendidikan adalah seluruh manusia yang diberi peringatan oleh Rasulullah SAW.
Kepada orang-orang yang terus-menerus hidup dalam kekafiran dan kezaliman, dijelaskan
akibat buruk yang akan menimpa mereka karena Allah adalah pemilik semesta dan sisinya.

C. Penjelasan Lebih Tentang Peserta Didik

Keempat ayat dari empat surah yang berbeda di atas telah memberikan penjelasan
bahwa objek pendidikan itu pada akhirnya adalah seluruh manusia. Lalu Rasulullah SAW
dijelaskan sebagai pendidiknya karena beliau adalah utusan Allah untuk menyampaikan
pesan-pesan kepada manusia. Namun, setuju dengan pernyataan yang menyatakan bahwa
bahkan pendidik pun disebut peserta didik karena tidak ada manusia yang ilmunya
mengungguli ilmu-ilmu Allah.14 Bahkan Nabi Muhammad SAW pun ilmunya berbatasan
pada apa yang Allah berikan saja, di luar itu, beliau juga tidak mengetahui seluruh ilmu yang
dimiliki oleh Allah sebagai Tuhan semesta alam, Yang Maha Mengetahui segala sesuatunya.

14 Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 242
Apabila kita perhatikan secara mendalam, respon Al-Qur’an terhadap pendidikan
Islam yang tersirat dalam wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah SAW, yaitu
pada Surah Al-‘Alaq ayat 1-5, di mana kata “iqra” yang berarti membaca, melibatkan kepada
proses mental yang tinggi, diantaranya melibatkan proses pengenalan, ingatan, pengamatan,
pengucapan, pemikiran, daya kreasi, dan fisiologi.

Kemudian term “Rabb” merupakan landasan utama dan pondasi yang harus
dikokohkan dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dengan kata lain, pendidikan Islam bagi
umatnya harus berakar dari pernyataan tiada Tuhan selain Allah. Maka tidaklah heran apabila
Allah mengutus seorang rasul ke muka bumi ini untuk menjadikan umat manusia di dunia ini
menjadi Rabbaniyyin dan Rabbaniyyun.

Term “Rabb” bermakna Tuhan atau pendidik, yang sesungguhnya diantara kedua
makna tersebut tentunya saling berkaitan. Maka oleh karena itu Tuhan merupakan pendidik
bagi makhluk semesta alam, khusus bagi manusia. Inilah yang sesungguhnya harus dijadikan
landasan efistimologi pendidikan Islam, dengan demikian pendidikan bagi manusia akan
senantiasa seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat.

Kemudian term “insan” yang bermakna manusia merupakan subyek sekaligus obyek
dari sistem pendidikan Islam. Manusia di dalam Al-Qur’an diterangkan menjadi tiga
kategori, yaitu al-Insan, al-Basyar, dan an-Nas. Al-Insan merupakan sosok manusia yang
dipandang dalam perspektif psikologi-educatif, al-Basyar merupakan gambaran manusia
dalam paradigma biologi, dan an-Nas merupakan eksplanasi Al-Qur’an dari sudut sosiologi
kultural.

Diantara yang perlu diperhatikan tentang peserta didik adalah tentang sebagai berikut;
pertama, eseensi dari peserta didik yaitu memang memiliki daya dan potensi untuk
berkembang dan siap pula untuk dikembangkan, karena itu, setiap peserta didik tidak dapat
diperlakukan sebagai manusia yang sama sekali pasif.
Kedua, kewajiban dan tugas peserta didik yaitu sebagaimana dikemukakan oleh
Imam Abu Hamid Al- Gazhali, sebagaimana terdapat dalam penelitian tesis Asari (2012:
129-146), sebagaimana berikut:15

• Seorang peserta didik harus membersihkan jiwa dari sifat-sifat jelek dan karakter yang
buruk seperti pemarah, rakus, sombong, egois, atau yang semacamnya. Maka oleh sebab
itu hendaknya harus senantiasa menekankan belajar adalah ibadah spiritual.
• Seorang peserta didik adalah memusatkan perhatiannya secara penuh kepada studinya
dan jangan sampai terganggu oleh urusan- urusan duniawi. Konsentrasi adalah sebuah
kemestian. Maka dalam proses pembelajaran hendaknya harus mampu mengurangi hal-
hal yang tidak ada kaitannya dengan belajar itu sendiri.
• Seorang peserta didik harus menghormati guru. Dia harus tunduk dihadapan gurunya dan
mematuhi setiap perintahnya. Peserta didik hendak banyak bertanya tapi dengan syarat
harus tetap punya adab yang baik terhadap gurunya. Adapun penghormatan kepada guru
ini sebetulnya dilihat hanya sebagai bagian dari penghormatan terhadap pengetahuan dan
sangat esensial dalam pendidikan Islam
• Peserta didik wajib untuk menghindarkan diri dari keterlibatan dalam kontroversi dan
pertentangan akademis yang tidak bermafaat dan berfaedah.
• Seorang peserta didik mesti berupaya maksimal mempelajari setiap cabang pengetahuan
yang terpuji dan memahami tujuannya masing-masing.
• Kewajiban dan tanggung jawab yang keenam dan ketujuh adalah peserta didik mesti
memperhatikan dan mencermati sekuens logis dari disiplin- disiplin ilmu yang sedang
digelutinya dan kemudian mempelajarinya berdasarkan skuens logis tersebut.
• Sementara kewajiban kedelapan adalah bahwa peserta didik memastikan kebaikan dan
nilai dari disiplin ilmu yang sedang di tekuni atau yang ingin dia tekuni.
• Kewajiban kesembilan adalah merumuskan tujuan belajar secara benar. Tujuan ini
haruslah penyucian jiwa dan pendekatan diri kepada Allah. Seorang tidak boleh menuntu
ilmu untuk tujuan duniawi seperti kekuasaan, pengaruh dikalangan penguasa, atau
sekedar membangakan diri sendiri, yang semuanya itu akan ada manfaatnya sama sekali.

15Musaddap Harahap, “Esensi Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan Islam”, Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No.2,
2016, h. 152-153
• Kewajiban kesepuluh adalah peserta didik mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh
hubungan antara cabang-cabang pengetahuan yang dia pelajari dengan tujuan akhirnya.
Untuk tujuan ini dia perlu mengetahui klasifikasi pengetahuan. Dia harus mesti
mengetahui yang paling penting bagi pencapaian tujuannya.

Ketiga, etika peserta didik dalam menuntut ilmu yaitu menjadi peserta didik yang
baik, sebaiknya memiliki dan mengembang sifat-sifat mulia dan meghindari sifat-sifat
tercela, sebab sifat-sifat mulia tersebut akan mempermudah peserta didik dalam menuntut
ilmu, sebaliknya sifat-sifat tercela akan menghambat peserta didik dalam menuntut ilmu.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Objek pendidikan adalah orang yang mendapat pencerdasan secara utuh dalam rangka
mencapai kebahagian dunia dan akhirat atau keseimbangan materi dan religious spritual.
Dapat disimpulkan bahwa objek pendidikan adalah peserta didik. Peserta didik sendiri dalam
pendidikan Islam adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik,
psikologis sosial, dan religius dalam dalam mengarungi kehidupan dunia dan di akhirat
kelak.

Beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang membicarakan tentang objek pendidikan antara
lain ada Surah At-Tahrim (66): 6, Surah As-Syu’ara’ (26): 214, Surah At-Taubah (9): 122,
dan An-Nisa’ (4): 170.

Keempat ayat dari empat surah yang berbeda di atas telah memberikan penjelasan
bahwa objek pendidikan itu pada akhirnya adalah seluruh manusia. Lalu Rasulullah SAW
dijelaskan sebagai pendidiknya karena beliau adalah utusan Allah untuk menyampaikan
pesan-pesan kepada manusia. Namun, bahkan pendidik pun disebut peserta didik karena
tidak ada manusia yang ilmunya mengungguli ilmu-ilmu Allah.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa terdapat kekurangan bahkan mungkin kesalahan dalam


makalah ini. Maka dari itu, penulis minta kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca terutama dosen pembimbing demi perbaikan di masa depan. Terlepas dari itu,
penulis berharap sedikit banyaknya, makalah ini dapat memberi pengetahuan kepada para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Alquran, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Banten: Penerbit Sahifa, 2014.

As-Suyuthi, Jalaluddin, Asbabun An Nuzul Terj. Andi Muhammad Syahril dan


Yasir Maqasid, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2014.

Ash-Shiddieqy, T. M. Hasbi, Tafsir An-Nuur Jilid 1, Semarang: PT. Pustaka


Rizki, 2000.

Ash-Shiddieqy, T. M. Hasbi, Tafsir An-Nuur Jilid 2, Semarang: PT. Pustaka


Rizki, 2000.

Ash-Shiddieqy, T. M. Hasbi, Tafsir An-Nuur Jilid 4, Semarang: PT. Pustaka


Rizki, 2000.

Ash-Shiddieqy, T. M. Hasbi, Tafsir An-Nuur Jilid 5, Semarang: PT. Pustaka


Rizki, 2000.

Mas’ud, Abdurrahman dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka


Pelajar, 2001.

Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2013.

Saebani, Beni Ahmad dan Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam 1,


Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Harahap, Musaddap, “Esensi Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan


Islam”, Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No.2, 2016.

Anda mungkin juga menyukai