Oleh:
DWI NURFIA CHRISDIANTO
NIM. 2224100713
Dosen Pengampu:
Prof.Dr. Wajidi Sayadi, MA
Dengan ayat ini Allah SWT, tidak mau menyamakan orang yang berilmu
dan orang yang tidak berilmu, disebabkan oleh manfaat dan keutamaan ilmu itu
sendiri dan manfaat dan keutamaan yang akan didapat oleh orang yang
berilmu[1].
Dalam kehidupan dunia, ilmu pengetahuan mempunyai perang yang
sangat penting. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan memberikan
kemudahan bagi kehidupan baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan
bermasyarakat. Menurut al-Ghazali dengan ilmu pengetahuan akan diperoleh
segala bentuk kekayaan, kemuliaan, kewibawaan, pengaruh, jabatan, dan
kekuasaan. Apa yang dapat diperoleh seseorang sebagai buah dari ilmu
pengetahuan, bukan hanya diperoleh dari hubungannya dengan sesama manusia,
para binatangpun merasakan bagaimana kemuliaan manusia, karena ilmu yang ia
miliki.[2] Dari sini, dengan jelas dapat disimpulkan bahwa kemajuan peradaban
sebuah bangsa tergantung kemajuan ilmu pengetahuan yang melingkupi.
Dalam kehidupan beragama, ilmu pengetahuan adalah sesutau yang
wajib dimiliki, karena tidak akan mungkin seseorang mampu melakukan ibadah
yang merupakan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah, tanpa didasari ilmu.
Minimal, ilmu pengetahuan yang akan memberikan kemampuan kepada dirinya,
untuk berusaha agar ibadah yang dilakukan tetap berada dalam aturan-aturan
yang telah ditentukan. Dalam agama, ilmu pengetahuan, adalah kunci menuju
keselamatan dan kebahagiaan akhirat selama-lamanya[3].
Uraian di atas hanyalah uraian singkin betapa pentingnya ilmu
pengetahuan bagi manusia, baik untuk kehidupan dirinya pribadi, maupun dalam
hubungan dirinya dengan benda-benda di sekitarnya. Baik bagi kehidupan dunia
maupun kehidupan akhirat. Ada banyak hadits, firman Allah, dan pendapat para
ulama tentang pentingnya ilmu pengetahuan.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hadits tentang pentingnya ilmu
2. Bagaimana pandangan para ulama tentang pentingnya ilmu
3. Tujuan Masalah
1. Mengetahui bagaimana hadits-hadits Rasulullah yang menjelaskan
pentingnya ilmu
2. Mengetahui bagaimana pandangan ulama tentang pentingnya ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
ِ َش ِه َد هللاُ َأنَّهُ اَل ِإلَهَ ِإاَّل هُ َو َو ْال َماَل ِئ َكةُ َوُأولُو ْال ِع ْل ِم قَاِئ ًما بِ ْالقِس
ْط اَل ِإلَهَ ِإاَّل هُ َو
)18 :ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي ُم (آل عمران
Artinya: “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang
berhak disembah), yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang-orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan
dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS.
Ali Imran: 18).
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa yang menyatakan bahwa tiada yang
berhak disembah selain Allah adalah dzat Allah sendiri, lalu para malaikat dan
para ahli ilmu. Diletakkannya para ahli ilmu pada urutan ke-3 adalah sebuah
pengakuan Allah SWT, atas kemualian dan keutamaan para mereka.
)اَ ْل ُعلَ َما ُء َو َرثَةُ اَأْل ْنبِيَا ِء (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وابن حبان
Artinya: “Orang-orang yang berilmu adalah ahli waris para nabi” (HR. Abu
Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Tentu sudah diketahui, bahwa tidak ada kedudukan di atas kenabian dan
tidak ada kemuliaan di atas kemulian mewarisi kedudukan kenabian tersebut.
ِ ْت َواَأْلر
ض (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه ِ يَ ْستَ ْغفِ ُر لِ ْل َعالِ ِم َما فِي ال َّس َم َوا
)وابن حبان
Artinya: “Segala apa yang ada di langit dan bumi memintakan ampun untuk
orang yang berilmu”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
اس ْال ُمْؤ ِم ُن ْال َعالِ ُم الَّ ِذيْ ِإ ِن احْ تِي َْج ِإلَ ْي ِه نَفَ َع َوِإ ِن ا ْستُ ْغنِ َي َع ْنهُ َأ ْغنَى َ َأ ْف
ِ َّض ُل الن
)نَ ْف َسهُ (رواه البيهقي
Artinya: “Seutama-utama manusia ialah seorang mukmin yang berilmu. Jika ia
dibutuhkan, maka ia menberi manfaat. Dan jika ia tidak dibutuhkan maka ia
dapat memberi manfaat pada dirinya sendiri”. (HR. Al-Baihaqi)[6]
)َم ْن ي ُِر ِد هللاُ بِ ِه َخ ْيرًا يُفَقِّ ْههُ فِي الدِّي ِن (رواه البخاري ومسلم
Artinya: “Barang siapa dikehendaki bagi oleh Allah, maka Allah memberi kepahaman
untuknya tentang ilmu”, (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini adalah hadits yang urgen, dimana seolah-olah Allah menggantungkan
kebaikan seseorang terhadap kepahamannya terhadap agama, dalam arti kwalitas dan
kwantitas ilmunya dalam masalah agama. Dari sini dapat diketahui bahwa ilmu adalah
penting, karena ia menjadi penentu baik dan buruk seseorang. Dengan ilmu ia akan
membedakan salah dan benar, baik dan buruk dan halal dan haram.
تْ َاب َأرْ ضًا فَ َكان َ ص َ ث َأٍ َو ْال ِع ْل ِم َك َمثَ ِل َغ ْي, إن َمثَ َل َما بَ َعثَنِي هللاُ بِ ِه ِم ْن ْالهُ َدى َّ
َ َو َك, ب ْال َكثِي َر
ان ِم ْنهَا َ َو ْال ُع ْش, َ ت ْالكَاَل ْ َ فََأ ْنبَت, ت ْال َما َءْ َطيِّبَةٌ قَبِل
َ ٌِم ْنهَا طَاِئفَة
, َو َز َر ُعوا, َو َسقَ ْوا, اس فَ َش ِربُوا ِم ْنهَا َ َّ فَنَفَ َع هللاُ بِهَا الن, ت ْال َما َء ْ َأ َجا ِدبُ َأ ْم َس َك
, ت َكًأَل ُ ِ َواَل تُ ْنب, ك ْال َما َء ٌ اب طَاِئفَةً ِم ْنهَا ُأ ْخ َرى إنَّ َما ِه َي قِي َع
ُ ان اَل تُ ْم ِس َ ص َ َوَأ
َو َمثَ ُل, َو َعلَّ َم, فَ َعلِ َم, َونَفَ َعهُ بِ َما بَ َعثَنِي هللاُ بِ ِه, ِين هللا ِ ك َمثَ ُل َم ْن فَقُهَ فِي ِد َ ِفَ َذل
ت بِ ِه (رواه البخاري ُ َولَ ْم يَ ْقبَلْ هُ َدى هللاِ الَّ ِذي ُأرْ ِس ْل, ك َرْأسًا َ َِم ْن لَ ْم يَرْ فَ ْع بِ َذل
)ومسلم
Artinya: “Perumpamaan apa yang dituliskan oleh Allah kepadaku yakni petunjuk dan
ilmu adalah seperti hujan lebat yang mengenai tanah. Dari tanah itu ada yang
gemburyang dapat menerima air lalutumbuhlah padang rumput yang banyak. Dari
panya ada yang keras dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan rumput.
Demikian itu perumpamaan orang yang tidak menolak kepadanya, dan mengajar, dan
perumpamaan orang yang pandai agama Allah dan apa yang dituliskan kepadaku
bermanfaat baginya, ia pandai dan mengajar, dan perumpamaan orang yang tidak
menolak kepadanya, dan ia tidak mau menerima petunjuk Allah, yang mana saya di
utus dengannya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Sahal bin Sa’ad RA, ia menceritakan sabda Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi
Thalib:
ُأ
ك ِم ْن َ ِ اَل يَ ْنقُصُ َذل, ُُور َم ْن تَبِ َعه ِ ان لَهُ ِم ْن اَأْلجْ ِر ِم ْث ُل ج َ َم ْن َد َعا إلَى هُدًى َك
ان َعلَ ْي ِه ِم ْن اِإْل ْث ِم ِم ْث ُل آثَ ِام َم ْن تَبِ َعهُ اَل َ ضاَل لَ ٍة َك
َ َو َم ْن َد َعا إلَى, ُور ِه ْم َش ْيًئا ُأ
ِ ج
)ك ِم ْن آثَا ِم ِه ْم (رواه مسلم َ ِيَ ْنقُصُ َذل.
Artinya: “Barang siapa mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti
pahala-pahala orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikitpun dari phala-pahala
itu. Barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa-dosa
orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa itu” (HR. Muslim)
َو َم ْن َأ َرا َد اآْل ِخ َرةَ فَ َعلَ ْي ِه بِ ْال ِع ْل ِم, َم ْن َأ َرا َد ال ُّد ْنيَا فَ َعلَ ْي ِه بِ ْال ِع ْل ِم
Artinya: “Barang siapa menghendaki (kebaikan) dunia, maka hendaknya ia
menggunakan ilmu, dan barang siapa menghendaki kebaikan akhirat, maka hendaknya
menggunakan ilmu”[8].
Menurut Al-Ghazali Ilmu, pengetatahuan itu indah, mulia dan utama. Tetapi, selama
keutamaan itu sendiri masih belum dipaham, dan yang diharapkan dari keutamaan itu
masih belum terwujud, maka tidak mungkin diketahui bahwa ilmu adalah utama.
Keutamaan adalah kelebihan. Jika ada dua benda yang sama, sementara salah satunya
mempunyai kelebihan, maka benda itu bisa disebut utama, kalau memang kelebihan
yang dimaksud adalah kelebihan dalam sifat kesempurnaan.
Sesuatu yang indah dan disenangi ada tiga macam, yaitu: sesuatu yang disenangi karena
ada faktor lain diluarnya, sesuatu yang disenangi karena nilai eksentriknya dan sesuatu
yang dicari karena nilai eksentriknya juga karena ada faktor lain diluarnya.
Uang adalah sesuatu yang disenangi. Tetapi ia disenangi bukan karena nilai
eksentriknya tetapi karena ada faktor lain berupa dapat dibuatnya uang untuk
mendapatkan yang lain. Kebahagiaan adalah sesuatu yang disenangi karena nilai
eksentriknya, artinya ia disenangi karena kebahagian itu sendiri. Sedangkan sesuatu
yang disenangi karena ada faktor lain dari luar dan juga karena nilai eksentriknya dapat
dicontohkan seperti kesehatan badan. Kesehatan badan disamping bisa dibuat untuk
memperoleh tujuan dan kebutuhan lain, ia juga disenangi karena didalamnya sendiri ada
nikmat dan kenyamanan. Dari ketiga macam hal di atas, yang tentunya lebih utama
adalah yang ketiga.
Apabila memandang ilmu pengetahuan, maka ia termasuk yang ketiga. Ilmu itu sendiri
adalah keindahan dan kelezatan, disamping ia dapat dijadikan perantara mendapatkan
kebahagian, baik di dunia maupun akhirat. Dengan ilmu kedekatan kepada Allah dapat
diraih, kelas lebih tinggi para malaikat dapat diperoleh dan status sosial yang tinggi di
surga dapat dinikmati. Dengan ilmu kemulian dunia, pengaruh, pengikut, kemewahan,
kekuasaan dan kehormatan dapat diperoleh. Bahkan binatang pun secara naluri akan
tunduk kepada manusia karena ilmu yang dimilikinya. Inilah kesempurnaan ilmu secara
mutlak[9]
“Wahai Kumail, ilmu itu lebih utama dari pada harta karena ilmu itu menjagamu,
sedangkan kamu menjaga harta. Ilmu adalah hakim, sedang harta adalah yang
dihakimi. Harta menjadi berkurang jika dibelanjakan, sedangkan ilu akan berkembang
dengan diajarkan kepada orang lain”[10].
Menurut Al-Mawardi, keutamaan dan pentingnya ilmu dapat diketahui oleh semua
orang. Yang tidak dapat mengetahuinya hanya orang-orang bodoh. Perkataan ini adalah
petunjuk bagi keutamaan ilmu yang lebih mengena, karena keutamaan ilmu hanya dapat
diketahui oleh ilmu itu sendiri. Ketika seseorang tidak berilmu untuk mengetahui
keutamaan ilmu, maka ia meremehkan ilmu, menganggap hina para pemilinya, dan
menyangka bahwa hanyalah kekayaan dunia yang akan mengantarkannya kepada
sebuah kebahagiaan[11].
Al-Mawardi juga mengatakan bahwa, ilmu amatlah luas, jika di pelajari tidak akan
pernah selesai, selama bumi masih berputar, selama hayat di kandung badan selama itu
pula manusia memerlukan ilmu pengetahuan islam tidak hanya cukup pada perintah
menuntut ilmu, tetapi menghendaki agar seseorang itu terus menerus melakukan belajar,
karena manusia hidup di dunia ini perlu senantiasa menyesuaikan dengan alam dan
perkembangan zaman. Jika manusia berhenti belajar sementara zaman terus
berkembang maka manusia akan tertinggal oleh zaman sehingga tidak dapat hidup layak
sesuai dengan tuntutan zaman, terutama pada zaman sekarang ini, zaman yang di sebut
dengan era globalisasi, orang di tuntut untuk memiliki bekal yang cukup banyak, berupa
ilmu pengetahuan[12].
IV. Padangan Penulis
Berdasarkan firman-fiman Allah, hadits-hadits Rasulullah serta pendapat para ulama,
maka dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah sesuatu yang paling baik dari segala bentuk
benda yang ada. Ia juga adalah yang terpenting dari segala sesuatu yang penting. Ilmu
sendiri adalah sebuah keutamaan, dimana seseorang akan merasakan kenikmatan dalam
pergelutannya dengan ilmu, memberinya manfaat bagi dirinya, memperbaiki akhlaknya,
memberikan jalan keluar bagi kebuntuan pikirannya, serta menunjukkannya jalan
menuju keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
BAB III PENUTUP
I. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang utama, mulia dan penting. Oleh sebab itu semua
harus menyadari tentang hal ini, untuk membentuk keshalehan individu dan keshalehan
dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Paling tidak setiap pendidik pada
lembaga pendidikan manapun harus mampu menyadari akan keutamaan dan pentingnya
ilmu, lalu menyalurkannnya kepada peserta didik, sehingga manfaat dan fungsi ilmu
pengetahuan dapat dirasakan secara menyeluruh, bukan sekadar formalitas belaka.
II. Saran-saran
Seperti yang telah disampaikan dimuka bahwa semua orang harus menyadari dan
meyakini akan keutamaan dan pentingnya ilmu, terutama bagi kalangan pendidik.
Untuk selanjutnya penulis merumuskan saran-saran sebagai berikut:
Al-Mawardi, Ali bin Muhammad bin Habib.“Adab al-Dun-ya wal al-Din”, Beirut: Dar
Iqra’, 1985
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. “Ihya’ Ulum al-Din”, Beirut: Darul Ma’rifah, tt,
Kementerian Waqaf dan Urusan Islam Kuwait, Ensiklopedi Fiqih, Kairo: Dar As-
Shofwah, 2007
An-Nawawi, Yahya bin Syaaf, “Al-Majmu’ ‘ala Syarh al-Muhadzab”, Kairo: Maktabah
al-Muniriyah, tt, Juz. 1 hlm. 40-41