ُ َمنْ َي ْه ِد ِه هللا،ت َأعْ َمالِ َنا ِ ُور َأ ْنفُسِ َنا َومِنْ َس ِّيَئ ا
ِ شر ُ ْهلل مِن ُ َو َنع،ُالـح ْم َد هّلِل ِ َنـحْ َم ُدهُ َو َنسْ َت ِع ْي ُن ُه َو َنسْ َت ْغفِ ُره
ِ ُوذ ِبا َ َّإن
ُُـحمَّداً َع ْب ُدهَ ْك لَ ُه َوَأ ْش َه ُد َأنَّ م َ َوَأ ْش َه ُد َأن الَّ ِإلَ َه ِإالَّ هللا َوحْ دَ هُ اَل َش ِري،ُِي لَه
َ َو َمنْ يُضْ لِ ْل َفاَل َهاد،َُفاَل مُضِ َّل لَه
و َرسُولُه.َ
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish
Shaghiir no. 3913)
Menuntut ilmu itu wajib bagi Muslim maupun Muslimah. Ketika sudah turun
perintah Allah yang mewajibkan suatu hal, sebagai muslim yang harus kita lakukan
adalah sami’na wa atha’na, kami dengar dan kami taat. Sesuai dengan firman Allah Ta
‘ala:
َ م َأ ْن يَقُولُوا َس ِم ْعنَا َوَأطَ ْعنَا ۚ َوُأو ٰلَِئUْ ُين ِإ َذا ُدعُوا ِإلَى هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه لِيَحْ ُك َم بَ ْينَه
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِ ُحون Uَ ِان قَوْ َل ْال ُمْؤ ِمن
Uَ ِإن َّ َما َك
“Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman apabila diajak untuk kembali kepada
Allah dan Rasul-Nya agar Rasul itu memberikan keputusan hukum di antara mereka
hanyalah dengan mengatakan, “Kami mendengar dan kami taat”. Dan hanya merekalah
orang-orang yang berbahagia.” (QS. An-Nuur [24]: 51).
Ilmu adalah kunci segala kebaikan. Ilmu merupakan sarana untuk menunaikan apa
yang Allah wajibkan pada kita. Tak sempurna keimanan dan tak sempurna pula amal
kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu Allah disembah, dengannya hak Allah ditunaikan, dan
dengan ilmu pula agama-Nya disebarkan.Kebutuhan pada ilmu lebih besar dibandingkan
kebutuhan pada makanan dan minuman, sebab kelestarian urusan agama dan dunia
bergantung pada ilmu. Imam Ahmad mengatakan, “Manusia lebih memerlukan ilmu
daripada makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dua
atau tiga kali sehari, sedangkan ilmu diperlukan di setiap waktu.”
Hal yang disayangkan ternyata beberapa majelis ilmu sudah tidak memiliki daya
magnet yang bisa memikat umat Islam untuk duduk di sana, bersimpuh di hadapan Allah
untuk meluangkan waktu mengkaji firman-firman Allah ‘Azza wa Jalla dan hadist
nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita lebih senang menyia-nyiakan waktu bersama
teman-teman, menghabiskan waktu di instagram, twitter, atau media sosial lain
dibandingkan duduk di majelis ilmu. Ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi.
Salah satunya adalah karena umat Islam belum mengetahui keutamaan dan keuntungan,
mempelajari ilmu agama. Kita belum mengetahui untungnya duduk berjam-jam di majelis
ilmu mengkaji ayat-ayat Allah. Kalau kita tidak mengetahuinya, kita tidak akan duduk di
majelis ilmu. Karena fitrah manusia memang bertindak sesuai asas keuntungan. Faktanya,
kalau kita tidak mengetahui keuntungan atau manfaat suatu hal maka kita tidak akan
melakukan hal itu. Begitu juga dengan ibadah. Maka dari itu, semakin kita belajar dan
mengetahui keuntungan-keuntungan salat, puasa, zakat, maka kita akan semakin semangat
menjalaninya. Ini yang seharusnya kita sadari. Oleh karena itu, kita harus mengetahui
keutamaan dan keuntungan menuntut ilmu. Terdapat banyak dalil dari kitab Allah dan
sunnah Rasul-Nya terkait keutamaan ilmu dan pemilik ilmu. Di antaranya adalah:
ه طَ ِر ْيقًا ِإلَى ْال َجن َّ ِةUِ ِ لَهُ بUُ َسه َّ َل هللاU،ه ِع ْل ًماUِ ك طَ ِر ْيقًا يَ ْلتَ ِمسُ فِ ْي
َ َن َسلUْ َم
“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan
baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
ن َأ َخ َذهُ َأ َخ َذ بِ َحظٍّ َوافِ ٍرUْ فَ َم، َولَ ِك ْن َو َّرثُوْ ا ْال ِع ْل َم،اَ ْل ُعلَ َما ُء َو َرثَةُ اَأْل ْنبِيَا ِء َوِإ َّن اَأْل ْنبِيَا َء لَ ْم يُ َو ِّرثُوْ ا ِد ْينَا ًرا َواَل ِدرْ هَا ًما
“Para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar
ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Maka dari itu, barang siapa mengambilnya, ia
telah mengambil bagian yang cukup.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah;
dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6297).
3. Ilmu Akan Kekal Dan Akan Bermanfaat Bagi Pemiliknya Walaupun Dia Telah
Meninggal
“Jika seorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal: sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa untuknya” (HR. Muslim).
Allah berfirman:
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan
memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim No. 1037).
Yang dimaksud faqih dalam hadits bukanlah hanya mengetahui hukum syar’i, tetapi lebih
dari itu. Dikatakan faqih jika seseorang memahami tauhid dan pokok Islam, serta yang
berkaitan dengan syari’at Allah. Demikian dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-‘Utsaimin dalam Kitabul ‘Ilmi (hal. 21).
“Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada Allah ”.
Allah Ta’ala berfirman:
Allah Subhanahu wa Ta ‘ala berfirman,
ير
ِ س ِع ِ ع َأوْ نَ ْعقِ ُل َما ُكن َّا فِي َأصْ َحاUُ َوقَالُوا لَوْ ُكن َّا نَ ْس َم
َّ ب ال
“Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu)
niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (QS. Al-
Mulk : 10).
Allah telah memberikan banyak kenikmatan, jika tidak kita gunakan untuk mempelajari
firman-firmannya maka kita akan menjadi salah satu orang yang menyatakan dan Allah
abadikan dalam surat Al-Mulk ayat 10 di atas. Semoga Allah memberikah taufiq dan
hidayah-Nya kepada kita untuk bisa menuntut ilmu dan mengamalkannya sesuai dengan
tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Aamiin.
REFERENSI
https://muslimah.or.id/10472-keutamaan-menuntut-ilmu-agama.html
DOKUMENTASI