Anda di halaman 1dari 13

BAB VI

AKHLAK DALAM MENUNTUT ILMU (BELAJAR)

A. Perintah Menuntut Ilmu (Belajar)

Allah Swt dalam Alquran mewajibkan kita untuk menuntut ilmu, baik

secara langsung ataupaun tidak langsung, baik secara formal ataupun secara non

formal. Seperti wahyu yang pertama kali turun yaitu iqra, artinya bacalah!

Perintah membaca dalam ayat ini secara langsung mengandung rmakna perintah

menuntut ilmu. Sedangkan yang secara tidak langsung untuk menuntut ilmu, di

antaranya adalah seperti la’allakum tatafakkarun (agar kalian berfikir); la’allakum

tubshirun (agar kalian mengamati), la’allahum yatadabbarun (agar mereka

melakukan pengkajian), la’allahum yatafaqqahun (agar mereka memahami), dan

masih banyak lagi istilah-istilah lain dalam Alquran yang kesemuanya merupakan

perintah untuk menuntut ilmu. Dengan banyaknya ayat Alquran yang

memerintahkan untuk menuntut ilmu menanadakan betapa pentingnya ilmu dalam

kehidupan ini, saking pentingnya ilmu tersebut, sehingga Allah mengangkat

derajatnya dengan derajat yang paling tinggi:

‫عملُو َن َخبري‬ ‫ه‬ ‫ه‬


َ َ‫ٱَّللُ ِبَا ت‬
‫لم َد َر ََٰجت َو ه‬
َ ‫ين أُوتُواْ ٱلع‬
َ ‫ين ءَ َامنُواْ من ُكم َوٱلذ‬
َ ‫يَرفَع ٱ هَّللُ ٱلذ‬
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang

yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa

yang kamu kerjakan.” (QS. al-Mujadillah, 58: 11)

Ayat ini menyatakan bahwa dengan ilmu derajat seseorang akan terangkat,

baik di hadapan Allah atapun di mata manusia. Baik atau buruknya sebuah ilmu,

bukan karena keberadaan ilmunya melainkan karena niat atau tujuan orang yang

240
memiliki ilmu tersebut. Diibaratkan seperti pisau, tergantung siapa yang

memilikinya, atau menggunakannya. Jika pisau dimiliki oleh orang jahat, maka

pisau itu bisa digunakan untuk membunuh, merampok atau mencuri. Tetapi jika

dimiliki oleh orang baik, maka pisau itu bisa digunakan untuk memotong hewan

qurban, mengiris bawang, membelah ikan, atau digunakan untuk hal-hal yang

bermanfaat, baik bagi dirinya ataupun orang lain. Selain itu, Ilmu merupakan

sarana utama menuju kebahagiaan hidup, juga merupakan pondasi utama dan

pertama sebelum berkata-kata dan berbuat. Dengan ilmu, manusia dapat memiliki

peradaban dan kebudayaan, dengan ilmu, manusia dapat memperoleh kehidupan

dunia, dan dengan ilmu pula, manusia menggapai kehidupan akhirat. Oleh karena

itu, di samping banyak ayat Alquran, juga banyak Hadits yang mewajibkan

menuntut ilmu, di antaranya:

‫َوَما َكـا َن م َن الْ ُم ْؤمنُـ ْو َن ليَـْنف ُر َكافّةً فَـلَ ْوالَنـَ َفَرم ْن ُك ّل فَرقٍَة مْنـ ُه ْم طَائ َفةً ليَـتَـ َف ّق ُهوأ ِف ال ّديْن َوليُـْنذ ُرْوا‬
‫قَـ ْوُم ُه ْم اذأ َر َجعُ ْو الَْيه ْم لَ َعلّ ُه ْم ََْي َذ ُرْو َن‬
"Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi kemedan perang,

mengapa sebagian diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam ilmu

pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya

apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya " (QS. al-

Taubah, 9: 122).

‫ين َال يَـ ْعلَ ُمو َن إهَّنَا يـَتَ َذ هك ُر أ ُْولُوا ْاْلَلْبَاب‬ ‫ه‬ ‫ه‬
َ ‫ين يَـ ْعلَ ُمو َن َوالذ‬
َ ‫َه ْل يَ ْستَوي الذ‬
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak

mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima

pelajaran.” (QS. al-Zumar, 39: 9). Hadits Nabi Saw:

241
ٍ ‫س ابن مال‬
‫ضةً َعلى ُك ّل‬
َ ْ‫ب الْع ْلم فَـ ْري‬ُ َ‫ال َر ُس ْول هللا صلى هللا عليه وسلـم طَل‬ َ َ‫ك قَ َل ق‬ َ ُ ْ ٍ َ‫ْع ْن اَن‬
‫ب‬ ‫ه‬ ْ ‫ُم ْسل ٍم ووض ًع الع ْلم عْن َد َغْيـ ُر ْأهله َك ُمقلّد‬
َ ‫اْلَنَا زيْر ْْلَْوَهَرولَ ْلؤلَُؤ َوالذ َه‬
"Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah saw, bersabda: Mencari ilmu itu

wajib bagi setiap muslim, memberikan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya

seperti orang yang mengalungi babi dengan permata, mutiara, atau emas"

(HR.Ibnu Majah). Hadits Nabi lainnya:

ُ‫اضعُ ْوا ل َم ْن تَـتَـ َعلّ ُموا َن مْنه‬


َ ‫السكْيـنَةَ َوالْ َوقَا َر َوتَـ َو‬
ّ ‫تَـ َعلّ ُمواالع ْل َم َوتَـ َعلّ ُم ْوا ل ْلع ْلم‬
"Belajarlah kalian ilmu untuk ketentraman dan ketenangan serta rendah hatilah

pada orang yang kamu belajar darinya". (HR. al-Thabrani)

Ayat Alquran yang pertama tersebut diatas, menjelaskan bahwa menuntut

ilmu adalah perintah lansung dari Allah Swt, karena orang yang menuntut ilmu

akan diangkat derajatnya oleh Allah beberapa derajat. Kemudian ayat yang kedua

menjelaskan bahwa diwajibkan untuk menuntut ilmu agama dan kedudukan orang

yang menuntut ilmu harus mampu menjadi pengingat bagi orang yang tidak tau

masalah agama serta mampu menjaga diri dari hal-hal yang bisa menjerumuskan

ke dalam lembah kenistaan. Sedangkan ayat yang ketiga menjelaskan secara

simbolik, bahwa orang yang berilmu, nasibnya tentu berbeda dengan orang yang

tidak berilmu.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menunutut ilmu intinya

dieprintah, bahkan secara hukum adalah “wajib”. Kewajiban itu berlaku bagi

setiap umat Islam, anak-anak maupun orang dewasa dan tidak ada alasan untuk

tidak melakukannya. Ilmu yang wajib pertama diketahui oleh settiap muslim

242
adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tata cara peribadatan kepada Allah Swt

karena ibadah tanpa ilmu akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan, dan ibadah

yang salah tidak akan dapat diterima oleh Allah Swt. Sedangkan orang yang

mengajarkan ilmu kepada orang yang tidak mengetahui atau tidak paham maka

hasilnya akan sia-sia. Maksudnya, ilmu itu harus disampaikan sesuai dengan taraf

berfikir si penerima ilmu, memberikan ilmu secara tidak tepat diibaratkan kita

memberikan perhiasan kepada monyet, meskipun ia diberikan perhiasan kalung

emas atau mutiara yang sangat berharga, maka monyet tersebut tetap tidak akan

dapat menerimanya.

B. Akhlak Mahasiswa (Siswa) terhadap Dosen (Guru)

Siswa atau mahasiswa adalah orang yang belajar kepada guru atau dosen.

Oleh karena itu, siswa yang harus menentukan kualitas seorang guru. Dalam arti

lain, bahwa sebelum belajar, siswa atau bersama orang tuanya terlebih dahulu

harus memilih sekolah yang menurutnya memiliki guru-guru yang berkualitas.

Jika setelah ia masuk sekolah, kemudian siswanya kurang pintar setelah mendapat

pendidikan, maka ada dua kemungkinan, yakni siswanya kurang mencerna

pelajaran yang ditransfer guru (atau sang guru tidak dapat memberikan metode

terbaik pada saat pelajaran diberikan), atau sang siswa tidak mampu mengikuti

pelajaran yang diberikan guru. Dua kemungkinan ini, sangatlah lumrah. Yang

pasti sang guru tidak mau disalahkan alias guru beralasan bahwa siswa tersebut

memang tidak mampu mengikuti pelajaran atau ia memiliki IQ rendah. Kalau mau

jujur, guru pun harus dapat mengevaluasi metode yang digunakan dalam

pendidikan, apakah sesuai dengan tingkat kecerdasan, tingkat usia, tingkat emosi

243
dan sebagainya. Hal ini perlu dilakukan oleh seorang guru, agar ilmu yang

ditransfer dapat diterima dengan baik. Selain itu seorang siswa pun harus

mengakomodir segala yang diberitakan oleh guru dalam segala hal yang

berhubungan dengan pendidikan, dengan tujuan agar siswanya itu menjadi orang

yang berguna.

Seorang siswa wajib berbuat baik kepada guru dalam arti menghormati,

memuliakan dengan ucapan dan perbuatan, sebagai balas jasa atas kebaikan yang

diberikannya. Siswa berbuat baik dan berakhlak mulia atau bertingkah laku

kepada guru dengan dasar pemikiran sebagai berikut:

Pertama, memuliakan dan menghormati guru termasuk salah satu perintah

Allahg. Sabda Rasulullah Saw: “Muliakanlah orang yang kamu belajar darinya”.

(HR. Abul Hasan Al-Mawardi), “Muliakanlah guru-guru Al-Qur’an (agama),

karena barang siapa yang memuliakan mereka berarti ia memuliakan aku”. (HR.

Abul Hasan Al-Mawardi). Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata: “Saya

adalah seorang hamba bagi orang yang mengajariku walaupun satu huruf”

Kedua, guru adalah orang yang sangat mulia. Dalam sejarah Islam

disebutkan, bahwa pada suatu hari Nabi Muhammad Saw ke luar rumah. Tiba-tiba

beliau melihat ada dua majlis yang berbeda. Majlis yang pertama adalah orang-

orang yang beribadah yang sedang berdoa kepada Allah dengan segala kecintaan

kepada-Nya, sedang majlis yang kedua ialah majlis pendidikan dan pengajaran

yang terdiri dari guru dan sejumlah murid-muridnya. Melihat dua macam majlis

yang berbeda Nabi bersabda: “Adapun mereka dari majlis ibadah mereka sedang

berdoa kepada Allah. Jika Allah mau, Allah menerima doa mereka, dan jika Allah

244
mau, Allah menolak doa mereka. Tetapi mereka yang termasuk dalam majlis

pengajaran manusia. Sesungguhnya aku diutus Allah adalah untuk menjadi guru.

(HR. Ahmad).

Ketiga, guru adalah orang yang sangat besar jasanya dalam memberikan

ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan mental kepada siswa. Bekal ini

jika diamalkan jauh lebih berharga dari pada harta benda. Orang yang ingin

sukses di dunia dan akhirat harus dengan ilmu. Sabda Rasulullah Saw: “Barang

siapa yang menghendaki dunia, wajib ia mempunyai ilmu. Barang siapa yang

menghendaki akhirat, wajib mempunyai ilmu. Dan barang siapa yang

menghendaki dunia dan akhirat kedua-duanya, wajib juga mempunyai ilmu. (HR.

Ahmad).

Keempat, dilihat dari segi usia, maka pada umumnya guru lebih tua dari

pada muridnya, sedangkan orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua.

Sabda Rasulullah Saw: “Bukan dari umatku, orang yang tidak sayang kepada

yang lebih muda dan tidak menghargai kehormatan yang lebih tua.” (HR. Abu

Daud dan Turmudzi). Kemudian banyak cara yang dapat dilakukan seorang siswa

dalam rangka berakhlak terhadap seorang guru, di antaranya adalah sebagai

berikut:

1. Menghormati dan memuliakannya serta mengagungkannya menurut cara

yang wajar dan dilakukan karana Allah.

2. Berupaya menyenangkan hatinya dengan cara yang baik.

3. Tidak merepotkan guru dengan banyak pertanyaan.

4. Dengan meletihkan guru dengan berbagai pertanyaan dan beban lainnya.

245
5. Jangan berjalan dihadapannya.

6. Jangan duduk ditempat duduknya.

7. Jangan mulai berbicara kecuali setelah mendapat izin darinya.

8. Jangan membukakan rahasia guru.

9. Jangan melawan dan menipu guru.

10. Meminta ma’af jika berkata keliru dihadapan guru.

11. Memuliakan keluarganya.

12. Memuliakan sahabat karib guru.

Selain itu akhlak murid terhadap guru, seperti yang diungkapkan oleh Ibnu

Jama’ah adalah bahwa murid harus mengikuti guru yang dikenal berakhlak baik,

tinggi ilmu dan keahliannya, berwibawa, santun dan penyayang. Ia tidak

mengikuti guru yang tinggi ilmunya tetapi tidak saleh, tidak waras, atau tercela

akhlaknya. Murid harus mengikuti dan mematuhi guru. Menurut ibn jama’ah rasa

hina dan kecil di depan guru merupakan pangkal keberhasilan dan kemuliaan. Ia

memberikan umpama lain, yaitu penuntut ilmu ibarat orang lari dari kebodohan

seperti lari dari singa ganas. Ia percaya kepada orang penunjuk jalan lari. Selain

itu, murid harus mengagungkan guru dan meyakini kesempurnaan ilmunya. Orang

yang berhasil hingga menjadi ilmuwan besar, sama sekali tidak boleh berhenti

menghormati guru.

Kemudian murid juga harus mengingat hak guru atas dirinya sepanjang

hayat dan setelah wafa. Ia menghormati sepanjang hidup guru, meski wafat.

Murid tetap mengamalkan dan mengembangkan ajaran guru, bersikap sabar

terhadap perlakuan kasar atau akhlak buruk guru. Hendaknya berusaha untuk

246
memaafkan perlakuan kasar, turut memohon ampun dan bertaubat untuk guru

serta harus menunjukkan rasa berterima kasih terhadap ajaran guru. Melalui itulah

ia mengetahui apa yang harus dilakukan dan dihindari. Ia memperoleh

keselamatan dunia dan akhirat.

Meskipun guru menyampaikan informasi yang sudah di ketahui murid, ia

harus menunjukan rasa ingin tahu tinggi terhadap informasi. Murid tidak

mendatangi guru tanpa izin lebih dahulu, baik guru sedang sendiri maupun

bersama orang lain. Jika telah meminta izin dan tidak memperoleh. Ia tidak boleh

mengulangi minta izin. Jika ragu apakah guru mendengar suaranya, ia bisa

mengulanginya paling banyak tiga kali. Ia harus duduk sopan di depan guru.

Missalnya, duduk bersila dengan tawadu’, tenang, diam, posisi duduk sedapat

mungkin berhadapan dengan guru, atentif terhadap perkataan guru sehingga tidak

membuat guru mengulangi perkataan. Tidak di benarkan berpaling atau menoleh

tanpa keperluan jelas, terutama saat guru berbicara kepadanya.

Bekomunikasi dengan guru secara santun dan lemah- lembut. Ketika guru

keliru baik khilaf atau karena tidak tahu, sementara murid mengetahui, ia harus

menjaga perasaan agar tidak terlihat perubahan wajahnya. Hendaknya menunggu

sampai guru menyadari kekeliruan. Bila setelah menunggu tidak ada indikasi guru

menyadari kekeliruan, murid mengingatkan secara halus. Jika guru

mengungkapkan satu soal, atau kisah atau sepenggal sair yang sudah dihafal

murid, ia harus tetap mendengarkan dengan antusias, seolah-olah belum pernah

mendengar. Murid tidak boleh menjawab pertanyaan guru meskipun mengetahui,

kecuali guru memberi isyaratia memberi jawaban, ia harus mengamalkan tayamun

247
(mengutamakan yang kanan). Ketika memberi sesuatu kepada guru. Harus

menjaga sikap wajar, tidak terlalu dekat hingga jaraknya terkesan mengganggu

guru. Tidak pula terlalu jauh hingga harus merentangkan tangan secara berlebihan

yang mengesankan kurang serius.

C. Akhlak Dosen (Guru) terhadap Mahasiswa (Siswa)

Hendaknya seorang guru atau dosen mengajar dan mendidik peserta

didiknya dengan tujuan mendapatkan ridlo Allah Swt, menyebarkan ilmu,

menghidupkan syariat islam, melanggengkan munculnya kebenaran dan

terpendamnya kebatilan, mengharap lestarinya kebaikan bagi umat dengan

memperbanyak ulama, dan meraih pahala. Ia akan memperoleh pahala dari orang

yang ilmunya akan berpangkal kepadanya. Selain itu, juga berharap keberkahan

dari doa dan kasih sayang mereka, menginginkan agar tergolong dalam mata

rantai para pembawa ilmu dari Rasulullah Saw dan termasuk golongan para

penyampai wahyu Allah Swt dan hukum-hukum-Nya kepada seluruh makhluk-

Nya.

Hal itu karena mengajarkan ilmu merupakan salah satu urusan terpenting

dalam agama dan merupakan kedudukan tertinggi bagi orang mukmin. Rasulullah

Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah, malaikat, penghuni langit dan bumi, bahkan

semut di liangnya pada bershalawat untuk para pengajar kebaikan kepada umat

manusia. Sungguh, ini adalah ganjaran yang besar dan memperolehnya

merupakan keuntungan yang tak terhingga. Ya Allah, jangan Engkau halangi

kami dari ilmu dengan penghalang apapun dan jangan Engkau cegah kami darinya

dengan segala pencegah. Kami berlindung kepada-Mu dari pelbagai pemutus

248
ilmu, pengeruh, penyebab terhalang dan terhindarkan darinya”. Berikut ini adalah

di antara akhlak guru atau dosen terhadap murid atau mahasiswa:

1. Sabar terhadap murid yang niatnya tidak lurus. Seorang guru hendaknya

menghindari sikap tidak mau mengajar murid yang tidak tulus niatnya,

karena sesungguhnya ketulusan niat masih ada harapan terwujud sebab

berkah dari ilmu itu sendiri. Karena itu, seorang guru secara bertahap

harus memotivasi murid agar memiliki tujuan belajar yang luhur, baik

dalam bentuk kata-kata maupun perbuatan nyata.

2. Mendekatkan murid pada hal-hal terpuji. Guru harus mendekatkan murid

dengan sesuatu yang menurut guru terpuji, dan menjauhkan murid dari apa

yang menurut guru tercela. Guru juga harus memperhatikan kemaslahatan

murid, memperlaku-kannya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan,

berlaku baik kepadanya, bersabar atas kekasaran dan segala

kekurangannya kerena pada suatu waktu manusia tidak lepas dari

kekurangan dan ketidaksopanan.

3. Guru juga harus berusaha menerima dengan lapang dada alasan-alasan

murid yang dipandang masih mungkin dapat ditolerir, disertai upaya untuk

meredam perilaku kasarnya dengan nasehat dan kelembutan bukan dengan

cara yang keras dan kasar. Dalam tindakannya itu, guru bertujuan untuk

mendidik murid dengan baik, mempercantik akhlaknya, dan memperbaiki

tingkah lakunya.

249
4. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami saat mengajar. Ketika

mengajar guru hendaknya mempermudah murid dengan bahasa

penyampaian yang mudah dicerna dan bahasa tutur yang baik.

5. Menerima masalah yang dibawa oleh murid dan sabar dengannya, dan

menghadapinya dengan rasa kasih sayang yang tinggi.

6. Di saat mau duduk, maka harus memuliakan orang yang telah duduk

duluan, duduk dengan sifat lemah-lembut beserta menundukkan kepala.

7. Tidak takabur dengan semua orang, bukan hanya dengan muridnya saja,

kecuali bagi orang yang suka melakukan aniaya, maksiat dan bangga

dengan hal tersebut, boleh takabur dengan mereka untuk menolak

kedhaliman atau kemaksiatan orang tersebut, karena takabur kepada orang

yang takabur adalah sedekah, sebagaimana tawadhu’ dengan orang yang

tawaddu’, karena sebagaimana dimaklumi bahwa orang yang berbuat

aniaya itu adalah orang yang takabur.

8. Mendahulukan sifat tawadhu’ di saat berkumpul dengan orang banyak,

supaya diikuti oleh mereka. Meninggalkan bermain-main, bercanda dan

bersendau-gurau dengan orang banyak dan terutama dengan muridnya,

karena dapat meruntuhkan martabatnya dan penghormatan murid

terhadapnya.

9. Lemah-lembut saat mengajar, terhadap murid yang kurang IQ-nya, murid

yang tidak bagus saat mengajukan pertanyaan, murid yang kurang

memahami pelajaran, dan sebagainya, maksudnya membaguskan

250
perkataan atau tingkah laku, karena itu akan membantu dan memberi

pengaruh besar terhadap perkembangan murid.

10. Memberi perhatian lebih kepada murid yang bodoh di saat mengajar,

jangan sekali-kali menyindir apalagi sampai memarahinya karena

kebodohannya.

11. Tidak boleh malu dan takut mengatakan “saya tidak tahu” atau “ Wallahu

‘alam” apabila ada satu-satu masalah yang tidak diketahuinya atau kurang

jelas maksudnya, karena tersebut dalam satu riwayat hadits, bahwasannya

Nabi Saw pernah ditanyai oleh seorang laki-laki, tentang negeri yang

paling buruk, kemudian nabi menjawab: “saya tidak tahu, saya akan

tanyakan kepada jibril ”, kemudian nabi menanyakan hal tersebut kepada

jibril As, jibril menjawab: “saya tidak tahu, saya akan tanyakan kepada

Allah Swt”.

12. Ikhlas dan sungguh memperhatikan pertanyaan dari murid, memahami

dengan sebenar-benarnya agar bisa dijawab dengan benar dan tepat.

Kemudian menerima kebenaran di saat berdiskusi atau berdebat, walau itu

datang dari lawannya, karena mengikut yang benar hukumnya wajib.

13. Jangan takut mencabut pernyataan atau i’tikad yang nyata salah pada

kemudian hari, sekalipun kebenaran itu datang dari orang yang derajatnya

lebih rendah.

14. Mencegah murid yang mempelajari ilmu yang dapat memudharatkan

agama murid itu, atau lainnya, seperti ilmu sihir, ilmu nujum

(perbintangan), peramalan dan lain sebagainya.

251
15. Mencegah murid mempelajari ilmu yang bersifat fardhu kifayah sebelum

selesai dari ilmu yang bersifat fardhu ‘ain. Fardhu ‘ain yang untuk

kemashlahatan dhahir dan bathin si murid, maksudnya, dengan fardhu ‘ain

tersebut murid bisa mengerjakan seluruh amalan yang diperintahkan

kepadanya dan menjahui segala larangannya.

16. Segala sesuatu yang diajarkan, harus dikerjakan oleh dirinya sendiri

terlebih dahulu, sebelum diajarkan kepada orang lain, supaya orang lain

tersebut bisa mengetahuinya dari perbuatan guru itu terlebih dahulu,

sebelum mendengar langsung dari mulut gurunya, karena pengetahuan

yang timbul dari perbuatan lebih kuat pengaruhnya dari pengetahuan yang

timbul dari perkataan.

Demikianlah beberapa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru,

sebagaimana yang disebutkan oleh imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Muraqi

‘Ubudiyyah. Apabila pada seorang guru belum mampu mengamalkannya, maka

belum pantas disebut sebagai seorang guru, atau syara’ tidak menganggapnya

sebagai seorang guru, dan segala sesuatu yang diajarkannya, tidak akan menemui

keberkahan, sepanjang hidupnya.

252

Anda mungkin juga menyukai