Anda di halaman 1dari 38

BABA III

MENGENAL KESEMPURNAAN MANUSIA

A. Definisi Manusia

Terdapat banyak definisi menurut para ahli ternama tentang manusia

namun pengertian manusia itu sendiri bisa dipahami secara bahasa, bahwa

manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti

berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai

makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah

fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang

individu.

Manusia juga dapat diartikan berbeda-beda baik menurut sudut pandang

biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis,

manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia),

sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemam-

puan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan

konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam

hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos,

mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain.

Dalam antropologi kebudayaan, manusia dijelaskan berdasarkan

penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta

perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk

membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta

pertolongan. Manusia merupakan makhluk hidup ciptaan Allah dengan segala

fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami

144
kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, mati, dan seterusnya, serta terkait dan

berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik

positif maupun negatif.

Manusia juga sebagai mahkluk individu memiliki pemikiran-pemikiran

tentang apa yang menurutnya baik dan sesuai dengan tindakan-tindakan yang

akan diambil. Manusia pun berlaku sebagai makhluk sosial yang saling

berhubungan dan keterkaitannya dengan lingkungan dan tempat tinggalnya.

Dari pandangan pengertian manusia, penggolongan manusia yang paling utama

adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak

yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal

sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal

sebagai putri dan perempuan dewasa sebagaiwanita. berdasarkan usia, mulai

dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balig, pemuda/i, dewasa, dan

orang tua. Penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit,

rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama (penganut

agama/kepercayaan, warga negara, anggota partai), hubungan kekerabatan

(keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga

asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.

Sementara manusia sebagai makhluk sosial, artinya manusia hanya akan

menjadi apa dan siapa bergantung ia bergaul dengan siapa. Manusia tidak bisa

hidup sendirian, sebab jika hanya sendirian ia tidak “menjadi” manusia. Dalam

pergaulan hidup, manusia menduduki fungsi yangbermacam-macam. Di satu sisi

ia menjadi anak buah, tetapi di sisi lain ia adalah pemimpin. Di satu sisi ia adalah

145
ayah atau ibu, tetapi di sisi lain ia adalah anak. Di satu sisi ia adalah kakak, tetapi

di sisi lain ia adalah adik. Demikian juga dalam posisi guru dan murid, kawan dan

lawan, buruh dan majikan, besar dan kecil,mantu dan mertua dan seterusnya. .

Dalam hubungan antar manusia (interpersonal), ada pemimpin yang sangat

dipatuhi dan dihormati

Namun dalam Alquran dan Sunnah, bahwa manusia didefinisikan sebagai

makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh

petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat. Allah selaku

pencipta alam semesta yang di dalamnya adalah manusia telah memberikan

informasi lewat wahyu Alquran dan realita faktual yang tampak pada diri

manusia. Informasi itu ada yang berupa ayat-ayat yang tersebar, tidak bertumpuk

pada satu ayat atau satu surat. Hal ini dilakukan-Nya agar manusia berusaha

mencari, meneliti, memikirkan, dan menganalisanya.

Manusia merupakan makhluk yang sempurna dan mulia, juga merupakan

makhluk yang unik. Ia diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna, baik

kejadian fisiknya maupun rohaniahnya. Selain sebagai makhluk yang paling

sempurna manusia dijadikan Allah sebagai makhluk yang memiliki kemuliaan dan

keluhuran. Sebagai makhluk yang paling sempurna, manusia dimintai

pertanggunjawaban terhadap amanah yang diberikan padanya untuk mengelola

alam semesta bagi kesejahteraan semua makhluk. Selain itu setiap manusia

menurut pandangan Islam adalah pemimpin, sesuai dengan tingkatannya masing-

masing. Setiap pemimpin bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya, baik

lahir maupun batin, di dunia maupun diakhirat

146
B. Manusia dalam Pandangan Ilmu Pengetahuan

Sudah tidak asing lagi, bahwa teori Ilmu Pengetahuan memandang wujud

manusia yang ada sekarang merupakan perubahan secara bertahap dari binatang,

atau disebut dengan teori evolusi, sehingga para tokoh teori ini senantiasa

mengidentikan manusia dengan binatang. Identifikasi ini dapat dilihat dari

sebutan-sebutan yang mereka gunakan dalam mendefinisikan manusia, seperti

manusia disebut sebagai animal educabile artinya makhluk atau binatang yang

dapat didik. Juga disebut animal educadum artinya makhluk yang harus dididik,

dan animal educandus artinya makhluk yang dapat mendidik. Di samping

sebutan-sebutan tersebut, terdapat sebutan-sebutan lain yang menunjukan manusia

sebagai binatang, seperti sebutan homo sapiens (makhluk yang berbudi); homo

rational (makhluk yang berakal); homo faber (makhluk yang kreatif) dan sebutan-

sebutan lainnya, atau dalam istilah Arab disrbut hayawan nathiq.

Dari satu sisi, memang manusia memiliki kesamaan dengan binatang,

namun di sisi lain terdapat perbedaan yang sangat fundamental dan vital dalam

menjalani kehidupannya. Persamaan tersebut antara lain meliputi: Pertama, baik

manusia maupun binatang punya naluri makan dan minum, keduanya adalah

makhluk yang membutuhkan materi juga dan termasuk masalah primer untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kedua, manusia dan binatang

mempunyai naluri untuk mempertahankan diri, tidak ada yang sukarela

mengorbankan dirinya secara konyol dari setiap ancaman bahaya yang melanda

dirinya. Ketiga, manusia dan binatang memiliki naluri keturunan yang

mengakibatkan terjaminnya kelanjutan jenis, juga sama-sama memiliki naluri atau

147
rasa takut dan benci, baik terhadap makhluk sesamanya atau terhadap makhluk

lainnya.

Adapun perbedaannnya adalah dalam persoalan naluri yang dimilikinya.

Manusia mampu mengembangkan dan mengarahkan naluri-naluri tersebut

(dinamis), sedangkan binatang bersifat tetap dan tidak berubah (statis). Perbedaan

lainnya dan ini sangat vital dan fundamental adalah terletak pada adanya norma-

norma, etika, dan moral, tepatnya disebut dengan kode etik atau agama. Dikatakan

fundamental dan vital, karen kode etik atau agama ini bernilai mutlak dan absolut

yang mengangkat derajat dan martabat manusia bahkan yang membedakannya

dari seluruh jenis makhluk lainnya. Perbedaan yang menyeluruh antara manusia

dengan binatang adalah manusia mempunyai akal, sedangkan binatang tidak.

Dengan akal pikiran inilah melahirkan perbuatan-perbuatan sehari-hari dalam

rangka menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Tapi, akal manusia bersifat

nisbi dan sangat terbatas, sehingga tidak seluruh persoalan dapat diatasinya dan

tidak semua persoalan dapat ditelusuri akan hakikat kebenarannya oleh akal.

Berdasarkan perbedaan-perbedaan tersebut, maka di antara tokoh-tokoh

pendidikan, ada yang menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk monodualis.

Dikatakan demikian, karena: Pertama, manusia nampaknya satu, padahal

hakikatnya terdiri dari dua unsur, yakni unsur jiwa dan unsur raga. Kedua unsur

tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia dikatakan

manusia, jika kedua unsur tersebut belum terpisah. Artinya, jiwa tetap ada dalam

raga, dan raga tetap ada pada jiwa. Di samping itu, kedua unsur tersebut akan

berkembang secara normal dan sempurna, jika dalam perkembangannya berada

148
dalam keseimbangan antara yang satu dengan yang lainnya. Namun jika salah

satunya tertinggal, maka perkembangannya tidak akan mengalami kesempurnaan

yang sinergis. Adanya kedua unsur yang menyatu ini, maka manusia disebut

sebagai makhluk monodualis.

Kedua, manusia disebut makhluk monodualis karena dilihat dari aspek

perilakunya bahwa manusia merupakan makhluk sosial dan makhluk individu,

artinya bahwa setiap perbuatan yang dilakukannya selalu nampak aspek sosialnya

dan aspek individualnya. Kedua aspek ini juga tidak dapat dipisahkan, karena

manusia seperti disebutkan diatas dilengkapi dengan unsur jiwa (psikhis) dan

unsur raga (fisik) yang keduanya saling membuthkan dan saling melengkapi.

Manusia sebagai makhluk individu, artinya bahwa setiap orang memiliki

ciri khusus yang menyebabkan dirinya berbeda dengan orang lain. Sedangkan

sebagai makhluk sosial, artinya dalam rangka melakoni kehidupannya sendiri,

manusia tidak bisa lepas dari orang lain dan juga harus memikirkan kepentingan

orang lain, bahkan manusia sebagai individu hanya akan berarti apabila ada

hubungannya dengan orang lain. Kebahagian hidup pun akan terasa jika kedua

aspek tersebut dikembangkan dan berjalan selaras, serasi dan seimbang. Terlalu

mementingkan kebutuhan diri sendiri, dan mengabaikan orang lain berarti egois

namanya. Begitu juga terlalu mementingkan kebutuhan umum, dan mengabaikan

kebutuhan diri sendiri berarti altruistis namanya. Siakp-sikap seperti ini tentu

tidak baik, yang baik adalah antara aspek individu dan aspek sosial harus berjalan

selaras, serasi dan seimbang.

149
Ketiga, manusia disebut monodualis karena jika dipandang dari segi

agama, maka hakikat manusia adalah makhluk duniawi dan ukhrawi. Manusia

yang beragama, memiliki keyakinn bahwa setelah hidup di dunia ini, masih ada

kehidupan lain yakni kehidupan akhirat. Kehidupan inilah yang merupakan

kehidupan hakiki, karena sifatny kekal dan abadi; untuk selama-lamanya. Oleh

karena itu, selama hidup di dunia, manusia harus bekerja untuk memenuhi

kebutuhannya sehari-hari, sekaligus sebagai bekal untuk hidup di akhirat. Artinya,

kedua kehidupan tersebut, baik kehidupan duniawi taupun ukhrawi harus sama-

sama dijalankan selaras, serasi dan seimbang. Tidak mementingkan kehidupan

duniawi saja dengan mengabaikan kehidupan ukhrawi, juga sebaliknya tidak

mementingkan kehidupan ukhrawi saja dengan mengabaikan khidupan duniawi.

Namun keduanya harus berjalan secara simultan dan sinergis.

Ketiga bentuk kehidupan manusia yang bersifat monodualis tersebut di

atas, sesuai dengan karakteristik ajaran Islam yang salah satunya adalah

“moderat” artinya “menengah”, yakni bahwa ajaran Islam berada di tengah-tengah

atau di antara kedua aspek; aspek jasmani dan rohni, aspek individu dan sosial,

aspek duniawi dan aspek ukhrowi. Tidak terlalu mementingkn aspek jasmani

dengan mengabaikan aspek ruhani; tidak terlalu mementingkan aspek individu

dengan mengbaikan aspek sosial, juga tidak terlelu memntingkan aspek diniawi

dengan mengabaikan aspek ukhrowi.

Kehidupan manusia akan mencapi kepada tingkat kemuliannya jika ketiga

aspek tersebut harus terpenuhi secara serasi, dan sseimbang. Seperti yang

difirmankan Allah dalam Alquran:

150
‫ول َعلَْي ُك ْم َش ِهيداً َوَما َج َع ْلنَا‬
ُ ‫الر ُس‬ ِ ‫ك َج َع ْلنَا ُك ْم أ َُّم ًة َو َسطاً لِتَ ُكونُواْ ُش َه َداء َعلَى الن‬
َّ ‫َّاس َويَ ُكو َن‬ ِ
َ ‫َوَك َذل‬
‫ت لَ َكبِ ََرً إِالَّ َعلَى‬ ِ ِ ِ ِ َ ‫الْ ِقب لَة الَِِّت ُكنت علَي ها إِالَّ لِن علَم من ي تَّبِع الرس‬
ْ َ‫ب َعلَى َعقبَ ْيه َوإِن َكان‬ ُ ‫ول ِمَّن يَن َقل‬ ُ َّ ُ َ َ َ ْ َ َْ َ َ َْ
‫َّاس لََرُُوٌ َِِّيم‬ ِ ‫يع إِميَانَ ُك ْم إِ َّن اّللَ ِبلن‬ ِ ِ ِ َّ
َ ‫ين َه َدى اّللُ َوَما َكا َن اّللُ ليُض‬ َ ‫الذ‬
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil

dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul

(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan

kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui

(supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan

sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang

telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.

Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”

(QS. Al-Baqarah, 2: 143).

ِ ِ ِ
َ ‫ََّبَّنَا آتنَا ِِف الدُّنْيَا َِ َسنَةً َوِِف اآلخَرًِ َِ َسنَةً َوقنَا َع َذ‬
َِّ ‫اب النَّا‬
"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan

peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah, 2: 201).

ِ ‫ك ِمن الدُّنْيا وأ‬ ِ ِ ِ


َ ‫اّللُ إِلَْي‬
‫ك َوَال تَْب ِغ‬ َّ ‫َِ َس َن‬
ْ ‫َِسن َك َما أ‬
ْ َ َ َ َ َ‫َّاَّ ْاآلخَرًَ َوَال تَن َ نَييب‬ َ ‫اّللُ الد‬َّ ‫آَت َك‬َ ‫يما‬ َ ‫َوابْتَ ِغ ف‬
‫ين‬ ِِ ُّ ‫اّللَ َال ُُِي‬
َّ ‫ض إِ َّن‬ِ ََّْ ‫الْ َف َس َاد ِِف ْاْل‬
َ ‫ب الْ ُم ْفسد‬
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)

negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)

duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat

baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.

151
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS.

Al-Qashash: 77).

Begitu juga Nabi Muhammad Saw. telah menyatakan bahwa bukan

termasuk umatku orang yang hanya memeprhatikan urusan duniawi, dengan

mengabaikan urusan ukhrowi. Juga sebaliknya, tidak termasuk umatku, orang

yang hanya memperhatikan urusan ukhrowi, dengan mengabaikan urusan

duniawinya.

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori ilmu

pengetahuan memandang wujud manusia yang ada sekarang merupakan hasil

evolusi dari binatang. Hal ini terbukti dengan istilah-istilah yang digunakan oleh

para ilmuwan dalam menyebut manusia dengan istilah “animal” atau “homo”. Di

samping itu bahwa hakikat manusia yang nampaknya satu dalam menjalani

kehidupannya, ternyata memiliki dua aspek kehidupan. Kedua aspek tersebut

minimalnya terealisasikan dalam bentuk aspek jasmani dan rohani; aspek individu

dan aspek sosial; aspek duniawi dan aspek ukhrowi. Walaupun setip aspek

tersebut masih memiliki banyak segi atau bagian-bagian, namun keberadaannya

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

C. Manusia dalam Pandangan Islam

Sudah berjuta-juta tahun manusia menduduki alam semesta ini, namun

dalam memahami hakikat manusia itu sendiri sering kali keliru, sehingga dalam

hidupnya banyak menyimpang dari aturan-aturan kemanusiaan. Istilah

“memanusiakan manusia” merupakan satu upaya dan salah satu bukti masih

banyak perilaku manusia yang tidak manusiawi, malah perilakunya

152
mencerminkan perilaku binatang. Oleh karena itu, nampaknya tidak salah, jika

ilmu pengetahuan dengan teorinya “evolusi” memandang bahwa manusia

merupakan bagian dari binatang, walaupun tori ini hingga kini di kalangan ulama

Islam dijadikan sebagai materi perdebatan, atau bahkan di antara mereka ada yang

menyimpulkan bahwa teori ini bertentangan dengan ajaran Islam. Wallohu

A’alam.

Materi ini, tidak akan membahas tentang perdebatan teori evolusi tersebut,

baik yang membenarkannya, ataupun yang menyalahkannya. Namun dalam

materi ini, akan dibahas tentang manusia secara singkat dalam pandangan Islam

sesuai dengan dalil-dalil yang ditemukan dalam al-Quran. Pembahasannya

berawal dari asal-usul penciptaan manusia.

Beberapa ulama menyebutkan, bahwa manusia pada awalnya diciptakan

oleh Allah, melalui dua cara: Pertama, ada manusia yang diciptakan dengan cara

cepat dan kilat (barqiyah) tanpa melalui proses atau periode-peride tertentu, tapi

melalui qudrat dan irodat Allah dengan firman-Nya “kun fayakun” (Jadilah! maka

ia jadi). Atau tidak melalui proses biologis; yakni tanpa ada hubungan intim

antara laki-laki dan perempun. Manusia yang diciptakan dengan cara ini,

contohnya adalah Nabi Adam (manusia pertama), Siti Hawa, dan Nabi Isa AS.

Kedua, ada manusia yang diciptakan melalaui proses atau tahapan-tahapan

tertentu, atau diciptakannya secara bertahap, yakni melalui hubungan perpaduan

antara sperma laki-laki dan perempuan. Manusia yang diciptakan melalui cara ini

adalah manusia pada umumnya selain Nabi Adam, Siti Hawa, dan Nabi Isa AS.

Proses atau cara penciptan seperti ini disebut dengan cara “tadrijiyah”, artinya

153
melalui periode-periode tertentu atau diciptakan secara bertahap. Proses

penciptaan seperti ini disebut dalam al-Quran Surat Nuh Ayat 14: “Sesungguhnya

Dia Allah telah menciptakn manusia dalam beberapa tingkat kejadian”.

Tingkatan-tingkatan tersebut diperjelas dalam Surat al-Hajj Ayat. Kemudian

diperjelas lagi dalam Surat al-Mu’minuun Ayat 13-14:

ً‫ضغَ َة ِعظَاما‬ ٍ ‫ُُثَّ َج َع ْلنَاهُ نُطْ َف ًة ِِف قَرا ٍَّ َّم ِك‬
ْ ‫ني ُُثَّ َخلَ ْقنَا النُّطْ َف َة َعلَ َقةً فَ َخلَ ْقنَا الْ َعلَ َق َة ُم‬
ْ ‫ضغَ ًة فَ َخلَ ْقنَا الْ ُم‬ َ
ِ ِ
‫ني‬
َ ‫اْلَالق‬ ْ ‫َِ َس ُن‬ ْ ‫اّللُ أ‬
َّ ‫آخَر فَتَ بَ َاََّك‬ َ ‫فَ َك َس ْو ََن الْعِظَ َام ََلْماً ُُثَّ أ‬
َ ً‫َنشأْ ََنهُ َخ ْلقا‬
“Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang

kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu

segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu

Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan

daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha

Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”

Dari kedua cara penciptaan manusia di atas, maka Islam memandang

manusia bukan merupakan bagian dari binatang, namun ia merupakan salah satu

ciptaan Allah yang paling mulia derajatnya dibanding dengan ciptaan-ciptaan

Allah lainnya. Kemuliaannya terlihat dalam potensi-potensi yang dimilikinya

dengan peran dan fungsinya yang berbeda-beda, dan sekaligus potensi-potensi

tersebut yang membedakannya dengan binatang.

Seperti yang telah disebutkan di awal-awal pembahasan ini, bahwa

manusia merupakan makhluk “monodualis”, yakni nampaknya satu namun

hakikatnya ia terdiri dari dua unsur, yakni unsur jasmani dan ruhani. Kedua unsur

tersebut memiliki organ-organ yang berbeda sesuai dengan peran dan fungsinya

154
masing-msing. Organ jasmani terdiri dari kepala, tangan, kaki, hidung, telinga,

dan seterusnya. Sedangkan organ ruhani terdiri dari hati, jiwa, ruh, akal, dan

seterusnya. Karena manusia memiliki dua unsur, yakni unsur jasmani dan ruhani,

dan setiap unsur memiliki organ-organnya yang berbeda, maka manusia dalam al-

Quran disebut dengan berbagai sebutan atau istilah-istilah yang berbeda, sesuai

dengan unsur yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Di samping itu, al-

Quran tidak menyebut manusia dengan istilah binatang (hayawan), tapi yang ada

adalah ayat yang menyebutkan perilaku manusia yang menyimpang dari sifat-sifat

kemanusiaannya, diumpamakan seperti binatang, bahkan lebih hina dari pada

bintang. Seperti dalam ayat yang berbunyi:

ِ
َ ‫َن أَ ْكثَ َرُه ْم يَ ْس َمعُو َن أ َْو يَ ْعقلُو َن إِ ْن ُه ْم إَِّال َك ْاْلَنْ َع ِام بَ ْل ُه ْم أ‬
ً‫َض ُّل َسبِيال‬ َّ ‫ب أ‬
ُ ‫أ َْم ََْت َس‬
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau

memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan

mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). (QS. Al-Furqan: 44).

ِ ‫اِلِ ِن وا ِإلن ِ ََلم قُلُوب الَّ ي ْف َقهو َن ِِبا وََلم أ َْعني الَّ ي ب‬ ِ ِ ِ
‫ي ُرو َن‬ ُْ ُ ُْ َ َ ُ َ ُْ َ ْ ‫َولََق ْد َذ ََّأْ ََن ِلَ َهن ََّم َكثَراً م َن‬
‫ك ُه ُم الْغَافِلُو َن‬
َ ِ‫َض ُّل أ ُْولَئ‬
ِ ِ
َ ِ‫ِبَا َوََلُْم آ َذان الَّيَ ْس َمعُو َن ِبَا أ ُْولَئ‬
َ ‫ك َكاْلَنْ َع ِام بَ ْل ُه ْم أ‬
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin

dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk

memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak

dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka

mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat

155
Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.

Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 179).

Adapun istilah-istilah dalam al-Quran yang digunakan untuk menunjukan

arti manusia, antara lain: Pertama, Bani Adam (anak cucu Nabi Adam). Istlah ini

terdapat dalam banyak ayat, antara lain QS. Al-A’raf: 31;

ِ ُّ ‫ند ُك ِل َم ْس ِج ٍد وُكلُواْ َوا ْشَربُواْ َوالَ تُ ْس ِرفُواْ إِنَّهُ الَ ُُِي‬


َ ‫ب الْ ُم ْس ِرف‬
 ‫ني‬ َ ‫آد َم ُخ ُذواْ ِزينَ تَ ُك ْم ِع‬
َ ‫ََي بَِِن‬
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,

makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

ْ ‫آَيِِت فَ َم ِن اتَّ َقى َوأ‬


َ‫َصلَ َح فَال‬ ُّ ‫آد َم إَِّما ََيْتِيَ نَّ ُك ْم َُّ ُسل ِمن ُك ْم يَ ُق‬
َ ‫يو َن َعلَْي ُك ْم‬ َ ‫ََي بَِِن‬
‫َخ ْوٌ َعلَْي ِه ْم َوالَ ُه ْم َُْيَزنُو َن‬

“Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang

menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barang siapa yang bertakwa dan

mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak

(pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-A’raf: 35)

Sebutan Bani Adam tersebut secara inplisit mengandung makna historis,

artinya bahwa asal-usul manusia adalah berasal dari Nabi Adam, karena Nabi

Adam merupakan manusia pertama yang menduduki bumi ini, yang diikuti oleh

istrinya yaitu Siti Hawa. Dari kedua jenis manusia inilah, kemudian Allah

menciptakan keturunannya, termasuk manusia yang ada di permukaan bumi

sekarang ini, seluruhnya merupakan anak cucu Nabi Adam. Hal ini disebut dalam

QS. Al-Nisa: 1;

156
َّ َ‫اِ َدًٍ َو َخلَ َق ِمْن َها َزْو َج َها َوب‬
ً‫ث ِمْن ُه َما َِّ َجاالً َكثَِرا‬ ِ ‫َي أَيُّها النَّاس اتَّ ُقواْ َّبَّ ُكم الَّ ِذي خلَ َق ُكم ِمن نَّ ْف ٍ و‬
َ َ ُ َ ُ َ َ
ً‫َونِ َساء َواتَّ ُقواْ اّللَ الَّ ِذي تَ َساءلُو َن بِِه َواْل ََّْ َِ َام إِ َّن اّللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم ََّقِيبا‬
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan

kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan

daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang

banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya

kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.

Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Kedua, manusia dalam al-Quran disebut “al-Basyar”. Sebutan ini terdapat

dalam QS. Al-Kahfi: 110;

ِ ‫اِد فَمن َكا َن ي رجو لَِقاء َّبِِه فَ ْلي عمل عمالً ص‬


ِ ‫َل أَََّّنَا إِ ََل ُكم إِلَه و‬
ََّ ِ‫وِى إ‬ ِ ِ
ً‫اَلا‬ َ ََ ْ ََْ َ ُ َْ َ َ ْ ُ َ ُ‫قُ ْل إََّّنَا أ َََن بَ َشر مثْ لُ ُك ْم ي‬
ِِ ِ ِ ِ
َ ‫َوَال يُ ْش ِرْك بعبَ َادً ََّبه أ‬
ً‫َِدا‬
“Katakanlah! Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia (basyar) seperti

kamu, yang diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah

Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka

hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan

seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya’".

Berdasarkan “Asbabunnuzul”, bahwa ayat ini turun, ketika banyak umat

Islam di masa Nabi Muhammad masih hidup, mereka menuhankannya, atau

menganggap Tuhan kepada Nabi Muhammad Saw Melihat kenyataan seperti ini,

maka turun wahyu seperti tersebut di atas, yakni memerintahkan kepada Nabi agar

menyatakan kepada mereka bahwa dirinya adalah manusia biasa seperti mereka.

Perbedaannya adalah bahwa Nabi diberi wahyu, sedangkan mereka tidak.

157
Ayat tersebut menyebut manusia dengan menggunakan istilah “al-Basyar”,

artinya bahwa dalam diri manusia terdapat unsur biologis yang harus terpenuhi

seperti unsur-unsur lainnya. Manusia perlu makan, minum, melahirkan keturunan,

dan unsur-unsur bilogis lainnya. Unsur ini perlu terpenuhi agar manusia dalam

hidupnya dapat menjalaninya secara normal dan wajar. Ketiga, manusia disebut

dalam al-Quran dengan istilah “al-Insan” atau “al-Ins”. Istilah “al-Insan” banyak

disebut dalam al-Quran, antara lain dalam QS. Al-Tiin: 4;

‫َِ َس ِن تَ ْق ِو ٍمي‬
ْ ‫نسا َن ِِف أ‬ ِ
َ ‫لََق ْد َخلَ ْقنَا ْاإل‬
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-

baiknya.” Para ahli tafsir menjelaskan bahwa ciri yang sangat vital dan

fundamental dari bentuk manusia diciptakan Allah dengan sebaik-baiknya, adalah

bahwa manusia dilengkapi dengan akal, dan ciri ini sekaligus yang

membedakannya dengan makhluk-makhluk lainnya. Sedangkan istilah “al-Ins”

disebut dalam al-Quran, antara lain dalam QS. Al-Dzariyat; 56;

ِ ‫اإلن إَِّال لِي عب ُد‬ ِْ ‫وما خلَ ْقت‬


‫ون‬ ُ ْ َ َ ِْ ‫اِل َّن َو‬ ُ َ ََ
“Tidaklah Kami menciptakan jin dan manusia (al-Insa), kecuali hanya untuk

beribadah kepada-Ku”. Istilah “al-Insan” dan “al-Ins” keduanya menunjukan

bahwa manusia adalah makhluk yang berakal, dalam arti lain bahwa manusia

memiliki potensi akademis. Dengan akal inilah sehingga manusia dapat

melakukan berbagai aktivitas yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah.

Dengan akal ini juga, manusia dapat memilih dan memilah antara yang benar dan

yang salah, antara yang baik dan yang buruk, sehingga kedudukannya di muka

158
bumi menjadi lebih tinggi dan mulia dibanding dengan makhluk-makhluk Allah

lainnya.

Keempat, manusia dalam al-Quran disebut dengan “al-Naas” atau “al-

Unas”. Kedua istilah ini dalam tata bahasa Arab termasuk “jama’”, artinya banyak

atau lebih dari tiga. Al-Quran menyebut manusia dengan kedua istilah ini

mengandung makna bahwa manusia memiliki unsur sosiologis atau hidup

bermasyarakat, atau berkelompok. Tidak bisi hidup sendirian tanpa menjalin

hubungan dengan sesama orang lain.

Istilah al-Naas terdapat dalam banyak ayat/surat, antara lain QS. Al-

Baqarah, 2: 21:

‫ين ِمن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّ ُقو َن‬ ِ َّ ِ َّ


َ ‫َّاس ْاعبُ ُدواْ ََّبَّ ُك ُم الذي َخلَ َق ُك ْم َوالذ‬
ُ ‫ََي أَيُّ َها الن‬
“Hai sekalian manusia (al-Naas), sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakan

kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.”. Sedangkan

istilah “al-Unas” terdapat dalam QS. Al-A’araf: 82;

‫وهم ِمن قَ ْريَتِ ُك ْم إِن َُّه ْم أ ََُنس يَتَطَ َّه ُرو َن‬ ِِ
ْ ‫اب قَ ْومه إِالَّ أَن قَالُواْ أ‬
ُ ‫َخ ِر ُج‬ َ ‫َوَما َكا َن َج َو‬
“Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Lut dan

pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang

(unas) yang berpura-pura menyucikan diri." Selanjutnya manusia dalam al-Quran

disebut juga dengan istilah “al-Nafs” (unsur psikologis); “al-Mar^u” (unsur

individu); dan “khalifah”. Istilah yang terakhir ini menjelaskan kedudukan

manusia di muka bumi, yakni sebagai khalifah yang mempunyai tugas untuk

159
menegakan keadilan dan kebenaran dalam mengelola dan mengolah alam dunia

ini.

D. Komponen Kesempurnaan Manusia

Firman Allah Surat al-Isra, 17: 70:

‫اه ْم َعلَى‬ ِ ‫ولََق ْد َكَّرمنَا ب ِِن آدم و ََح ْلنَاهم ِِف الْب ِر والْبح ِر وَّزقْ نَاهم ِمن الطَّيِب‬
ُ َ‫ض ْلن‬
َّ َ‫ات َوف‬َ َ ُ ََ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ َ
ِ ِ ِ
ً‫َكث ٍَر ِم َّْن َخلَ ْقنَا تَ ْفضيال‬
“Dan sungguh Kami telah memuliakan anak cucu adam, dan kami angkut mereka

di daratan dan lautan, dan kami telah memberikan rejeki yang baik kepada

mereka, dan kami telah lebihkan mereka diantara mahluk-mahluk yang telah kami

ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”

Berdasarkan ayat di atas seharusnya semua manusia menjadi sukses dan

bahagia, namun kenyataannya, kaum pejabat, kelompok cacah, ilmuwan maupun

kaum awam tidak menemukan kebahagiaan yang hakiki, ilmuwan dengan

kelebihan ilmunya tidak mudah diingatkan oleh kaum awam, dirinya bisa saja

merasa tersinggung, begitu pula kaum pejabat. merasa gengsi menerima masukan

dari kaum cacah, Karena perasaan gengsi mulai merasuki dirinya menjadi pribadi

takabur yang tidak disukai oleh orang yang melihatnya.

Mari kita tengok lebih dalam, dimana letak permasalahannya, kalau kita

pelajari secara utuh manusia sempurna itu terdiri dari dua unsur pokok, yang

pertama disebut jasad, secara fisik berupa tubuh manusia yang kita sebut

pancaindra, yang kedua disebut al-Qolb, dia tidak terlihat secara fisik, namun dia

bisa dirasakan adanya yaitu terdapat pada detak jantung. Hal ini dijelskan dalam

HR. Bukhari No.52 dan Muslim No. 1599, yang artinya:

160
ِ ْ ‫أَالَ وإِ َّن ِِف‬
. ُ‫اِلَ َس ُد ُكلُّه‬ ْ ‫ َوإِذَا فَ َس َد‬، ُ‫اِلَ َس ُد ُكلُّه‬
ْ ‫ت فَ َس َد‬ ْ ‫صلَ َح‬
َ ‫ت‬ َ ‫ضغَ ًة إِذَا‬
ْ ‫صلَ َح‬ ْ ‫اِلَ َسد ُم‬ َ
ِ
ُ ‫أَالَ َوه َى الْ َق ْل‬
‫ب‬
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging, jika ia baik maka baik

pula seluruh jasadnya, jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasadnya, ketahuilah

bahwa ia adalah hati”.

Berdasarka Hadits tersebut nampaklah jelas bahwa, kesuksesan dan

kebahagiaan manusia tidak saja bersandar kepada kekuatan fisik, atau kekuatan

yang nampak seperti penampilan cantik, bentuk tubuh yang atletis dan sempurna,

gelar akademik yang baik, jabatan tinggi, nilai ujian dengan predikat cum laude

kerja keras dan lain-lain, akan tetapi kesuksesan dan kebahagiaan yang hakiki

dapat diraih apabila kita menyertakan qolbu yang tidak kasat mata ini dalam

berbagai aktifitas manusia sehari-hari.

Al-Qalbu mempunyai dua arti, yakni fisik dan metafisik. Qalbu dalam

artian fisik adalah jantung, berupa segumpal daging berbentuk lonjong, terletak di

alam rongga dada sebelah kiri. sedangkan dalam arti metafisik dinyatakan sebagai

karunia Tuhan yang halus (lathifah), bersifat ruhaniyah dan ke-Tuhanan

(Rabbaniyah) yang ada hubungannya dengan jantung. Qalbu yang halus dan indah

inilah hakikat kemanusiaan yang mengenal segalanya

Harmoni antara jasad dan qolbu, atau harmoni antara jiwa dan raga ini

sangatlah penting, dan apabila diabaikan akan membahayakan kehidupan mausia.

Kita ambil contoh, sebut saja sales sepeda motor, dia sudah cukup familiar dengan

istilah target, dia ditarget oleh perusahaan dapat menjual 10 unit sepeda motor

pebulannya. Dia menyiapkan semua perencanaan penjualannya dengan seksama

di bawah pengawasan supervisor marketingnya, yang selanjutnya dilakukan

161
evaluasi pada setiap harinya. Apabila targetnya tercapai tentunya dia akan

bahagia, namun apabila targetnya tidak tercapai dia akan kecewa, kesal, stres,

ragu dan juga rasa takut dipecat oleh perusahaan menghantuinya setiap saat. Inilah

perasaan keseharian pada kontributor vital berdirinya sebuah perusaah otomotif di

Indonesia saat ini.

Zona inilah yang disebut dengan wilayah bahaya, karena terlalu

mengeksploitasi kekuatan raga dan akalya, sebagaimana dijelaskan dalam firman

Allah Surat al-A’raf, 7: 179:

‫ي ُرو َن ِِبَا َوََلُْم‬


ِ ‫اِلِ ِن وا ِإلن ِ ََلم قُلُوب الَّ ي ْف َقهو َن ِِبا وََلم أ َْعني الَّ ي ب‬
ُْ ُ ُْ َ َ ُ َ ُْ
ِ ِ ِ
َ ْ ‫َولََق ْد َذ ََّأْ ََن ِلَ َهن ََّم َكثَراً م َن‬
‫ك ُه ُم الْغَافِلُو َن‬
َ ِ‫َض ُّل أ ُْولَئ‬
ِ
َ ِ‫آ َذان الَّ يَ ْس َمعُو َن ِبَا أ ُْولَئ‬
َ ‫ك َكاْلَنْ َع ِام بَ ْل ُه ْم أ‬
“Dan sungguh kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan

manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak digunakan untuk memahami ( ayat-

ayat Alla) dan mereka mempunyai mata tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-

tanda kebesaran Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak

dipergunakan untuk mendengan (ayat-ayat Allah, mereka itu sebagai binatang

ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi, mereka itu orang-orang yang lalai.”

Dengan pendekatan qolbu, apapun hasil yang di dapat, seorang sales baik

ketika targetnya tercapa ataupun sebaliknya, dia akan kembalikan semuanya

kepada Allah, sebagaimana diatur dalam al-Qur’an surat al-Imran ayat 159 yang

artinya: “Dan apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertaqwalah kepada

Allah”.Dengan sepenuh hati diyakini bahwa Allah-lah tempat bergantung segala

urusan.

162
Dalam hidup ini terkadang kita menyaksikan atau bahkan mengalami,

ketika sedikit keberhasilan yang bisa kita raih harus kita bayar dengan

pengorbanan retaknya silatirahmi dan persaudaraan, sikut kiri dan sikut kanan

sehingga menimbulkan luka diantara teman sejawat. Hal tersebut harus segera

disudahi sebelum virus-virus negatif mendominasi raga (otak) dan menyerang

para generasi kita.

Para era digital yang segalanya serba cepat, segalanya dapat diselesaikan

dalam genggaman manusia seperti sekarang ini, sudah saatnya untuk merevolusi

kekuatan dominasi otak dengan kekuatan dominasi qolbu, karena salah satu tugas

qolbu dengan nama lainnua disebut dengan istilah fuad, yaitu: Mengolah

informasi yang sering dilambangkan berada dalam otak manusia (fungsi rasiom

kognitif) fuad mempunyai tanggung jawab intelektual yang jujur kepada apa yang

dilihatnya. Potensi ini cenderung dan selalu merujuk pada objektivitasm

kejujuran, dan jauh dari sikap kebohongan. Adanya suatu nilai kebenaran dan

terhindarnya dari sifat-sifat keburukan.

Perbeaan mendasar atara kekuatan otak dengan kekuatan qolbu adalah,

otak dengan segala kecerdasannya masih mempunyai sisi negative, dia bisa

berdusta bahkan mencuri, terbukti dengan banyaknya para koruptor seperti yang

kita saksikan sekarang ini, mereka adalah orang-orang pilihan di negeri ini dengan

jabatan akademik yang cukup pula. Sementara kekuatan qalbu, dia sangat halus

tidak terburu-buru tidak serakah dan dia berjalan sesuai relnya, sehingga hasil

akhirnya sangat rasional dan tidak menimbulkan kerugian bagi teman-teman

sekelilingnya, bahkan keberhasilannya sangat dinantikan oleh setiap orang.

163
Tentunya generasi terakhir seperti inilah yang dinantikan oleh setiap generasi

termasuk oleh kita sekalian.

Lantas dengan cara apa kita bisa merevolusi dominasi otak diganti dengan

dominasi qolbu, metoda apa yang tepat dan diperlukan supaya dominasi qolbu

bisa terwujud, inilah topik utama yang akan di bahas pada sesi ini. Dengan tujuan

supaya terjadi keseimbangan diantara keduanya. Saat ini di Indonesia khsusnya

dalam mengukur tingkat kecerdasan siswa maupun mahasiswa masih

menggunakan pendekatan prestasi akademik quotient atau IQ masih menjadi

acuan yang mendasar terkait kecerdasan seseorang, sehingga apabila ada seorang

mahasiswa dengan indek prestasi di bawah angka 3 sudah dipastikan akan sulit

mendapatkan pekerjaan. Namun juga perlu dipertanyakan, apakah dengan indek

prestasi di atas 3 ada jaminan menjadi mudah mencari pekerjaan?

Berikut adalah fakta di masyarakat yang perlu di cermati, seorang kepala

daerah sudah dipastikan mempunyai tingkat kecerdasan yang cukup tinggi

sehingga terpilih menjadi orang nomor satu di daerahnya, apakah dia bupati,

walikota, gubernur atau pejabat lain setingkat menteri misalnya dan lain-lain.

Faktanya di masyarakat sungguh kontradik. Bahwa dari tahun 2001 sampai

dengan tahun 2017 terdapat 392 kepala daaerah tersangkut hukum , jumlah

terbesar adalah korupsi sejumlah 313 kasus, kata Tjahyo dalam acara konfrensi

Nasional Pemberantasan Korupsi. Dari jumlah kepada daerah se Indonesia dengan

jumlah 524. (http://www.jawapos.com. diakses tanggal 22 Mei 2018 jam 6.30).

Artinya kepala daerah yang korupsi mencapai 75%. Inilah produk dominasi IQ

164
yang perlu kita perbaiki, sebelum virus ini meradang dan terwariskan kepada

generasi setelah kita.

Salah satu langkah yang dapat diajikan penangkal virus di atas adalah

dengan cara memadukan antara IQ, EQ dan SQ, tiga komponen ini akan

dijelaskan di bawah ini, sebagaimana Agus Nggermanto mengemukakan: Hasil

riset Gay Hendrick, dan Kate Ludeman maupun cerita bob Galvin sesuai dengan

hasil-hasil riset terakhir mengenai kecerdasan maunisa, terutama adalah karya

monumental Daniel Goleman, Emotional Intelegence, konsep yang diajukan oleh

Howard Gardner mengenai Multiple Intelegence, maupun wacana yang diajukan

oleh pemikir new age yang sekaligus ahli fisika, sekaligus Danah Zohar dan

suaminya, Ian Marshall Kesuksesan Manusia, dan juga kebahagiaannya ternyata

lebih terkait dengan beberapa jenis kecerdasan selain IQ. Setidaknya 75%

kesuksesan manusia lebih ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya dan hanya

4% yang ditentukan oleh IQ-nya.

Uraian di atas paling tidak mengingatkan kembali kepada kita, bahwa

kecerdasan IQ tidak bisa diajikan alat yang dapat mengantarkan seseorang untuk

mendapatkan kebahagiaan yang hakiki, baik lahir maupun batin. Beberapa

komponen kesempurnaan manusia, menurut para ulama salaf dan khalaf:

1. IQ (Intellegence Qoutient)

Istilah Intellegence Qoutient yang sering disingkat dengan sebutan IQ

adalah salah satu kecerdasan qodrati yang dimiliki oleh setiap manusia untuk

memahami, mencermati, memecahkan, berfikir dan pekerjaan otak lainnya

terhadap seuatu yang dihadapinya dalam kesehatrian. IQ atau sering juga

165
disebut dengan istilah kecerdasan intelektual, dalam literature arab dikenal dengan

istilah al-Aqlu, kemudian dikenal dengan sebutan akal.

Akal adalah ciptaan Allah untuk mengembangkan dan menyempurnakan

sesuatu .kemajuan ummat manusia dapat terwujud karena manusia

mempergunakan akalnya. Untuk kesejahteraan hidup manusialah akal itu

diciptakan Tuhan. Oleh karena itu dalam ajaran Islam ada ungkapan yang

menyatakan: al’aqlu huwa-l-hayah, wal faqdu huwa-l-maut. Artinya: akal itu

adalah hidup (life), kalau akal itu hilang terjadi kematian. Ada akal berarti hidup,

tidak berakal (lagi) berarti mati.

Akal sangatlah penting bagi manusia untuk melakukan pemikiran terhadap

bergabagi hal dalam kehidupan ini salah satu bentuknya adalah berfikir kreatif.

Menurut James C. Coleman dan Costance L. Hammen (1974:52) yang diungkap

kembali oleh Jalaluddin Rakhmat dan Agus Nggermanto adalah:

“Thinking which produces new methods, new consept, new understandings, new

inventions, new work of art.” Berpikir kreatif diperlukan mulai dari komunikator

yang harus mendesain pesannya, insinyur yang harus merancang bangunannya,

ahli iklan yang harus menata pesan verbal dan pesan grafis, sampai pada

pemimpin masyarakat yang harus memberikan perspektif baru dalam mengatasi

masalah sosial.

Berpikir kreatif berdasarkan uraian di atas tidak sebatas menuangkan

gagasan secara abstrak, atau hanya menuangkan sesuatu secara tertulis, jauh dari

sekedar itu adalah membuat perencanaan yang sudah desain secara matang dan

dapat diterjemhkan secara teknis. Cara praktis untuk menjadi kreatif adalah:

166
keyakinan bahwa diri kita kreatif dan bertindaklah sebagai seorang yang kreatif.

Melauilah menerapkan dua langkah di atas keyakinan dan bertindak. Biasakan

menerapkannya pada saat menghadapi suatu masalah.

Banyak alasan yang dapat kita temukan bahwa diri kita kreatif, pada usia

sekitar satu tahun kita telah berhasil berjalan. Ini menunjukkan bahwa kita kreatif

bahkan jenius. Bandingkan bagaimana cara orang-orang kreatif menciptakan robot

yang dapat berjalan, biasanya beberapa professor bekerja sama dengan insinyur

dari berbagai disiplin: insinyur teknik mesin, teknik elektro, teknik komputer dan

lain-lain, mereka bekerjasama berbulan-bulan agar dapat menciptakan robot

berjalan, sementara kita sudah mampu di usia satu tahun. Kita memang kreatif

sejak awal kehidupan.

Langkah kedua setelah meyakini diri kreatif adalah bertindak. Saat kita

menemukan beberapa ide atau pemikiran kreatif, lanjutkan dengan tindakan,

mungkin kita dapat memuali dengan cara mengambil tindakan-tindakan kreatif

sederhana atau yang kelihatannya seperti hal kecil. Tetapi bila tindakan kreatif

sederhana ini kita biasakan secara konsisten akan memberikan dampak yang

sangat besar. Sebagai ilustrasi, misalnya di pagi hari adik anda berangkat seklah

terbutu-buru tanpa membereskan kamar tidurnya. Jika seseorang tidak kreatif,

mungkin ia akan marah, jengkel di dalam hati. Dan nanti siang saat adik pulang

sekolah akan dimarahi smpai menangis.

Tetapi jika kita kreatif, kejadiannya akan lain. Saat melihat kamar adik

acak-acakan, kita yakin ada peluang untuk bertindak kreatif. Mungkin langkah

awal kita akan membantu adik membereskan kamar. Saat adik sudah dekat

167
dengan kita, kita dapat mengerjakan manajemen diri secara pelan-pelan dan bijak,

bisa jadi, dalam jangka panjang adik kita akan menajdi orang hebat karena telah

mampu memanajemen diri dengan baik sejak dini berkat tindakan kreatif kita.

Terhadap orang-orang yang senantiasa dapat dengan maksimal melakukan

pemikiran kreatif telah dijanjikan Allah dalam surat al-Mujadalah ayat 11 yang

artinya: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu

dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.

2. EQ (Emotional Qoutient)

Makna harfiah emosional, menurut Oxfor English Dictionary

mendefinisikan emosi setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu,

setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. (Agus Nggermanto, hlm 98).

Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan

biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Ada

ratusan emosi, bersama dengan campuran, variasi, mutasi dan nuansanya.

Sejumlah teoritikus mengelompokan emosi dalam golongan yang besar, meskipun

tidak semua sepakat tentang golongan itu. beberapa golongan tersebut adalah:

a. Amarah, beringas, ngamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu,

rasa pahit, berang tersinggung, bermusuhan, dan barangkali yang paling hebat,

tindak kekerasan dan kebencian patologis.

b. Kesedihan, pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri,

kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.

168
c. Rasa takut, cemas, takut, kewatir, was-was perasaan takut sekali, khawatir,

waspada, sedih tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut sebagai patologi, fobia

dan panic.

d. Kenikmatan, bahagia, gembira, ringan, puas, riang senang, terhibur, bangga,

kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi,

kegirangan luar biasa, senag, senang sekali, dan batas ujungnya mania.

e. Cinta, penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,

hormat, kasmaran, kasih.

f. Terkejut, terkejut, terkesiap, takjub, terpana.

g. Jengkel, hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.

h. Malu, rasa salah, malu hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda,

tetapi saling melengakpi, dengan kecerdasan akademik (academic intelligence)

yaitu kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Meskipun

IQ tinggi, tetapi bila kecerdasan emosi rendah tidak banyak membantu. Banyak

orang cerdas, dalam arti terpelajar, tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi,

ternyata bekerja menjadi bawahan, orang IQ-nya lebih rendah tetapi unggul dalam

keterampilan kecerdasan emosi.

Berikut adalah suatu padangan kontradiktif tentang kekuatan emosional

yang di bandingkan dengan kekuatan intelektual Menurut Robert K. Cooper. Ada

kejujuran yang disebut kejujuran mesin hitung, yang dimaksud adalah kebenaran

yang kelihatan baik yang selalu diusahakan oleh kebanyakan kita. Jika seorang

rekan kerja atau pekerja bekerja dengan rajin dan melaporkan, saya sudah

169
berusaha sebaik mungkin, kita akan mengangguk dengan penuh pengertian.

Selama orang ini masuk kerja dan tampak sibuk, kebanyakan diantara kita akan

menerimanya begitu saja.

Namun, dalam hati anda tidak mempercayainya. Anda merasa bahwa ia

sebetulnya bisa melayani pelanggan dengan cara yang jauh lebih baik. Ia tidak

mencurahkan seluruh perhatiannya kepada proyek kreatif yang anda percayakan,

begitu kata hati Anda. Akan tetapi dengan kejujuran mesin hitung Anda bungkan,

bukankan tidak ada peraturan yang dilanggar. Tetapi, jika anda menghargai

kejujuran emosi, anda akan memperhatikan apa yang yang anda rasakan dibalik

semua perilaku dan kata-kata yang terucap, anda akan menyuaraknnya. Anda

tidak hanya mengandalkan apa yang ada di kepala, anda juga menghubungkan diri

dengan hati. Menurut Scott Fitzgerald sebagaimana dikutif oleh Robert K. Cooper

pada buku Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi

menyebutkan bahwa, kecerdasan tingkat tinggi memadukan EQ dan IQ dan tidak

hanya mempertahankan kemampuan berfungsi, tetapi juga menjadikannya lebih

baik.

3. SQ (Spiritual Qoutient)

Ketika orang-orang bertanya tentang makna jihad akbar itu Rasulullah

Saw. Menjawab “Jihad melawan diri sendiri”. (Agus Nggermanto: 117). Menurut

Danah Zoharm, kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan yang bertumpu pada

bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan di luar ego, atau jiwa

sadar. Inilah kecerdasan yang kita gunakan bukan hanya untuk mengetahui nilai-

nilai yang ada. Melainkan juga untuk secara kreatif menemukan nilai-nilai baru.

170
(Agus Nggermanto: 117). Menurut Sinetar kecerdasan spiritual adalah kecerdasan

yang mendapat inspirasi dorongan dan efektivitas yang terinspirasi, theis-ness

atau penghayatan ketuhanan yang di dalamnya kita menjadi bagain. (Agus

Nggermanto: 117).

Sementara menurut Khalil Khavari, kecerdasan spiritual adalah fakultas

dari dimensi non material manusia, inilah intan yang belum terasah yang kita

semua memilikinya. Kita harus mengenalnya seperti apa adanya. Menggosoknya

sehingga berkilap dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk

memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti dua kecerdasan lainnya, kecerdasan

spiritual dapat ditingklatkan dan diturunkan. Akan tetapi kemampuannya untuk

ditingkatkan tampaknya tidak terbatas. (Agus Nggermanto: 117). Menurut

Muhammad Zuhri EQ adalah kecerdasan manuisa yang digunakan untuk

berhubungan dengan Tuhan. Potensi SQ setiap orang sangat besar, dan tidak

dibatasi oleh faktor keturunan, lingkungan atau materi lainnya (Agus

Nggermanto: 117).

SQ mampu mentransformasikan kesulitan menjadi suatu medan

penyempurnaan dan pendidikan spiritual yang bermakna. Semakin banyak

kesulitan semakin mematangkan SQ. dengan demikian SQ justru memicu

seseorang maju, ketika yang lainnya mungkin mundur (Agus 136). Penelitian

ilmiah, sehubungan peran kesulitan dalam mengembangkan sisi terdalam manusia

juga dilaporkan oleh Paul G Stoltz. Phd dalam bukunya Adversity Quoteint

mengubah rintangan menjadi peluang, orang-orang yang sukses adalah orang-

171
orang yang sering dihadapkan pada kesulitan dan mampu menghadapinya kadang

gagal kadang berhasil, bahkan orang sukses justru mencari tantangan. (Agus 136).

Nabi Muhammad Saw tokoh spiritual nomor satu di Islam, sejak muda

memiliki kebiasaan menyendiri di gua mengasingkan diri dari kebisingan kota,

dalam kesendirian ini, pencerahan-pencerahan spiritual terjadi. Seseorang dapat

menjalin hubungan yang pailing intim dengan diri terdalamnya, atau dengan

Tuhannya. Pada usia 40 Tahun Nabi Muhammad menerima pencerahan tertinggi,

menerima wahyu yang pertama.

Pengembangan SQ membutuhkan waktu untuk menyendiri, memisahkan

diri untuk sementara waktu dari keributan dunia dan materi agar dapat melihat

dengan jelas hakikat segala sesuatu, seseorang dapat mencurahkan segenap

kemampuan intelektual dan spiritual untuk memahami makna dari apa yang

terjadi dan bagaimana seharusnya kejadian itu dapat diperbaiki. Langkah-langkah

Pengembangan SQ. Perubahan SQ dari yang rendah ke yang tinggi melalui

beberapa langkah utama sebagai berikut:

Langkah Pertama: Kita harus menyadari dari mana kita sekarang,

misalnya, bagaimana situasi kita saat ini? Apakah membahayakan diri sendiri atau

orang lain? Langkah ini menuntut kita untuk menggali kecerdasan diri, yang pada

giliranyya menuntut kita menggali kebiasaan merenungkan pengalaman. Banyak

diantara kita yang tidak pernah merenungkan, kita hanya hidup dari hari ke hari,

dari aktivitas ke aktivitas, dan seterusnya. SQ yang lebih tinggi berarti sampai

pada kedalaman dari segala hal, memikirkan segala hal, menilai diri sendiri dan

172
prilaku dari waktu ke waktu, paling baik dilakukan dengan menyisihkan beberapa

saat untuk berdiam diri, meditasi setiap hari.

Langkah Kedua: Jika renungan kita mendorong untuk merasa bahwa kita,

perilaku, hubungan, kehidupan atau hasil kerja kita dapat lebih baik, kita harus

ingin berubah, berjanji dalam hati untuk berubah, ini akan menuntut kita

memikirkan secara jujur apa yang harus kita tanggung demi perubahan itu dalam

bentuk energy dan pengorbanan. Apakah kita siap berhenti untuk minum-minum

atau merokok? Atau memberikan perhatian lebih besar untuk mendengarkan diri

sendiri atau orang lain? Menjalankan disiplin sehari-hari, seperti membaca atau

olah raga atau merawat seekor hewan.

Langkah Ketiga: Kini dibutuhkan tingkat perenungan yang lebih dalam.

Kita harus mengenali diri sendiri, letak pusat kita, dan motivasi kita yang paling

dalam. Jika kita akan mati minggu depan, apa yang ingin bisa katakan mengenai

apa yang telah kita capai atau sumbangkan dalam kehidupan? Jika kita diberi

waktu setahun lagi, apa yang akan kita lakukan dengan waktu tersebut.

Langkah Keempat: apakah penghalang yang merintangi kita? Apa yang

mencegah kita sehingga menjalani kehidupan diluar pusat kita? Kemarahan?

kerakusan? merasa bersalah? Kebodohan? Pemanjaan diri? Kini buatlah daftar hal

yang menghambat, dan mengembangkan pemahaman tentang bagaimana kita

dapat menyingkirkan penghalang-penghalang ini, dan mengembangkan

pemahaman bagaimana kita dapat menyingkirkan penghalang-penghalang ini.

Mungkin itu berupa tindakan sederhana, seperti kesadaran atau ketetapan hati,

atau perasaan memuncak dari apa yang disebut oleh kaum Buddhis “perubahan

173
perasaan” persaan muak terhadap diri sendiri, akan tetapi, mungkin itu juga suatu

proses yang panjang dan lambat, dan aka membutuhkan “pembimbing” ahli

terapi, sahabat, atau penasehat spiritual. Langkah ini sering diabaikan, namun

sangat penting, dan membutuhkan perhatian terus menerus.

Langkah Kelima: Praktek atau disiplin apa yang seharusnya kita ambil?

Jalan apa yang seharusnya kita ikuti, komitmen apa yang akan bermanfaat? Pada

tahap ini, kita perlu menyadari berbagai kemungkinan untuk bergerak, jalan

dalam kehidupan. Curahkan usaha mental dan spiritual untuk menggali sebagaian

kemungkinan ini, biarkan mereka bermain dalam imajinasi kita, temukan tuntutan

praktis yang dibutuhkan dan putuskan kelayakan setiap tuntutan tersebut bagi kita.

Langkah Keenam: kita harus menetapkan hati pada satu jalan dalam

kehidupan dan berusaha menuju pusat sementara kita melangkah di jalan itu.

Sekali lagi, renugkan setiap hari apakah kita berusaha sebaik-baiknya demi kita

sendiri dan orang lain , apakah kita telah mengambil manfaat sebanyak mungkin

dari setiap situasi, apakah kita merasa damai dan puas dengan keadaan sekarang,

apakah ada makna bagi kita disini. Menjalani hidup di jalan menuju pusat berarti

mengubah pikiran da aktivitas sehari-hari menjadi ibadah terus menerus,

memunculkan kesucian alamiah yang ada dalam setiap situasi yang bermakna.

Langkah Ketujuh: dan akhirnya sementara kita melangkah di jalan yang

kita pilih sendiri, tetaplah sadar bahwa masih ada jalan-jalan yang lain, hormatilah

mereka yang melangkah di jalan tersebut, dan apa yang ada dalam diri kita sendiri

yang dimasa mendatang mungkin perlu mengambil jalan lain. (Agus: 147)

174
4. Ikhlas Beramal

Kebanyakan orang meyakini bahwa dalam hidup ia harus berjuang meraih

semua keinginan dengan berusaha keras, membanting tulang hingga tetes darah

penghabisan. Padahala tuntunan agama menjanjikan berbagai kemudahan atau

kesuksesan akan datang menghampiri jika dalam ikhtiarnya manusia berhasil

bersyukur, menikmati prosesnya, dan menyerahkan seluruh urusan dan

kepentingan hanya kepada Tuhan. Inilah konsep ikhlas (Erbe Sentanu: 10).

Ikhlas sebagai keterampilan atau skill yang lebih bercirikan silent

opration dari pikiran dan perasaan yang “tak tampak” namun sangat powerful itu,

ikhlas yang bukan hanya diucapkan di bibir atau di pikirkan di kepala, melainkan

keterampilan untuk menciptakan “peristiwa keikhlasan” di dasar hati yang

terdalam. Di tingkat kuantum. Oleh karenaya hanya dengan kualitas keikhlasan

yang benar-benar terasa di hati dan terukur secara objektif inilah kita aka mampu

mengarungi kehidupan dengan penuh keyakainan. Dengan suatu kepastian sukses

yang melampaui rasio atau pikiran, namun terkadang begitu jelas di hati.

Nasib seseorng mencerminkan karakternya. Sementara karakter orang itu

berasal dari semua kebiasaan serta tindakannya. Dan tindakannya berasal dari

pikirannya yang bermuara dari perasannya. Nasib, karakter kebiasaan dan

tindakan adalah seseuatu “yang tampak” sementara pikiran dan perasaan adalah

energy kuantum yang tak Nampak. Ketika manusia benar-benar ikhlas, saat itulan

doa atau niatnya “berjabatan tangan” melakukan kolaborasi dengan vibrasi

quanta. Sehingga melalui mekanisme kuantum yang tak terlihat, kekuatan Tuhan

sebenarnya sedang bekerja. Jika sudah demikian, siapakah yang mampu

175
menghalangi-Nya. Sebagaimana diriwayakan oleh Imam al Ja’far dalam kitab al-

Bihar: “Apabila seorag hamba berkata, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan

Allah, maka Allah menjawab, hai para malaikat-Ku, hambaku telah ikhlas

berpasrah diri, maka bantulah dia, tolonglah dia, dan sampaikan (penuhi) hajat

keinginannya.

Manusia yang memiliki kecerdasan tinggi (khalifatullah) bahwa sekalipun

selalu berusaha dengan tekun sepenuh hati, ia lebih mengandalkan kekuatan doa

di hatinya dibandingkan kekuatan pikiran apalagi ototnya. Dengan kata lain, ia

menyadari bahwa realitas hidupnya lebih ditentukan oleh kualitas pikiran dan

pesaannya ketimbang action-nya. Ini menjelaskan mengapa banyak orang yang

dipenuhi tindakan dalam mengejar goal, target dan lain-lain, sering tidak

mendapatkan hasil yang menggembirakan, sementara mereka yang senantiasa

Berikhlas dengan tekun, tenang dan bahagia karena percaya bahwa Tuhan selalu

memenuhi kebutuhannya tampak lebih sukses dan diberkahi.

Seperti kebanyakan orang, dulu saya sering bertanya apa hubungannya

antara taat beribadah dengan tingkat kesuksesan dan kebahagiaan kita, saya

merasa, meskipun sudah berusaha untuk menjadi orang baik dan selalu taat

beribadah dan berdoa, kesuksesan dan kebahagiaan sepertinya selalu menjauhi

hidup saya, sementara itu, kitapun diingatkan bahwa banyak ibadah kita sia-sia

dan hanya memberikan rasa lebih lapar, dan haus semata.Jawabanya saya peroleh

kemudian, bahwa ternyata saya lupa untuk mengajak hati dalam melakukan

semua itu.

176
Manusia dilahirkan dengan perasaan mampu melaukan segalanya, sebelum

kemudian dikacaukan oleh pesan-pesan ketidakmampuan yang datang dari

lingkungannya. Perasaan mampu itu ditunjukkan dengan kebernian melakukan

sesuatu. Perhatikan tingkah laku bayi berusia 8-9 bulan ke atas ketika ia mulai

bisa duduk dan mencoba untuk menirukan orag-orang dewasa disekitarnya dia

akan mengekplorasi dunianya dengan penuh keberanian walaupun tubuhnya

belum siap untuk itu. Karena dikepalanya ia belum memiliki konsep bahwa ia

tidak mampu.

Dia akan terus bersemangat mencoba melakukan segala hal baru dengan

antusias dan tekun. Semua dihadapi 100% dengan penuh semangat, tawa dan air

mata, suatu keikhlasan totalitas yang sempurna, ia kerahkan segala yang ia punya

sampai kemudian – jika ia kurang berntung – berangsur-angsur mulai masuk

pesan-pesan ketidakmmampuan dari lingkungan yang dipenuhi dengan kata-kata

“jangan”, “tidak boleh” atau “tidak bisa” sang bayi iklas itu pun mulai meragukan

potensi dirinya.

Perasaan bahwa anda sanggup menentukan dan merancang kehidupan

anda sendiri sebenarnya kuat terasa di dalam hati anda. Terbukti setiap kali usaha

anda dikecilkan oleh orang lain anda akan merasa tidak senang. Tetapi meskipun

perasaan bisa itu merupakan fitrah kelahiran manusia, pada saat masuk ke dalam

masyarakat ia akan “dipaksa” untuk meneria “kesepakatan bersama” bahwa ia

hanya akan berhasil: Kalau punya banyak uang; Kalau punya banyak

pengetahuan; Kalau punya ijazah dari luar negri; Kalau punya koneksi orang

177
dalam; Kalau punya modal yagn cukup; Kalau punya tubuh ramping; Kalau diberi

kesempatan, dan baeragam “kalau” yang tidak mungkin ia penuhi semuanya.

Kita sudah dikarunia berkah kelahiran yang luar biasa untuk bisa berhasil

di dalam apa pun rencana keberhasilan anda. (fitrah) semua manusia adalah untuk

berhasil. Bahwa Tuhan menciptakan manusi bukan untuk mengalami kegagalan.

Bahwa kegagalan bukanlah nasib, melaikan serangkaian putusan yang kurang

tepat, dan selalu bisa di reset, diputar kembali kearah keberhasilan.

5. Pengendalian Nafsu

Ketahuilah bahwa manusia, sesungguhnya nafsu yang selalu

memerintahkan kejahatan (nafsu amarah) adalah lebih memusuhimu, dari pada

iblis. Setan bisa mejadi kuat menguasaimu hanya dengan pertolongan hawa nafsu

dan kesenangan-kesenangannya. Untuk itu jangan sampai nafsu menipumu

dengan angan-angan kosong dan tipu daya, karena diantara ciri khas nafsu adalah

merasa aman, lengah, sanatai, lambat, dan malas, jadi semua ajakannya adalah

batil dan segala sesuatu yang timbul darinya adalah tipu daya belaka. Jika engkau

puas dan megikuti perintahnya, engkau tentu celaka, jika egkau lengah

menelitinya, engkau tentu tenggelam dan jika engkau lemah untuk melawannya

dan mengikuti saja kesenangannya, tentu dia akan membingbingmu ke neraka.

Nafsu bukanlah sesuatu yang dapat diarahkan menuju kebaikan, dia adalah

pangkal segala bencana dan sumber aib, dan dia tempat simpanan kekayaan iblis

serta tempat berlindung setiap kejahatan yang tidak akan mengetahui nafsu itu

kecuali Tuhan yang telah menciptakannya. Takutlah kepada Allah, sesungguhnya

Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

178
Nabi sulaiman bin Daud As. Berkata; sesungguhnya orang yang mau

mengalahkan hawa nafsu adalah lebih berat dari pada orang yang menaklukkan

kota sendirian, Ali bin Abi Thalib Karramahullahu Wajhah berkata, “tidak ada

aku dengan nafsuku” kecuali seperti pengembala kambing, setiap dia

mengumpulkan kambing-kambing dari satu arah, maka berpencaranlah mereka

dari arah yang lain, barangsiapa yan membunuh nafsunya, dia akan dibungkus

dengan kafan rahmat dan dikubur dalam bumi kemuliaan, dan barangsiapa yang

membunuh hatinya, maka dia akan mati dalam kafan laknat dan dikubur dalam

bumi siksa.

Yahya bin Muadz Ar-Razi berkata, perangilah nafsu dengan ketaatan

keada Allah dan riyadhah. Yaitu meninggalkan tidur, sedikit bicara akan timbul

keselamatan dari Bahaya, dari kesabaran menghadapi gangguan ia akan mencapai

derajat tertinggi dan dari sedikit makan akan lenyap kesenangan-kesenangan

nafsu. Karena dalam banyak makan terdapat kekerasan hati (sukar menerima

nasihat) dan kehilangan nur-Nya. Nur hikmah adalah kelaparan sedang

kekenyangan akan membuatnya jauh dari Allah. Rasulullah Saw telah bersabda:

“Terangilah hatimu dengan lapar dan haus serta rajinlah untuk terus mengetuk

pintu surga dengan lapar itu pula, karena pahala dalam menjalani semua itu

seperti pahala orang yang jihad/perang di jalan Allah. Sesungguhnya tiada sebuah

amalpun yang lebih dicintai dari pada lapar dan haus, dan orang yang memenuhi

perutnya tidak akan dapat memasuki kerajaan langit dan kehilangan kemanisan

ibadah.

179
Berkata Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Aku tidak pernah kenyang, (karena

makan) setelah aku masuk Islam agar aku menemukan kemanisan beribadah

kepada Tuhanku, dan tidak pernah segar (karena minum) sejak aku masuk Islam

karena merindukan bertemu dengan Tuhanku. karena dalam banyak makan

terdapat sedikitnya ibadah. Sebab apabila manusia memperbanyak makan badan

menjadi berat dan dua buah matanya mengalahkannya (karena kantuk) serta

lambatlah semua anggota tubuh (karena lemas) lalu tidak satu pun sesuatu yang

berarti yang datang darinya walau ia berusaha, kecuali hanya tidur melulu. jadilah

ia seperti bangkai yang terbuang sia-sia. Demikian disebutkan dalam minhajul

abidin.

Bersabda Nab Muhammad Saw “Janganlah kamu membuat mati hati

dengan banyak makan dan minum, karena hati dapat mati seperti tanaman apabila

terlal banyak air.” Ada sebuah cerita dari Yahya bin Zakaria As. Sesungguhnya

Iblis menampakkan diri padanaya dan membawa beberapa kail, berkatalah yahya

padanya, apa ini? Dia menjawab, beberapa kesenangan yang aku buat untuk

mengail anak cucu adam. Yahya bertanya adakah kau temukan sesuatu bagiku di

dalamnya? Dia berkata, tidak, hanya saja engkau pernah kenyang dalam suatu

malam, lalu aku bebankan kepadamu untuk melakukan solat. Yahya As berkata,

suatu hal yang pasti, sesungguhnya aku tidak aka mau kenyang lagi untuk selama-

lamanya.

Sesungguhnya setan berjalan dalam diri anak Adam bersama peredaran

darah, maka persempitlah jalannya dengan lapar, sesungguhnya manusia yang

paling dekat dengan Allah Swt besok hari kiamat adalah orang yang lebih lama

180
menahan lapar dan haus, dan sesungguhnya dosa yang paling besar dan

merusakkan anak adam adalah keinginan pertur. Denga keinginan perut itu pula

adam dan Hawa diusir dari perkampungan abadi (surga) kepada perkampungan

hina dan miskin (dunai).

Keinginan nafsu membuat seorang raja menjadi hamba dan kesabaran

akan membuat hamba-hamba menjadi raja. Tidakkah kau tahu cerita Nabi Yusuf

As. Dan Zulaikha? Nabi Yusuf benar-benar menjadi raja Mesir berkat

kesabarannya dan Zulaiha menjadi seorang yang hina, nista, miskin, tua Bangka

lagi buta akibat keinginan nafsunya, karena Zulaikha tidak tabah terhadap

cintanya kepada Nabi Yusuf.

181

Anda mungkin juga menyukai