Anda di halaman 1dari 21

BAB V

AKHLAK TERHADAP LINGKUNGAN

A. Pengertian Lingkungan

Masyarakat pada umumnya sering menyebut “lingkungan” dengan

"lingkungan hidup". Misalnya dalam Undang-Undang no. 23 tahun 1997

tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup,” dinyatakan bahwa definisi “lingkungan

hidup” adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk

hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan

perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pengertian

lingkungan hidup bisa dikatakan sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar

manusia atau makhluk hidup yang memiliki hubungan timbal balik dan kompleks

serta saling mempengaruhi antara satu komponen dengan komponen lainnya.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan).

Seiring dengan pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan

lingkungan dalam pembahasan ini adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

manusia, baik yang berupa binatang, tumbuh-tumbuhan ataupun benda-benda tak

bernyawa. Islam melarang umat manusia membuat kerusakan di muka bumi, baik

kerusakan terhadap lingkungan ataupun terhadap diri manusia itu sendiri.

Pada dasarnya akhlak yang diajarkan al-Qur’an terhadap lingkungan

bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya

interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam.

Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan dan bimbingan, agar

setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya. Sebagai contoh; seseorang tidak

dibenarkan memetik buah sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar.

211
Ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan

penciptanya.

Hal ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati setiap proses

yang sedang berjalan dan kepada semua proses yang sedang terjadi. Sikap seperti

ini akan membentuk dan menunjukan seseorang bertanggung jawab, sehingga ia

tidak melakukan kerusakan terhadap lingkungannya, sebab kerusakan lingkungan

pada akhirnya akan berdampak pada kerusakan diri manusia sendiri.

Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda yang tak bernyawa,

semuanya diciptakan oleh Allah dan menjadi milik-Nya serta memiliki

ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan seperti ini mengantarkan seseorang untuk

menyadari bahwa semuanya adalah umat Allah yang harus diperlakukan secara

wajar dan baik. Berkenaan dengan hal ini dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa

binatang melata dan burung-burungpun adalah umat seperti manusia juga,

sehingga semuanya tidak boleh diperlakukan secara aniaya.

ِ ‫ض والَ طَائٍِر ي ِطري ِِبنَاحي ِه إِالَّ أُمم أَمثَالُ ُكم َّما فَ َّرطْنَا ِِف‬
ِ َ‫الكت‬ ٍِ ِ
‫اب‬ ْ ٌَ َْ َ ُ َ َ ِ ‫َوَما من َدآبَّة ِف األ َْر‬
‫ِمن َش ْي ٍء ُُثَّ إِ ََل َرِّبِِ ْم ُُْي َش ُرو َن‬

“Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan

orang-orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian

kepada-Nya-lah mereka dikembalikan.” (QS. Al-An’am, 6: 36)

B. Akhlak terhadap Binatang

Orang Islam meyakini bahwa seluruh binatang merupakan salah satu

ciptaan Allah yang harus sama-sama dimuliakan dengan makhluk lainnya. Selain

harus dimuliakan, binatag juga harus disayangi. Singkatnya bahwa kita sebagai

212
seorang muslim wajib memperlakukan binatang sebagai mana perlakuan kita

terhadap makhluk-makhluk Allah lainnya. Di antara sikap atau akhlak seorang

muslim terhadap binatang adalah:

a. Memberinya makan dan minum; jangan membiarkannya dalam keadaan

haus dan lapar. Apalagi binatang tersebut dijadikan sebagai binatang

piaraan, yang kita memanfaatkannya, baik sebagai piaraan yang dimanfaat

untuk menjaga rumah, kebun, sawah atau tanaman-tanaman, ataupun

dimanfaatkan tenaganya seperti untuk membajak kebun atau sawah.

b. Menyayangi dan memberikan kasih sayang kepadanya, karena tatkala

Nabi Muhammad Saw melihat orang-orang yang menjadikan binatang

(burung) sebagai sasaran anak panah mereka, beliau bersabda: “Allah

melaknat orang yang menjadikan alam atau makhluk yang bernyawa

sebagai sasaran” (HR. Bukhari dan Muslim). Begitu juga Nabi

Muhammad Saw melarang menyakitinya dan mengurungnya untuk

dibunuh. Sabdanya: “Barang siapa yang menyakiti binatang ini dengan

mengambil anaknya, maka hendaknya mengembalikannya ke tempatnya.

Kemudian Nabi menyatakan tatkala beliau melihat burung itu berkeliling

mencari anaknya yang diambil seorang sahabat dari sarangnya” (HR. Abu

Daud).

c. Menyenangkannya di saat menyembelih atau membunuhnya, karena

Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan ihsan

(berbuat baik) atas segala sesuatu, maka apabila kalian membunuh

hendaklah berlaku ihsan di dalam pembunuhan, dan apabila kalian

213
menyembelih hendaklah berlaku baik dalam penyembelihan, dan

hendaklah salah seorang kamu menyenangkan sembelihannya dan

hendaklah ia mempertajam mata pisaunya” (HR. Muslim).

d. Tidak menyiksa dengan cara penyiksaan apapun, atau dengan

membuatnya kelaparan, memukulinya, membebaninya dengan sesuatu

yang ia tidak mampu, menyiksanya atau membakarnya. Rasulullah

bersabda: “Seorang perempuan masuk neraka karena seekor kucing yang

ia kurung hingga mati, maka dari itu ia masuk neraka karena kucing

tersebut disebabkan ia tidak memberinya makan dan tidak pula

memberinya minum di saat ia mengurunginya, dan tidak pula ia

membiarkannya memakan serangga atau sampah di bumi” (HR. Imam

Bukhari)

e. Namun demikian diperbolehkan membunuh binatang yang mengganggu

atau membahayakan, seperti anjing gila, srigala, ular, kalajengking, dan

tikus. Hal itu berdasarkan Hadits Nabi Saw yang bunyinya: “Ada lima

macam binatang yang berbahaya, boleh dibunuh di tanah (waktu) halal

dan di tanah (waktu) haram, yaitu ular, burung gagak berbelang putih

hitam, tikus, anjing gila (anjing buas) dan rajawali” (HR. Muslim). Dalam

Hadits sahih lainnya termasuk kalajengking.

f. Diperbolehkan memberi cap pada telinga binatang untuk suatu

kepentingan, karena Rasulullah Saw telah memberi cap sendiri dengan

tangan beliau pada unta sedekah atau zakat. Adapaun selain ternak (unta,

sapi, kerbau dan kambing) tidak dibolehkan mencapnya. Nabi Saw

214
bersabda pada saat melihat seekor himar dicap pada bagian mukanya:

“Allah mengutuk orang yang memberi cap binatang ini pada bagian

mukanya” (HR. Muslim).

g. Mengeluarkan zakat hewan apabila hewan itu merupakan hewan yang

wajib dizakati dan kepemilikannya sudah mencapai nisab.

h. Tidak membuat orang Islam melalikan ketaatannya kepada Allah oleh

karena hewan ternanknya atau hewan yang dimilikinya. Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu

melalikan kamu dari mengingat Allah” (QS. Al-Munafiqun, 63: 9).

C. Akhlak terhadap Tumbuh-Tumbuhan

Sebagaimana hewan, tumbuhan juga sama sebagai makhluk Allah Swt

yang harus diperlakukan oleh umat manusia sebagaimana makhluk-makhluk

Allah lainnya. oleh karena itu dalam Islam terdapat akhlak atau sikap kita

terhadap tumbuh-tumbuhan, di antaranya:

a. Tidak merusak atau menebang pohon sembarangan:

‫اها‬ َ َ‫اْلِب‬
َ ‫ال أ َْر َس‬ ْ ‫اها َو‬
َ ‫اءها َوَم ْر َع‬
ِ ‫أ‬
َ ‫َخَر َج مْن َها َم‬
ْ
Dia (Allah) memancarkan daripadanya mata airnya dan (menumbuhkan)

tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh

(QS. Al-Nazi’at, 79: 31 dan 32). Ayat ini menjelaskan bahwa Allah

menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dari bumi untuk dimanfaatkan oleh manusia

dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Tumbuh-tumbuhan tersebut bukan

untuk dirusak atau ditebang sembarangan dengan tidak menggunakan aturan-

aturan yang seharusnya. Sebab kalau manusia merusak dan menebang tumbuh-

215
tumbuhan sembarangan, maka yang terjadi adalah kerusakan di muka bumi ini.

Dalam ayat lain dinyatakan:

ِِ ِ ِ ِ ِ ‫ماقَطَعتم َّمن لِي ن ٍة اَو تَرْكتموها قَآئِمةً علَى أ‬


َ ْ ‫ُص ْولَا فَبِِذ ْنن ِهل َوليَ ْز ِي َ الْ َااسي‬
.‫ن‬ ُ َ َ َ ْ ُ ُ َ ْ َ ْ ْ ْ ُْ َ
“Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau

yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah

dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-

orang fasik” (QS. al-Hasyr, 59: 5).

‫اَّللُ َرأْ َسهُ ِِف النَّا ِر‬


َّ ‫ب‬ ِ
َ ‫ص َّو‬
َ ‫َم ْن قَطَ َع س ْد َرًة‬
“Barang siapa yang menebang pepohonan, maka Allah akan mencelupkannya

ke dalam neraka.” (HR. Abu Daud). Yang dimaksud memotong pepohonan

dalam Hadits ini adalah memotong pepohonan secara sia-sia sepanjang jalan,

tempat para musafir atau hewan berteduh.

b. Tidak berbuang hajat di bawah pohon, apalagi di bawah pohon yang rindang

dan berbuah. Rasulullah Saw bersabda: “Jangan kalian berbuang air kecil atau

berhajat di lubang binatang, di jalan tempat orang lewat, di tempat berteduh, di

sumber air, di tempat pemandian, di bawah pohon yang sedang berbuah, atau

di air yang mengalir ke arah orang-orang yang sedang mandi atau mencuci”

(HR. Muslim dan Turmudzi).

‫َّاس أ َْو ِظلِِ ِه ْم‬


ِ ‫ال الَّ ِذ يَتَ َخلَّى ِِف طَ ِر ِيق الن‬ َِّ ‫ول‬
َ َ‫اَّلل ق‬ ِ َ‫الَّل ِعن‬
َ ‫ان ََي َر ُس‬ ِ ْ َ‫الَّل ِعن‬
َّ ‫ن قَالُوا َوَما‬ َّ ‫اتَّ ُيوا‬

Takutlah kalian terhadap perihal dua orang yang terlaknat.” Mereka (para

sahabat) bertanya; “Siapakah dua orang yang terlaknat itu wahai Rasulullah?”

216
Beliau menjawab: “Yaitu orang yang buang air besar di jalanan manusia atau

tempat berteduhnya mereka.” (HR. Abu Daud)

c. Tidak boleh menjual buah-buahan sebelum matang. Berikut ini adalah di antara

Hadits yang berkaitan dengan adanya larangan menjual buah-buahan sebelum

jelas kematangannya.

‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َ َهى َع ْن بَْي ِع الث ََّم ِر َح ََّّ يَْب ُد‬ ِ ‫عن عب ِد اَّللِ ب ِن عمر آَ َّن رسوَل‬
ِ ‫صلَّى‬
َ ‫اَّلل‬
ِ ْ ُ َ َ َ ُ ْ ِ َْ ْ َ
‫اع‬ ِ
َ َ‫صَّلَ ُح َها َ َهى الْبَائ َع َوالْ ُمْب ت‬
َ ‫َو‬
"Dari Abdullah bin Umar r.a, bahwa Rasulullah SAW melarang menjual buah-
buahan sebelum tampak kematangannya, beliau melarang penjual dan
pembelinya." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits lainnya:

‫اَّلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َ َهى َع ْن بَْي ٍع الث ََّما ِر َح ََّّ تُ ْيِه َي‬
ِ ‫صلَّى‬
ِ
َ ‫َن َر ُس َوال َِّلل‬
ِ ٍِ
ِ ‫س بْ ِن َمالك َرض َي‬
َّ ‫اَّللُ َعْنهُ أ‬ ِ ََ‫َع ْن أ‬
‫ص َاَّر‬ َ َ‫فَِيْي َل لَهُ َوَما تُ ْيِهي ق‬
ْ َ‫ال َح ََّّ ََْت َمِرأ َْو ت‬
"Dari Anas bin Malik r.a, bahwa Rasulullah SAW melarang menjual buah-

buahan sebelum matang. Ada yang bertanya, Bagaimana kematangannya?

Beliau menjawab, Hingga memerah atau menguning." (HR. Bukhari dan

Muslim).

d. Membayar zakat hasil tanaman, firman Allah:

ِ ‫َخَر ْجنَا لَ ُكم ِِم َن األ َْر‬ ِ ِ ِ ِ ِ َّ


َ ِ‫اْلَب‬
‫يث‬ ْ ْ‫ض َوالَ تَيَ َّم ُموا‬ ْ ‫ين َآمنُواْ أََا ُيواْ من طَيِِبَات َما َك َسْب تُ ْم َوِمَّا أ‬
َ ‫ََي أَيُّ َها الذ‬
َِ ‫َن اَّلل َغ ِِن‬ ِ ِ ‫ِمْنه تُ ِنا ُيو َن ولَستُم ِِب ِخ ِذ ِيه إِالَّ أَن تُ ْغ ِم‬
‫َحي ٌد‬ ٌّ َِ َّ ‫ضواْ فيه َو ْاعلَ ُمواْ أ‬ ُ ْ َ ُ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari

hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari

bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu

217
nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya

melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa

Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah, 2: 267). Dari ayat

tersebut dapat diketahui bahwa Allah Swt memerintahkan umat Islam untuk

menzakatkan hasil bumi yang dikelolanya, misalnya pertanian, perkebunan,

dan lain sebagainya dengan maksud agar manusia saling berbagi terhadap

sesamanya. Selain itu, zakat juga bermanfaat untuk mensucikan harta yang kita

peroleh dan yang kita miliki.

Sesungguhnya ada dua pertimbangan yang sangat mendasar dari akhlak

kita terhadap tumbuh-tumbuhan, yaitu: Pertama, pertimbangan manfaat: “Maka

hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguh-nya Kami benar-

benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan

sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-

sayuran, Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan

serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang

ternakmu.” (QS. Abasa, 80: 24-32). Kedua, pertimbangan keindahan: “Atau

siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air

untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang

berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan

pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan

(sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).

(QS. al-Naml, 27: 60). Dalam ayat ini disebutkan bahwa “kebun-kebun yang

sangat indah” yang berarti menyejukkan jiwa, mata dan hati ketika

218
memandangnya. Setelah Allah swt, memaparkan nikmat-nikmat-Nya, baik berupa

tanaman, kurma, zaitun, buah delima dan semacamnya, Dia melanjutkan firman-

Nya: “lihatlah/perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan

(perhatikan pula) kematangannya” (QS. al-An’am, 6: 99).

D. Akhlak terhadap Tanah

Berikut ini adalah beberapa ayat Alquran yang berhubungan dengan

akhlak terhadap tanah:

a. Menghidupkannya dengan cara menanaminya dengan berbagai jenis tanaman

yang indah dan bermanfaat, atau didirikan bangunan-bangunan yang

bermanfaat:

‫َخَر ْجنَا ِمْن َها َحبًّا فَ ِمْنهُ ََيْ ُكلُو َن‬


ْ ‫اها َوأ‬
َ َ‫َحيَ ْي ن‬
ْ ‫ض الْ َمْي تَةُ أ‬
ُ ‫َوءَايَةٌ َلُُم ْاأل َْر‬
“Dan suatu tanah (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang

mati, Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian,

maka dari padanya mereka makan”. (QS. Yasin, 36: 33).

b. Jika tanah yang dijadikan tanaman tersebut kering maka siramlah:

ِ
‫َن‬ َ ‫ت ِم ْن ُك ِِل َزْو ٍج َّبِيجٍ َنل‬
َّ ِِ ‫ك‬ ْ َ‫ت َوأََْبَ ت‬
ْ َ‫ت َوَرب‬
ِ
ْ ‫ض َهام َد ًة فَِذنَا أََْ َيلْنَا َعلَْي َها الْ َماءَ ْاهتَ َّي‬
َ ‫َوتَ َرى ْاأل َْر‬
‫اْلَ ُّق َوأَََّهُ ُُْييِي الْ َم ْوتَى َوأَََّهُ َعلَى ُك ِِل َش ْي ٍء قَ ِد ٌير‬
ْ ‫اَّللَ ُه َو‬
َّ

“Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami telah menurunkan air

diatasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam

tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah,

Dia lah yang hak dan sesungguhnya Dia lah yang menghidupkan segala yang

219
mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. al-Haj, 22:

5-6).

c. Memilikinya. Di zaman sekarang kepemilikan tanah secara sah dibuatkan

sertifikat tanah oleh pemerintah yang dikeluarkan secara khusus oleh Badan

Pertanahan, baik kepemilikan secara pribadi ataupun secara kelompok,

lembaga atau pemerintah itu sendiri.

ُ‫ضا َميِِتَ ًة فَ ِه َي لَه‬


ً ‫َحيَا أ َْر‬
ْ ‫َم ْن أ‬
“Barang siapa yang menghidupkan tanah (lahan) mati maka ia menjadi

miliknya.” (HR. Turmudzi dan Abu Daud).

F. Akhlak terhadap Udara

Salah satu kebutuhan pokok manusia selain hewan, tumbuh-tumbuhan dan

tanah adalah udara, dalam hal ini udara yang mengandung oksigen yang

diperlukan manusia untuk pernafasan. Manusia, atau makhluk yang bernyawa bila

berada di muka bumi ini tanpa oksigen, tentunya tidak akan dapat hidup. Allah

beberapa kali menyebutkan dalam Alquran prihal angin (udara) dan fungsinya

terhadap proses daur air dan hujan:

ِِ ِ ِ َّ ِ ِ َ ‫ف اللَّْي ِل والن‬ ِ ‫ض واختِ ََّل‬ ِ َّ ‫إِ َّن ِِف خ ْل ِق‬


َ ‫َّهار َوالْ ُا ْلك ال ِِت ََْتر ِف الْبَ ْحر ِبَا يَْن َا ُع الن‬
‫َّاس‬ َ ْ َ ِ ‫الس َم َوات َو ْاأل َْر‬ َ
ِ ‫ص ِر‬
ِ ِ ‫يِ الِِرََي‬ ٍ ِ ِ َّ ‫السم ِاء ِمن م ٍاء فَأَحيا بِِه ْاألَرض ب ع َد موِِتَا وب‬ ِ َّ ‫وما أََْيَل‬
ْ َ‫ث ف َيها م ْن ُك ِِل َدابَّة َوت‬ََ َْ َْ َ ْ َ ْ َ ْ َ َّ ‫اَّللُ م َن‬ َ ََ
‫ت لَِي ْوٍم يَ ْع ِيلُو َن‬
ٍ ‫ض ََلَي‬ ِ َّ ‫اب الْمس َّخ ِر ب ن‬
َ ِ ‫الس َماء َو ْاأل َْر‬ َ ْ َ َ ُ ِ ‫الس َح‬ َّ ‫َو‬
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan

siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia,

dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia

220
hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala

jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan

bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum

yang memikirkan.” (QS. al-Baqarah, 2: 164). Pada ayat lain Allah berfirman:

‫ِ يَ َشاءُ َوََْي َعلُهُ كِ َس ًاا فَتَ َرى الْ َو ْد َق ََيُْر ُج‬ ِ َّ ‫اَّلل الَّ ِذ ي رِسل ال ِرَي ِ فَتثِري سحاًب فَي بسطُه ِِف‬
َ ‫الس َماء َكْي‬ ُ ُ ْ َ ً َ َ ُ ُ َ َ ِ ُ ُْ َُّ
‫اب بِِه َم ْن يَ َشاءُ ِم ْن ِعبَ ِاد ِه إِ َنا ُه ْم يَ ْستَ ْب ِش ُرو َن‬ ِِ ِ ِ
َ ‫ص‬َ َ‫م ْن خ ََّلله فَِذ َنا أ‬

“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan

Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan

menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan ke luar dari celah-

celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang

dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (QS. al-Rum, 30: 48).

Udara merupakan pembauran gas yang mengisi ruang bumi, dan uap air

yang meliputinya dari segala penjuru. Udara adalah salah satu dari empat unsur

yang seluruh alam bergantung kepadanya. Empat unsur tersebut ialah tanah, air,

udara dan api. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern telah

membuktikan bahwa keempat unsur ini bukanlah zat yang sederhana, akan tetapi

merupakan persenyawaan dari berbagai macam unsur. Air misalnya, terdiri dari

unsur oksigen dan hidrogen. Demikian juga tanah yang terbentuk dari belasan

unsur berbeda. Adapun udara, ia terbentuk dari sekian ratus unsur, dengan dua

unsur yang paling dominan, yaitu nitrogen yang mencapai sekitar 78,084 persen

dan oksigen sebanyak 20,946 persen. Satu persen sisanya adalah unsur-unsur lain.

Termasuk hikmah kekuasaan Allah dalam penciptaan alam ini, bahwa Dia

menciptakan udara dengan nitrogen dan sifatnya yang pasif sebagai kandungan

221
mayoritasnya, yaitu 78 persen dari udara. Kalau saja kandungan udara akan gas

nitrogen kurang dari itu, niscaya akan berjatuhan bunga-bunga api dari angkasa

luar karena mudahnya menembus lapisan bumi (hal itu yang kerap kali terjadi)

dan terbakarlah segala sesuatu yang ada pada permukaan bumi.

(www.academia.edu/12955476/akhlak_terhadap_lingkungan)

Fungsi lain dari udara atau angin adalah dalam proses penyerbukan/

mengawinkan tumbuh-tumbuhan. Allah berfirman dalam QS. al-Hijr, 15: 22:

ِ ِ ِ َّ ‫وأَرس ْلنا ال ِرَي ِ لَواقِح فَأََْيلْنا ِمن‬


َ َ‫َس َيْي نَا ُك ُموهُ َوَما أََْتُ ْم لَهُ ِبَا ِز‬
‫ن‬ ْ ‫الس َماء َماءً فَأ‬ َ َ َ َ َ َ َِ َ َ ْ َ
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan

Kami turunkan hujan dari langit, lalu kami beri minum kamu dengan air itu, dan

sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpan-nya”. Sungguh, nikmat udara

merupakan suatu anugrah yang sangat besar. Dengan demikian, manusia dituntut

untuk memanfaatkannya sesuai dengan karunia yang telah dianugerahkan Allah

tersebut dengan melestarikannya, bukan dengan mencemarinya dan merusaknya,

yang akan membawa mudharat bagi dirinya dan makhluk ciptaan Allah Swt,

lainnya. Oleh karena itu, Berikut beberapa cara atau upaya menjaga kelestarian

udara sebagai sikap atau akhlak terhadap udara (https://ilmugeografi.com/ilmu-

bumi/udara/cara-menjaga-kelestarian-udara):

a. Menanam pohon di berbagai tempat dan membiasakan menanam tanaman

hias

b. Mengurangi dan menghindari pengunaan gas-gas kimia dan

mengupayakan pembuangan gas-gas sisa pembakaran

222
c. Membangun cerobong asap yang cukup tinggi dan mengurangi asap yang

keluar dari kendaraan transportasi yang menghasilkan polusi serta

melakukan penyaringan asap sebelum asap dibuang ke udara

d. Mengurangi pemakaian bahan fosil dan sistem transportasi yang efisien

dengan menghemat bahan bakar

e. Mengalirkan gas buangan ke dalam larutan pengikat dan menurunkan suhu

sebelum gas di buang ke udara bebas, serta mengurangi gas freon

f. Memberikan penyuluhan yang intensif tentang pelestarian udara kepada

masyarakat

F. Akhlak terhadap Air

Air adalah sumber kehidupan bagi makhluk hidup di Bumi. Sumber

kekayaan yang sangat penting dan berharga, sumber kehidupan bagi manusia,

tumbuh-tumbuhan dan hewan, bahkan Allah Swt menciptakan segala sesuatu

yang hidup di bumi adalah dari air. Firman-Nya:

‫َو َج َع ْلنَا ِم َن الْ َم ِاء ُك َّل َش ْي ٍء َح ٍِي‬

“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu hidup” (QS. al-Anbiya, 21: 30).

Ketiadaan air bisa mengancam kelangsungan hidup dan ekosistem alam. Bagi

manusia, selain sebagai konsumsi sehari-hari, benda cair itu juga bermanfaat

untuk mandi dan mencuci. Selain itu, air dapat menopang pembangunan

infrastruktur, seperti rumah, masjid, perkantoran, dan lainnya. Karena itu, air

adalah kekayaan paling berharga dan warisan penting bagi generasi mendatang.

Allah SWT memberikan nikmat air itu secara gratis. Sayangnya, nikmat tersebut

tidak dipergunakan dan dimanfaatkan dengan baik dan proporsional oleh manusia.

223
Sering kali pendayagunaan air tidak optimal, dan bahkan di banyak kesempatan

cenderung eksploitatif. Hal ini tidak bisa dibiarkan dan harus dicegah. Pasalnya,

berbeda dengan kekayaan bumi atau alam lainnya, air bersifat surut dan tidak bisa

dibudidayakan. Artinya, bahwa air bukanlah komoditas yang bisa tumbuh dan

berkembang, tidak seperti kekayaan alam lainnya, seperti nabati atau hewani.

Oleh karena itu, Jika pemakaian air yang tidak tepat guna dan konsumsi

berlebihan tetap terjadi, maka tak mustahil krisis air pun akan terjadi. Allah swt,

mengisyaratkan dalam QS. al-Mu’minun:

‫اب بِِه لََي ِاد ُرو َن‬


ٍ ‫ض وإِ ََّّن َعلَى َن َه‬ ِ ْ ‫السم ِاء َماء بَِي َد ٍر فَأ‬ ِ ‫وأ‬
َ ِ ‫َس َكنَّاهُ ِف ْاأل َْر‬ ً َ َّ ‫ََيلْنَا م َن‬
ََ
“Dan, Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air

itu menetap di Bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa

menghilangkannya.” (QS al-Mu'minuun, 23: 18). Atas dasar isyarat ayat Alquran

tersebut, maka Islam mewajibkan memelihara, menjaga dan melestarikan

kekayaan air ini, yang salah satu dengan cara:

a. Tidak boleh mencemari air sungai ataupun sumber air pegunungan, misalnya,

dengan limbah atau kotoran manusia, atau sebab-sebab lainnya yang dapat

mengotori sumber air. Rasululullah Saw bersabda:

ِ ‫اتَّ ُيوا الْم ََّل ِعن الث َََّّلثَةَ الْب راز ِِف الْموا ِرِد وقَا ِرع ِة الطَّ ِر ِيق و‬
‫الظِ ِِل‬ َ َ َ ََ َ ََ َ َ

“Jauhilah tiga macam perbuatan yang dilaknat ; buang air besar di sumber air,

ditengah jalan, dan di bawah pohon yang teduh”. (HR. Abu Daud). Hadits

lainnya menyatakan:

‫َح ُد ُك ْم ِِف الْ َم ِاء الدَّائِِم الَّ ِذ َال ََْي ِر ُُثَّ يَغْتَ ِس ُل فِ ِيه‬
َ ‫َال يَبُولَ َّن أ‬

224
“Janganlah salah seorang dari kalian kencing di air yang diam yang tidak

mengalir, kemudian mandi disana.” (HR. Al-Bukhari). Pencemaran air di

zaman modern ini tidak hanya terbatas pada kencing, buang air besar, atau pun

hajat manusia yang lain. Bahkan banyak ancaman pencemaran lain yang jauh

lebih berbahaya dan berpengaruh dari semua itu, yakni pencemaran limbah

industri, zat kimia, zat beracun yang mematikan, serta minyak yang

mengenangi samudra.

b. Tidak mengeksploitasi air yang berlebihan. Ada bahaya lain yang berkaitan

dengan sumber kekayaan air, yaitu penggunaan air secara berlebihan. Air

dianggap sebagai sesuatu yang murah dan tidak berharga. Karena hanya

manusia-manusia yang berfikir yang mengetahui betapa berharga kegunaan

dan nilai air. “ ... dan janganlah kalian berlebih-lebihan (israf). Sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berlebih-lebihan” (QS. Al-

An’am, 6: 141). Ayat ini, diperkuat lagi oleh salah satu Hadita Nabi:

‫ف ََي َس ْع ُد‬
ُ ‫السَر‬
َّ ‫ال َما َه َذا‬ َّ ‫صلَّى اللَّهم َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َمَّر بِ َس ْع ٍد َوُه َو يَتَ َو‬
َ ‫ضأُ فَ َي‬ َ ‫َِّب‬ َّ ‫أ‬
َّ ِ‫َن الن‬
ِ ‫ال أَِِف الْوض‬
‫ت َعلَى َ ْه ٍر َجا ٍر‬ َ ‫ال َ َع ْم َوإِ ْن ُكْن‬ َ َ‫ف ق‬ ٌ ‫وء َسَر‬ ُُ َ َ‫ق‬
“Nabi saw, pernah bepergian bersama Sa’ad bin Abi Waqqas. Ketika Sa’ad

berwudhu, Nabi berkata : “Jangan menggunakan air berlebihan”. Sa’ad

bertanya : “Apakah menggunakan air juga bisa berlebihan ?”. Nabi menjawab:

“Ya, sekalipun kamu melakukannya di sungai yang mengalir”. (HR. Imam

Ahmad dan Ibnu Majah)

Dari kedua sikap seorang muslim terhadap air seperti yang disebutkan di

atas intinya secara praktis adalah:

225
Pertama, bahwa kita harus cermat dalam menggunakan air untuk

kebutuhan. Cermat disini adalah pandai dan perhitungan dalam menggunakan air

untuk kebutuhan sendiri. Tidak menyianyiakan fungsi air dan menggunakan

secara berlebihan. Sehingga ketika ada permasalahan dalam kelancaran

mendapatkan air bisa teratasi dengan adanya penyimpanan yang didukung dengan

penggunaan yang cermat.

Kedua, menjaga kebersihan dan kemurnian sumber air. Menjaga sumber

air dan kemurniannya agar fungsi air sebagai minuman wajib dapat terjaga.

Karena jika sumber air menjadi kotor atau tercampur bahan kimia lainya ( tidak

murni ) maka akan berakbiat air tersebut tidak dapat digunakan sebagai minuman.

Ketiga, menggunakan sesuai kebutuhan dan tidak menyia-nyiakan air.

Sadar dalam penggunaan air dan tidak menghambur hamburkan air untuk

kebutuhan yang tidak penting. Berusaha menghemat air dalam kegiatan kehidupan

sehari-hari.

Keempat, menjaga agar semua masyarakat dapat menggunakan untuk

kebutuhan masing masing. Menjaga sumber agar agar semua orang dapat

menggunakan air sesuai dengan kebutuhan masing - masing. Tidak menghalang -

halangi penggunaan air oleh orang lain karena hak mereka sama dengan kita.

Kelima, memanfaatkan fungsi air untuk kebutuhan orang banyak tanpa

merusak dan mencemari air. Memanfaatkan banyak fungsi air yang positif untuk

khalayak ramai. Seperti penggunaan air sebagai pembangkit tenaga listrik atupun

irigasi. Dan disini tanpa merusak kemurnian air tersebut sehingga selain bisa

226
dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga juga bisa pakai untuk kebutuhan

jasmani.

Kesimpulan dari uraian di atas tentang bab akhlak manusia terhadap

lingkungan adalah bahwa Allah Swt. telah menciptakan alam semesta ini

berdasarkan maksud dan tujuan. Segala sesuatunya pasti mengandung hikmah dan

tidak sia-sia (QS Shad, 38: 27, dan Ali Imran, 3: 191). Terlebih bahwa manusia

diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di alam semesta ini, maka manusia punya

tugas untuk mengola dan mengelola secara fungsional dan mendayagunakannya

untuk kepentingan bersama seluruh makhluk hidup, sehingga antara satu makhluk

dengan yang lainnya saling terkait dan bertautan serta berkesinambungan dan

berkeseimbangan dalam eko-sistem atau dalam istilah al-Quran disebut dengan

al-mizan (Q.S al-Rahman, 55: 7). Bila terganggu salah satunya, maka makhluk

yang berada di lingkungannya pasti akan terganggu pula.

Oleh karena itu, peran ke-khalifah-an menuntut adanya interaksi antara

manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam lingkungannya. Interaksi

itu sungguh akan berjalan secara harmonis bila berada atau sesuai dengan

petunjuk-petunjuk Allah dalam al-Qur-an dan al-Hadits yang harus ditemukan

kandungannya oleh manusia sambil memperhatikan perkembangan dan situasi

lingkungannya. Dan itu harus dijadikan prinsip pokok atau landasan utama dalam

berinteraksi antar sesama manusia dan interaksi antara manusia dengan

lingkungan hidupnya, sehingga tercipta kehidupan yang harmonis, repeh-rapih,

apik dan anggun.

227
Dalam konteks itu, M. Quraisy Shihab (1992: 296) menyebutkan bahwa

semakin kukuh hubungan manusia dengan alam raya, semakin dalam pengenalan

terhadapnya, sehingga semakin banyak yang dapat diperolehnya melalui alam itu.

Namun bila hubungan hanya terbatas di sana, (melakukan eksplorasi tanpa

memperhatikan keseimbangan) pasti hasil lain yang dicapai adalah penderitaan,

dan penindasan manusia atas manusia atau dengan alam itu sendiri.

Sebaliknya, lanjut Shihab manakala semakin baik interaksi manusia

dengan manusia, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan lingkungannya akan

semakin banyak yang dapat dimanfaatkan dengan hasil guna yang sebesar-

besarnya. “Dan bahwasanya, jika mereka tetap berjalan lurus di jalan itu

(petunjuk-petunjuk Ilahi) niscaya pasti Kami akan memberi mereka air segar

(rizki yang melimpah)” (QS al-Jinn, 72: 16).

Atas dasar itu, ke-khalifah-an manusia di muka bumi berarti mengandung

definisi “bimbingan” agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Dalam

arti lain, bahwa manusia di muka bumi memiliki tanggung jawab, baik yang

bersifat idnividual ataupun bersifat sosial dan vertikal. Oleh karena itu dalam

mengola dan mengelola alam ini hendaknya berorientasi untuk kemaslahatan

semua pihak, tidak berlebih-lebihan dan berbuat semena-mena, tidak seperti yang

difirmankan Allah: “Sesungguhnya manusia senantiasa berlaku boros atau

sewenang-wenang manakala dirinya merasa mampu” (QS al-‘Alaq, 96: 6-7).

Dalam hal ini, Rasulullah Saw. juga bersabda: “Tiada kebaikan dalam

pemborosan dan tiada pemborosan dalam kebaikan”. Dan “Gunakanlah air

secukupnya, cukup membasuh anggota wudlu tiga kali, walaupun anda berwudlu

228
di sungai yang mengalir”. Firman-Nya:: “Sesungguhnya orang-orang yang boros

adalah saudara setan” (QS al-Isra, 17: 27).

Sabda Rasul dan firman Allah itu, sesungguhnya bukan berarti

memberikan pembatasan apalagi larangan, melainkan bahwa apa yang kita

gunakan dan manfaatkan dari lingkungan haruslah bersifat fungsional yang

berdasarkan kepada ukuran-ukuran tertentu sesuai dengan habitatnya

(sunnatullah). Artinya, bermanfaat untuk kepentingan manusia dan alam

lingkungan-hidupnya dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan Allah Swt atau

ayat-ayat Allah yang bersifat qauli. Karena itu ayat-ayat Allah baik qauli maupun

kauni merupakan satu kesatuan sistem antara yang satu menjelaskan yang

lainnya, begitu pula sebaliknya. Perhatikan gambar di bawah ini :

AYAT AYAT
ALLAH

Qadla & Qadar


 Exact
AYAT-AYAT QAULI AYAT-AYAT KAUNI
 Immutable
al-Quran dan al-Hadits Alam semesta
 Objective

DZIKIR KHALIFAH FIKIR


FI AL-ARDL

KHAZANAH ILMU- SAINS DAN


ILMU KEISLAMAN: TEKNOLOGI
EKHLAK (NORMA-
ETIKA)

LINGKUNGAN HIDUP YANG SERASI DAN SEIMBANG


(ISLAMI)

229
Berdasarkan skema di atas maka merupakan suatu kemajuan yang luar

biasa, manakala pemeliharaan lingkungan hidup mendapatkan celupan (shibghah)

teknologi. Celupan teknologi ini, dalam realitas historis umat Islam bukanlah

barang baru. Sebagaimana pernah dikatakan oleh Ibn Taimiyah (t..t. : 4), bahwa

kaum muslim telah mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Namun apa yang dikembangkan kaum muslim ini mengandung kebenaran dan

kemanfaatan yang tinggi.

Suatu bukti, dahulu ketika manusia dicemaskan oleh bahaya tenaga nuklir,

hampir tak terdengar suatu bangsa yang mayoritas muslim turut serta pembuatan

tenaga nuklir. Hal ini didasari oleh pertimbangan kemaslahatan (manfaat) dan

kemadharatan (keburukan), sehingga mereka justru mempelopori pelanggaran

pembuatan tenaga nuklir. Ini suatu bukti, bahwa moralitas Islam yang

mengandung keselamatan antar umat manusia dan kelestarian lingkungan untuk

senantiasa dipertahankan. Sekalipun dewasa ini banyak negara muslim yang

membuat tenaga nuklir dan mempelopori pembuatannya kepada negara-negara

muslim lainnya, tapi pertimbangannya tidak terlepas dari kemaslahatan dan

kemadharatannya. Oleh karena itu, upaya memberdayakan lingkungan dalam

perspektif Islam hendaknya berprinsip kepada: (1) mengandung kemanfaatan

manusia bersama; (2) tidak melanggar ketentuan Allah; dan (3) melestarikan

kepentingan habitat makhluk hidup. Prinsip-prinsip ini akan mungkin lestari

sepenuhnya terletak pada manusia itu sendiri.

230
231

Anda mungkin juga menyukai