Anda di halaman 1dari 6

www.muslim.or.

id

Keutamaan Belajar Ilmu Agama (Bag. 2)


muslim.or.id/51544-keutamaan-belajar-ilmu-agama-bag-2.html

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

1/6
Baca pembahasan sebelumnya Keutamaan Belajar Ilmu Agama (Bag. 1)

Daftar Isi sembunyikan


1. Pahala Ilmu akan Tetap Mengalir Meskipun Pemiliknya telah Meninggal Dunia
2. Menuntut Ilmu Lebih Baik daripada Ibadah Sunnah
3. Allah Ta’ala Menjadikan Ahlul ‘Ilmi sebagai Saksi
4. Orang yang Berilmu Lebih Tinggi Derajatnya
5. Allah Ta’ala Memerintahkan Rasul-Nya untuk Meminta Tambahan Ilmu Syar’i

Pahala Ilmu akan Tetap Mengalir Meskipun Pemiliknya telah


Meninggal Dunia

2/6
Termasuk dalam pahala agung yang Allah Ta’ala siapkan untuk para penuntut ilmu yaitu
jika mereka meninggal, maka pahala ilmunya akan sampai kepadanya meskipun mereka
berada dalam kuburnya, selama manusia mengambil manfaat dari ilmunya. Maka pahala
ini seolah-olah kehidupan yang lain setelah kematian mereka, ketika manusia yang lain
terputus dari pahala amal mereka setelah meninggal dunia. Sehingga seakan-akan orang
yang berilmu itu senantiasa hidup dan tidak akan pernah mati.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ْﻋﻮ ﻟَ ُﻪ‬ َ ‫ﺎرﯾَ ٍﺔ أَ ْو ِﻋ ْﻠ ٍﻢ ﯾُ ْﻨﺘَ َﻔ ُﻊ ﺑِ ِﻪ أَ ْو َوﻟَ ٍﺪ‬


ُ ‫ﺻﺎﻟِ ٍﺢ ﯾَﺪ‬ ِ ‫ﺻ َﺪ َﻗ ٍﺔ َﺟ‬ ‫ﻼﺛَ ٍﺔ إِ ﱠ‬
َ ‫ﻻ ِﻣ ْﻦ‬ ‫ﺎن ا ْﻧ َﻘ َﻄ َﻊ َﻋ ْﻨ ُﻪ َﻋ َﻤﻠُ ُﻪ إِ ﱠ‬
َ َ‫ﻻ ِﻣ ْﻦ ﺛ‬ ُ ‫اﻹ ْﻧ َﺴ‬ َ ‫إِ َذا َﻣ‬
ِ ‫ﺎت‬
“Jika anak Adam meninggal maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara:
shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.”
(HR. Muslim no. 4310)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ﺎرﯾَ ٍﺔ ِﻣ ْﻦ ﺑَ ْﻌ ِﺪ ِه ﻟَ ُﻪ‬
ِ ‫ﺼ َﺪ َﻗ ٍﺔ َﺟ‬ َ ‫ﺼﺪ‬
َ ِ‫ﱠق ﺑ‬ َ َ‫ َو َر ُﺟ ٌﻞ ﺗ‬،‫ْﻋﻮ ﻟَ ُﻪ ﯾَ ْﺘﺒَ ُﻌ ُﻪ ُد َﻋﺎ ُؤ ُﻫ ْﻢ‬
ُ ‫ﺻﺎﻟِ ًﺤﺎ ﯾَﺪ‬ َ ‫ َر ُﺟ ٌﻞ ﺗَ َﺮ َك َﻋ ِﻘﺒًﺎ‬:‫ات‬ َ ِ‫اﻷ ْﺣﯿَﺎ ِء ﯾَ ْﺠﺮي ﻟ‬
ِ ‫ﻸ ْﻣ َﻮ‬ ِ
َ ‫أَ ْرﺑَ ٌﻊ ِﻣ ْﻦ َﻋ َﻤﻞ‬
ِ
َ َ
‫ﺺ ِﻣ ْﻦ أ ْﺟ ِﺮ َﻣ ْﻦ َﻋ ِﻤﻞ ﺑِ ِﻪ ﺷ ْﻲ ٌء‬َ َ ‫ َو َر ُﺟﻞ َﻋﻠ َﻢ ِﻋﻠﻤًﺎ ﻓ ُﻌ ِﻤﻞ ﺑِ ِﻪ ِﻣ ْﻦ ﺑَ ْﻌ ِﺪ ِه ﻟﻪ ِﻣﺜﻞ أ ْﺟ ِﺮ َﻣ ْﻦ َﻋ ِﻤﻞ ﺑِ ِﻪ ِﻣ ْﻦ ﻏ ْﯿ ِﺮ أ ْن ﯾَﻨﻘ‬،ُ‫أَ ْﺟ ُﺮ َﻫﺎ َﻣﺎ َﺟ َﺮت ﺑَ ْﻌ َﺪه‬
ُ ْ َ َ َ َ ُ ْ ُ َ َ َ ْ ‫ﱠ‬ ٌ ْ

”Empat amalan orang hidup yang (pahalanya) tetap mengalir setelah orang tersebut
meninggal dunia. Seseorang yang mempunyai anak shalih yang berdoa untuknya dan doa
tersebut bermanfaat untuknya. Seseorang yang bersedekah, maka pahalanya mengalir
untuknya selama sedekah itu berpahala setelahnya. Seseorang yang mengajarkan
ilmu dan mengamalkannya setelahnya, maka baginya pahala sebesar pahala orang
yang mengamalkannya tanpa sedikit pun mengurangi pahala orang yang
mengamalkannya tersebut.” (HR. Thabrani. Dinilai hasan oleh Syaikh Albani
dalam Shahih wa Dha’if Al-Jaami’ Ash-Shaghir no. 890)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َﻣ ْﻦ َﻋﻠِ َﻢ ِﻋ ْﻠﻤًﺎ أَ ْو أﺟﺮى ﻧَ َﻬ ًﺮا أو ﺣﻔﺮ ﺑِ ْﺌ ًﺮا أو ﻏﺮس ﻧَ ْﺨ ًﻼ أو ﺑَﻨَﻰ َﻣ ْﺴ ِﺠ ًﺪا أو َو َر َث‬: ‫َﺳ ْﺒ ٌﻊ ﯾَ ْﺠ ِﺮ ْي ﻟِْﻠ َﻌ ْﺒ ِﺪ أَ ْﺟﺮﻫﻦ و ُﻫ َﻮ ِﻓ ْﻲ َﻗ ْﺒ ِﺮ ِه ﺑَ ْﻌ َﺪ َﻣ ْﻮﺗِ ِﻪ‬
‫ُﺼ َﺤ ًﻔﺎ أو ﺗَ َﺮ َك َوﻟَ ًﺪا ﯾَ ْﺴﺘَ ْﻐ ِﻔ َﺮ ﻟَ ُﻪ ﺑَ ْﻌ َﺪ َﻣ ْﻮﺗِ ِﻪ‬
ْ‫ﻣ‬

”Tujuh amalan yang pahalanya mengalir kepada seorang hamba meskipun ia berada di
dalam kuburnya setelah meninggal: barangsiapa yang mengajarkan ilmu,
mengalirkan sungai, menggali sumur, menanam kurma, membangun masjid, mewariskan
mushaf, atau mempunyai seorang anak yang memohonkan ampun untuknya setelah dia
meninggal.” (HR. Al-Bazzaar. Dinilai hasan oleh Syaikh Albani dalam Shahih
wa Dha’if Al-Jaami’ Ash-Shaghir no. 5915)

Baca Juga: Bahaya Kebiasaan: Banyak Komentar, Malas Membaca

Menuntut Ilmu Lebih Baik daripada Ibadah Sunnah


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa jika menuntut ilmu dengan
niat yang baik dan bagus, maka hal itu lebih baik daripada ibadah sunnah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ْ ْ َ َ ْ ْ ُ
3/6
ْ ‫ﻀ ُﻞ ْاﻟ ِﻌ ْﻠ ِﻢ أَ َﺣ ﱡﺐ إِﻟَ ﱠﻲ ِﻣ ْﻦ َﻓ‬
‫ َو َﺧ ْﯿ ُﺮ ِدﯾﻨِ ِﻜ ُﻢ ْاﻟ َﻮ َر ُع‬، ‫ﻀ ِﻞ ْاﻟ ِﻌﺒَﺎ َد ِة‬ ْ ‫َﻓ‬

“Keutamaan ilmu itu lebih aku cintai daripada keutamaan ibadah. Dan sebaik-baik
agamamu adalah wara’ (bersikap hati-hati, pent.).” (HR. Al-Bazzaar. Dinilai shahih
oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Al-Jaami’ Ash-Shaghir no.
7663)

Baca Juga: Kiat Mengobati Futur Dan Malas Menuntut Ilmu Agama

Allah Ta’ala Menjadikan Ahlul ‘Ilmi sebagai Saksi


Allah Ta’ala mengambil persaksian ahlul ilmi atas suatu persaksian yang mulia dan
agung. Persaksian tersebut adalah mentauhidkan Allah Ta’ala, mengesakan-Nya dalam
uluhiyyah, dan meniadakan sesembahan selain Allah. Allah Ta’ala berfirman,

ُ ‫اﷲُ أَﻧﱠ ُﻪ َﻻ إﻟَ َﻪ إ ﱠﻻ ُﻫ َﻮ َو ْاﻟ َﻤ َﻼﺋِ َﻜ ُﺔ َوأُوﻟُﻮ ْاﻟ ِﻌ ْﻠﻢ َﻗﺎﺋِﻤًﺎ ﺑ ْﺎﻟ ِﻘ ْﺴ ِﻂ َﻻ إﻟَ َﻪ إ ﱠﻻ ُﻫ َﻮ ْاﻟ َﻌ ِﺰ‬
‫ﯾﺰ ْاﻟ َﺤ ِﻜﯿ ُﻢ‬ ‫َﺷﻬ َﺪ ﱠ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ

“Allah menyatakan bahwasannya tidak ada sesembahan (yang berhak disembah)


melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu
(juga menyatakan yang demikian itu).” (QS. Ali ‘Imran [3]: 18)

Sisi penunjukan dalil dari ayat ini kepada keutamaan ilmu dan kemuliaanya dapat dilihat
dari beberapa sisi sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah. Sisi
pertama, bahwa Allah Ta’ala menjadikan ulama sebagai saksi, bukan semua orang. Ini
adalah bukti keutamaan mereka di atas makhluk lainnya. Sisi ke dua, bahwa Allah Ta’ala
menyejajarkan antara persaksian ulama tentang keesaan-Nya dalam uluhiyyah dengan
persaksian-Nya sendiri terhadap masalah ini. Sisi ke tiga, Allah Ta’ala menyejajarkan
persaksian mereka dengan persaksian para malaikat-Nya. Sisi keempat, dalam persaksian
ini terkandung tazkiyah (rekomendasi) dan pujian terhadap para ulama karena Allah
Ta’ala tidaklah mengambil persaksian dari makhluk-Nya kecuali dari makhluk-Nya yang
shalih. (Lihat Miftaah Daaris Sa’aadah, 1: 48)

Baca Juga: Bagimu Pemuda Malas, Nan Enggan Bekerja

Orang yang Berilmu Lebih Tinggi Derajatnya


Allah Ta’ala berfirman,

‫ﺎت‬ َ ‫ﯾﻦ أُوﺗُﻮا ْاﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ د‬


ٍ ‫َر َﺟ‬ َ ‫ﯾﻦ آ َﻣﻨُﻮا ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َواﻟﱠ ِﺬ‬
َ ‫اﷲُ اﻟﱠ ِﺬ‬
‫ﯾَ ْﺮ َﻓﻊ ﱠ‬
ِ
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11)

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,

، ‫ُﺮاد ﺑِ ِﻪ َﻛ ْﺜ َﺮة اﻟﺜﱠ َﻮاب‬ َ ‫ إِ ْذ ْاﻟﻤ‬، ‫ﻀﻞ‬


ْ ‫ﱠر َﺟﺎت ﺗَ ُﺪ ّل َﻋﻠَﻰ ْاﻟ َﻔ‬
َ ‫ َو ِر ْﻓ َﻌﺔ اﻟﺪ‬. ‫ُﺆ ِﻣﻦ َﻏ ْﯿﺮ ْاﻟ َﻌﺎﻟِﻢ‬ ْ ‫ُﺆ ِﻣﻦ ْاﻟ َﻌﺎﻟِﻢ َﻋﻠَﻰ ْاﻟﻤ‬ ْ ‫اﷲ ْاﻟﻤ‬ ‫ﯾَ ْﺮ َﻓﻊ ﱠ‬: ‫ﯿﺮﻫﺎ‬
َ ‫ﯿﻞ ِﻓﻲ ﺗَ ْﻔ ِﺴ‬ َ ‫ِﻗ‬
‫ َو ْاﻟ ِﺤ ﱢﺴﯿﱠﺔ ِﻓﻲ ْاﻵ ِﺧ َﺮة ﺑِﻌُﻠُ ﱢﻮ ْاﻟ َﻤ ْﻨ ِﺰﻟَﺔ ِﻓﻲ ْاﻟ َﺠﻨﱠﺔ‬، ‫اﻟﺼﯿﺖ‬‫ َو ِر ْﻓ َﻌﺘ َﻬﺎ ﺗَ ْﺸ َﻤﻞ ْاﻟ َﻤ ْﻌﻨَ ِﻮﯾﱠﺔ ِﻓﻲ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ ﺑِﻌُﻠُ ﱢﻮ ْاﻟ َﻤ ْﻨ ِﺰﻟَﺔ َو ُﺣ ْﺴﻦ ﱢ‬، ‫ﱠر َﺟﺎت‬َ ‫َوﺑِ َﻬﺎ ﺗَ ْﺮﺗَ ِﻔﻊ اﻟﺪ‬

4/6
“Salah satu tafsir ayat tersebut adalah Allah mengangkat derajat seorang mukmin yang
berilmu di atas mukmin yang tidak berilmu. Sedangkan pengangkatan derajat itu
menunjukkan atas keutamaan, karena yang dimaksud dengannya (pengangkatan derajat,
pent.) adalah pahala yang banyak yang dengannya diangkatlah derajatnya. Diangkatnya
derajat itu terkandung makna yang abstrak, berupa kedudukan yang tinggi dan nama
yang masyhur di dunia. Dan terkandung pula makna yang konkret, yaitu berupa
kedudukan yang tinggi di surga.” (Fathul Baari, 1: 92)

Di dalam Shahih Muslim terdapat sebuah riwayat dari Amir bin Watsilah, bahwa Nafi’ bin
Abdul Harits pernah bertemu dengan Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu di ‘Usfan
(nama suatu daerah). Ketika itu Umar mengangkatnya sebagai gubernur Mekah.

‘Umar bertanya,”Siapakah yang Engkau tunjuk untuk memimpin penduduk di lembah


itu?”

Nafi’ menjawab,”Ibnu Abza.”

‘Umar bertanya,”Siapakah Ibnu Abza itu?”

Nafi’ menjawab, ”Salah seorang bekas budak kami.”

‘Umar kemudian mengatakan,”Apakah Engkau mengangkat seorang bekas budak?”

Nafi’ menjawab,”Sesungguhnya dia pandai memahami kitabullah ‘Azza wa Jalla, dan dia
juga ahli ilmu faraidh (ilmu waris).”

‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Adapun Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sungguh dia pernah bersabda,

‫ﯾﻦ‬ َ َ‫ﺎب أَ ْﻗ َﻮاﻣًﺎ َوﯾ‬


َ ‫ﻀ ُﻊ ﺑِ ِﻪ‬
َ ‫آﺧ ِﺮ‬ ْ
ِ َ‫إِ ﱠن اﷲﱠَ ﯾَ ْﺮ َﻓ ُﻊ ﺑِ َﻬ َﺬا اﻟ ِﻜﺘ‬

“Sesungguhnya Allah akan mengangkat kedudukan sekelompok orang dengan Kitab ini,
dan akan merendahkan sebagian lainnya dengan Kitab ini pula.” (HR. Muslim no.
1934)

Baca Juga: Memilih Teman Pergaulan saat Kuliah

Allah Ta’ala Memerintahkan Rasul-Nya untuk Meminta Tambahan


Ilmu Syar’i
Allah Ta’ala memerintahkan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berdoa dan
meminta kepada-Nya berupa ilmu yang bermanfaat. Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-
Nya,

‫َو ُﻗ ْﻞ َر ﱢب ِز ْدﻧِﻲ ِﻋ ْﻠﻤًﺎ‬

“Dan katakanlah, ‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu.’” (QS. Thaaha [20]:
114)

5/6
Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan beliau untuk berdoa meminta tambahan sesuatu
kecuali tambahan ilmu syar’i. Hal ini tidak lain disebabkan karena keutamaan dan
kemuliaan ilmu syar’i yang sangat agung. Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,

( ‫اﷲ َﻋﻠَْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﺑِ َﻄﻠَ ِﺐ‬


‫ﺻﻠﱠﻰ ﱠ‬ َ ‫اﷲ ﺗَ َﻌﺎﻟَﻰ ﻟَ ْﻢ ﯾَ ْﺄﻣُﺮ ﻧَﺒِﯿّﻪ‬ ‫ﻷ ﱠن ﱠ‬ َ ِ ‫ﻀﻞ ْاﻟ ِﻌ ْﻠﻢ ؛‬ْ ‫ﱠﻻﻟَﺔ ِﻓﻲ َﻓ‬ َ ‫اﺿﺢ اﻟﺪ‬ ِ ‫ َر ّب ِز ْدﻧِﻲ ِﻋ ْﻠﻤًﺎ ( َو‬: ‫َو َﻗ ْﻮﻟﻪ َﻋ ﱠﺰ َو َﺟ ﱠﻞ‬
، ‫اﻟﺸ ْﺮ ِﻋ ّﻲ اﻟﱠ ِﺬي ﯾُ ِﻔﯿﺪ َﻣ ْﻌ ِﺮ َﻓﺔ َﻣﺎ ﯾَ ِﺠﺐ َﻋﻠَﻰ ْاﻟ ُﻤ َﻜﻠﱠﻒ ِﻣ ْﻦ أَ ْﻣﺮ ِﻋﺒَﺎدَاﺗﻪ َو ُﻣ َﻌﺎ َﻣ َﻼﺗﻪ‬ ‫ُﺮاد ﺑِ ْﺎﻟ ِﻌ ْﻠﻢ ْاﻟ ِﻌ ْﻠﻢ ﱠ‬
ِ َ ‫ َو ْاﻟﻤ‬، ‫ِاﻻ ْز ِدﯾَﺎد ِﻣ ْﻦ َﺷ ْﻲء إِﱠﻻ ِﻣ ْﻦ ْاﻟ ِﻌ ْﻠﻢ‬
‫ َوﺗَ ْﻨ ِﺰﯾﻬﻪ َﻋ ْﻦ اﻟﻨﱠ َﻘﺎﺋِﺾ‬، ‫ َو َﻣﺎ ﯾَ ِﺠﺐ ﻟَ ُﻪ ِﻣ ْﻦ ْاﻟ ِﻘﯿَﺎم ﺑِﺄَ ْﻣ ِﺮ ِه‬، ‫ﺻ َﻔﺎﺗﻪ‬ِ ‫َو ْاﻟ ِﻌ ْﻠﻢ ﺑِﺎَ ﱠﷲِ َو‬

“Firman Allah Ta’ala (yang artinya), ‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku


ilmu’ mengandung dalil yang tegas tentang keutamaan ilmu. Karena sesungguhnya
Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
meminta tambahan sesuatu kecuali (tambahan) ilmu. Adapun yang dimaksud
dengan (kata) ilmu di sini adalah ilmu syar’i (ilmu agama). Yaitu ilmu yang
akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah
ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang
harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai
kekurangan.” (Fathul Baari, 1: 92)

Baca Juga:

Tanda-Tanda Terkena Gangguan Jin dan Penyakit ‘Ain


Kaidah Menampakkan Dan Menyembunyikan Amalan Sunnah

[Bersambung]

***

@Surakarta, 17 Dzulqa’dah 1440/14 Juli 2019

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik
disini. Jazakallahu khaira

ԍ Rukun Ibadah, Doa Pelindung Diri Dari Kejahatan, Solat Qodo, Al Quran Tajwid, Surah
Al Zalzalah

Copyright 2021 Muslim.Or.Id. All Rights Reserved.

6/6

Anda mungkin juga menyukai