Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SPIRIT ISLAM DAN RUJUKAN UTAMA DOKTRIN ISLAM

DOSEN PEMBIMBING
Amirullah, S.Pd.I, M.A.

DISUSUN OLEH :
1. Ahmad Naufal : 2101025233
2. Arofatul Maknuna Shakira : 2101025150
3. Laely Andhin Nurhidayati : 2101025079

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR. HAMKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Spirit Islam Dan Rujukan Utama Doktrin Islam"
dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Pendidikan Agama. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan manusia mengenai
spirit islam, rujukan utama islam dalam bentang teks (Al-quran dan Hadits) dan bentang sejarah
(sirah nabi dan sahabat) serta ijtihad untuk persoalan kontemporer bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Dengan izin Allah penulis telah dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini dengan
penuh perjuangan dan pengorbanan, baik berupa moril maupun materil, tetapi itu semua
insyaAllah akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi penulis. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunannya masih banyak sekali kekurangan yang disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya pengetahuan penulis yang masih sangat kurang. Maka dari itu, penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini.

Dan tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Amirullah, S.Pd.I,
M.A. selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama. Selain itu penulis mengucapankan
terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 13 Oktober 2021

Penulis.

2
DAFTAR ISI

JUDUL ......................................................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................. 3
BAB I PEMBAHASAN .......................................................................................... 4
A. Spiritualitas Dan Cara Mengetahuinya ......................................................... 4
1. Pengertian spiritualitas ........................................................................... 4
2. Makna spiritualisme dalam Islam ........................................................... 4
3. Fungsi spiritualisme dalam Islam ........................................................... 5
4. Peran spiritualisme dalam Islam ............................................................. 5
5. Tujuan spiritualisme dalam Islam ........................................................... 5
6. Aspek spiritualitas ................................................................................... 6
7. Cara mengetahui spiritualitas .................................................................. 6
B. Rujukan Umat Islam Bentang Teks (Al- Quran dan Hadits) Dan Bentang
Sejarah (Sirah Nabi SAW dan Sahabat) .................................................... 6
C. Ijtihad Untuk Persoalan Yang Kontemporer ................................................ 10
1. Ruang gerak pemikiran ijtihad ................................................................ 10
2. Model pemikiran ijtihad yang dibutuhkan ............................................. 11
3. Bentuk-bentuk pemikiran ijtihad kontemporer ....................................... 12
4. Objek kajian hukum Islam kontemporer ................................................. 13

BAB II PENUTUP ................................................................................................... 14

A. Kesimpulan ................................................................................................... 14
B. Saran .............................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 17

3
BAB I
PEMBAHASAN

A. SPIRITUALITAS DAN CARA MENGETAHUINYA


1. Pengertian Spiritualitas.
Spiritualitas berasal dari kata spirit yang artinya semangat, roh, jiwa, mental, batin,
rohani dan keagamaan. Dalam pandangan islam, spiritualisme tidak bisa dipisahkan dari
tuhan dan agama (religion). 1 Tanpa spiritual, ibadah yang dilakukan hanya menjadi ritual
semata, meskipun ritual agama merupakan salah satu bentuk syiar yang harus dilakukan.
Konsep spiritual menurut islam terdapat dalam surat asy-syams:7-10, bahwa ajaran
spiritual islami hanya dapat diperoleh melalui jalan syariah islam yang bersumber dalam
alquran dan hadits.
Allah telah memberikan pontensi fasik dan taqwa, manusia dapat memilihnya, apakah
akan mengotori jiwanya (fasik) atau akan mensucikan jiwanya (taqwa). Dalam sejarah
islam, aspek tradisi ini dikenal sebagai (jalan menuju tuhan), yang sekarang lebih dikenal
dengan tasawuf. Tasawuf bertujuan untuk mempertahankan nilai-nilai alquran dan sunah
nabi melalui sikap hidup yang baik. Hal ini bermakna juga bahwa nilai spiritual islam
adalah nilai yang mampu membersihkan jiwa manusia menjadi jiwa yang taqwa. Nilai
yang menjadikan seorang muslim kembali kepada fitrahnya adalah nilai-nilai kebaikan.
Seorang muslim yang terus berusaha menanamkan dalam dirinya nilai-nilai kebaikan
sesuai dengan tuntunan islam berarti sedang berusaha mendapatkan ketaqwaan.2
2. Makna Spiritualisme dalam Islam.
Spiritualisme merupakan bentuk karakteristik sistem pemikiran yang meyakini
eksistensi realitas immaterial yang tidak dapat diserap oleh indera. Maka, dapat
dipaparkan bahwa makna dari spiritualitas sebagai pengalaman manusia secara umum dari
suatu pengertian akan makna, tujuan dan moralitas. Asal muasal manusia dan bahwa
manusia itu berada dalam roda kehidupan yang berputar, kadang di atas, di samping
ataupun di bawah. Spiritualisme menguatkan manusia ketika mengalami bencana atau

1
“Spiritualitas dan Macam-Macamnya” diakses dari http://digilib.uinsby.ac.id/6413/7/Bab%202.pdf
2
Nirwana Jumala “Nilai Spiritual dalam Perspektif Islam” diakses dari http://man1acehbesar.sch.id/publikasi/Nilai-
Spiritual--dalam-Perspektif--Islam

4
menghadapi masa depan yang tidak menentu. Spiritualisme melihat makna yang lebih
berarti daripada sekedar yang material-fisik, maka ketika menerima musibah orang pun
dapat mengatakan “pasti ada hikmah yang lebih dari musibah ini”. Spiritual juga
mengandung makna sesuatu yang berkenaan dengan rohani atau batin. Rohani merupakan
karunia tuhan yang diberikan kepada manusia yang berada di dalam hati. Hati selalu
berkata jujur, tidak pernah bohong. Suara hati merupakan kunci spiritualitas, karena ia
merupakan pancaran sifat-sifat Allah. Tujuannya agar manusia mempunyai keinginan-
keinginan dalam hidupnya. 3
3. Fungsi Spiritualisme dalam Islam
Spiritualisme pada generasi pertama Islam berfungsi untuk mendorong gerak sejarah
ke depan dan pada saat yang sama membuat hidup lebih seimbang, bagi masyarakat
terbelakang. Melalui kesadaran mental spiritual berfungsi untuk menanamkan sikap jujur,
amanah, syukur, ikhtiar, ridha, tawakal, suka menolong, ramah pada lingkungan,
mendekatkan diri pada tuhan, dan lain sebagainya. Lebih dari itu, Islam memiliki
kecenderungan sebagai civil religion yang dihayati dan diamalkan sebagai reaksi terhadap
perubahan masyarakat yang sangat cepat akibat kemajuan ilmu pengetahuan. 4
4. Peranan Spiritualisme dalam Islam
Terkait dengan adanya spiritualisme ini, Islam mengajarkan hal-hal sebagai berikut,
bahwa dalam beragama, khususnya dalam ibadah senantiasa melibatkan fisik,
sebagaimana yang terdapat dalam ajaran ibadah ritual, seperti sholat, puasa, dzikir dan
sebagainya. Namun hendaknya tidak berhenti ketika hal-hal yang bersifat fisik, kasat mata
dan rutinitas tersebut telah dilaksanakan. Melainkan harus disertai dengan memahami dan
mengahayati pesan mental spiritualnya dari ayat-ayat allah.
5. Tujuan Spiritualisme dalam Islam.
Tujuan utama spiritualisme antara manusia dan tuhan yaitu :
a. Peningkatan kualitas iman dan taqwa
b. Peningkatan kualitas ibadah
c. Peningkatan kualitas akhlak

3
M. Nasir Agustiawan “Spiritualisme dalam Islam” diakses dari file:///C:/Users/ASUS/Downloads/110-
Article%20Text-244-1-10-20201027%20(1).pdf hal. 6-7(3)
4
M. Nasir Agustiawan “Spiritualisme dalam Islam” diakses dari file:///C:/Users/ASUS/Downloads/110-
Article%20Text-244-1-10-20201027%20(1).pdf hal. 8(4)

5
d. Tercapainya perdamaian hakiki
e. Keselamatan dunia akhirat5
6. Aspek Spiritualitas
Kebutuhan spiritual adalah harmonisai dimensi kehidupan. Dimensi termasuk
menemukan arti, tujuan, menderita dan kematian, ini kebutuhan akan akan harapan dan
keyakinan hidup dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri dan tuhan. Ada 5 dasar
kebutuhan spiritual manusia yaitu : arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian,
rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002). 6
7. Cara Mengetahui Spiritualitas
Menurut al-Qaradhawi, ada beberapa cara yang perlu dilakukan untuk mengasah dan
mempertinggi kekuatan spiritual ini :
a. Pertama, al-iman al-`amiq, yaitu memperkuat iman kepada Allah SWT dengan selalu
mengesakan dan menyandarkan diri hanya kepada-Nya.
b. Kedua, al-ittishal al-watsiq, yaitu membangun hubungan dan komunikasi yang kuat
dengan Allah SWT. Contohnya dengan melakukan ibadah ataupun sunnah.
c. Ketiga, tathhir al-qalb, yaitu upaya menyucikan diri dari berbagai penyakit hati agar
manusia yang awalnya sensitif bisa senantiasa ingat kepada allah swt dan takut akan
siksanya, serta penuh harap terharap rahmat dan ampunannya. 7
B. RUJUKAN UTAMA UMAT ISLAM : BENTANGAN TEKS (Qur’an dan Hadis) DAN
BENTANGAN SEJARAH (Sirah Nabi dan Sahabat)
Al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk kepada umat
manusia,8 dalam rangka mengatur hidup dan kehidupannya,9 kehadirannya sebagai petunjuk
tidak menjadikanya sebagai satu-satunya alternatif bagi manusia tapi menempatkannya
sebagai motivator, agar manusia dapat berpacu secara positif dalam kehidupannya, oleh
karena itu wajarlah berbicara tentang kebutuhan-kebutuhan manusia dari segala sektor
kehidupan. Dengan demikian ditemukan ayat-ayat al-qur’an yang berbicara tentang banyak

5
M. Nasir Agustiawan “Spiritualisme dalam Islam” diakses dari file:///C:/Users/ASUS/Downloads/110-
Article%20Text-244-1-10-20201027%20(1).pdf hal. 6(2)
6
M. Nasir Agustiawan “Spiritualisme dalam Islam” diakses dari file:///C:/Users/ASUS/Downloads/110-
Article%20Text-244-1-10-20201027%20(1).pdf hal. 8(5)
7
A.Ilyas Ismail “Tiga Langkah Kekuatan Spiritual” diakses dari https://www.republika.co.id/berita/125002/tiga-
langkah-mengasah-kekuatan-spiritual
8
Lihat QS. Al-Baqarah (2) : 2 & 185
9
Lihat QS. Hud (11) : 61

6
hal yang melengkapi sektor kehidupan manusia.10 Baik petunjuk yang bersifat global maupun
yang sudah terperinci,dimana keduanya memerlukan penerimaan imani, disamping
memerlukan pendekatan aqli sebagai upaya untuk menfungsikan segala hal yang mengantar
manusia kepada tujuan hidup yang lebih baik, termasuk usaha peningkatan pendidikannya
Rasulullah SAW sebagai al-tarbiyah al-ula’ (pendidik pertama) pada masa awal
pertumbuhan Islam telah menjadikan al-qur’an sebagai dasar pendidikan Islam di samping
sunnah beliau sendiri. Sehingga keberadaan al-qur’an yang memiliki perbendaharaan yang
luas bagi pengembangan peradaban manusia menjadi barometer utama dalam memahami
konsep-konsep pendidikan dalam berbagai dimensi, baik dalam tataran kemasyarakatan,
moral maupun spiritual, serta material di alam semesta ini. Ayat-ayat tentang konsep dasar
pendidikan Islam tertuang dalam surah al- Alaq : 1-5

ْ ‫اِ ْق َرأْ بِاس ِْم َربِكَ الَّ ِذ‬


َ‫ي َخلَق‬

‫علَق‬ ِ ْ َ‫َخلَق‬
َ ‫اْل ْن‬
َ ‫سانَ مِ ْن‬

َ ْ َ‫اِ ْق َرأْ َو َربُّك‬


‫اْل ْك َرم‬

‫علَّ َم بِ ْالقَلَ ِم‬ ْ ‫الَّذ‬


َ ‫ِي‬

‫سانَ َما لَ ْم َي ْعلَ ْم‬ ِ ْ ‫علَّ َم‬


َ ‫اْل ْن‬ َ

Terjemahnya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah, bacalah, dan tuhanmulah yang Maha pemurah,yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”.
Dalam ayat-ayat diatas memberikan pemahaman bahwa salah satu tujuan al- qur’an adalah
mendidik manusia melalui metode nalar serta sarat dengan kegiatan membaca, meneliti
mempelajari dan observasi, yang biasa dikenal dengan istilah tadabbur. Oleh karena itu,

10
Ayat-ayat yang dimaksud misalnya, berbicara tentang politik QS. Ali Imran (3) 159, QS. Al- Qalam (68): 36-41;
Ekonomi QS. al-taubah (9): 297; Seni QS. al-muzammil (73):4; Hukum QS. al-
Nisa (4): 3, Ilmu pengetahuan QS. al-mujadalah: 11), informasi tentang kehidupan akhirat QS. al- Kahfi (18):49,
serta ayat-ayat lain sesuai term yang menjadi fokus kajiannya.

7
pelaksanaan pendidikan Islam harus senantiasa mengacu pada pemahaman konsep dasar
bahwa manusia mesti meyakini dirinya sebagai ciptaan Tuhan yang mulia, dan melalui proses
keyakinan dan ikhtiar maka manusia akan mendapatkan pola pendidikan yang jelas.
Al-qur’an sebagai sumber pendidikan, diketahui pula melalui konsep al-qur’an itu sendiri.
QS. Al-Nahl (16) : 64 sebagai berikut :

َ ‫علَيْكَ ْال ِك ٰت‬


َ‫ب ا َِّْل لِتبَيِنَ لَهم الَّذِى ا ْختَلَف ْوا فِ ْي ِه َوهدًى َّو َر ْح َمةً ِلقَ ْوم يُّؤْ مِ ن ْون‬ َ ‫َو َما ٓ ا َ ْنزَ ْلنَا‬

Terjemahnya :

“Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (al-Quran) ini, melainkan agar kamu
dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk
dan rahmat bagi kaum yang beriman”.
Dalam ayat diatas, terdapat klausa " ‫ " ا َِّْل لِتبَيِنَ لَهم الَّذِى ا ْختَلَـف ْوا فِ ْي ِه‬yang memberi pemaknaan
bahwa al-qur’an sebagai pemberi penjelasan atas berbagai hal yang menjadi sumber
perselisihan di kalangan para ilmuan. Artinya dengan berusaha mengetahui dan memahami
penggunaan metode yang tepat dan penyampaian yang tepat akan mampu menjadi penengah
di antara perbedaan di kalangan para ilmuan, dan menjadikan hatinya untuk tunduk dan patuh
atas kebenaran yang dikandungnya. Sementara dalam ayat-ayat lain memberikan penegasan
tentang keterlibatan tuhan dalam proses pencaharian pengetahuan sehingga manusia menjadi
terdidik sebagaimana dalam QS. Sad : 29 sebagai berikut:
َ ْ ‫ِك ٰتبٌ ا َ ْنزَ ْل ٰنه اِلَيْكَ م ٰب َركٌ ِليَدَّبَّر ْٓوا ٰا ٰيت ِٖه َو ِليَتَذَ َّك َر اولوا‬
ِ ‫اْل ْلبَا‬
‫ب‬
Terjemahnya: “Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-
orang yang mempunyai fikiran”.
Manusia pada dasarnya memiliki faktor utama yang menjadi acuan dalam proses
pendidikan. Faktor utama tersebut senantiasa mengiringi dan memberikan watak tersendiri
bagi seseorang. Sulit dipungkiri bahwa faktor keturunan atau pembawaan memiliki pengaruh
dalam pembentukan kepribadian seseorang. Dalam hal ini, meskipun tidak menentukan bahwa
faktor keturunan (pembawaan) dan lingkungan sebagai faktor pokok yang mempengaruhi
pertumbuhan manusia, namun tidak kurang sumber-sumber yang menerangkan dan mengakui

8
kedua faktor ini dalam pertumbuhan watak dan tingkah laku11. Diantaranya terdapat dalam
QS. al- nahl (16): 78 ;

َ‫ْل ْف ِٕـدَة َ لَ َعلَّك ْم ت َ ْشكر ْون‬


َ ْ ‫ار َوا‬
َ ‫ص‬ َ ْ ‫س ْم َع َو‬
َ ‫اْل ْب‬ َ َ‫ّٰللا ا َ ْخ َر َجك ْم ِم ْۢ ْن بط ْو ِن ا َّمهٰ تِك ْم َْل ت َ ْعلَم ْون‬
َّ ‫شيْـًٔا َّو َج َع َل لَكم ال‬ ‫َو ه‬

Terjemahnya :
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
Selain al-Qur’an, al-Hadis berfungsi sebagai bayan al-tafsildan bayan al- takhsis terhadap
al-qur‟an. Al-Hadist juga memberikan landasan yang jelas tentang pola dasar pendidikan
Islam. Eksistensi al-sunnah merupakan sumber inspirasi ilmu pengetahuan yang berisikan
keputusan dan penjelasan nabi dari pesan-oesan ilahiyah yang tidak secara terperinci
disebutkan dalam al-Qur‟an. Sejalan dengan konsep di atas, al-Qur’an (QS. al-Ahzab (33):
21 menjelaskan sebagai berikut:
Terjemahnya:
“Sungguh di dalam diri Rasulullah itu kamu bisa mendapatkan suri tauladan yang baik,
barangsiapa yang menjadikan Allah dan hari akhirat sebagai kepercayaan segalanya maka
hendaklah banyak menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya”12.
Nabi memperaktekkan sikap dan amal baik kepada istri dan para sahabatnya, dan
seterusnya memperaktekkan pula seperti yang dipraktekkan Nabi dan mengajarkan pula
kepada orang lain. Dalam konteks ini sangat jelas adanya pola yang sejalan dengan system
keberhasilan pembelajaran yang diharapkan. Baik di lingkungan keluarga maupun di
lingkungan masyarakat yang lebih luas. Persoalan Sunnah nabi sebagai pengejawantahan
nilai-nilai Qur‟any merupakan warisan yang tidak lagi diragukan keabsahannya dalam
mengatur manusia paripurna. Yang tentu keduanya sebagai dasar pokok. Sebagaimana
sabdanya:

‫َاب هللاِ َو سنَّةَ َرس ْو ِل ِه‬ َّ ‫َضلُّ ْوا َما ت َ َم‬


َ ‫ ِكت‬: ‫س ْكت ْم بِ ِه َما‬ ِ ‫ت ََر ْكت فِيْك ْم أ َ ْم َري ِْن لَ ْن ت‬

Artinya :

11
DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM DALAM TINJAUANAL-QUR’AN DAN AL- HADIST
https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/alislah/article/view/388
12
DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM DALAM TINJAUANAL-QUR’AN DAN AL- HADIST
https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/alislah/article/view/388

9
“Aku tinggalkan kepadamu dua perkara yang tidak akan menyesatkanmu selama-
lamanya, selama kamu masih berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitabullah dan sunnah
rasulullah” Sejalan dengan nash al-qur’an yang telah dikemukakan, khususnya tentang pola
pembinaan, pendidikan yang paripurna (insan kamil), di awali di lingkungan keluarga.
C. IJTIHAD UNTUK PERSOALAN YANG KONTEMPORER.
Di Era Globalisasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dewasa ini ternyata
berimplikasi pada munculnya problematika kehidupan umat manusia dalam berbagai dimensi
nya. Sudah banyak yang tidak memadai lagi untuk dapat menyelesaikan berbagai persoalan
kontemporer yang terus mengemuka. Setiap pemikirannya digugat untuk melakukan
Penggalian teks teks Alqur’an dan sunnah dan penemuan hukum melalui Ijtihad. Ijtihad secara
umum adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh
siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak
dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan
pertimbangan matang. 13
Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup
dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat dan waktu tertentu. Adapun fungsi Ijtihad yang
pertama sebagai al-ruju’ atau kembali. Artinya mengembalikan ajaran ajaran Islam kepada
Al-Quran dan sunnah dari segala interpretasi yang kurang relevan. Yang kedua sebagai al-
Ihya atau kehidupan. Artinya menghidupkan kembali bagian bagian dari nilai Islam agar
mampu menjawab tantangan zaman. Yang ketiga sebagai Inabah atau pembenaran. Artinya
membereskan ajaran ajaran Islam yang Ijtihadi oleh ulama terdahulu yang dimungkinkan
adanya kesalahan menurut konteks dan kondisi zaman.
1. Ruang Gerak Pemikiran Ijtihad.
Penggunaan pemikiran secara maksimal untuk menggali, menemukan, memilih,
memilah, menganalisis dan menetapkan suatu pikiran hukum dalam terminologi para
teoritis hukum Islam. Itulah sesungguhnya yang dimaksud ruang gerak pemikiran
Ijtihad dalam Era teratur ushul fiqh pada umumnya dibatasi pada hukum hukum syara
yang di mana bersifat Dzanniyat, tidak diperbolehkan pada hukum hukum syara yang
bersifat Qathiyyat. Mereka sepakat bahwa teks teks Alqur’an dan sunnah Rasulullah
yang tidak dilakukan lagi validitasnya. Pada jaman Umar bin khattab tampak

13
https://id.wikipedia.org/wiki/Ijtihad

10
membedakan makna ayat ayat yang bersifat kondisional-kontekstual, dan mana yang
bersifat temporal oleh karena itu Ijtihad Umar yang dipandang kontradiksi dengan Al-
Quran dan sunnah serta mengabaikan kritikan banyak sahabat (ijma) tidak bisa
dipisahkan dengan reformulasi ushul fiqh yang sistematis dan metodologis. Artinya
bahwa sekalipun pemikiran Ijihad itu menyalahi teks teks Alqur’an, sunnah dan Ijma
sepanjang hasil pemikiran Ijtihad itu sejarang dan relevan dengan substansi tujuan
syariat maka dapat dilakukan.
2. Model Pemikiran Ijtihad Yang Dibutuhkan.
Dinamika umat Islam Indonesia dalam merespon berbagai isu-isu kontemporer
pemikiran hukum Islam semakin intensif, hal ini terlihat munculnya kajian kajian
keagamaan yang menghasilkan fatwa-fatwa dan pemikiran hukum Islam. Dinamika ini
dalam satu sisi cukup menggembirakan kalangan agamawan dengan penuh optimis
karena tidak terjadi masa kekosongan pemikiran umum (fatrah), disisi lain terdapat
kelemahan yakni terjadinya kebingungan masyarakat dalam menyikapi fatwa fatwa
dan pemikiran hukum yang saling berbeda satu sama lain. Oleh karena demikian,
relevan model pemikiran dijadii hati yang dibutuhkan yaitu Ijtihad intiqa’i dan Ijtihad
insya’i.
a. Ijtihad intiqa’i yang memiliki sebutan lain Ijtihad Tarjihi (eklektik-selektif)
adalah pemikiran ijtihad untuk memilih salah satu pendapat terkuat dari
beberapa pendapat yang ada dilakukan secara selektif dengan mengkritik
argumentasi masing-masing pendapat akhirnya memilih pendapat terkuat
sesuai dengan alat ukur yang digunakan dalam mentarjih.
Al-Qaradhawi menyebut bahwah alat pengukuran tarjih paling tidak
mencakup :
1) Pendapat itu lebih cocok dengan perkembangan zaman sekarang.
2) Pendapat itu lebih banyak mencerminkan rahmah kepada manusia.
3) Pendapat itu lebih dekat dengan kemudahan yang diberikan oleh
syara.
4) Pendapat itu lebih utama dalam merealisir maksud maksud syara,
maslahat manusia dan untuk usaha untuk menghindari kerusakan dari
manusia.

11
b. Ijtihad Insya’i (Ijtihad kreatif-inovatif) adalah mengambil konklusi
pemikiran hukum baru dalam suatu masalah di mana masalahnya itu belum
pernah dikemukakan oleh ulama Mujtahid terdahulu baik masalah itu lama.
Yang di mana kemudian masalah itu ditetapkan oleh mujtahid kontemporer
yang ketentuan hukumnya relevan dengan pendapat yang baru.
Konvergensi ijtihad intiqa’i dan insya’i, iya itu menyatukan kedua
pemikiran Ijtihad dimaksud dengan cara menyeleksi pendapat-pendapat
mujtahid terdahulu yang dipandang lebih cocok dan lebih kuat kemudian
menambahkan dalam pendapat itu unsur-unsur pemikiran Ijtihad baru.
3. Bentuk-bentuk Pemikiran Ijtihad Kontemporer
a. Ijtihad bentuk perundang undangan modern.
Dalam perkembangannya Ijtihad kontemporer pada mulanya terbatas pada
Ijtihad intiqa’i, tetapi semakin menggunung nya isu isu kontemporer pemikiran
hukum Islam kemudian berkembang pula menjadi Ijtihad insya’i. Para mujtahid
semula terbatas pada satu pemikiran dan pandangan mujtahid mazhab tertentu,
kemudian perkembangan kepada semua pemikiran dan pandangan empat mujtahud
mazhab yang terkenal. Contoh hal yang terkait dengan yang di dengan
diundangkannya UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang sekarang sedang
diajukan proses perubahan yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan zaman,
Diantara pasalnya menyangkut sanksi bagi pelaku nikah siri pidana bagi pelaku
poligami tanpa izin pengadilan agama dan lain lain. Kelemahan-kelemahan itu
merupakan lapangan pemikiran Ijtihad bagi para mujtahid untuk mampu menggali
dan menetapkan hasil Ijtihad nya sebagai konstribusi bagi penyempurnaan
perundang undang yang lebih baik dan kontekstual.
b. Ijtihad dalam bentuk fatwa.
Fatwa dan lembaga fatwa merupakan suatu institusi yang dibutuhkan
masyarakat di banyak negara dunia Islam fatwa dan lembaga fatwa dijadikan
pedoman hukum untuk masalah masalah kontemporer fatwa dikeluarkan oleh
seorang mufti yang merupakan jabatan resmi yang diangkat oleh negara. Di
Indonesia fatwa-fatwa dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
dimana fatwanya cukup berpengaruh bagi kehidupan masyarakat, fatwa-fatwa

12
Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) yang dijadikan rujukan pedoman oleh
otoritas keuangan seperti Bank Indonesia.
c. Ijtihad dalam bentuk penelitian.
Yaitu melakukan penelitian-penelitian melalui lembaga riset ilmiah formal
ataupun nonformal. Riset ilmiah yang dimaksud bisa dalam bentuk kepustakaan
(Library research) dan juga penelitian lapangan (Library research). Untuk
penelitian kepustakaan dapat menggunakan ijtihad intiqa’i. Dan untuk penelitian
lapangan dapat menggunakan ijtihad insya’i.
4. Objek Kajian Hukum Islam Kontemporer.
Kajian hukum islam kontemporer dapat dikategorikan kebeberapa aspek, yaitu :
a. Aspek hukum keluarga : yang terkait dengan al-ahwal al-syakhsiyah dianatarnya
seperti pembagian harta waris dan aqad nikah via telpon.
b. Aspek ekonomi : terkait dengan persoalan riba dan pengolahan zakat modern.
c. Aspek pidana : pembahasannya tentang isu-isu HAM dan humanisme agama.
d. Aspek kewanitaan : pembahasannya tentang peran serta kalangan wanita dalam
aktivitas-aktivitas yang dulu dianggap sebagai “wilayah laki”. Hukum islam
kontemporer membahas masalah busana muslimah, wanita karir.
e. Aspek medis : perkembangan dalam ilmu kedokteran yang sangat pesat seperti bayi
tabung dan bank sperma.
f. Aspek teknologi : perkembangan teknologi yang diciptakan berbagai kemudahan,
seperti memberi salam dengan bel.
g. Aspek ibadah : wacana yang berkembang disekitar kita mengenai ibadah. Seperti
menahan haid demi ibadah haji.
h. Aspek politik : perdebatan tentang istilah Negara islam seperti proses pemilihan
umum.

13
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan
Spirtualitas berasal dari kata spirit artinya semangat, roh, jiwa, batin, rohani dan
keagamaan. Dalam pandangan Islam, spiritualitas adalah perilaku yang berhubungan
dengan Tuhan dan agama. Makna spiritualitas Semangat yang diiringi dengan rohani atau
batin. Karena rohani selalu berkata jujur, itu juga bagian dari kunci spiritualitas yang
tujuannya agar manusia bisa mempunyai keinginan-keinginan di dalam hidupnya. Tujuan
spiritualitas dalam islam adalah meningkatkan kualitas iman dan taqwa, meningkatkan
kualitas ibadah, meningkatkan akhlak yang baik, tercapainya perdamaian hakiki serta
terjaga dari dunia dan akhirat.
Fungsi spiritualitas pada generasi pertama Islam berfungsi untuk mendorong gerak
sejarah ke depan dan pada saat yang sama membuat hidup lebih seimbang, bagi masyarakat
yang terbelakang. Melalui kesadaran mental spiritual juga berfungsi untuk menanamkan
sikap jujur, amanah, syukur, ridha, tawakal, mendekatkan diri pada tuhan, dan lain
sebagainya.
Peranan spiritualitas dalam islam Islam mengajarkan bahwa dalam beragama,
khususnya dalam ibadah senantiasa melibatkan fisik, sebagaimana yang terdapat dalam
ajaran ibadah ritual, seperti sholat, puasa, dzikir dan sebagainya. Namun, hendaknya tidak
berhenti ketika hal-hal yang bersifat fisik, kasat mata dan rutinitas tersebut telah
dilaksanakan. Melainkan harus disertai dengan memahami dan mengahayati pesan mental
spiritualnya dari ayat-ayat tersebut
Cara mengetahui spiritualitas menurut alqaradhawi Al-Iman Al-Amiq :
memperkuat iman kepada Allah SWT dengan selalu mengesakan dan menyandarkan diri
hanya kepada-Nya.
Al-Ittishal Al-watsiq : membangun hubungan dan komunikasi yang kuat dengan Allah
SWT.
Tathhir Al-qalb : supaya menyucikan diri dari berbagai penyakit hati agar manusia yang
awalnya sensitif, bisa senantiasa ingat kepada Allah SWT dan takut akan siksanya, serta
penuh harap terhadap rahmat dan ampunannya.

14
Al-quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk untuk
umat manusia, dalam rangka mengatur kehidupannya, kehadirannya sebagai petunjuk
tidak menjadikannya sebagai satu-satunya alternatif bagi manusia, tapi menempatkannya
sebagai motivator, agar manusia dapat berpacu secara positif dalam kehidupannya
Rasulullah SAW sebagai al-tarbiyah al-ula’ (pendidik pertama) pada masa awal
pertumbuhan Islam telah menjadikan Alqur’an sebagai dasar pendidikan Islam di samping
sunnah beliau sendiri. Sehingga keberadaan Alqur’an yang memiliki perbendaharaan yang
luas bagi pengembangan peradaban manusia, menjadi barometer utama dalam memahami
konsep-konsep pendidikan dalam berbagai dimensi, baik dalam tataran kemasyarakatan,
moral maupun spiritual, serta material di alam semesta ini.
Selain Alqur’an, Al-hadist berfungsi sebagai bayan al-tafsil dan bayan al- takhsis
terhadap Alqur’an. Al-Hadist juga memberikan landasan yang jelas tentang pola dasar
pendidikan Islam. Eksistensi as-sunnah merupakan sumber inspirasi ilmu pengetahuan
yang berisikan keputusan dan penjelasan nabi dari pesan-pesan ilahiyah yang tidak secara
terperinci disebutkan dalam Alqur’an.
Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh sungguh yang dapat dilaksanakan oleh
siapa saja untuk memutuskan perkara yang tidak dibahas dalam Alqur’an maupun Hadis,
dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan yang matang. Tujuan Ijtihad
yaitu untuk memenuhi keperluan umat tentang pedoman hidup dalam beribadah kepada
Allah SWT di suatu tempat dan waktu tertentu. Adapun fungsi Ijtihad sebagai Al-Ruju’
(Kembali) kepada Al-Quran dan sunnah, sebagai Al-Ihya (Kehidupan), dan sebagai Al-
Inabah (Pembenahan/Pemberesan).
Ruang pemikiran Ijtihad adalah hukum syara yang bersifat qathiyat adalah nash
yang jelas dan tertentu. Dan ada pula hukum syara yang bersifat dzaniyat yaitu nas yang
tidak jelas (spekulatif). Di zaman ini dibutuhkan modal pemikiran Ijtihad yaitu model
Ijtihad Intiqo’i dan model Ijtihad inisya’i. Bentuk pemikiran Ijtihad kontemporer ada
Ijtihad dalam perundang-undangan, Ijtihad dalam bentuk fatwa dan Ijtihad dalam bentuk
penelitian. Ijtihad memiliki objek yang dimana mengandung aspek-aspek diantaranya,
aspek hukum keluarga, aspek ekonomi, aspek pidana, aspek kewanitaan, aspek medis,
aspek teknologi, aspek ibadah dan aspek politik.

15
B. Saran dan Kritik
Ternyata tanpa kita sadari begitu banyak manfaat dari sprit islam dan rujukan utama
doktrin islam untuk kehidupan sehari-hari. baik dalam bidang agama, pendidikan dan
dalam berbagai disiplin ilmu yang lainnya. oleh karena itu, penulis menyarankan agar kita
lebih serius dalam mempelajari agama dan jangan menjadikan sebagai sesuatu yang
menyulitkan untuk dipelajari, karena agama adalah bagian yang sangat dekat dan tidak
terpisahkan dari kehidupan kita.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agustiawan, M. Nasir. Spiritualisme dalam Islam. Diakses dari


file:///C:/Users/ASUS/Downloads/110-Article%20Text-244-1-10-20201027%20(1).pdf

Ismail, A.Ilyas. Tiga Langkah Kekuatan Spiritual. Diakses dari


https://www.republika.co.id/berita/125002/tiga-langkah-mengasah-kekuatan-spiritual

Dasar-Dasar Pendidikan Islam Dalam Tinjauan Al-Qur’an Dan Al- Hadits.


https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/alislah/article/view/388

Maimun. Reorientasi Ijtihad Kontemporer : Analisis Hukum Islam. Al-Adalah. Vol.XI No.2. Juli
2013.

Ridwan, Muannif. Ijtihad Pada Era Kontemporer (Konteks Pemikiran Islam Dalam Fiqih
Maqashid As-Syariah). Jurnal Masohi. Vol.1 No.2. 2020.

17

Anda mungkin juga menyukai