ABSTRAK
Agama adalah kenyataan terdekat dan sekaligus misteri terjauh. Begitu dekat karena selalu
hadir dalam kehidupan kita sehari-hari, di rumah, televisi, pasar dan kantor – dimana saja.
Begitu misterius karena ia menampilkan wajah-wajah yang tampak berlawanan: atas nama
agama, orang tega membunuh atau melayani sesama tanpa batas, mengilhami pancaran ilmu
tertinggi. Menciptakan gerakan massa paling besar atau menuntun manusia ke misteri sunyi
paling rahasia memekikkan perang paling brutal atau menebarkan kedamaian paling sejati.
Kata Kunci: Psikologi, Agama
PENDAHULUAN
pendekatan psikologi. Demikian pula
Hubungan manusia dengan sesuatu
mengenai aspek-aspek keagamaan lainnya
yang dianggap adikodrati (supernatural)
yang diperlihatkan manusia dalam sikap
memang memiliki latar belakang sejarah
dan tingkah laku mereka, menurut para
yang sudah lama dan cukup panjang. Latar
psikolog ada kaitannya dengan aspek
belakang ini dapat dilihat dari berbagai
kejiwaan.
pernyataan para ahli yang memiliki
Menurut agamawan, bahwa
disiplin ilmu yang berbeda, termasuk para
memang pada batas-batas tertentu,
agamawan yang mendasarkan pendapatnya
barangkali permasalahan agama dapat
pada informasi kitab suci masing-masing.
dilihat sebagai fenomena yang secara
Berdasarkan informasi kitab suci,
empiris dapat dipelajari dan diteliti. Tetapi
hubungan antara makhluk ciptaan dengan
di balik itu semua ada wilayah-wilayah
Sang Pencipta.
khusus yang sama sekali tak mungkin atau
Para psikolog mencoba melihat
bahkan terlarang untuk dikaji secara
hubungan tersebut dari sudut pandang
empiris.
psikologi. Menurut mereka hubungan
Kemudian temuan-temuan
manusia dengan kepercayaan ikut
psikologi agama tentang perkembangan
mempengaruhi faktor kejiwaan. Proses dan
rasa keagamaan pada anak-anak dan para
sistem hubungan ini menurut mereka dapat
remaja ternyata juga dapat membantu para
dikaji secara empiris dengan menggunakan
50
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
51
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
52
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
khusus. Kajian psikologi agama juga tidak permasalahan yang ada dengan bidang
terbatas pada agama yang ada di Barat saja kajian ini sudah berlangsung sejak awal
melainkan juga agama-agama yang ada di perkembangan Islam.
Timur. Di Indonesia tulisan mengenai Ajaran Islam juga telah
psikologi agama baru dikenal sekitar tahun menjelaskan bagaimana hubungan antara
1970-an, yaitu oleh Prof. Dr. Zakiah tingkat perkembangan anak dengan
Daradjat. perilaku agama dan kaitannya dengan
Seperti dimaklumi, bahwa kematangan seksual. Awal periode
psikologi agama tergolong cabang pubertas sudah harus mulai diwaspadai
psikologi yang berusia muda. Sejak serta diperhatikan para orang tuanya.
menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri, Dengan menanamkan kesadaran agama
perkembangan psikologi agama dinilai melalui pembiasaan sejak usia dini, anak-
cukup pesat. Hal ini antara lain anak diharapkan dapat mengekang
disebabkan, selain bidang kajian psikologi dorongan seksualnya ketika mencapai usia
agama menyangkut kehidupan manusia remaja.
secara pribadi, maupun kelompok, bidang Dari berbagai sumber yang
kajiannya juga mencakup permasalahan dijumpai, tampaknya memang
yang menyangkut perkembangan usia perkembangan psikologi agama di dunia
manusia. Islam baru tampak sekitar abad ke-20.
Para ilmuwan dan agamawan yang Padahal, landasan yang telah disediakan
semula berselisih pendapat mengenai untuk pengembangan psikologi agama
psikologi agama, kini seakan menyatu termuat dalam ajaran Islam.
bahwa dalam kehidupan modern peran C. Perkembangan Jiwa Keagamaan
agama menjadi kian penting. Pendekatan pada Anak dan Remaja
psikologi agama dapat memecahkan 1. Teori Monistik, berpendapat
berbagai problema kehidupan yang bahwa yang menjadi sumber kejiwaan
dihadapi manusia sebagai makhluk yang agama adalah satu sumber kejiwaan.
memiliki nilai-nilai peradaban dan nilai Thomas van Aquino
moral. mengemukakan bahwa yang menjadi
Meskipun di kalangan Muslim sumber kejiwaan agama itu, ialah berpikir.
kajian-kajian psikologi agama mulai Manusia ber-Tuhan karena manusia
dilakukan secara khusus sekitar menggunakan kemampuan berpikirnya.
pertengahan abad ke-20, namun
53
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
54
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
adanya konflik dalam kejiwaan manusia. untuk mencapai kondisi dan situasi
Konflik selain dapat membawa rasa lega.
kemunduran (kerugian) tetapi ada juga 5. Kebutuhan akan rasa suksek
dalam kehidupan sehari-hari konflik yang merupakan kebutuhan manusia
membawa ke arah kemajuan, seperti yang menyebabkan ia
konflik dalam ukuran moral dan ide-ide mendambakan rasa keinginan
keagamaan dapat menimbulkan pandangan untuk dibina dalam bentuk
baru. Jika konflik telah mempengaruhi penghargaan terhadap hasil
kehidupan kejiwaan, maka manusia itu karyanya.
mencari pertolongan kepada suatu 6. Kebutuhan akan rasa ingin tahu
kekuasaan yang tertinggi (Tuhan). (mengenal) adalah kebutuhan yang
Dr. Zakiah Daradjat berpendapat, menyebabkan manusia selalu
selain dari kebutuhan jasmani dan rohani, meneliti dan menyelidiki sesuatu.
manusia pun mempunyai beberapa W.H. Thomas mengemukakan
kebutuhan akan keseimbangan dalam bahwa yang menjadi sumber kejiwaan
kehidupan jiwanya agar tidak mengalami agama adalah empat macam keinginan
tekanan, yaitu: dasar yang ada dalam jiwa manusia, yaitu:
1. Kebutuhan akan rasa kasih sayang keinginan untuk keselamatan, keinginan
adalah kebutuhan yang untuk mendapat untuk mendapat
menyebabkan manusia penghargaan, keinginan untuk ditanggapi
mendambakan rasa kasih. dan keinginan akan pengetahuan atau
2. Kebutuhan rasa aman merupakan pengalaman baru. Atas keempat dasar
kebutuhan yang mendorong itulah pada umumnya manusia menganut
manusia mengharapkan adanya agama. Melalui ajaran agama yang teratur,
perlindungan. maka keempat keinginan dasar itu akan
3. Kebutuhan akan rasa harga diri tersalurkan.
adalah kebutuhan yang bersifat Sesuai dengan prinsip
individual yang mendorong pertumbuhannya, seorang anak menjadi
manusia agar dirinya dihormati dan dewasa memerlukan bimbingan sesuai
diakui oleh orang lain. dengan prinsip yang dimilikinya, yaitu:
4. Kebutuhan akan rasa bebas adalah Prinsip biologis, secara fisik anak
kebutuhan yang menyebabkan yang baru dilahirkan dalam keadaan
seseorang bertindak secara bebas
55
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
lemah. Ia selalu memerlukan bantuan dari anak karena beberapa fungsi kejiwaan itu
orang-orang dewasa sekelilingnya. belum sempurna.
Prinsip tanpa daya, sejalan dengan Perkembangan agama anak-anak
belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan itu melalui beberapa fase. Menurut Ernest
psikisnya, maka anak yang baru dilahirkan Harms bahwa perkembangan agama pada
hingga menginjak dewasa selalu anak-anak melalui tiga tingkatan, yaitu:
mengharapkan bantuan dari orang tuanya. 1. The Fairy Tale Stage (Tingkat
Prinsip eksplorasi, kemantapan dan Dongeng). Tingkatan ini dimulai
kesempurnaan perkembangan potensi pada anak yang berusia 3-6 tahun.
manusia yang dibawanya sejak lahir, baik Pada tingkatan ini konsep
jasmani maupun rohani memerlukan mengenai Tuhan lebih banyak
pengembangan melalui pemeliharaan dan dipengaruhi oleh fantasi dan emosi.
latihan. Hingga dalam menanggapi agama
Ada beberapa teori mengenai pun anak masih menggunakan
pertumbuhan agama pada anak, antara konsep fantastis yang diliputi oleh
lain: dongeng-dongeng yang kurang
Rasa ketergantungan, dikemukakan masuk akal.
oleh Thomas melalui teori Four Wishes. 2. The Realistic Stage (Tingkat
Manusia dilahirkan ke dunia memiliki Kenyataan). Tingkat ini dimulai
empat keinginan yaitu: keinginan untuk sejak anak masuk sekolah dasar.
perlindungan, keinginan akan pengalaman Pada masa ini, ide ketuhanan anak
baru, keinginan untuk mendapat tanggapan sudah mencerminkan konsep yang
dan keinginan untuk dikenal. Maka sejak berdasarkan kepada kenyataan. Ini
bayi dilahirkan hidup dalam timbul melalui lembaga-lembaga
ketergantungan, melalui pengalaman- keagamaan dan pengajaran agama
pengalaman yang diterimanya dari dari orang dewasa lainnya.
lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa Perkembangan anak didasarkan
keagamaan pada diri anak. atas dorongan emosional, hingga
Instink keagamaan, menurut mereka melahirkan konsep Tuhan
Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah yang formalis.
memiliki beberapa insting keagamaan. 3. The Individual Stage (Tingkat
Belum terlihatnya keagamaan pada diri Individu). Pada tingkat ini anak
telah memiliki kepekaan emosi
56
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
yang paling tinggi sejalan dengan cenderung mendorong dirinya lebih dekat
perkembangan usia mereka. kea rah hidup yang religius pula.
Konsep keagamaan individualistis c. Pertimbangan Sosial
ini terbagi atas tiga golongan, Dalam kehidupan keagamaan mereka
yaitu: konsep ketuhanan yang timbul konflik antara pertimbangan moral
konvensional dan konservatif dan material. Karena kehidupan duniawi
dengan dipengaruhi sebagian kecil lebih dipengaruhi kepentingan akan
fantasi. Konsep ketuhanan yang materi, maka remaja cenderung bersikap
lebih murni dalam pandangan yang materialistis.
bersifat personal. Konsep d. Perkembangan Moral
ketuhanan yang bersifat Perkembangan moral bertolak dari rasa
humanistik, yaitu perubahan berdosa dan usaha untuk mencapai
tingkatan dipengaruhi oleh faktor proteksi yang juga mencakupi : taat
intern, perkembangan usia dan terhadap agama atau moral berdasarkan
faktor ekstern berupa pengaruh luar pertimbangan pribadi, mengikuti situasi
yang dialaminya. tanpa adanya kritik, merasakan adanya
4. Sejalan dengan perkembangan keraguan terhadap ajaran moral dan
jasmani dan rohaninya, maka pada agama, belum meyakini kebenaran ajaran
remaja turut dipengaruhi agama dan moral dan serta menolak dasar
perkembangan itu. Perkembangan dan hukum keagamaan serta tatanan moral
agama pada ditandai oleh beberapa masyarakat.
faktor menurut W. Starbuck: e. Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah
a. Pertumbuhan Pikiran dan Mental
keagamaan boleh dikatakan sangat kecil
Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai
tergantung dari kebiasaan masa kecil serta
timbul. Selain masalah agama mereka pun
lingkungan agama yang mempengaruhi
sudah tertarik pada masalah kebudayaan,
mereka.
sosial, ekonomi dan norma-norma
f. Ibadah
kehidupan lainnya.
Pandangan remaja terhadap ajaran agama,
b. Perkembangan Perasaan
ibadah dan masalah doa hanya bermamfaat
Perasaan sosial, etis dan estesis
untuk berkomunikasi dengan Tuhan,
mendorong remaja untuk menghayati
sedangkan yang lain menganggap
perikehidupan yang terbiasa dalam
lingkungannya. Kehidupan religius akan
57
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
58
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
5. Timbul rasa takut pada kematian benar bahwa seseorang berada di hadirat
dengan pertambahan usia Tuhan.
lanjutnya. Mistisisme dalam kajian psikologi
6. Perasaan takut pada kematian agama dilihat dari hubungan sikap dan
berdampak pada peningkatan perilaku agama dengan gejala kejiwaan
pembentukan sikap keagamaan dan yang melatarbelakanginya. Mistisisme
kepercayaan terhadap adanya menurut pandangan psikologi agama,
kehidupan akhirat. hanya terbatas pada upaya untuk
E. Kriteria Orang yang Matang mempelajari gejala-gejala kejiwaan
Beragama tertentu pada tokoh mistik tanpa harus
Secara normal, seorang yang sudah mempermasalahkan agama yang dianut.
mencapai tingkat kedewasaan akan Tujuannya ialah mendekatkan diri kepada
memiliki pula kematangan rohani, Tuhan dengan cara melakukan pensucian
berpikir, kepribadian maupun emosi. jiwa sebagai unsur spiritual(ruhaniah).
Seseorang untuk mengenali atau Unsur ruhaniah harus dibebaskan dengan
memahami nilai agama yang terletak pada cara pensucian batin agar kesucian ruh
nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai- tetap terpelihara, kebahagiaan ruhaniah
nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan puncak bagi manusia dalam
merupakan ciri kematangan beragama. pandangan kaum sufi.
Kematangan beragama terlihat dari cara F. Agama dan Kesehatan Mental
memahami, menghayati serta Gangguan mental dapat
mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama menyebabkan penyakit fisik, diantara
yang dianut dalam kehidupan sehari-hari. faktor mental yang diidentifikasi sebagai
Mistisisme dijumpai dalam semua potensial dapat menimbulkan gejala
agama, baik agama teistik maupun di tersebut adalah keyakinan agama.
kalangan mistik nonteistik. Menurut Prof. Sebagian dokter melihat bahwa penyakit
Harun Nasution, mistisisme yang dalam mental sama sekali tak ada hubungannya
Islam adalah tasawuf disebut sufisme. dengan penyembuhan medis,
Sebagaimana halnya mistisisme, tasawuf penyembuhan penderita penyakit mental
atau sufisme mempunyai tujuan dengan menggunakan pendekatan agama.
memperoleh hubungan langsung dan Agama dapat memberi dampak yang
disadari dengan Tuhan, sehingga disadari cukup berarti dalam kehidupan manusia,
termasuk kesehatan. Agama juga
59
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
60
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
61
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
62
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
63
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
64
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
65
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
jiwa keagamaan tersebut, kedua orang tua dilakukan nenek moyang. Jika
diberikan beban tanggung jawab. kecenderungan taklid keagamaan
2. Lingkungan Institusional, sekolah dipengaruhi unsur emosional yang
sebagai institusi pendidikan formal ikut berlebihan, maka terbuka peluang bagi
memberi pengaruh dalam membantu pembenaran spesifik. Kondisi ini akan
perkembangan kepribadian anak. Secara menjurus kepada fanatisme. Sifat ini
umum tersirat unsur-unsur yang menopang dibedakan dari ketaatan. Sebab, ketaatan
pembentukan seperti ketekunan, disiplin, merupakan upaya untuk menampilkan
kejujuran, simpati, sosiabilitas, toleransi, arahan dalam menghayati dan
keteladanan, sabar dan keadilan. mengamalkan ajaran agama.
Perlakuan dan pembiasaan bagi
pembentukan sifat-sifat seperti itu
L. Agama dan Pengaruhnya dalam
umumnya menjadi bagian dari program
Kehidupan
pendidikan di sekolah.
Agama dapat membangkitkan
3. Lingkungan Masyarakat,
kebahagiaan batin yang paling sempurna,
meskipun tampaknya longgar, namun
dan juga perasaan takut dan ngeri.
kehidupan bermasyarakat dibatasi oleh
Meskipun perhatian tertuju kepada adanya
berbagai norma dan nilai-nilai yang
suatu dunia yang tak dapat dilihat
didukung warganya. Dengan demikian,
(akhirat), namun agama melibatkan dirinya
kehidupan bermasyarakat memiliki suatu
dalam masalah-masalah kehidupan sehari-
tatanan yang terkondisi untuk dipatuhi
hari.
bersama. Lingkungan masyarakat yang
Agama dalam kehidupan individu
memiliki tradisi keagamaan yang kuat
berfungsi sebagai sistem nilai yang
akan berpengaruh positif bagi
memuat norma-norma tertentu. Secara
perkembangan jiwa keagamaan anak,
umum norma-norma tersebut menjadi
sebab kehidupan keagamaan terkondisi
kerangka acuan dalam bersikap dan
dalam tatanan nilai maupun institusi
bertingkah laku agar sejalan dengan
keagamaan, dan akan berpengaruh dalam
keyakinan agama yang dianutnya. Nilai
pembentukan jiwa keagamaan warganya.
menjadi penting dalam kehidupan
C. Fanatisme dan Ketaatan
seseorang, sehigga tidak jarang pada
David Riesman melihat tradisi
tingkat tertentu orang siap untuk
cultural sering dijadikan penentu di mana
mengorbankan hidup mereka demi
seseorang harus melakukan apa yang telah
mempertahankan nilai.
66
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
67
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
68
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
69
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
terorisme dengan gerakan keagamaan. politik dengan cara keras dan drastis.
Silang pendapat mengenai terorisme Seperti halnya fundamentalisme, maka
tampaknya memang sulit untuk radikalisme juga dianggap sebagai gerakan
dihindarkan, karena berbagai tuduhan yang yang ekstremisme dan eksklusivisme.
dialamatkan seakan sudah terbakukan Gerakan yang dilatarbelakanginya menjadi
dalam persepsi masing-masing. Titik awal cocok untuk dikaitkan dengan terorisme.
dari terorisme sering dikaitkan dengan Radikalisme sebagai paham atau aliran,
fundamentalisme, khususnya Islam. sebenarnya berpeluang muncul dalam
Pemerintah-pemerintah di negara-negara berbagai kehidupan. Radikalisme pada
Muslim maupun oleh Barat dasarnya merupakan gerakan pendobrak
“fundamentalisme Islam”, makin terhadap kondisi yang mapan, karena
diidentifikasi sebagai ancaman. didorong oleh keinginan untuk
1. Fundamentalisme menciptakan suatu kondisi baru yang
Fundamentalisme tidak hanya diingini dengan cara yang cepat. Dengan
terkait dengan masalah keagamaan semata. demikian, radikalisme tidak selalu
Dalam masing-masing budaya, berkonotasi negatif. Bila kondisi baru
fundamentalisme menyatakan perang tercipta dan bermamfaat bagi peningkatan
terhadap modernisme dan tradisionalisme, peradaban dan kehidupan manusia,
mengupayakan pengembalian identitas barangkali radikalisme dapat diterima.
yang benar dari budaya tradisional yang Sebaliknya, bila gerakan tersebut
berada dalam keterpurukan, dengan menimbulkan malapetaka, maka
membangkitkan kembali dengan cara radikalisme akan mendatangkan kecaman.
mengambil alih kekuasaan politik dan D. Mitos-mitos Keagamaan
supremasi absolut. Dalam agama, Ajaran agama sebenarnya berisi
fundamentalisme merupakan usaha yang nilai-nilai luhur. Namun demikian, nilai-
menghendaki agar kembali ke kepercayaan nilai tersebut dipasung oleh tokoh atau
dasar suatu agama. Fundamentalisme kelompok tertentu dan diformulasikan ke
kerap disejajarkan dengan aktivitas politik, dalam mitos. Pikiran mitologis cenderung
ekstremisme, fanatisme, terorisme dan anti-sejarah dan antiperadaban
anti-Amerikanisme. modern. Pemikiran mitologis ini muncul
2. Radikalisme dalam dua bentuk paradoksal. Pertama,
Yaitu paham atau aliran yang radikalisme-eskapis, berusaha melepaskan
menghendaki pembaruan sosial atau kehidupan dunia, hidup bertapa,
70
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
71
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H
LĒGALITĒ: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
72
Volume III. No. 01. Januari – Juni 2018M/1439H