Anda di halaman 1dari 5

Materi kurikulum teknologi dan kurikulum rekonstruksi sosial

1. KURIKULUM TEKNOLOGIS
Terdapat korelasi yang positif antara ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan akan berdampak positif terhadap teknologi yang
dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, kemajuan teknologi juga berpengaruh besar
terhadap perkembangan model konsep kurikulum.
Sukmadinata (2005:97) menyatakan bahwa ciri-ciri kurikulum teknologis dapat
ditemukan pada empat bagian yaitu pada tujuan, metode, organisasi bahan, dan
evaluasi.
Ciri-ciri kurikulum teknologis antara lain:
A. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam
bentuk perilaku hasil belajar yang dapat diukur. Tujuan yang masih bersifat
umum dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil (tujuan khusus), yang
di dalamnya terkandung aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
B. Metode pengajaran bersifat individual. Setiap siswa menghadapi tugas sesuai
dengan kecepatan masing-masing. Pelaksanaan pengajaran mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut.

a)    Penegasan tujuan kepada siswa.

b)   Pelaksanaan pengajaran

c)    Pengetahuan tentang hasil

d)   Organisasi bahan ajar

e)    Evaluasi
C. Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari  disiplin ilmu, tetapi telah
diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu
kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang lebih kecil
dengan memperhatikan urutan-urutan penyajian materi dalam
pengorganisasiannya.
D. Evaluasi dilakukan kapan saja. Ketika siswa telah mempelajari suatu
topik/subtopik, ia dapat mengajukan diri untuk dievaluasi. Fungsi evaluasi ini
antara lain sebagai umpan balik: bagi siswa dalam penyempurnaan
penguasaan suatu satuan pelajaran (formatif), bagi program semester
(sumatif), serta bagi guru dan pengembang kurikulum. Bentuk evaluasi
umumnya obyektif tes.
E. Program pengajaran model kurikuluminimenggunakan alat-alat yang berbau
teknologi, khususnya teknologi terbaru, yang secara umum lebih
menyenangkan dan terkesan up to date. Dari sisi pelaksanaannya, program
pengajaran ini mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Dengan model
pengajaran seperti ini, standar penguasaan siswa jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan model-model lain.
F. Model kurikulum teknologis dikembangkan berdasarkan pemikiran teknologi
pendidikan. Model ini sangat mengutamakan pembentukan dan penguasaan
kompetensi, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya dan ilmu seperti
pada pendidikan klasik. Model kurikulum teknolgi berorientasi pada masa
sekarang dan yang akan datang. Kurikulum ini juga menekankan pada isi
kurikulum. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang
lebih kecil sehingga akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati
atau diukur.

 Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa dasar, yaitu:


a. Prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh
pengembang kurikulum yang lain,
b. Hasil pengembangan yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang,
dan memberikan hasil yang sama.Model ini di Indonesia dikenal dengan nama
Satuan Pelajaran dalam lingkungan Pendidikan Dasar dan Menengah atau
Satuan Acara Perkuliahan pada Perguruan Tinggi, sebagai bagian dari Sistem
Instruksional atau Desain Instruksional.
Pengembangan kurikulum teknologis terutama yang menekankan teknologi
alat, perlu mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, formulasi perlu dirumuskan
terlebih dahulu apakah pengembangan alat atau media tersebut benar-benar
diperlukan. Hal ini menyangkut pasaran. Kedua spesifikasi, diperlukan adanya
spesifikasi dari alat atau media yang akan dikembangkan, baik dilihat dari segi
kegunaannya maupun ketepatan penggunaannya.

Kurikulum Rekonstruksi Sosial


Kurikulum rekonstruksi sosial berbeda dengan model-model kurikulum lainnya. Kurikulum
ini lebih memusatkan perhatian pada problema- problema yang dihadapinya dalam
masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka
pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerja sama. Kerja
sama atau interaksi bukan hanya terjadi antara sisvva dengan guru, tetapi juga antara siswa
dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungan- nya, dan dengan sumber belajar
lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memecahkan problema-
problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih
baik.
Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-an. Harold
Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan- kawannya bahvva selama ini terjadi
kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Ia menginginkan para siswa dengan
pengetahuan dan konsep- konsep baru yang diperolehnya dapat mengidentifikasi dan
memcahkan masalah-masalah sosial. Setelah diharapkan dapat menciptakan masya- rakat
baru yang lebih stabil.
Theodore Brameld, pada awal tahun 1950-an menyampaikan gagasannya tentang
rekonstruksi sosial. Dalam masyarakat demokratis, seluruh warga masyarakat harus turut
serta dalam perkembangan dana pembaharuan masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu
sekolah mempunyai posisi yang cukup penting. Sekolah bukan saja dapat membantu individu
memperkembangkan kemampuan sosialnya, tetapi juga dapat membantu bagaimana
berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan sosial.
Para rekonstruksionis sosial tidak mau terlalu menekankan kebebasan individu. Mereka ingin
meyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat membuat warganya seperti yang ada
sekarang dan bagaimana masyarakat metnenuhi kebutuhan pribadi warganya melalui
konsensus sosial. Brameld juga ingin memberikan keyakinan tentang pentingnya perubahan
sosial. Perubahan sosial tersebut harus dicapai melalui prosedur demokrasi. Para
rekonstruksionis sosial menentang intimidasi, menakut-nakuti dan kompromi semu. Mereka
mendorong agar para siswa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah
sosial yang mendesak (crucial) dan kerja sama atau bergotong royong untuk
memecahkannya.
1. Desain kurikulum rekonstruksi sosial
Ada beberapa ciri dari desain kurikulum ini.
a. Asumsi. Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa
pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan- gangguan yang dihadapi
manusia. Tantangan-tantangan tersebut merupakan
bidang garapan studi sosial, yang perlu didekati dari bidang-bidang lain seperti ekonomi,
sosiologi psikologi, estetika, bahkan pengetahuan alam, dan matematika. Masalah-masalah
masyarakat bersifat universal dan hal ini dapat dikaji dalam kurikulum.
b. Masalah-masalah sosial yang mendesak. Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-
masalah sosial yang mendesak. Masalah-masalah tersebut dirumuskan dalam pertanyaan,
seperti: Dapatkah kehidupan seperti sekarang ini memberikan kekuatan untuk menghadapi
ancaman ancaman yang akan mengganggu integritas kemanusiaan? Dapatkah tata ekonomi
dan politik yang ada dibangun kembali agar setiap orang dapat memanfaatkan sumber-
sumber daya alam dan cumber daya manusia seadil mungkin. Pertanyaan- pertanyaan
tersebut mengundang pengungkapan lebih mendalam, bukan saja dari buku-buku dan
kegiatan laboratorium tetapi juga dari kehidupan nyata dalanl masyarakat.
c. Pola-pola organ isasi. Pada tingkat sekolah menengah, pola organisasi kurikulum disusun
seperti sebuah roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi
tema utama dan dibahas secara pleno. Dan tema utama dijabarkan sejumlah topik yang
dibahas dalam diskusi- diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain- lain. Topik-
topik dengan berbagai kegiatan kelompok ini merupakan jar-jar. Semua kegiatan jar-jari
tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk. BAGAN 5. Pola desain
kurikulum rekonstruksi sosial
1. Komponen-komponen kurikulum
Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki komponen-komponen yang sama dengan model
kurikulum lain tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda.
a) Tujuan dan isi kurikulum. Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Dalam
program pendidikan ekonomi-politik, umpamanya untuk tahun pertama tujuannya
membangun kembali dunia ekonomipolitik. Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut adalah ( I) mengadakan survai secara kritis terhadap masyarakat (2) mengadakan
studi tentang hubungan antara keadaan ekonomi lokal dan ekonomi nasional serta dunia, (3)
mengadakan studi tentang latar belakang nkloris dan kecenderungan- kecenderungan
perkembangan ekonomi, Illihungannya dengan ekonomi lokal, (4) mengkaji praktik politik
dalam Ind,mT.Innyo dengan faktor ekonomi, (5) memantapkan rencana perubahan praktik
politik, (6) mengevaluasi semua rencana dengan criteria, apakah telah mempengaruhi
kepentingan sebagian besar orang.
b) Metode. Dalam pengajaran rekonstruksi social para pengembang kurikulum berusaha
mencari keselarasan antara tujuan- tujuan nasional dengan tujuan siswa. Guru-guru berusaha
membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Sesuai dengan minat
masingmasing siswa, baik dalam kegiatan pleno maupun kelompok-kelompok berusaha
memecahkan masalah sosial yang dihadapinya. Kerja sama baik antara individu dalam
kegiatan kelompok, maupun antarkelompok dalam kegiatan pleno sangat mewarnai metode
rekonstruksi sosial. Kerja sama ini juga terjadi antara para siswa dengan manusia sumber dari
masyarakat. Bagi rekonstruksi sosial, belajar merupakan kegiatan bersama, ada
kebergantungan antara seorang dengan yang lainnya. Dalam kegiatan belajar tidak ada
kompetisi yang ada adalah kooperasi atau kerja sama, saling pengertian dan konsensus.
Anakanak sejak sekolah dasar pun diharuskan turut serta dalam survai kemasyarakatan serta
kegiatan- kegiatan sosial lainnya. Untuk kelaskelas tinggi selain mereka dihadapkan kepada
situasi nyata juga mereka diperkenalkan dengan situasi-situasi ideal. Dengan hal itu
diharapkan para siswa dapat menciptakan model-model kasar dari situasi yang akan datang.
c) Evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi para siswa juga libatkan. Keterlibatan mereka terutama
dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Soal-soal yang akan
diujikan dinilai lebih dulu baik ketepatan maupun keluasan isinya, juga keampuhan menilai
pencapaian tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitatif. Evaluasi tidak
hanya menilai apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah
terhadap masyarakat. Pengaruh tersebut terutama menyangkut perkembangan masyarakat dan
peningkatan taraf kehidupan masyarakat.
2. Pelaksanaan pengajaran rekonstruksi sosial
Pengajaran rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum
maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk
meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat,
sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah
berusaha mengembangkan poterisi tersebut. Di daerah pertanian umpamanya sekolah
mengembangkan bidang pertanian dan peternakan, di daerah industri mengembangkan
bidang-bidang industri.
Salah satu badan yang banyak mengembangkan baik teori maupun praktik pengajaran
rekonstruksi sosial adalah Paulo Freize. Mereka banyak membantu pengembangan daerah-
daerah di Amerika Latin. Untuk memerangi kebodohan dan keterbelakangan mereka
menggalakkan gerakan budaya akal budi (conscientization). Conscientization merupakan
suatu proses pendidikan atau pengajaran di mana siswa tidak diperlakukan sebagai penerima
tetapi sebagai pelajar yang aktif. Mereka berusaha membuka diri, memperluas kesadaran
tentang realitas sosial budaya dan dengan segala kemampuannya berupaya mengubah dan
meningkatkannya.
Sekolah berusaha memberikan penerangan dan melatih kemampuan untuk melihat dan
mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi, meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi. Dengan gerakan conscientization mereka membantu
masyarakat memahami fakta-fakta dan masalah-masalah yang dihadapinya dalam konteks
kondisi masyarakat mereka.
Keterbatasan dan potensi yang mereka miliki. Bertolak dari kenyataan-kenyataan tersebut
mereka membina diri dan membangun masyarakat.
Harold G. Shane seorang profesor dari Universitas Indiana Amerika Serikat, mewakili teman-
temannya para Futurolog menggunakan perencanaan masa yang akan datang (future
planning) sebagai dasar penyusunan kurikulum. Ia menggalakkan perencanaan masa akan
datang, dari bukan perencanaan untuk masa yang akan datang. Shane menegaskan peranan
individu dalam menemukan masa depannya sendiri, mereka tidak dapat melepaskan din dari
perkembangan tetapi harus menyesuaikannya.
Shane menyarankan para pengembang kurikulum, agar mempelajari kecenderungan (trends)
perkembangan. Kecenderungan utama adalah perkembangan teknologi dengan berbagai
dampaknya terhadap kondisi dan perkembangan masyarakat. Kecenderungan lain adalah
perkembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dalam perkembangan sosial yang perlu
mendapatkan perhatian utama adalah perkembangan manusia, baik bagai individu maupun
dalam interaksinya dengan yang lain. Untuk iiiengidentifikasi dan menganalisis
kecenderungan-kecenderungan tersebut diperlukan bantuan dari para ahli disiplin ilmu.
Dalam pemecahan problema sosial dan membuat kebijaksanaan sosial diperlukan
musyawarah tiengan warga masyarakat.
Para ahli kurikulum yang berorientasi ke masa depan menyarankan agar isi kurikulum
difokuskan pada: penggalian sumber-sumber alam dan htikan alam, populasi, kesejahteraan
masyarakat, masalah air, akibat pertambahan penduduk, ketidakseragaman pemanfaatan
sumber-sumber dan lain-lain.
Pandangan rekonstruksi sosial berkembang karena keyakinannya pada kemampuan manusia
untuk membangun dunia yang lebih baik. Juga penekanannya tentang peranan ilmu dalam
memecahkan masalah-masalah sosial. Beberapa kritikus pendidikan menilai pandangan ini
sukar diterapkan langsung dalam kurikulum (pendidikan). Penyebabnya adalah interpretasi
para ahli tentang perkembangan dan masalah-masalah sosial berbeda. Kemampuan warga
untuk ikut serta dalam pemecahan masalah juga bervariasi.

Anda mungkin juga menyukai