Anda di halaman 1dari 9

RESUME

TEORI BELAJAR KOGNITIF DAN KONSTRUKTIVIS

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

OLEH

1. Putu Ayu Dinda Devianti 2115011003


2. Ni Kadek Feby Diantari 2115011020
3. Cresensia Maria Beatrix nahak 2115011037
4. Melisa Haslin 2115011030
5. Katerina 2115011021

PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA


UNIVERSITAS PENDIDIKAN GHANESHA
TAHUN 2022
TEORI BELAJAR KOGNITIF DAN KONSTRUKTIVIS

(Piaget dan Vygotsky)

Dalam Teori Piaget maupun Teori Vygotsky dikemukakan bahwa interaksi sosial memegang
peranan penting dalam perkembangan kognitif seseorang. Piaget dan Vygotsky mengklaim
bahwa teori yang mereka miliki masih berdiri masing-masing. Sampai akhirnya penelitian terkini
menemukan bahwa teori-teori tersebut tidak sepenuhnya bertolak belakang, tetapi bisa saling
melengkapi.

PERBEDAAN YANG KONTRAKS

1. Teori Piaget mengemukakan bahwa seseorang dapat belajar secara mandiri dengan
melihat orang-orang di sekelilingnya
2. Piaget menyatakan bahwa kemampuan kognitif seseorang berkembang sesuai dengan
usia.
3. Piaget dan Vygotsky memiliki pendekatan pembelajaran yang berbeda.
4. Maka dari itu, Teori Vygotsky sangat cocok apabila diterapkan ke dalam strategi
pengajaran.

PENJELASAN SECARA SINGKAT

➢ Teori Piaget
Jean Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitifnya berdasarkan penelitian
yang bersubjek anak-anak. Teori Pembelajaran Kognitif melalui Pengamatan (the theory of
cognitive observational learning). Menurutnya, ada empat tahap perkembangan kognitif yang
dilalui setiap individu, diantaranya:
1) Tahap sensorimotor
2) Tahap pra-operasional
3) Tahap operasional konkret
4) Tahap operasional formal.

Selain itu, menurut teorinya pula, ada dua proses penting yang menjadi karakteristik dari setiap
tahapan perkembangan kognitif, yaitu:

Asimilasi: proses masuknya hal-hal baru yang dijumpai ke dalam ranah kognitif dan
dicerna berdasarkan pengetahuan yang sudah ada.
Akomodasi: proses perubahan struktur kognitif karena adanya hal-hal baru yang muncul
dalam kehidupan, sehingga hal-hal tersebut bisa dianggap masuk akal.
➢ Teori Vygotsky
Vygotsky mempunyai teori perkembangan kognitif yang disebut Teori Sosiokultural (the
sociocultural theory). Vygotsky mempelajari perkembangan mental anak, yang mencangkup
bagaimana mereka bermain dan berbicara. Tidak hanya itu, ia juga mempelajari hubungan antara
pikiran dan bahasa. Teori ini memiliki tiga konsep penting yang berhubungan satu sama lain
yaitu:

1. Hubungan antara Bahasa dan Perkembangan Kognitif Anak – dari hasil studinya,
Vygotsky berpendapat bahwa bayi tidak memiliki ucapan karena tidaklah begitu penting
bagi mereka untuk memahami bahasa.

2. Konsep Internalisasi – (internalisation) ini menjelaskan tahapan perkembangan kognitif


seorang anak. Seorang anak mulai mempelajari konsep baru dengan meniru, lalu meniru
dan memahami, barulah sampai kepada internalisasi konsep. Tahap-tahap internalisasi
meliputi:
1) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas/perintah secara mandiri.
2) Mampu menyelesaikan tugas/perintah dengan bantuan verbal dari individu yang lebih
berpengalaman (perancah/scaffolding)
3) Mampu menyelesaikan tugas/perintah dengan bantuan tindakan dari individu yang
lebih berpengalaman (perancah/scaffolding)
4) Internalisasi selesai: seseorang memiliki kemampuan menyelesaikan tugas/perintah
secara mandiri.
3. Zona Perkembangan Proksmial (Zone of Proximal Development/ZPD) – Faktor sosial
sangat berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan seseorang. ZPD menerangkan
potensi seseorang akan perkembangan kognitifnya
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

(PAVLOV,THORNDIKE & SKINNER)

Teori behavioristik adalah teori beraliran behaviorisme yang merupakan salah satu aliran
psikologi. Teori belajar behavioristik ini dikenal dengan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage
dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.

Menurut teori belajar behavioristik yang terpenting adalah sebagai berikut.

Masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat perkalian, alat peraga,
pedoman kerja atau cara-cara tertentu untuk membantu belajar siswa, sedangkan respon adalah
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru tersebut. Teori ini juga
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat
terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respon. Misalnya, ketika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka
ia akan semakin giat belajarnya, maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif
dalam belajar, begitu juga sebaliknya.

Pengertian Belajar menurut Psikologi Behaviosistik

Menurut Sagala (2011), menjelaskan bahwa menurut teori belajar behavioristik, belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil dari interaksi
stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan
tingkah lakunya. Contoh, seorang anak mampu berhitung penjumlahan dan pengurangan,
meskipun dia belajar dengan giat tetapi dia masih belum bisa mempraktekkan penjumlahannya,
maka ia belum bisa dikatakan belajar karena ia belum menunjukkan perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari belajar.
Dalam teori Behavioristik, yang terpenting itu adalah masukan atau input yang berupa
stimulus serta output yang berupa respon. Apa yang terjadi diantara stimulus dan respon
dianggap tidaklah penting karena tidak dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran sebab dengan pengukuran kita akan melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut. Faktor lain yang dianggap penting bagi teori ini adalah penguatan (reinforcement).
Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat respon. Jika penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu juga penguatan dikurangi (negative
reinforcement) respon akan tetap dikuatkan. Misal jika peserta didik diberi tugas oleh guru,
ketika tugasnya ditambahkan, maka ia akan lebih giat belajarnya (positive reinforcement).
Apabila tugas-tugas dikurangi justru akan meningkatkan aktifitas belajarnya (negative
reinforcement). Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan
(ditambah) atau dihilangkan (dikurang) untuk memungkinkan mendapat respon.

TEORI BELAJAR MENURUT PAVLOV

Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pavlov
adalah seorang behavioristik terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif stimulus-respons dan
hal ini yang dikenang darinya hingga kini. Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan
klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana
perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang
sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan
stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons).

Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat


terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari
perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup
manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran
mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu,
perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov
mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang
memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara
hakiki manusia berbeda dengan binatang.

Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan


penghapusan sebagai berikut:

➢ Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan
bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan.
➢ Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan
dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di
pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
➢ Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau
dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur.
➢ Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS
dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak
lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya
proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan
dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang
berkondisi.

Dengan kata lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena
mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks
wajar (unconditioned refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat dan refleks
bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar air liur karena menerima atau
bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan


hukum-hukum belajar, diantaranya sebagai berikut.

➢ Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua
macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
➢ Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang
sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan
yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi
(response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat
tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan
yang continue (terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal belajar yeng terjadi
secara otomatis.

TEORI BELAJAR MENURUT THORNDIKE

Edward Lee Thorndike ialah seorang fungsionalis. Thorndike (1874-1949) mendapat


gelar sarjananya dari Wesleyan University di Connecticut pada tahun 1895, dan master dari
Hardvard pada tahun 1897. Ketika di sana, Thorndike mengikuti kelasnya Williyams James dan
mereka pun menjadi akrab.
Thorndike menerima beasiswa di Colombia, dan dapat menyelesaikan gelar PhD-nya
tahun 1898. Kemudian dia tinggal dan mengajar di Colombiaa sampai pensiun tahun 1940.
Thorndike berhasil menerbitkan suatu buku yang berjudul “Animal intelligence, An
experimental study of associationprocess in Animal”. Buku tersebut merupakan hasil penelitian
Thorndike terhadap tingkah beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, dan burung yang
mencerminkan prinsip dasar dari proses belajar yang dianut oleh Thorndike yaitu bahwa dasar
dari belajar (learning) tidak lain sebenarnya adalah asosiasi.

Menurut Thorndike (Budiningsih, 2005: 21) menjelaskan bawha belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat
indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga
dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Thorndike dalam teori belajarnya
mengungkapkan bahwasanya setiap tingkah laku makhluk hidup itu merupakan hubungan antara
stimulus dan respon, adapun teori Thorndike ini disebut teori konesionisme. Belajar adalah
pembentukan hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. Dengan artian dengan adanya
stimulus itu maka diharapkan timbul respon yang maksimal. Teori ini sering juga disebut dengan
teori trial dan error dalam teori ini orang yang bisa menguasai hubungan stimulus dan respon
sebanyak-banyaknya maka dapat dikatakan orang ini merupakan orang yang berhasil dalam
belajar. Adapun cara untuk membentuk hubungan stimulus dan respon ini dilakukan dengan
ulangan-ulangan.

Dalam teori trial dan error ini, berlaku bagi semua organisme dan apabila organisme ini
dihadapkan dengan keadaan atau situasi yang baru maka secara otomatis organisme ini
memberikan respon atau tindakan-tindakan yang bersifat coba-coba atau bisa juga berdasarkan
naluri karena pada dasarnya disetiap stimulus itu pasti ditemui respon. Apabila dalam tindakan-
tindakan yang dilakukan itu menimbulkan perbuatan atau tindakan yang cocok atau memuaskan
maka tindakan ini akan disimpan dalam benak seseorang atau organisme lainnya karena dirasa
diantara tindakan-tindakan yang paling cocok adalah tindakan itu, selama yang telah dilakukan
dalam menanggapi stimulus adalah situasi baru. Jadi dalam teori ini pengulangan-pengulangan
respon atau tindakan dalam menanggapi stimulus atau stimulus baru itu sangat penting sehingga
seseorang atau organisme mampu menemukan tindakan yang tepat dan dilakukan secara terus-
menerus agar lebih tajam dan tidak terjadi kemunduran dalam tindakan atau respon terhadap
stimulus.

Dalam membuktikan teorinya Thorndike melakukan percobaan terhadap seekor kucing


yang lapar dan kucing itu ditaruh di kandang, yang mana kandang tersebut terdapat celah-celah
yang kecil sehingga seekor kucing itu bisa melihat makanan yang berada di luar kandang dan
kandang itu bisa terbuka dengan sendiri apabila seekor kucing tadi menyentuh salah satu jeruji
yang terdapat dalam kandang tersebut. Mula-mula kucing tersebut mengitari kandang beberapa
kali sampai ia menemukan jeruji yang bisa membuka pintu kandang, kucing ini melakukan
respon atau tindakan dengan cara coba-coba, ia tidak mengetahui jalan keluar dari kandang
tersebut, kucing tadi melakukan respon yang sebanyak-banyaknya sehingga menemukan
tindakan yang cocok dalam situasi baru atau stimulus yang ada.

Thorndike melakukan percobaan ini berkali-kali pada kucing yang sama dan situasi yang
sama pula. Memang pertama kali kucing tersebut dalam menemukan jalan keluar memerlukan
waktu yang lama dan pastinya mengitari kandang dengan jumlah yang banyak pula, akan tetapi
karena sifat dari setiap organisme itu selalu memegang tindakan yang cocok dalam menghadapi
situasi atau stimulus yang ada, maka kucing tadi dalam menemukan jeruji yang menyebabkan
kucing tadi bisa keluar dari kandang, ia pegang tindakan ini sehingga kucing ini dapat keluar
untuk mendapatkan makanan dan tidak perlu lagi mengitari kandang karena tindakan ini dirasa
tidak cocok. Akan tetapi kucing tadi langsung memegang jeruji yang menyebabkannya bisa
keluar untuk makan.

TEORI BELAJAR MENURUT SKINNER

Menurut Budiningsih (2004:23-24), menjelaskan bahwa konsep yang dikemukakan oleh


Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para
tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat
menunjukan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif.

Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Dikatakan bahwa respon yang
dinerikan oleh seseorang/siswa tidaklah sesederhana itu. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus
yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus
tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon
yang dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi
inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku.
Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seorang secara benar, perlu terlebih dahulu
memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang
mungkin dimunculkan dan berbagai konsukuensi yang mungkin akan timbul akibat dari respon
tersebut. Skinner juga menggemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Sebab, setiap alat yang digunakanperlu penjelasan lagi, demikian dan seterusnya.
Menurut Budiningsih (2004:23-24), menjelaskan bahwa pandangan teori belajar
behavioristik ini cukup lama dianut oleh para gru dan pendidik. Namun dari semua pendukung
teori ini, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran yang seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul, dan program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respon serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-
program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.

Anda mungkin juga menyukai