Anda di halaman 1dari 23

TEORI BEHAVIORISTIK

TERHADAP PERKEMBANGAN DAN BELAJAR PESERTA DIDIK SD

Tugas Mata Kuliah Perkembangan dan Belajar Peserta Didik SD


Dosen Pengampu: Dr. Muthmainah,S.Pd.M.Pd

OLEH:
ITA TRI LESTARI NIM 21112259017
SUPARNI NIM 21112259002

PROGAM STUDI PENDIDIKAN DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah Perkembangan dan Belajar Peserta
Didik SD dengan pokok bahasan tentang Teori Behavioristik terhadap
Perkembangan dan Belajar Peserta Didik SD ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan naskah ini penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu dapat
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat penulis harapkan untukpenyempurnaan makalah selanjutnya.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita semua.
Klaten, 14 Februari 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah menuntun
segala kodrat anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan
kebahagian yang setinggi-tingginya baok sebagai manusia maupun
sebagai anggota masyarakat. Aspek sosial dalam pandangan
pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara merupakan aspek penting
yang menjadi bagian pembentuk sekaligus menjadi tujuan pendidikan
itu sendiri. Berdasarkan pandangan tersebut menunjukkan bahwa
individu pembelajar adalah individu mandiri yang memiliki otoritas
terhadap akal, kehendak, dan pikiran sendiri. Pendidikan diharapkan
dapat melatih anak untuk menjadi bagian dalam membangun
kebudayaan Indonesia yang beradab. Dalam penyelenggaraan
pendidikan tentu ada teori yang melandasi adanya pendidikan itu
sendiri. Pendidikan yang diselenggarakan tidak boleh asal-asalan, dan
landasan yang digunakan juga harus memberikan dampak kebaikan
bagi siswa yang terdidik.
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata
cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa,
perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas
maupun di luar kelas. Salah satu teori belajar yang digunakan di
Indonesia adalah teori belajar behavioristik. Teori belajar behavioristik
melihat belajar merupakan perubahan tingkah laku.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud teori behavioristik?
2. Apa kelebihan dan kelemahan teori behavioristik?
3. Bagaimana penerapan teori behavioristik di sekolah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang teori behavioristik.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan teori behavioristik.
3. Untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan teori behavioristik di
sekolah
BAB II
PEMBAHASAN

A. TEORI BEHAVIORISTIK
Hamzah B Uno (2016: 7) menjelaskan bahwa belajar dalam teori
behavioristik adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari
interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar adalah
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2008 :132) belajar dapat dipahami
sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan
proses tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan fisik, keadaan
mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai proses belajar.
Miftaul Fitriah, dkk (2021: 14) mengungkapkan bahwa menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru
kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Hal yang sama disampaikan oleh
Muhammad Yaumi (2013: 29) belajar menurut kaum behavioris menekankan
pada perubahan perilaku yang dapat diamati dari hasil timbal balik antara
guru sebagai pemberi stimulus dan murid sebagai respon tindakan stimulus
yang diberikan. Oleh karena itu, apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan
apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori
behavioristik mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut. Dalam proses pembelajaran input ini bisa berupa alat peraga, gambar
gambar, ataucara-cara tertentu untuk membantu proses belajar.
Menurut Kusmintardjo dan Mantja (2011) pendekatan behavioristik
memahami belajar sebagai proses perubahan tingkah laku teramati yang
relatif berlangsung lama sebagai hasil dari pengalaman dengan lingkungan.
Hal senada juga disampaikan oleh Jalaluddin Rahmat (2007: 18)
behaviorisme menggambarkan manusia sebagai makhluk yang digerakan
semuanya oleh lingkungan atau apa yang disebut dengan Homo Mecanicus.
Behaviorisme pada dasarnya semua pengalaman dari pengamatan serta
struktur-struktur dalam masyarakat yang pada akhirnya akan menjadi perilaku
kita.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
belajar menurut pandangan behavioristik adalah proses perubahan tingkah
laku yang dialami oleh individu yang didasarkan adanya stimulus dan respon
dari lingkungan di sekitarnya.

B. TOKOH TEORI BEHAVIRISTIK


1. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Pavlov merupakan ilmuwan besar Rusia. Ia seorang lulusan
sekolah kependetaan dan melanjutkan belajar ilmu kedokteran di Militery
Medical Academy, St. Petersburg. Nama panjangnya yaitu Ivan Petrovich
Pavlov. Ia mendapat gelar ahli ilmu pengetahuan alam pada tahun 1879
dan gelar MD pada tahun 1883. Keinginan belajarnya mendorong ia pergi
ke Universitas Leipzig di Jerman. Dan ditempat itulah ia mulai belajar
tentang gerak refleks, khususnya tentang respon kelenjar ludah, tepatnya
pada tahun 1900. (Sukardjo, 2012: 34).
Karya tulis Ivan Pavlov yang terkenal tentang refleks yang
dikondisikan (conditioned reflexes) berpengaruh besar terhadap
kemunculan psikologi behaviorisme. Kajian-kajia Ivan Pavlov mengenai
pencernaan binatang telah membawanya pada suatu temuan penting
dalam bidang psikologi. Temuan tersebut disebut dengan “Refleks yang
dikondisikan”(conditioned reflexes). Classic Conditioning (pengkondisian
atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui
percobaannya terhadap anjing.
Pengondisian klasik menurut Dale H Schunk (2012; 19) merupakan
prosedur multi langkah yang pada mulanya membutuhkan sebuah
stimulus yang tak terkondisikan (UCS = Unconditioned Stimulus) yang
menghasilkan sebuah respon yang tak terkondisikan (UCR =
Unconditioned Response). Dalam teori pengondisian klasik Pavlov
melakukan percobaan respon anjing terhadap makanan dan bel. Terdapat
dua jenis respond dan dua jenis stimulus yang harus dipahami, yaitu:
stimulus yang tidak terkondisi (Unconditioned Stimulus-UCS), respon yang
tidak terkondisi (Unconditioned Response-UCR), stimulus yang terkondisi
(Conditioned Stimulus-CS), dan respon yang terkondisi (Conditioned
Respon-CR).
UCS atau stimulus yang tidak terkondisi merupakan stimulus yang
ada secara otomatis tanpa pembelajaran terlebih dahulu. UCR atau respon
yang tidak terkondisi juga datang secara otomatis sebagai respon dari UCS.
Stimulus terkondisi atau CS datang dari stimulus netral yang diasosiasikan
dengan stimulus tidak terkondisi sehingga menghasilkan respon yang
terkondisi (Ormrod, Jeanne Ellis 2012).

Gambar 1. Pengkondisian Klasik Pavlov

Berdasarkan eksperimen yang dilakukan kepada anjing, Pavlov


membagi eksperimennya menjadi empat bagian (Ormrod, Jeanne Ellis
2012: 426).
a. Rangsangan tak bersyarat – perangsang alami- perangsang wajar-
Unconditioned Stimulus (US); yaitu perangsang yang memang secara
alami, secara wajar, pada menumbuhkan respon pada organisme,
misalnya makanan yang menimbulkan air liur pada anjing.
b. Rangsangan bersyarat- perangsang tidak wajar- perangsang tidak alami-
Conditioned Stimulus (CS) yaitu perangsang yang secara alami, tidak
menimbulkan respon, misalnya bunyi bel, melihat piring, mendengar
langkah orang yang biasa memberi makan.
c. Respon tak bersyarat- respon alami- respon wajar- Unconditioned
Response (UR) yaitu respons yang ditimbulkan oleh perangsang tak
bersyarat Unconditioned Stimulus (US).
d. Respon bersyarat-respon tak wajar- Conditioned Response (CR) yaitu
response yang ditimbulkan oleh perangsang bersyarat (Conditioned
Response- CR)
Dari percobaan yang dilakukan oleh Pavlov (Muchlis Sholichin,
2006: 27) ini memunculkan dua hukum, yaitu :
a. Law of respondent conditioning (hukum pembiasaan yang dituntut).
Dalam artian, jika dua macam stimulus dihadirkan secara
bersamaan atau serentak (salah satunya berfungsi sebagai reinforcer)
maka reflek ketiga yang terbentuk dari respon atas penguatan refleks
dan stimulus lainnya akan meningkat.
b. Law of respondent extinction (hukum pemusnahan yang dituntut), yaitu
jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer maka kekuatannya
akan menurun.

2. Edward Lee Thorndike (1874 – 1949)


Edward Lee Thorndike terkenal dalam psikologi untuk karyanya
pada teori yang mengarah pada pengembangan "pengkondisian operan".
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respons. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui
alat indera. Adapun respons adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik
ketika belajar yang dapat berupa pikiran, perasaan, dan gerakan atau
tindakan. Jadi, perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat
berwujud konkret yaitu yang dapat diamati, sedangkan tidak konkret yaitu
yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara
mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini
disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin 2000).
Thorndike bereksperimen dengan kucing yang dimasukkan
kedalam sebuah kurungan dan diluarnya disiapkan sebuah makanan.
Dalam penelitiannya digunakan satu kotak teka teki berpalang sandungan
atau mekanisme lain yang bisa membuat binatang percobaan lepas. Kalau
pengurungan itu dilakukan berkali-kali, maka perilaku yang tidak ada
hubungannya dengan lepas dari kurungan berkurang. Dengan
demikian, waktu yang diperlukan untuk lepas menjadi lebih pendek.
Berdasarkan penelitiannya tersebut Thorndike berkesimpulan bahwa
respon lepas dari kurungan itu lambat laun diasosiasikan dengan situasi
stimulus dalam belajar coba-coba yang dikenal dengan istilah trial and
error (Sukardjo, M. & Ukim Komarudin. 2012: 46).
Selain teori pembelajaran tersebut dalam Sumadi Suryabrata (2004:
250) yang menyatakan bahwa Thorndike juga menemukan hukum-hukum
pokok dalam belajar yaitu :
a. Hukum kesiapan (Law of readiness) menyatakan bahwa keadaan-
keadaan dimana pelajar cenderung untuk mendapatkan kepuasan atau
ketidakpuasan, menerima ataupun menolak sesuatu.
b. Hukum latihan (Law of exercise) ada dua hal penting yaitu :
1) Law of use menyatakan bahwa hubungan akan menjadi lebih kuat
jikalau ada latihan.
2) Law of disuses menyatakan bahwa hubungan akan menjadi lemah
jikalau latihan dihentikan.
c. Hukum akibat (Law of effect) menyatakan bahwa hubungan antara
stimulus dan respon cenderung diperkuat apabila akibatnya
menyenangkan dan cenderung diperlemah apabila akhirnya tidak
memuaskan.
Selain hukum pokok, Thorndike juga mengemukakan lima hukum
minor (subsider) sebagai berikut :
a. Hukurm reaksi bervariasi menyatakan agar suatu respons berhasil
ditangkap, maka respon itu harus benar-benar terjadi.
b. Hukum sikap menyatakan bahwa keadaan kognitif, emosi, social serta
psikomotornya juga menentukan perilaku siswa dan bukan hanya
pengaruh stimulus dan responnya saja.
c. Hukum aktivitas sebagian menyatakan Pelajar atau organisme dapat
bereaksi secara selektif terhadap kemungkinan kemungkinan yang ada
dalam situasi tertentu.
d. Hukum persamaan jawaban menyatakan Semua respon-respon selalu
dapat diterangkan jika pernah dikenalnya, dengan kecenderungan asli
untuk segera merespon.
e. Hukum perpindahan asosiasi yaitu proses peralihan suatu situasi yang
telah dikenal ke situasi yang belum dikenal secara bertahap, dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit unsur-unsur (elemen) baru dan
membuang unsur-unsur lama sedikit demi sedikit sekali sehingga unsur
baru dapat dikenal dengan mudah oleh individu.
Thorndike dalam perjalanan penyampain teorinya selain
menambahkan hukum-hukum baru juga mengumukakan revisi hukum
belajar sebagai berikut :
a. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak
cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa
pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
b. Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat
positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan
hukuman tidak berakibat apa-apa.
c. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan,
tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
d. Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun
pada individu lain.

3. John Broadus Watson (1878-1958)


John Broadus Watson adalah orang pertama di Amerika yang
mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Ivan Pavlov.
Teori Watson merupakan sebuah proses interaksi antara stimulus dan
respons, namun stimulus dan respons yang di maksud harus berbentuk
tingkah laku yang dapat di amati (observabel) dan dapat di ukur. Dengan
kata lain Teori Belajar Watson mengakui adanya perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses belajar. Namun ia menganggap
hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu di perhitungkan. Oleh karena hal
tersebut tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau
belum, dan karena hal tersebut tidak dapat diam (Asfar, 2019).
Watson mengadakan eksperimen tentang perasaan takut pada anak
dengan menggunakan hewan-hewan berbulu. Penelitian itu dikenal dengan
“The Little Albert”. Dari percobaan tersebut Watson percaya bahwa
manusia di lahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi emosional seperti
cinta, kebencian, dan kemarahan.
Gambar 2. Eksperimen “The Little Albert”
Teori belajar Watson disebut juga teori kontiguitas, yang
menganggap faktor terbentuknya S-R cukup dengan kontingu saja. Bila
suatu S kontigue atau dibuat ada bersama dengan tingkah laku tertentu R,
maka akan terbentuk hubungan dalam urat saraf. Dalam teori ini berlaku
hukum ulangan atau latihan dalam belajar. Namun, teori ini tidak
memperhatikan efek atau pengaruh variabel yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan, sehingga dikategorikan teori belajar sederhana (M.
Thobroni, 2015: 63).
Pemikiran Watson (Collin, dkk: 2012) dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 3. Pemikiran Watson

4. Burrhus Frederic Skinner (1904 -1990)


Burrhus Frederic Skinner mengemukakan teori operant
conditioning dimana teori pembiasaan perilaku responsnya merupakan
teori belajar yang paling muda dan masih sangat berpengaruh dikalangan
psikologi belajar masa kin. Karya tulis terbarunya berjudun About
Behaviorism mennjelaskan bahwa tingkah laku terbentuk oleh konsekuensi
yang dittembulkan oleh tingkah laku sendiri (Djamarah, 2011 :25)
Skinner (dalam Asfar, 2019) mengemukakan bahwa hubungan
antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku yang
tidak sederhana. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-
konsekuensi.
Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku
sebagai hubungan antara perangsang dan respons. Akan tetapi, berbeda
dengan kedua tokoh tersebut, Skinner (dalam Suryabrata 2013: 271)
membedakan dua macam respon sebagai berikut :
a. Respondent response (reflexive response) yaitu respon yang
ditimbulkan oleh perangsang tertentu. Misalnya, makanan menimbulkan
keluarnya air liur, pada umumnya perangsang seperti itu mendahului
respon yang ditimbulkan.
b. Operant response (instrumental response) yaitu respon yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsanya yang
demikian itu disebut reinforcing stimuli atau renforcer, karena
perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan
organisme.
Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan
dan bebas. Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :

Gambar 4. Eksperimen Box Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan Skinner (dalam Mahmudi, 2016:


432) menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi
dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan
musnah.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung
merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar
adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui
ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner
membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan
penguatan negatif. Bentuk-bentuk penguatan positif berupa hadiah,
perilaku, atau penghargaan. Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain
menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan
atau menunjukkan perilaku tidak senang (Elvia Baby Shahbana, dkk.,
2020: 28).
Skinner (Muhammad Mahmudi, 2016:432) memandang reward
(hadiah) atau reinforcement (penguatan) sebagai unsur yang paling
penting dalam proses belajar. Kita cenderung untuk belajar suatu respons
jika diikuti oleh reinforcement (penguat). Skinner lebih memilih istilah
reinforcement dari pada reward, ini dikarenakan reward diinterpretasikan
sebagai tingkah laku subjektif yang dihubungkan dengan kesenangan,
sedangkan reinforcement adalah istilah yang netral. Penemuan Skinner
memusatkan hubungan tingkah laku dengan konsekuen.
Adapun prosedur pembentukan tingkah laku dalam Operant
Conditioning adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi hal-hal yang merupakan reinforcer (hadiah) bagi
tingkah laku yang akan dibentuk.
b. Menganalisis dan mengidentifikasi komponen kecil yang membentuk
tingkah laku, kemudian komponen tersebut disusun dalam urutan yang
tepat menuju pembentukan tingkah laku yang diharapkan.
c. Urutan komponen tersebut sebagai tujuan sementara, dengan
mengidentifikasi reinfocer (hadiah) untuk masing-masing komponen
itu.
d. Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan
komponen yang telah disusun (Djaali, 2014: 89).

5. Albert Bandura (1925-2021)


Albert Bandura adalah seorang psikolog yang membidangi dua
mazhab sekaligus, yakni kognitivisme dan behaviorisme. Lahir 4
Desember 1925, di Mundare, sebuah kota kecil bagian selatan Alberta,
Kanada. Ia memperoleh gelar sarjana muda di bidang psikologi di
University of British of Columbia tahun 1949. Kemudian dia melanjutkan
ke University of Iowa, tempat di mana dia meraih gelar Ph.D tahun 1952.
Pada tahun 1953, Ia mengajar di Standford University. Di sini kemudian
bekerja sama dengan salah seorang anak didiknya, Richard Walters.
Buku pertama hasil kerja sama mereka berjudul Adolescent Aggression
yang terbit tahun 1959. Di University of Stanforditulah dia menjadi sangat
berpengaruh dalam tradisi behavioris dan teori pembelajaran. Hingga
pucaknya, Bandura pernah menjadi presiden APA (American
Psicological Association) tahun 1973, serta menerima APA Award atas
jasanya dalam DistinguishedScientific Contributions tahun 1980.
Jika Thorndike dan Skinner melakukan percobaan pada hewan,
namun lain halnya dengan Bandura, percobaan Bandura dengan
menggunakan siswa secara langsung. Eksperimen yang sangat terkenal
adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak–anak meniru
seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.

Gambar 5. Eksperimen Bobo Doll

Penelitian yang dilakukan Bandura mengenai boneka Bobo


merupakan demonstrasi dari belajar observasional dan ditunjukkan
bahwa anak cenderung terlibat dalam perlakuan yang bengis terhadap
boneka setelah melihat orang dewasa di televisi melakukan hal
tersebut pada boneka yang sama. Dalam teorinya, Albert Bandura
menekankan dua hal penting yang dianggapnya sangat berpengaruh
terhadap perilaku manusia, yaitu: pembelajaran observasional (modeling)
yang lebih dikenal dengan teori pembelajaran sosial (social learning
theory) dan regulasi diri (personality psichology).
Menurut Bandura (Yanuardianto, 2019) ada empat proses yang
penting agar pembelajaran observasional (modeling) dapat terjadi yaitu :
a. Perhatian (attention process). Sebelum meniru orang lain, perhatian
harus dicurahkan ke orang itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi
pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif dan arti penting
tingkah laku yang diamati bagi si pengamat.
b. Representasi (representation process). Tingkah laku yang akan ditiru,
hartus disimbolisasikan dalam ingatan.Baik dalam bentuk verbal
maupun dalam bentuk gambaran/imajinasi.
c. Peniruan tingkah laku model (behavior production process). Sesudah
mengamati dengan penuh perhatian dan memasukkannya ke dalam
ingatan, orang lalu bertingkah laku. Mengubah gambaran pikiran
menjadi tingkah laku menimbuhkan kebutuhan evaluasi.
d. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process).
Belajar melalui pengamatan menjadi efektif kalau pembelajaran
memiliki motivasi yang tinggi unutk dapat melakukan tingkah laku
modelnya.
Regulasi diri atau kemampuan mengontrol perilaku sendiri ialah
salah satu dari sekian penggerak utama kepribadian manusia.
Selanjutnya, Bandura mengajukan tiga tahapan yang terjadi dalam proses
regulasi. Pertama, pengamatan diri, yakni melihat diri sendiri beserta
perilakunya serta terus mengawasi. Kedua, penilaian, yakni
membandingkan apa yang dilihat pada diri dan perilaku dengan standar
ukuran tertentu. Ketiga, respons diri, yakni proses memberi imbalan pada
diri sendiri setelah berhasil melakukan penilaian sebagai respons
terhadap diri sendiri. Bagi mereka yang memiliki konsep diri yang buruk,
Bandura memberikan saran untuk memperbaikinya, yakni dengan cara:
pengamatan diri, memperhatikan standar ukuran dan memperhatikan
respon diri.
C. Penerapan Teori Behavioristik di Sekolah
1. Impelementasi Teori Behaviorisme Ivan Pavlov dalam Membentuk
Pola Islami Pelajar di Bengkulu
Merupakan penelitian yang dilakukan oleh Pasmah Chandra dan Ahmad Saufiqi
dengan subjek penelitian siswa kelas X SMK PUTRA NUSANTARA 4 Bengkulu
Tengah. Dari hasil observasi awal diketahui bahwa siswa-siswa SMK PUTRA
NUSANTARA 4 Bengkulu Tengah terdiri dari berbagai latar belakang yang
berbeda. Pada umumnya keadaan perilaku mereka bisa dikatakan cukup baik. Hal
tersebut dibuktikan dengan sedikitnya siswa yang melakukan pelanggaran-
pelanggaran di sekolah, dan masih dalam batas kewajaran. Dalam penanganan
siswa yang bermasalah baik guru maupun kepala sekolah tidak hanya dengan
pemberian hukuan saja, tetapi juga melalui pembinaan dan pembiasaan secara
khusus kepada siswa yang bersangkutan dengan kerjasama yang dilakukan oleh
guru, wali kelas, tatib serta BK. Hal ini diharapkan mampu merubah sikap atau
perilaku negatif pada diri siswa untuk menjadi lebih baik. Karena perilaku Islami
atau akhlak sangat penting bagi kehidupan manusia, SMK PUTRA
NUSANTARA 4 Bengkulu Tengah yang memiliki siswa dengan perilaku
beragam berusaha untuk memberikan pembiasaan yang akan membuat siswa
memiliki perilaku Islami dan menuju suatu perilaku yang positif dan
meninggalkan perilaku yang buruk. Dalam pembinaan perilaku siswa di SMK
PUTRA NUSANTARA 4 Bengkulu Tengah diteliti bagaimana perilaku Islami
siswa dengan menggunakan teori Behaviorisme Ivan P.Pavlov. Selanjutnya
penerapan Teori Behaviorisme Ivan P. Pavlov terhadap perilaku islami siswa di
kelas X di SMK PUTRA NUSANTARA 4 Bengkulu Tengah sudah bisa dilihat
melalui perilaku-perilaku yang ditunjukkan dalam keseharian mereka di sekolah.
Seperti, siswa perempuan sudah berhijab,tadarusan sebelum pembelajaran
dimulai, dan percaya diri dalam proses pembelajaran maupun kegiatan lainnya.
Sumber : https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/nuansa/article/view/8083

2. Analisis Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif Tipe College Bowl


Terhadap Aktivitas Belajar Sosiologi
Penelitian yang dilakukan oleh Yanti Sri Wahyuni, dkk dilatarbelakangi
oleh rendahnya aktivitas pembelajaran sosiologi siswa kelas XI SMAN 1
Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan. Hal ini ditunjukkan dari proses
pembelajaran, pendidik yang sama dan kelas yang berbeda. Strategi yang
digunakan kurang menarik dan keaktivan peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran rendah. Pada penelitian ini penulis mengaitkan teori Watson
yang cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir, untuk itu agar interaksi
dan pribadi siswa menjadi baik guru memberikan stimulus kepada siswa
agar lebih aktif dan kritis dalam proses pembelajaran sosiologi dengan
strategi pembelajaran aktif tipe College Bowl. Stimulus yang digunakan
berupa motivasi, nilai tambahan beserta poin-poin kepada masing-masing
kelompok dan juga nilai individu jika peserta didiknya lebih aktif dan
antusias dalam mengikuti proses pembelajaran sosiologi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan dalam 3x pertemuan diperoleh hasil bahwa
aktifitas siswa dalam proses pembelajaran sosiologi lebih baik pada
kelas XI IPS3 SMAN 1 Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan. Hal ini
dapat terlihat dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dari pertemuan
pertama, pertemuan kedua dan pertemuan ketiga ada peningkatan secara
persentase dengan menggunakan stategi pembelajaran aktif tipe College
Bowl terhadap aktivitas belajar sosiologi siswa.
Sumber :https://www.jptam.org/index.php/jptam/article/view/511/449

3. Implementasi Teori Behaviorisme dalam Membentuk Disiplin Siswa


SDN Cipinang Besar Utara 04 Petang Jatinegara Jakarta Timur
Penelitian ini dilakukan oleh Sugi Harni dan Indina Tarjiah dengan subjek
penelitian yaitu siswa SDN Cipinang Besar Utara 04 Petang Jatinegara
Jakarta Timur. Penelitian awal diketahui bahwa banyak peserta didik yang
tidak memakai dasi atau atribut lengkap, beberapa peserta didik
mengeluarkan baju sehingga terlihat tidak rapi, dalam 1 minggu didapatkan
23 peserta didik membolos dan 19 peserta didik terlambat masuk sekolah.
Selanjutnya dengan mengimplementasikan teori behaviorisme dalam
membentuk disiplin siswa yang diperoleh dengan menggabungkan dua
teori B.F Skinner operant conditioning (pemberian penguatan baik positif
maupun negatif) dan teori dari Albert Bandura proses mengamati dan
meniru dapat mempengaruhi perilaku seseorang selama 3 bulan,
menunjukkan perubahan perilaku peserta didik yang semula bertindak
kurang disiplin menjadi lebih disiplin.
Sumber : https://journals.ums.ac.id/index.php/ppd/article/view/6458/4272
BAB III
KESIMPULAN

Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang meyakini


bahwa untuk mengkaji perilaku individu harus dilakukan terhadap setiap aktivitas
individu yang dapat diamati, bukan pada peristiwa hipotetis yang terjadi dalam
diri individu. Terdapat beberapa tokoh yang mendalami teori belajar dan
perkembangan dengan mahzab behaviorisme yaitu :
1. Ivan Pavlov - pengkondisian klasiknya.
Terdapat dua hukum pada teori ini yaitu Law of respondent conditioning
(hukum pembiasaan yang dituntut) dan Law of respondent extinction (hukum
pemusnahan yang dituntut).
2. Edward Lee Thorndike - pengkondisian operan.
Memunculkan hukum-hukum pokok dalam belajar yaitu hukum kesiapan (Law
of readiness), hukum latihan (Law of exercise) dan hukum akibat (Law of
effect).
3. John Broadus Watson - sarbon
Teori belajar Watson menganggap faktor terbentuknya S-R cukup dengan
kontingu saja.
4. Burrhus Frederic Skinner - operant conditioning
Menghasilkan hukum belajar yaitu Law of operant conditining dan Law of
operant extinction.
5. Albert Bandura – kognitif sosial
Menekankan dua hal penting yang dianggapnya sangat berpengaruh terhadap
perilaku manusia, yaitu: pembelajaran observasional (modeling) yang lebih
dikenal dengan teori pembelajaran sosial (social learning theory) dan regulasi
diri (personality psichology).
DAFTAR PUSTAKA

Asfar, A.M.Irfan Taufan., Asfar, A.M.Iqbal Akbar., Halamury, Mercy F. (2019).


Teori Behaviorisme. Diunduh pada tanggal 12 Februari 2023 dari
https://www.researchgate.net/publication/331233871_TEORI_BEHAVI
ORISME_Theory_of_Behaviorism
Collin, C., dkk.. (2012). The Psychology Book. Dorling Kindersley Limited.
Djaali. (2014). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Fitriah, Maliatu, dkk. (2021). Pengembangan Desain Pembelajaran Online Mata
Pelajran PKN Kelas XI pada Masa Pandemi Covid-19 di SMK Permata
2 Kota Bogor. Bandung : Widina Bhakti Persada.
Kusmintardjo. Mantja, W. (2011). Landasan-Landasan Pendidikan dan
Pembelajaran. Program Studi Doktor Manajemen Pendidikan,
Universitas Negeri Malang.
Mahmudi, Muhammad. (2016). Penerapan Teori Behavioristik Dalam
Pembelajaran Bahasa Arab (Kajian Terhadap Pemikiran Bf. Skinner).
Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab II
Ormrod, Jeanne Ellis. (2012). Psikologi Pendidikan . United States of America :
Pearson Education.
Rakhmat, Jalaluddin. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Schunk, Dale H. (2012). Learning Theories an Educational Perspective.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sholichin, Muchlis S. (2006). Buku Ajar Psikologi Belajar PAI. Pamekasan:
STAIN Pamekasan Pres.
Slavin RE. (2000). Educational Psychology: Theory and Practice. Allyn &
Bacon, Boston.
Sukardjo, M. & Ukim Komarudin. (2012). Landasan Pendidikan Konsep
dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Suryabrata, Sumadi. (2013). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Syah, Muhibbin. (2008). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Shahbana, Elvia Baby., Farizqi, Fiqh Kautsar., Satria, Rachmat. (2020).
Implementasi Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran. Jurnal
Serunai Administrasi Pendidikan. 9(1). 24-33.
Thobroni,M. (2015). Belajar & Pembelajaran: Teori dan Praktek. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Uno, Hamzah B. (2016) Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta :
PT. Bumi Aksara
Yanuardianto, Elga. (2019). Teori Kognitif Sosial Albert Bandura (Studi Kritis
dalam Menjawab Problem Pembelajaran di MI). Jurnal Auladuna
Vol.01.No.02.
Yaumi, Muhammad. (2013). Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group

Anda mungkin juga menyukai