Disusun Oleh :
1. Dwi Lasni (22112259011)
2. Ita Tri Lestari (22112259017)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pedagogi untuk Seluruh Anak-Pendekatan
Pembelajaran dalam Pendidikan Akademik, Moral dan Karakter”.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, kami menerima saran dan kritik
dari pembaca agar dapat memperbaikinya.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gejolak zaman yang kian laju dan kompleks harus dapat ditimpali
dengan lajunya kualitas pembelajaran. Pembelajaran tidak hanya dilihat
sebagai rutinitas, namun dampak-dampak apa yang dirasakan peserta didik
saat menjalani proses pembelajaran, baik berjangka pendek, menengah
maupun panjang. Agar keberdampakan menjadi maksimal, pembelajaran
haruslah ditangani oleh pendidik-pendidik yang kompeten (Asmarani, 2014;
Hakim, 2015; Manu & Manu, 2017). Pendidik yang dengan berbagai set
keterampilan dapat meningkatkan efisiensi untuk pembelajaran yang
berkualitas. Selalu mengutamakan inovasi, tidak terkungkung dalam
pengalaman belajar konvensional. Mencuplik pengalaman belajar
sebelumnya dan sekarang untuk mengembangkan pembelajaran yang
visioner, beriringan dengan kebutuhan zaman yang ditekankan Ummah,
Aunillah, & Kurniawan (2013) hanya dapat dilakukan oleh pendidik yang
bertaraf atau kompetensinya dapat terukur secara baik.
Kompetensi merupakan kemampuan, kecakapan, keterampilan, dan
pengetahuan seseorang di bidang tertentu. Jadi kata kompetensi ditakrifkan
sebagai kecakapan untuk melakukan suatu tugas atau suatu keterampilan dan
kecakapan yang dilimitasikan atau terstandarisasi pemerintah, baik berupa
kegiatan, perilaku, maupun hasil yang ditampilkan dalam proses
pembelajaran (Musfah, 2011; Ismail, 2010; Suyanto & Djihad, 2012).
Kompetensi juga mengarah kepada totalitas pendidik untuk beradaptasi
dalam lingkungan kerja, menjalankan tugas dengan kemampuan terbaiknya
(Musfah, 2011) dan sesuai asas dan etika yang berlaku dan ditetapkan
sebagai standar nasional dalam proses dan pengembangannya secara
universal. Keterampilan dan kecakapan yang ajeg menjadi preskriptif yang
harus disanggupi pendidik saat menjalankan tugasnya (sambil
pengembangan). Pendidik berperan laksana fasilitator, mediator, konselor,
2
eksplanator, konfirmator, motivator, inspirator, dan inovator selama kegiatan
pembelajaran serta benar-benar mengoptimalisasi peserta didik atas talenta
yang dimiliki.
Pendidik yang kompeten sebagai tonggak utama mereformasi proses
pembelajaran yang berkualitas dan bermakna seperti dari teachercentered ke
student-centered. Untuk itu, pendidik harus insaf bahwa manusia adalah
sosok yang peka terhadap perubahan dan perkembangan serta membuka diri
agar terus berkembang menjadi individu yang kompeten dalam profesinya
(Suyanto & Djihad, 2012). Menginvestasikan pendidik yang kompeten dalam
proses pembelajaran sangatlah esensial, pendidik yang kompeten dapat
mengiringi peserta didik pada proses pembelajaran ideal, yang menekankan
pengembangan potensi yang dimiliki peserta didik dalam skema holisitik
(kognitif, afektif, maupun psikomotor), seperti dalam mandat undang-
undang. Inisiatifnya tinggi untuk proaktif mengembangkan kompetensinya
secara periodik guna menopang capaian kompetensi lulusan pada satuan
pendidikan (Indrawati, 2006; Kurniawan, Faisal, Murniati, Nyoman, &
Khoiri, 2011).
Kinerja yang baik dan progresif selalu ditampilkan oleh pendidik-
pendidik yang berkompeten (Wahyudi, 2010; Barinto, 2012; Saragih, 2013).
Pendidik harus berwatak hangat dan ramah, sosialis dan humanis, memiliki
visi yang jelas serta berkomitmen untuk belajar sepanjang hayat,
mengeksekusi dengan cermat apa pun yang direncanakan. Urusan
manajemen dilakukan secara efektif, baik di dalam dalam di luar kelas.
Keahliannya saat presentasi materi pelajaran dapat mencuri perhatian peserta
didik. Ia mampu memotivasi peserta didik (Bhargava & Pathy, 2011;
Suyanto & Djihad, 2012) sehingga tidak adanya kepasakan, kepekatan,
kelelahan, dan kemalasan berarti selama kegiatan pembelajaran. Pendidik
yang efektif di kelas akan menjamin kompetensi dirinya dan positifnya hasil
belajar (Brundrett & Silcock, 2002; Nadeem, Rana, Lone, Maqbool, Naz, &
Ali, 2011; Hamilton-Ekeke, 2013; Ahmad & Jinggan, 2015).
3
B. Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pendidik dan hakikat pendidik?
2. Bagaimana peserta didik dan hakikat peserta didik?
3. Apa itu pedagogi, kompetensi pedagogik pendidik?
4. Bagaimana pedagodi untuk seluruh anak?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini, adalah:
1. Menjelaskan pendidik dan hakikat pendidik.
2. Menjelaskan peserta didik dan hakikah peserta didik.
3. Mengetahui pedagogi dan kompetensi pedagogi pendidik
4. Menjelaskan pedagogi untuk seluruh anak
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
luas dapat dikatakan bahwa pendidik adalah semua orang atau siapa saja
yang berusaha dan memberikan pengaruh terhadap pembinaan orang lain
(peserta didik) agar tumbuh dan berkembang potensinya menuju
kesempurnaan. Menurut Wiji Suwarno menjelaskan bahwa pendidik
adalah orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain (peserta
didik) untuk mencapai tingkat kesempurnaan (kemanusiaan) yang lebih
tinggi.
Sedangkan secara umum, pendidik adalah semua orang yang
bertanggung jawab mengembangkan dan membina peserta didik dalam
segala aspeknya baik kognitif, psikomotorik, afektif, mental serta
spritualnya. Definisi ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan
pendidik tidak terbatas pada guru yang ada di sekolah namun juga
mencakup orang tua dan semua orang dewasa yang bertanggung jawab
untuk membina dan mengembangkan generasi muda, seperti dosen,
konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor instruktur, fasilitator, dan
istilah lainnya.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidik
adalah orang memelihara merawat, memberi ilmu baik ilmu pengetahuan
maupun keterampilan sebagai bentuk tanggung jawab atas peserta didik
atas perkembangan rasa, cipta dan karsa nya baik di lingkungan keluarga,
masyarakat, maupun di sekolah.
6
peserta didik, agar di kemudian hari peserta didik yang bersangkutan
bisa menerapkan ilmu yang didapatkannya di kehidupan sehari-hari.
b. Mendidik Peserta Didik
Tugas berikutnya bagi pendidik adalah mendidik peserta
didiknya. Seorang pendidik wajib memberikan teladan kepada sang
murid untuk mengubah tingkah laku dan karakter, agar menjadi lebih
baik. Nantinya dampak positif yang timbul adalah pola pergaulan dari
sang peserta didik sendiri yang dapat membedakan mana yang baik dan
buruk untuk dirinya.
c. Memberikan Bimbingan dan Pengarahan pada Peserta Didik
Tugas pendidik yang lainnya adalah memberikan bimbingan dan
arahan kepada peserta didik. Bimbingan dan arahan ini diharapkan
mengembangkan kemampuan motorik maupun kemampuan lain yang
dimiliki seorang anak didik. Bimbingan dan arahan ini bisa dilakukan
dalam beragam bentuk, diantaranya memberikan tugas kepada anak
didik dengan terlebih dahulu menekankan apa yang harus dikerjakan.
Memberikan pembenaran atau revisi apabila anak didik melakukan
kesalahan pada tugas yang diberikan.
d. Memberikan Penilaian
Pendidik memiliki kewajiban memberikan penilaian kepada
anak didik, secara langsung maupun tidak langsung untuk membantu
sang anak memahami kesalahan dan kekurangan yang dimiliki, untuk
kemudian merubahnya menuju kearah yang lebih positif.
e. Memberikan Dorongan Moral dan Mental
Pendidik memiliki tugas dan kewajiban untuk memberikan
dorongan moral maupun mental kepada anak didiknya agar sang anak
didik mampu menghadapi segala jenis permasalahan yang terjadi dalam
hidupnya selama mengenyam pendidikan formal maupun non formal.
Ki Hadjar Dewantara (Rafael, S.P, 2022: 10) menjelaskan bahwa
tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak,
agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
7
tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Peran pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan
dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Peranan pendidik
dalam komunitas dan dalam pendidikan, bukan sekedar sebagai
pembimbing pengetahuan yang baik, melainkan juga sebagai teladan
keutamaan dalam perbuatan yang baik. Mendidik bukanlah suatu profesi
yang bisa dijual, melainkan suatu peranan yang ditampilkan secara penuh
dan sempurna. Karena itulah, persyaratan moral merupakan sesuatu yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk diangkat sebagai pendidik.
3. Kompetensi Pendidik
Guru profesional sebagaimana diamanatkan dalam Undang- undang No
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 adalah pendidik yang memiliki
tugas utama yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Berkaitan
dengan hal tersebut, guru diharapkan mampu melaksanakan tugas keprofesian
sebagai pendidik yang memesona, yang dilandasi sikap cinta tanah air,
berwibawa, tegas, disiplin, penuh panggilan jiwa, samapta, disertai dengan jiwa
kesepenuh hatian dan kemurahhatian. Untuk melandasi tugas utama dan tugas
keprofesian guru tersebut, Undang-undang Guru dan Dosen tahun 2005 pasal 8
telah menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Selanjutnya dalam pasal 10 Undang-undang Guru dan Dosen tahun 2005
menyebutkan bahwa kompetensi guru meliputi :
a. Kompetensi kepribadian
Kompetensi guru yang pertama adalah kompetensi kepribadian.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang dapat
mencerminkan kepribadian seseorang yang dewasa, arif dan
8
berwibawa, mantap, stabil, berakhlak mulia, serta dapat menjadi
teladan yang baik bagi peserta didik.
b. Kompetensi pedagogik,
Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam
memahami peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
pengembangan peserta didik, dan evaluasi hasil belajar peserta didik
untuk mengaktualisasi potensi yang mereka miliki.
c. Kompetensi sosial
Kompetensi guru selanjutnya adalah kompetensi sosial. Kompetensi
sosial yaitu kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru untuk
berkomunikasi dan bergaul dengan tenaga kependidikan, peserta didik,
orang tua peserta didik, dan masyarakat di sekitar sekolah.
d. Kompetensi profesional
Kompetensi guru yang terakhir adalah kompetensi profesional.
Kompetensi profesional yaitu penguasaan terhadap materi
pembelajaran dengan lebih luas dan mendalam. Mencakup penguasaan
terhadap materi kurikulum mata pelajaran dan substansi ilmu yang
menaungi materi pembelajaran dan menguasai struktur serta
metodologi keilmuannya.
9
mempunyai kepribadian dengan ciri-ciri yang khas yang sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada (Ramayulis dan
Syamsul Nizar: 169). Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan Eka
Prihatin (2011: 9) menjelaskan bahwa peserta didik membutuhkan
bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal
sesuai kemampuan fitrahnya masing-masing.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa peserta didik adalah obyek pendidikan yang mempunyai
karakteristik dan potensi yang berbeda-beda untuk dikembangkan melalui
proses pendidikan yang membutuhkan bimbingan dan pengarahan menuju
arah yang baik.
10
a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, mereka memiliki dua
sendiri sehingga dalam metode pengajaran tidak boleh disamakan
dengan orang dewasa. Orang dewasa tidak patut mengekssploitasi dunia
peserta didik, dengan mematuhi segala aturan dan keingininanya
sehingga peserta didik kehilangan dunianya.
b. Peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan
kebutuhan itu semaksimal mungkin. Kebutuhan peserta dasar ada lima
hierarki yang dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu kebutuhan
tahap dasar (basic needs) dan metakebutuhan (meta needs). Kebutuhan
tahap dasar meliputi kebutuhan fisik, rasa aman dan terjamin, cinta dan
ikut memiliki (sosial) dan harga diri. Sedangkan, metakebutuhan (meta
needs) meliputi apa saja yang terkandung dalam aktualisasi diri seperti
keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan, dan lain
sebagainya.
c. Peserta didik memiliki perbedaan, baik perbedaan yang disebabkan oleh
faktor endogen (fitrah) maupun eksogen (lingkungan) yang meliputi
segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat, dan lingkungan yang
mempengaruhinya. Pesrta didik dipandang sebagai kesatuan sistem
manusia. Sesuai dengan hakikat manusia, peserta didik sebagai
makhlukmonopluralis, maka pribadi peserta didik walaupun terdiri dari
dari banyak segi, merupakan satu kesatuan jiwa raga (cipta, rasa dan
karsa).
d. Peserta didik merupakan subjek dan objek dalam pendidikan yang dapat
aktif, kreatif, serta produktif. Setiap peserta didik memiliki aktivitas
sendiri (swadaya) dan kreatifitas sendiri (daya cipta), sehingga dalam
pendidikan tidak hanya memandang anak sebagai objek pasif yang
bisanya hanya menerima, mendengarkan saja.
e. Peserta didik mengikuti periode perkembangan tertentu dalam
mempunyai pola perkembangan serta temo dan iramanya. Implikasi
dalam pendidikan adalah bagaimana proses pendidikan itu dapat
disesuaikan dengan pola dan tempo, serta irama perkembangan peseta
11
didik. Kadar kemampuan peserta didik sangat ditentukan oleh usia dan
priode perkembangannya, karena usia itu bisa menentukan tingkat
pengetahuan, intelektual, emosi, bakat, minat peserta didik, baik dilihat
dari dimensi biologis, psikologis, maupun dedaktis.
12
a) Dari usia 2 tahun anak mulai menguji dirinya terhadap batas perilaku
yang dimilikinya, tidak semua perkembangan emosional dilakukan
melalui interaksi dan pemecahan masalah merupakan tantangan bagi
anak-anak. Pada usia ini anak mengekrpesikan diri dengan mengamuk
karena kata-kata sering gagal menyampaikan maksudnya.
b) Pada usia 3 tahun anak semakin terampil mengatur emosinya. Pada usia
ini kemandirian memungkinkan mereka mampu mengatur emosinya,
sehingga mereka mulai dapat menahan diri jika diingatkan orang tua
atau pengasuhnya.
c) Pada usia 4-6 tahun anak sudah mampu mengenali orang lain, mulai
menunjukkan rasa empati kepada orang lain, dan mulai memahami
ungkapan emosi orang lain.
d) Pada usia 7-12 tahun anak telah mampu melakukan regulasi diri yang
lebih variatif seperti menunjukkan sikap yang pantas dalam ekpresi
emosinya, lebih mampu menyembunyikan emosi-emosi yang dianggap
melanggar aturan sosial, dan lebih mampu menunjukkan emosi-emosi
yang membuat orang lain senang.
e) Remaja 12-18 tahun sejalan dengan perkembangan kognitifnya telah
mampu menerjemahkan situasi sosial yang tepat untuk
mengekspresikan emosi. Pada usia remaja semua emosi primer dan
sekunder telah muncul dengan pengaturan yang berbeda-beda.
Erik Erikson (Santrock, 2011: 74) melengkapi analisis
Bronfenbrenner tentang konteks soial dimana anak-anak hidup dan orang-
orang mempengaruhi perkembangan mereka, ia membagi tahap
perkembangan psikososial menjadi delapan yang meliputi a) masa bayi
(tahun pertama) kepercayaan bersus ketidakpercayaan, b) masa bayi (1-3
tahun) otonomi versus rasa malu dan keraguan, c) anak usia dini (tahun-
tahun prasekolah, 3-5 tahun) inisiatid versus rasa bersalah, d) masa kanak-
kanak tengah dan akhir (tahun sekolah dasar, 6 tahun-pubertas) industri
versus inverioritas, e) masa kerja (10-20 tahun) identitas versus
kebingungan identitas, f) awal masa dewasa (20an sampai 30an tahun)
13
keintiman versus sosial, g) dewasa pertengahan (40an sampai 50an)
generativitas melawan stagnasi, h) dewasa akhir (60 an dan seterusnya)
integritas versus keputusaasaan.
Tingkatan perkembangan moral pada manusia menurut Kohlberg
(dalam Sit Masganti, 2012: 152) yang pertama, prakonvensional
(preconventional) terjadi pada anak-anak prasekolah atau pelajar sekolah
dasar yang berusia 4-10 tahun. Pada tingkat ini, anak memperlihatkan
internalisasi nilai-nilai moral-penalaran moral dikendalikan oleh imbalan
(hadiah) dan hukuman eksternal. Tingkat kedua konvensional
(conventional), seseorang menaati moral didasarkan pada standar-standar
(internal) tertentu, tetapi mereka belum menaati standar-standar orang lain
(eksternal), seperti orangtua atau aturan-aturan masyarakat. Pada tingkat
ketiga pascakonvensional (postconventional), moralitas benar-benar
diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain.
Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-
pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.
14
a) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking
and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan
sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah.
b) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and
Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara
efektif dengan berbagai pihak.
c) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking
and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan
sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah.
d) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and
Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara
efektif dengan berbagai pihak.
e) Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation
Skills), mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk
menghasilkan berbagai terobosan yang inovatif.
f) Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and
Communications Technology Literacy), mampu memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan
aktivitas sehari-hari.
g) Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) , mampu
menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai
bagian dari pengembangan pribadi, dan h) Kemampuan informasi dan
literasi media (Information and Media Literacy Skills, mampu
memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk
menyampaikan beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas
kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak.
Disamping itu didefinisikan pula sejumlah aspek berbasis karakter
dan perilaku yang dibutuhkan manusia abad XXI, yaitu :
a) Leadership yaitu sikap dan kemampuan untuk menjadi pemimpin dan
menjadi yang terdepan dalam berinisiatif demi menghasilkan berbagai
terobosan-terobosan.
15
b) Personal Responsibility yaitu sikap bertanggung jawab terhadap seluruh
perbuatan yang dilakukan sebagai seorang individu mandiri; c. Ethics –
menghargai dan menjunjung tinggi pelaksanaan etika dalam
menjalankan kehidupan sosial bersama.
c) People Skills memiliki sejumlah keahlian dasar yang diperlukan untuk
menjalankan fungsi sebagai mahluk individu dan mahluk sosial.
d) Adaptability kemampuan beradaptasi dan beradopsi dengan berbagai
perubahan yang terjadi sejalan dengan dinamika kehidupan.
e) Self-Direction memiliki arah serta prinsip yang jelas dalam usahanya
untuk mencapai cita-cita sebagai seorang individu.
f) Accountability merupakan kondisi di mana seorang individu memiliki
alasan dan dasar yang jelas dalam setiap langkah dan tindakan yang
dilakukan.
g) Social Responsibility memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan
kehidupan maupun komunitas yang ada di sekitarnya.
h) Personal Productivity mampu meningkatkan kualitas kemanusiaannya
melalui berbagai aktivitas dan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari.
Banks (BSNP, 2010: 45) menambahkan bahwa selain keahlian dan
karakter tersebut, dibutuhkan pula kemampuan seorang individu untuk
menghadapi permasalahan-permasalahan sosial yang nyata berada di
hadapan mereka pada abad XXI, terutama terkait dengan a) global
awareness merupakan kemampuan melihat tren dan tanda-tanda jaman
terutama dalam kaitannya dengan akibat yang ditimbulkan oleh
globalisasi; b) Financial, economic, business and entrepreneurial literacy
merupakan keahlian dalam mengelola berbagai sumber daya untuk
meningkatkan kemandirian berusaha; c) Civic literacy merupakan
kemampuan dalam menjalankan peran sebagai warga negara dalam situasi
dan konteks yang beragam; dan d) Environmental awareness merupakan
kemauan dan keperdulian untuk menjaga kelestarian alam lingkungan
sekitar.
16
Keterampilan-keterampilan diatas sangat penting untuk
keberhasilan peserta didik dalam hidup. Emosi, keterampilan, pengalaman
dan pengetahuan merupakan kesatuan yang utuh yang perlu
dikembangakan oleh peserta didik dalam menghadapi tantangan abad 21.
Pendidikan sekolah berperan untuk mendukung dan memelihara peserta
didik untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut diatas
(Nucci Larry et.al 2014: 264)
C. Pedagogi
1. Pengertian Pedagogi
Pedagogi secara estimologis berasa dari bahasa Yunani, paedos
yang memiliki arti anak dan agoge yang memiliki arti mengantar atau
membimbing. Jadi pedagogi diartikan sebagai membimbing anak. Peran
untuk membimbing anak ini melakat pada tugas pendidik, baik itu orang
tua di rumah maupun guru di sekolah. Kata pedagogi dalam KBBI berarti
ilmu pendidikan atau ilmu pengajaran. Hal yang sama, kata pedagogi
dalam bahasa Inggris merujuk pada teori pengajaran, dimana guru
berusaha mengenal siswa, memahami bahan ajar dan menentukan cara
untuk mengajar.
Pedagogi menurut Prof. Dr.J. Hoogveld adalah ilmu yang
mempelajari masalah dalam membimbing anak ke arah tujuan tertentu
agar nantinya ia mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya
(Uyoh Sadulloh, dkk 2011: 2). Pendapat yang hampir sama dikemukkan
oleh Marselus R Payong (2011: 29) bahwa pedagogi adalah segala usaha
yang dilakukan oleh pendidik untuk membimbing anak muda menjadi
manusia yang dewasa dan matang. Pedagogi yang efektif menurut
Hiryanto (2017: 66) yaitu ilmu yang mempelajari strategi pembelajaran
yang mendukung kemampuan intelektual dan memiliki keterhubungan
dengan dunia yang lebih luas, mempelajari pengelolaan kelas yang
kondusif dan pengakuan atas perbedaan penerapan pada semua pelajaran.
17
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa pedagogi merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara
membimbing anak dalam konteks interaksi edukatif antara pendidik
dengan siswa dalam proses pembelajaran.
18
f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta
didik.
h. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
i. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran.
j. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
19
2) Class Meeting bertujuan untuk merencanakan kegiatan maupun
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kelas.
3) Cross-Age Buddies Program. Progam ini membantu membangun
hubungan kepedulian di seluruh sekolah. Kegiatan yang dapat
dilakukan bisa kegiatan akademik atau rekreasi. Dalam kegiatan ini
membantu peserta didik dalam mengambil tanggung jawab atas
peran mereka dalam membangun keterampilan interakasi yang
berharga.
4) Homeside Activities dirancang untuk merangsang keharmonisan
antar peserta didik dengan keluarga dan membangun hubungan
antara wali peserta didik dengan sekolah. Setiap kegiatan dimulai di
dalam kelas, berlanjut di rumah dan diakhiri di dalam kelas.
5) Schoolwide Community Building Activities, kegiatan ini membantu
menghubungkan antara peserta didik, orang tua, guru, dan orang
dewasa lainnya di sekolah. program ini membantu guru membangun
iklim kepedulian bagi siswa mereka. Mereka juga memberikan
kesempatan bagi siswa untuk mempelajari keterampilan sosial yang
berharga yang diperlukan untuk tumbuh dan berinteraksi satu sama
lain.
b. Pengajaran akademik terintegrasi dengan pembelajaran sosial dan etika.
Hal ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan keterampilan sosial mereka dalam konteks pekerjaan
akademik mereka. Ini memberikan alasan otentik untuk mengajar,
memperkuat, dan merefleksikan keterampilan sosial yang dibutuhkan
peserta didik untuk bekerja dalam kelompok, berpasangan, dan untuk
berbagi pemikiran mereka dalam pengaturan kelas secara keseluruhan.
Menuurut Brunn alam mengintegrasikan pembelaran sosial dan etika
dalam kurikulum dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu memastikan
pelajaran memiliki tujuan sosial dan akademik, menambahkan kerja
mitra dan kerja kelompok bila sesuai untuk kegiatan akademik dan
20
memasukan instruksi dan refleksi keterampilan sosial kedalam struktur
pelajaran.
c. Siswa termotivasi secara intrinsik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
pertama, peserta didik dapat diberikan kewenangan dalam memilih
buku bacaan sesuai dengan kesukaanya, melalui kegiatan team
building, classmeeting dan aktivitas lainnya dapat memberikan
kesempatan untuk saling berinteraksi dengan teman sekelas.
d. Situasi pembelajaran terorganisir agar peserta didik berpikir. Situasi ini
dapat dilakukan dengan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
(student center) dan disini guru berperan sebagai fasilitator. Fasilitator
disini bertugas untuk mendengarkan pemikiran-pemikiran peserta didik,
mengajukan pertanyaan terbuka, menggunakan struktur kooperatif,
menguatkan dan meluruskan pemikiran peserta didik, dan tidak
menghakimi pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh peserta
didik (Tobias Krettenaur 2014: 266-270)
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidik adalah orang memelihara merawat, memberi ilmu baik
ilmu pengetahuan maupun keterampilan sebagai bentuk tanggung jawab
atas peserta didik atas perkembangan rasa, cipta dan karsa nya baik di
lingkungan keluarga, masyarakat, maupun di sekolah. Pendidik memiliki
tugas untuk mengajar peserta didik, mendidik peserta didik, memberikan
bimbingan dan pengarahan pada peserta didik, memberikan penilaian dan
memberikan dorongan moral dan mental. Pendidik harus memiliki empat
kompetensi yang mendukung dalam pembelajaran yaitu kompetensi
profesional, pedagogik, sosial dan kepribadian.
Peserta didik adalah obyek pendidikan yang mempunyai
karakteristik dan potensi yang berbeda-beda untuk dikembangkan melalui
proses pendidikan yang membutuhkan bimbingan dan pengarahan menuju
arah yang baik. Masing-masing peserta didik memiliki kompetensi dan
kepribadian sendiri, sehingga antara peserta didik yang satu dengan yang
lainnya tidak dapat disamakan. Peserta didik dalam tahapan
perkembangannya juga berbeda-beda tergantung pada teori perkembangan
yang akan dikaji.
Pedagogi merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara
membimbing anak dalam konteks interaksi edukatif antara pendidik dengan
siswa dalam proses pembelajaran. Kompetensi pedagogi merupakan
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran bagi peserta didik yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk
mengekspresikan berbagai potensi yang dimiliki peserta didik. Untuk
mendukung perkembangan peserta didik baik kognitif, afektik maupun
psikomotor dapat dilakukan dengan mengintegrasikan pengembangan
akademik, moral dan karakter peserta didik dalam suatu proses
22
pembelajaran. Untuk itu prinsip inti dari pedagogi tergantung dalam
progam sekolah yang terdiri dari menciptakan komunitas belajar yang
peduli, aman dan mendukung, mengajaran akademik terintegrasi dengan
pembelajaran sosial dan etika, siswa termotivasi secara intrinsik dan situasi
pembelajaran terorganisir agar peserta didik berpikir.
B. Saran
Untuk mewujudkan pedagogi seluruh anak alangkah lebih baik
seorang guru harus memahami tugas dan perannya sebagai pendidik,
mengembangkan empat kompetensi yang dimilikinya, mengenal dan
memahami karakteristik dari peserta didik dan dapat mengintegrasikan
peembelajaran yang dapat mengembangkan akademik, moral dan karakter
dari peserta didik.
23
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Ahmad Tafsir (2002). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Departemen Pendidikan Nasional (2005). Undang-Undang Republik Indonesia,
Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Depdiknas RI : Jakarta.
Eka Prihatin (2011). Manajemen Peserta didik. Bandung: Alfabeta.
Maragustam (2010). Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Sunan Kalijaga.
Marselus R Payong (2011). Sertifikasi Profesi Guru. Jakarta Barat : PT.Indeks.
Meriyati (2015). Memahami Karakteristik Anak Didik. Bandar Lampung: Fakta
Press
Mulyasa (2012). Standart Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Raja
Rosdakarya.
Nucci Larry, et al. (2014). Handbook of Moral and Character Education Second
Edition. New York: Routledge.
Partnership for 21st Century Learning (2015). P21 Framework Definition.
Diunduh pada tanggal 07 November 2022 dari http://www.p21.org/our-
work/p21- framework/P21_Framework_Definitions_New_Logo-2015.pdf
Rafael, S.P. (2022). Progam Pendidikan Guru Penggerak Paket Modul 1
Paradigma dan Visi Guru Penggerak Modul 1.11 Refleksi Filosofi
Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara. Kementerian Pendidikan dan
kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Ramayulis dan Samsul Nizar. (2010). Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem
Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya. Jakarta: Kalam Mulia.
Ramli, M. (2015). Hakikat pendidik dan peserta didik. Tarbiyah Islamiyah: Jurnal
Ilmiah Pendidikan Agama Islam, 5(1).
Republik Indonesia. (2007). Permendiknas No.16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: Seketariat Negara
Santrock John W (2011). Educational Psychology. New York : McGrwa-Hill
24
Sit Masganti (2012). Perkembangan Peserta Didik. Medan: Perdana Publishing
Toto Suharto. (2011) Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz Media
Uyoh Sadulloh dkk (2011). Pedagogik ( Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta
W.J.S. Poerwadarminta (1991). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
25