Anda di halaman 1dari 23

PROJEK BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Teori belajar kognitif behavioristik

OLEH

KELOMPOK 6

1. MARIA ERSILA MALI(2101050010)

2. ADELINA MANES(2101050021)

3. ASNI YUNITA NESIMNASI (2101050002)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSACENDANA KUPANG

2121/2022
KOMPETENSI DASAR

1.1 Mendeskripsikan Konsep Teori Belajar Kognitif dan Behavioristik serta penggunaannya dal
am kelas.
1.2 Menjelaskan Penggabungan Teori Belajar Kognitif dan Teori Belajar Behavioristik dalam pe
nerapannya di kelas

TOPIK

Teori Belajar Kognitif-Behavioristik

SUB TOPIK

Penerapan Teori Belajar Kognitif –Behavioristik dalam kelas

INDIKATOR

1. Siswa dapat menjelaskan apa itu teori belajar kognitif dan behavioristik
2. Siswa dapat mengetahui ciri-ciri dari teori belajar Behavioristik dan teori belajar kognitif
3. Siswa dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam teori kognitif dan behavioristik
4. Siswa dapat membedakan penerapan antara teori belajar kognitif dan teori belajar behavi
oristik
5. Siswa dapat menjelaskan hubungan anatara teori belajar kognitif dan teori belajar behavi
oristik
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

1. Pengertian Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang mempelajari tingkahlaku man
usia. Menurut Desmita (2009:44)teori belajar behavioristik merupakan teori belajar memah
ami tingkahlaku manusia yang menggunakan pendekatan objektif, mekanistik,dan materialistik,
sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengkon
disian. Dengan katalain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui pen
gujian dan pengamatan atas tingkahlaku yang terlihat, bukan dengan mengamati kegiatan bagia
n-bagian dalam tubuh. Teori ini mengutamakan pengamatan, sebab pengamatan merupaka
n suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkahlaku ters
ebut.

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons (Slavin, 2000).S
eseorang dianggap telah belajar apabila dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut t
eori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output ya
ng berupa respons. Stimulus adalah sesuatu yang diberikan guru kepadasiswa, sedangkan res
pons berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebu
t. Proses yang terjadi antara stimulus dan respons tidak penting untuk diperhatikan karena tida
k dapat diamati dan tidak dapat diukur.Yang dapat diamati adalah stimulus dan respons, oleh kar
ena itu, apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respons) ha
rus dapat diamati dan diukur (Putrayasa,2013:42).

Teori behavioristik menekankan pada kajian ilmiah mengenai berbagai respon p


erilaku yang dapat diamati dan penentu lingkungannya. Dengan kata lain, perilaku mem
usatkan pada interaksi dengan lingkungannya yang dapat dilihatdan diukur. Prinsip-prinsip peril
aku diterapkan secara luas untuk membantu orang-orang mengubah perilakunya ke arah yang
lebih baik (King, 2010:15).Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang me
nekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon.Teori belajar behavioristik berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal dengan aliran behavioristik.Aliran ini menekankan pada terbentukny
a perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

2. Ciri-Ciri Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavioristik melihat semua tingkah laku manusia dapat ditelusuri dari
bentuk refleks.Dalam psikologi teori belajar behavioristik disebut juga dengan teori pembelajar
an yang didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh dari pengkondisian lingkungan.Pengkondis
ian terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Hal ini dilihat secara sistematis dapat diamati
dengan tidak mempertimbangkan keseluruhan keadaan mental. Menurut Ahmadi (2003:4
6), teori belajar behavioristik mempunyai ciri-ciri, yaitu. Pertama,aliran ini mempelajari perbuat
an manusia bukan dari kesadarannya, melain kan mengamati perbuatan dan tingkahlaku yang b
erdasarkan kenyataan.Pengalaman-pengalaman batin di kesampingkan serta gerak-gerak pada b
adan yang dipelajari. Oleh sebab itu, behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa .

Kedua,segala perbuatan dikembalikan kepada refleks.Behaviorisme mencari unsur-unsur


yang paling sederhana yakni perbuatan-perbuatan bukan kesadaran yang dinamakan refleks. Re
fleks adalah reaksi yang tidak disadari terhadap suatu pengarang. Manusia dianggap sesuatu yan
g kompleks refleks atau suatu mesin.Ketiga, behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dila
hirkan semua orang adalah sama. Menurut behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa, manu
sia hanya makhluk yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan, dan pendidikan dapat memp
engaruhi reflek keinginan hati.

3. Tokoh-Tokoh Teori Bekajar Behavioristik


a. John B.Watson
Menurut Desmita (2009:44), behavioristik adalah sebuah aliran dalam pemahaman
tingkah laku manusia yang dikembangkan oleh John B. Watson (1878-1958), seorang ahli
psikologi Amerika pada tahun 1930, sebagai reaksi atas teori psikodinamika. Perspektif

behavioristik berfokus pada peran dari belajar dan menjelaskan tingkah laku
manusia.Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini bahwa tingkah laku sepenuhnya
ditentukan oleh aturan-aturan yang diramalkan dan dikendalikan.Menurut Watson dan para ahli
lainnya meyakini bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan
pengaruh lingkungan atau situasional.Tingkah laku dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang
tidak rasional.Hal ini didasari dari hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan
memanipulasi tingkah laku .
Manusia adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor
berasal dari luar.Salah satu faktor tersebut yairu faktor lingkungan yang menjadi penentu dari
tingkah laku manusia. Berdasarkan pemahaman ini,kepribadian individu dapat dikembalikan
kepada hubungan antara individudan lingkungannya.Hal-Hal Yang mempengaruhi
perkembangan kepribadian individu semata-mata bergantung Pada lingkungan.Menurut teori ini,
orang terlibat di dalam tingkah laku karena telah mempelajarinya melalui pengalaman-
pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah-hadiah. Orang
menghentikan tingkah laku, Karena belum diberi hadiah atau telah mendapatkan
hukuman.Semua tingkah laku, baik bermanfaat atau merusak merupakan tingkah laku yang
dipelajari oleh manusia .
Menurut Watson (dalam Putrayasa, 2013:46), belajar sebagai proses interaksi antara
stimulus dan respons, stimulus dan respons yang dimaksud harus dapat diamati dan dapat diukur.
Oleh sebab itu seseorang mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri selama
proses belajar Seseorang menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu di
perhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya
tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi fisika atau biologi yang sangat
berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Watson
berasumsi bahwa hanya dengan cara demikianlah akan dapat diramalkan perubahan-
perubahanyang terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar.
b.Ivan P.Pavlov

Paradigma kondisioning klasik merupakan karya besar Ivan P.Pavlov (1849-1936), i


lmuan Rusia yang mengembangkan teori perilaku melalui percobaan tentang anjing dan air l
iurnya. Proses yang ditemukan oleh Pavlov, karena perangsang yang asli dan netral atau terko
ndisionir, yang disingkat dengan CS (conditioned stimulus). Penguatnya adalah perangsang tid
ak bersyarat atau US (unconditioned stimulus). Reaksi alami atau reaksi yang tidak dipelajari
disebut reaksi bersyarat atau CR (conditionedresponse). Pavlov mengaplikasikan istilah-istilah t
ersebut sebagai suatupenguat. Maksudnya setiap agen seperti makanan,yang mengurangi seb
agaian dari suatu kebutuhan. Dengan demikian dari mulut anjing akan keluar air liur (U
R) sebagai reaksi terhadap makanan (US).Apabila suatu rangsangan netral, seperti sebuah
belatau genta (CS) dibunyikan bersamaan dengan waktu penyajian maka peristiwa ini akan
memunculkan air liur (CR)(Desmita, 2005:5 Melalui paradigma kondisioning klasiknya, Pavlov
memperlihatkan anjing dapat dilatih mengeluarkan air liur bukan terhadap rangsang semula
(makanan), melainkan terhadap rangsang bunyi. Halini terjadi pada waktu memperlihatkan
makanan kepada anjing sebagai rangsang yang menimbulkan air liur,dilanjutkan dengan
membunyikan lonceng atau bel berkali-kali, akhirnya anjing akan mengeluarkan air liur apabila
mendengar bunyi lonceng atau bel, walaupun makanan tidak diperlihatkan atau diberikan.Disini
terlihat bahwa rangsang makanan telah berpindah ke rangsang bunyi untuk memperlihatkan
jawaban yang sama,yakni pengeluaran air liur. Paradigma kondioning klasik ini menjadi
paradigma bermacam-macam pembentukan tingkah laku yang merupakan rangkaian dari satu
kepada yang lain. Kondisoning klasik ini berhubungan pula dengan susunan syaraf tak sadar
Serta otot-ototnya. Dengan demikian emosional merupakan sesuatu yang terbentuk melalui
kondisioning klasik (Desmita,2005:56).
Teori belajar pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan karena satu
stimulus dan rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam mengembangkan
suatu respon.Prosedur ini disebut klasik karena prioritas historisnya seperti dikembangkan
Pavlov. Kata clasical yang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai
karya Pavlov yang dianggap paling dahulu dibidang conditioning (upaya pengkondisian) dan
untuk membedakannya dari teori conditioning lainnya. Perasaan orang belajar bersifat pasif ka
renauntuk mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus tertentu, sedangkan mengenai
penguat menurut Pavlov bahwa stimulus yang tidak terkontrol (unconditioned stimulus) me
mpunyai hubungan dengan penguatan. Stimulus itu yang menyebabkan adanya pengulangan
tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat (Zulhammi, 2015).

b. B.F.Skinner

Skinner adalah seorang psikolog dari Harvard yang telah berjasa mengembangkan teori perilak
u Watson. Pandangannya tentang kepribadian disebut dengan behaviorismeradikal. Behaviorism
e menekankan studi ilmiah tentang respon perilaku yangdapat diamati dan determinan lingk
ungan.Dalam behaviorisme Skinner, pikiran, sadar atau tidak sadar, tidak diperlukan untu
k menjelaskan perilaku dan perkembangan. Menurut Skinner, perkembangan adalah perilaku.
Oleh karena itu para behavioris yakin bahwa perkembangan dipelajari dan sering berubah se
suai dengan pengalaman-penglaman lingkungan.Untuk mendemontrasikan pengkondisian opera
ndi laboratorium, Skinner meletakkan seekor tikus yang lapar dalam sebuah kotak,yangdiseb
ut kotak Skinner. Didalam kotak tersebut, tikus dibiarkan melakukan aktivitas, berjalan
dan menjelajahi keadaan sekitar. Dalam aktivitas itu, tikus tanpa sengaja menyentuh suatu tu
as dan menyebabkan keluarnya makanan.Tikus akan melakukan lagi aktivitas yang sama unt
uk memperoleh makanan, yakni dengan menekan tuas. Semakin lama semakin sedikit aktivit
as yang dilakukan untuk menyentuh tuas dan memperoleh makanan. Disini tikus mempelajari
hubungan antara tuas dan makanan. Hubungan ini akan terbentuk apabila makanan tetap
merupakan hadiah bagi kegiatan yang dilakukan tikus (Desmita. 2005:57).

Kondisioning operan juga melibatkan proses-proses belajar dengan menggunakan otot-


otot secara sadar yang memunculkan respons yang diikuti oleh pengulangan untuk penguatan.
Tetapi hal ini masih dipengaruhi oleh rangsangrangsang yang ada dalam lingkungan, yakni
kondisi dan kualitas serta penguatan terhadap rangsangnya mempengaruhi jawaban-jawaban
yang akan diperlihatkan. Oleh sebab itu, penguatan pengulangan rangsang-rangsang
diperlihatkan sesuatu jawaban tingkah laku yang diharapkan merupakan hal penting pada
kondisioning operan.Agar suatu jawaban atau tingkah laku yang baru dapat terus diperlihatkan,
diperlukan penguatan rangsangan sekunder atau melalui penguatan rangsangan yang terencana
(Desmita, 2005:58).
Konsep-konsep dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para
tokoh sebelumnya. Skinner menjelaskan konsep belajar secara sederhana, tetapi lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku yang tidak
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respons yang
diterima seseorang tidak sesederhana demikian, karena stimulusstimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut yang mempengaruhi responsyang dihas
ilkan. Respons yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi
tersebut nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000).Oleh karena itu, dalam me
mahami tingkah laku seseorang secara harus memahami hubungan antara stimulus yang
satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai ko
nsekuensi yang timbul akibat respons tersebut. Skinner juga mengemukakan dengan mengg
unakan perubahan-perubahan mental sebagai alat menjelaskan tingkah laku yang hanya me
nambah rumitnya masalah, sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan (Putrayasa,2013:
48).

4. . Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran

Teori belajar behavioristik menekankan terbentuknya perilaku terlihat sebagai


hasil belajar.Teori belajar behavioristik dengan model hubungan stimulus respons, menekanka
n siswa yang belajar sebagai individu yang pasif. Munculnya perilaku siswa yang kuat
apabila diberikan penguatan dan akan menghilang jika dikenai hukuman (Nasution, 2006:6
6).Teori belajar behavioristik berpengaruh terhadap masalah belajar, karena belajar ditafsirkan
sebagai latihan-latihan untuk pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. Dengan
memberikan rangsangan, siswa akan bereaksi dan menanggapi rangsangan tersebut. Hubunga
n stimulus-respons menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis belajar. Dengan demikian kela
kuan anak terdiri atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-stimulus tertentu.
Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa
komponen seperti: tujuan pembelajaran, materi pelajaran, karakteristik siswa, media, fasilitas
pembelajaran, lingkungan, dan penguatan (Sugandi, 2007:35). Teori belajar behavioristik
cenderungmengarahkan siswa untuk berfikir. Pandangan teori belajar behavioristik merupakan

proses pembentukan, yaitu membawa siswa untuk mencapai target tertentu, sehingga menjadikan
siswa tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar
behavioristik memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar merupakan perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada siswa. Oleh sebab
itu siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan.
Artinya, apa yang diterangkan oleh guru itulah yang harus dipahami oleh siswa .

Hal yang paling penting dalam teori belajar behavioristik adalah masukan dan keluaran
yang berupa respons. Menurut teori ini, antara stimulus dan respons dianggap tidak penting
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan diukur. Dengan demikian yang dapat diamati
hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan oleh guru dan apa saja
yang dihasilkan oleh siswa semuanya harus dapat diamati dan diukur yang bertujuan untuk
melihat terjadinya perubahan tingkah laku. Faktor lain yang penting dalam teori belajar
behavioristik adalah factor penguatan. Di lihat dari pengertiannya penguatan adalah segala sesu
atu yang dapat memperkuat timbulnya respons .Pandangan behavioristik kurang dapat menjela
skan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun siswa memiliki pengalaman penguatan
yang sama.Pandangan behavioristik tidak dapat menjelaskan dua anak yang mempunyai ke
mampuan dan pengalaman penguatan yang relative sama. Di lihat dari kemampuannya, kedua
anak tersebut mempunyai perilaku dan tanggapan berbeda dalam memahami suatu pelajara
n. Oleh sebab itu teori belajar behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respo
ns yang dapat diamati. Teori belajar behavioristik tidak memperhatikan adanya pengaruh
pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati (Putrayasa,2013:49).

Teori belajar behavioristik menekankan pada perubahan tingkah laku sebagai ak


ibat dari interaksi antara stimulus dan respon, sedangkan belajar sebagai aktivitas yang
menuntutsiswa mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. MenurutMukina
n (1997:23), beberapa prinsip tersebut, yaitu:

1. teori belajar behavioristikberanggapan yang dinamakan belajar adalahperubahan tin


gkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar jika yang bersangkutan dapat menunjukkan
perubahan tingkah laku.

2. teori ini beranggapan yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons, kar
ena hal ini yang dapat diamati, sedangkan apa yang terjadi dianggap tidak penting karena ti
dak dapat diamati.

3. penguatan, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons,merupakan


faktor penting dalam belajar. Pendidikan berupaya mengembangkan perilaku siswa ke arah yang
lebih baik. Pendidik berupaya agar dapat memahami peserta didik yang beranjak dewasa.
Perkembangan perilaku merupakan objek pengamatan dari aliranaliran behaviorisme. Perilaku

dapat berupasikap, ucapan, dan tindakan seseorang sehingga perilaku ini merupakan bagian dari
psikologi. Oleh sebab itu, psikologi pendidikan mengkaji masalah yang memengaruhi perilaku
orang ataupun kelompok dalam proses belajar.

5. Bentuk Pelaksanaan Metode Pembelajaran Behavioristik

Penerapan teori belajar Behavioristik dalam pendidikan menurut Irham & Wiyani

(2015) terlihat dalam beberapa hal diantaranya: (1)bahan-bahan pengajaran sudah siapdigunakan;
bahan pelajaran tersusun secara hierarkies, dari sederhana ke rumit dan kompleks;
(3)pembelajaran berorientasi hasil yang terukur dan teramati dalam bentuk perilaku yang
diinginkan; (4) pengulangan dan latihan digunakan untuk membentuk kebiasaan; (5) apabila
perilaku yang diinginkan muncul diberi penguatan positif dan yang kurang diinginkan mendapat
penguatan negatif. Proses pembelajaran yang berpijak pada teori belajar Behavioristik adalah
sebagai berikut: (1) menentukan tujuan pembelajaran dalam bentuk standart kompetensi (SK)
dan kompetensi dasar (KD) serta indikator ketercapaian; (2) menentukan materi pelajaran yang
akan diberikan; (3) merinci materi menjadi bagaian-bagaian kecil dalam bentuk pokok bahasan,
sub pokok bahasan, dan sebagainya; (4) memberikan stimulus berupa pertanyaan-pertanyaan,
latihan-latihan, dan tugastugas dalam proses pembelajaran; (5) adanya aktivitas memberikan
hadiah dan hukuman (Sugiyono & Hariyanto, 2011).

Metode pembelajaran Behavioristik tidak cocok digunakan untuk semua mata pelajaran

karena pada dasarnya metode pembelajaran behavioristik membutuhkan praktik dan pembiasaan
misalnya percakapan menggunakan bahasa asing, olahraga, penggunaan komputer dan lain
sebagainya yang membutuhkan latihan dan pembiasaan. Menurut Sanyata (2012) Perkembangan
pendekatan Behavioristik mempunyai konstribusi besar terhadap pencapaian target konseling
untuk mencapai tujuan perubahan pikiran, perasaan dan perilaku. Metode belajar behavioristik
diterapkan untuk melatih dan membimbing anak yang membutuhkan dorongan dari orangtua,
suka meniru, dan suka mengulangi perilaku setelah mendapatkan reward atau hadiah, dan dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya konsep pembelajaran dalam teori belajar
behavioristik sebagai ajang pelatihan agar terbentukya perilaku yang akibat dari adanya
hubungan stimulus-respon yang terjadi berulangulang kali dengan adanya dukungan hadiah dan

hukuman.

6. Kelebihan dan Kekurang Teori Behavioristik

Kaum behavioris menjelaskan belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku
dimana penguatan dan penghargaan, serta hukuman menjadi stimulus untuk merangsang siswa
dalam berperilaku. Para pendidik biasanya menggunakan teori behaviorisme untuk
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan suatu keterampilan tertentu (Rahyubi, 2012). Adapun kekurangan dan
kelemahan dari teori behaviorisme seringkali dikritik karena tidak mampu menjelaskan situasi
belajar yang kompleks. Teori ini selalu menyederhanakan hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan dan atau belajar sekedar pada hubungan stimulus dan respon saja serta tidak mampu
menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon itu
sendiri. Selain itu, teori behaviorisme ini juga kurang mampu menjelaskan tentang adanya variasi
tingkat emosi siwa, meskipun mereka memiki pengalaman penguatan yang sama. Teori ini tidak
dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan

yang relatif sama ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih
tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Jadi teori ini hanya mengakui adanya stimulus dan
respon yang dapat diamati, dan tidak memperhatikan keberadaan pengaruh pikiran ataupun
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.

Teori behaviorisme juga cenderung mengarahkan siswa berpikir linier, tidak produktif
dan tidak kreatif. Pandangan teori ini yang mengatakan bahwa belajar merupakan proses
pembentukan, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, menjadikan siswa
tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal, banyak faktor yang mempengaruhi proses
belajar. Sedangkan kelebihan dan kekuatan memiliki kontribusi nyata untuk membentuk
kedisiplinan dan tanggung jawab. Kedisiplinan dan tanggung jawab merupakan elemen penting
dalam proses belajar dan pembelajaran. Kedisiplinan dan tanggung jawab juga merupakan
karakter manusia yang utama.

B. TEORI BELAJAR KOGNITIF

A. Pengertian Teori Kognitif

Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang muncul setelah teori behavioristik.
Hadirnya teori belajar kognitif untuk merespon teori belajar behavioristik yang hanya
memerhatikan kondisi psikologi saja. Para penemu teori belajar behavioristik beranggapan
bahwa kondisi mental yang ada di dalam peset didik tidak bisa diamati. Padahal pada
kenyataannya, kondisi mental bisa dikatakan harus diamati saat kegiatan pembelajaran sedang
berlangsung.
Jika teori belajar behavioristik mengutamakan adanya stimulus dan respon, maka lain halnya
dengan teori belajar kognitif yang tidak hanya memerhatikan stimulus dan respon, tetapi juga
mengutamakan adanya perubahan mental dan perilaku, seperti cara peserta didik memahami
suatu hal, cara peserta didik berpikir, dan cara peserta didik menggunakan pengetahuannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kognitif adalah berhubungan dengan atau
melibatkan kognisi atau berdasar kepada pengetahuan faktual yang empiris.

Istilah “kognitif” sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yaitu “cognition” yang berarti
pengertian mengerti. Dalam hal ini, “pengertian” yang dimaksud adalah penggunaan
pengetahuan, penataan, dan perolehan. Pada awalnya istilah “kognitif” ini hanya ada pada bidang
psikologi saja, tetapi zaman yang terus berkembang membuat istilah “kognitif” menjadi lebih
dikenal dalam dunia pendidikan atau kegiatan pembelajaran. Teori kognitif ini juga semakin
diperkuat dengan adanya tokoh-tokoh dalam bidang psikologis yang mempercayai keberhasilan
teori ini dalam dunia pendidikan.

B. Prinsip-Prinsip Teori kognitif

Teori Belajar Kognitif lebih mementingkan proses daripada hasilnya. Pembelajaran


kognitif merupakan gaya belajar aktif yang fokusnya memaksimalkan potensi otak. Melalui
metode ini, peserta didik bisa lebih mudah menghubungkan informasi baru dengan ide-ide yang
sudah ada.

Secara umum, prinsip-prinsip dasar teori Belajar Kognitif antara lain:

 Belajar merupakan suatu bentuk perubahan akan informasi pengetahuan.


 Pembelajaran berfokus pada cara bagaimana peserta didik memperoleh, memahami, dan
menyimpan informasi dalam ingatannya.
 Pembelajaran menekankan pada proses berpikir yang kompleks.
 Kegiatan belajar mengajar melibatkan keaktifan peserta didik untuk membangun
pengalaman belajar.
 Hasil pembelajaran tidak hanya bergantung pada informasi yang diberikan guru, tapi juga
pada cara peserta didik memproses informasi tersebut.

C. Tokoh-Tokoh Kognitif

Beberapa tokoh yang berperan dalam perkembangan teori belajar kognitif sebagai berikut:

1. Jean Piaget

Jean Piaget bisa dibilang sebagai seseorang yang menemukan psikologi kognitif atau penemu
dari teori belajar kognitif. Ia lahir pada tanggal 9 Agustus 1896, di Neuchatel, Swiss. Beliau
sangat mengidolakan ayahnya yang merupakan seorang akademisi. Jean Piaget meninggal dunia
pada tanggal 16 September 1980.

Jean Piaget beranggapan bahwa suatu perkembangan kognitif adalah sebuah proses yang terjadi
secara genetik. Oleh sebab itu, proses genetik diyakini berdasarkan dari kondisi biologis
seseorang. Dalam hal ini, kondisi biologis dapat dilihat melalui adanya perkembangan atau
pertumbuhan yang terjadi pada sistem saraf. Misalnya, seseorang yang bertambah usia, maka
susunan susunan sistem sarafnya semakin kompleks, bahkan akan kemampuan yang dimiliki
akan semakin bertambah.

Jean Piaget mengatakan bahwa kemampuan berpikir dan kekuatan mental dari seorang anak
yang berbeda usia, maka perkembangan intelektual secara kualitatif juga berbeda. Oleh sebab
itu, Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif yang terjadi pada seseorang secara
kuantitatif ke dalam empat tahap, di antaranya:

a. Tahap Sensorimotor (Umur 0-2 Tahun)

Tahap sensorimotor adalah tahap kognitif yang terjadi ketika seseorang berumur 0 sampai 2
tahun. Pada tahapan ini seorang anak akan diperhatikan perkembangannya melalui kegiatan
motorik dan suatu persepsi yang masih sangat sederhana. Biasanya pada tahapan ini, seorang
anak akan melihat suatu objek lebih lama, mencari rangsangan pada sinar lampu atau sumber
suara, dan mulai menyadari bahwa dirinya merupakan makhluk yang berbeda dari objek-objek
yang ada di dekatnya.

b. Tahap Pra-Operasional (Umur 2-7 Tahun)

Tahap pra-operasional adalah tahap kognitif yang terjadi saat seseorang berusia sekitar 2-7
tahun. Pada tahapan kognitif pra-operasional, biasanya dihubungkan dengan adanya penggunaan
simbol atau penggunaan bahasa tanda. Selain itu, pada tahapan ini, konsep intuitif seorang anak
mulai mengalami perkembangan atau pertumbuhan. Biasanya pengetahuan yang didapatkan
berasal dari suatu hal yang bersifat abstrak.

Ketika seorang anak memasuki tahap pra-operasional biasanya sudah bisa mengenali ciri dari
suatu objek, misalnya ada bola yang berwarna hijau, dapat mengumpulkan benda yang sesuai
dengan ukurannya, dan sebagainya.

c. Tahap Operasional Konkrit (Umur 7-12 Tahun)

Tahap operasional konkrit atau tahapan kognitif ketiga menurut Jean Piaget merupakan tahapan
kognitif yang muncul ketika seorang anak berusia 7 sampai 12 tahun. Pada tahapan ini, seorang
anak atau peserta didik dianggap sudah bisa mempraktikkan aturan-aturan dengan jelas dan
logis. Hal seperti ini biasanya ditandai dengan adanya kekekalan dan reversible pada peserta
didik.

Tahap operasional konkrit bisa dikatakan sebagai suatu tahapan kognitif yang di mana seorang
anak sudah bisa mengelompokkan, mengklasifikasikan suatu masalah. Alangkah baiknya, ketika
seorang anak sudah memasuki tahapan ini diberikan contoh suatu hal yang jelas dan logis supaya
dapat menelaah suatu permasalahan dengan baik.

d. Tahap Operasional Formal (Umur 11-18 Tahun)

Tahap operasional formal atau tahap kognitif yang terakhir Jean Piaget. Tahap operasional
formal ini muncul ketika seorang anak atau peserta didik sudah berusia 11-18 tahun. Di tahapan
kognitif ini, seorang anak sudah terlihat memiliki kemampuan untuk berpikir secara logis dan
abstrak dengan menggunakan sebuah konsep berpikir “kemungkinan”.

Pada tahap ini bisa dikatakan muncul ketika seorang anak sedang memasuki usia pubertas. Pada
umumnya, seorang anak yang sudah memasuki tahap kognitif operasional formal sudah bisa
merasakan hal-hal, seperti cinta, suatu nilai (baik atau buruk), serta tidak melihat suatu hal dalam
bentuk hitam dan putih.

2. David Ausubel

David Paul Ausubel lahir pada tanggal 25 Oktober 1918 dan dibesarkan di Brooklyn, New York,
Amerika Serikat. Ia merupakan seorang psikolog dan berkontribusi terhadap psikologi
pendidikan, ilmu kognitif, dan berperan dalam pembelajaran pendidikan sains yang terjadi pada
pengembangan dan penelitian tentang Advance Organizer. Beliau meninggal dunia pada tanggal
9 Juli 2008.

David Paul Ausubel atau lebih dikenal dengan nama David Ausubel pernah menempuh
pendidikan di University of Pennsylvania, Amerika Serikat. Bahkan, ia lulus pada tahun 1939
dengan prestasi cumlaude dan memperoleh gelar sarjana psikologi. Ia juga melanjutkan ke
sekolah kedokteran di Universitas Middlesex dan lulus pada tahun 1943.

Kecintaannya pada dunia psikologi membuat dirinya sempat menggeluti profesi psikiater pada
tahun 1973 dan pada tahun 1976, ia diberikan sebuah penghargaan Thorndike atas “Kontribusi
Psikologis Terhadap Dunia Pendidikan”. Penghargaan itu berasal dari American Psychological
Association.

Teori belajar kognitif David Ausubel bisa dikatakan dipengaruhi oleh teori kognitif Jean Piaget.
David Ausubel selalu mengaitkan konsep atau skema konseptual Jean Piaget terhadap cara untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, David Ausubel selalu meyakini bahwa
penalaran deduktif bisa digunakan untuk mencapai suatu pemahaman konsep, ide atau gagasan,
dan prinsip.

Konsep teori kognitif David Ausubel mengutamakan kegiatan pembelajaran yang bermakna. Ia
membagi “belajar yang bermakna” ke dalam dua jenis, yaitu belajar bermakna (meaningful
learning) dan belajar menghapal (rote learning).

a.  Belajar Bermakna (Meaningful Learning)

Dalam hal ini, belajar yang bermakna dapat diartikan sebagai sebuah proses belajar yang di mana
informasi baru selalu dikaitkan dengan suatu pemahaman yang sudah dimiliki oleh seseorang
yang sedang belajar.

b. Belajar Menghapal (Rote Learning)

Belajar menghapal adalah suatu kegiatan yang di mana peserta didik berusaha untuk menerima
dan memahami suatu materi pembelajaran yang telah diberikan oleh gurunya atau dari materi
pembelajaran yang dibacanya, seperti buku.

David Ausubel beranggapan bahwa suatu kegiatan pembelajaran baru akan bermakna, jika guru
dapat mengombinasikan konsep, prinsip, dan informasi verbal dengan baik. Dengan kata lain,
proses belajar yang hanya dilakukan dengan menghapal saja tak akan mampu membuat kegiatan
pembelajaran menjadi bermakna. Oleh sebab itu, supaya proses belajar bisa bermakna, maka
seorang guru wajib untuk mampu mempresentasikan hal-hal apa yang perlu dipelajari oleh
peserta didik. Sementara itu, peserta didik harus berusaha untuk memahami apa yang diberikan
oleh guru.
3. Jerome Bruner

Tokoh berikutnya yang berperan dalam perkembangan teori belajar kognitif adalah Jerome
Seymour Bruner atau lebih dikenal dengan nama Jerome Bruner. Ia lahir di New York City,
Amerika Serikat pada tanggal 1 Oktober 1915. Jerome Bruner meninggal dunia pada tahun 2016.
Ia lulus dari Universitas Harvard dan mendapatkan gelar Doktor. Setelah itu, Jerome melakukan
penelitian terhadap persepsi dan pembelajaran.

Jerome Bruner mengatakan bahwa seorang guru harus bisa untuk memberikan kesempatan pada
peserta didiknya agar bisa menjadi seorang yang bisa menyelesaikan suatu masalah, seorang
yang cerdas, seorang yang menyukai sejarah, seorang yang pandai dalam bidang matematika,
dan sebagainya. Dalam pandangan Jerome Bruner proses belajar sangat dipengaruhi dengan
adanya pengaruh kebudayaan terhadap perilaku peserta didik.

Free discovery learning adalah teori belajar kognitif yang telah ditemukan dan dikembangkan
oleh Jerome Bruner. Ia menyatakan bahwa suatu proses belajar atau pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar dan kreatif apabila seorang guru dapat memberikan kesempatan pada peserta didik
demi menemukan sebuah konsep, aturan, teori, dan pemahaman yang berkaitan dengan
kehidupan.

Selain itu, Jerome Bruner juga membagi perkembangan kognitif menjadi 3 tahap atau model,
yaitu:

a. Tahap Enaktif

Tahap enaktif adalah tahap kognitif yang di mana seseorang sudah bisa melakukan berbagai
macam aktivitas agar bisa memahami suatu lingkungan yang ada didekatnya. Misalnya, peserta
didik mampu untuk menendang bola, tetapi tidak mampu untuk menggumpalkan atau
menggambarkan kegiatan itu lewat kata-kata.

b. Tahap Ikonik
Tahap ikonik adalah tahap kognitif ketika seseorang sudah mengerti berbagai jenis objek atau
“dunianya” dengan melihat gambar-gambar atau visualisasi verbal. Dengan kata lain, pada tahap
kognitif ini seseorang akan memahami suatu hal melalui suatu perumpamaan atau perbandingan.
Misalnya, peserta didik sudah memiliki gambaran tentang mobil yang sedang berjalan, tetapi
mereka belum bisa mengungkapkan dalam sebuah susunan kalimat.

c. Tahap Simbolik

Tahap simbolik adalah tahap kognitif ketika seseorang sudah memiliki kemampuan untuk
menciptakan gagasan-gagasan atau ide-ide yang sifatnya abstrak dan biasanya akan dipengaruhi
dengan kemampuan yang dimilikinya, seperti kemampuan bahasa dan kemampuan logika.

Contoh Kognitif

Supaya seorang guru lebih mudah untuk menerapkan teori belajar kognitif dalam kegiatan
pembelajaran, maka di bawah ini akan diberikan contoh kegiatan pembelajaran dengan metode
kognitif.

1. Bagi seorang guru, sebaiknya meminta kepada peserta didik untuk menggambarkan
pengalaman yang telah mereka lewati, kemudian dituangkan ke dalam bentuk kalimat. Misalnya,
menceritakan pengalaman ketika liburan sekolah.

2. Memberikan bantuan kepada peserta didik ketika sedang menghadapi suatu masalah, dengan
cara memberikan solusi-solusi dan menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk berpikir
kritis.

3. Membantu peserta didik untuk memaksimalkan ide-ide atau gagasan-gagasannya agar dapat
terwujud.
4. Mengajak para peserta didik untuk membiasakan diri melakukan diskusi. Seorang guru dapat
melakukan hal ini dengan cara memberikan kepada peserta didik untuk menyampaikan materi
pembelajaran, kemudian peserta didik lainnya memberikan pertanyaan.

5. Seorang guru dapat meningkatkan kemampuan kognitif peserta didik dengan cara membuat
permainan atau menyampaikan materi pembelajaran menggunakan visualisasi gambar.

6. Selalu memotivasi peserta didik dan tidak terlalu memfokuskan kegiatan belajar pada hapalan
saja. Hal ini perlu dilakukan agar menciptakan kegiatan belajar yang bermakna.

4. Teori Kognitif Menurut David Ausubel

Tokoh berpengaruh dalam dunia kognitif selanjutnya ialah David Ausubel (1918-2008). Dia
menjadi salah satu pakarnya teori kognitif ini dan memiliki peranan yang cukup besar dalam
perkembangannya.

Kiprahnya dalam sebagai ahli psikologi pendidikan ini mencetuskan sebuah konsep pemahaman
baru, tentang konsep belajar bermakna. Berdasarkan konsep milik Ausubel ini, sebuah proses
belajar yang baik akan tercipta apabila tenaga pendidik memberikan materi yang bermakna.

Bermakna disini maksudnya adalah cara penyampaian materi dilakukan dengan baik dan
menarik, dengan definisi yang baik dan juga presentasi yang menarik. Dengan begitu murid yang
mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna ini akan mengingat materi dengan baik juga.

Konsep pemikiran ini diklasifikasikan oleh Ausubel dalam dua dimensi seperti yang dipaparkan
di bawah ini.

 Dimensi pertama, merupakan proses belajar dimana pemahaman materi atau ilmu
pengetahuan dihadirkan dengan cara penemuan.
 Dimensi kedua, adalah suatu proses penyesuaian informasi dengan struktur kognitif yang
sudah ada.
Menurut ketiga ahli psikologi diatas dapat disimpulkan bahwa teori ini menunjukan bahwa
proses tidak akan pernah menghianati hasil, apabila dilakukan dengan sebaik mungkin. Otak
akan semakin berkembangn dengan baik apabila terus diasah dengan kebiasaan atau proses yang
baik juga.

D. Contoh Penerapan Teori Belajar Kognitif

Dalam menerapkan teori Belajar Kognitif, Bapak dan Ibu Guru perlu fokus pada proses berpikir
siswa dan memberikan strategi yang tepat berdasarkan fungsi kognitif mereka. 

Libatkan siswa dalam berbagai kegiatan, seperti memberikan waktu bagi mereka untuk bertanya,
kesempatan untuk membuat kesalahan dan memperbaikinya berdasarkan, serta merefleksikan
diri agar dapat membantu mereka dalam memahami proses mental.

Siswa adalah peserta aktif dalam proses pembelajaran kognitif. (Dok. Freepik)
Nah, contoh kegiatan yang bisa Bapak dan Ibu Guru lakukan dalam pembelajaran kognitif antara
lain:

 Minta siswa untuk merefleksikan pengalaman mereka melalui pembuatan jurnal atau
laporan harian tentang kegiatan apa saja yang mereka lakukan.
 Mendorong diskusi berdasarkan apa yang diajarkan dengan meminta siswa untuk
menjelaskan materi pembelajaran di depan kelas dan ajak siswa lainnya untuk mengajukan
pertanyaan. 
 Membantu siswa menemukan solusi baru untuk suatu masalah untuk mengembangkan cara
berpikir kritis.
 Minta siswa untuk memberikan penjelasan tentang ide atau pendapat yang mereka miliki.
 Membantu siswa dalam mengeksplorasi dan memahami bagaimana ide-ide bisa terhubung.
 Meningkatkan pemahaman dan ingatan siswa melalui penggunaan visualisasi dan
permainan dalam menyampaikan materi.

Anda mungkin juga menyukai