Fithrotul Kamilia
Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana UIN Walisongo Semarang
fithrotulkamilia21@gmail.com
ABSTRAK
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui teori belajar behavioristik
dalam pembelajaran. Teori belajar behaviorisme berorientasi pada hasil yang dapat
diukur, diamati, dianalisis, dan diuji secara obyektif. Pengulangan dan pelatihan
digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang
diharapkan dari penerapan teori behaviorisme ini adalah terbentuknya suatu
perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan
perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian
didasarkan atas perilaku yang tampak.
A. PENDAHULUAN
Secara sederhana, teori belajar adalah suatu prinsip umum atau kumpulan
prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta
dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Teori belajar adalah
suatu tesis-tesis yang mendeskripsikan beragam aspek pada hakikat belajar.
(Shahbana et al., n.d.). Teori belajar behaviorisme berorientasi pada hasil yang
dapat diukur, diamati, dianalisis, dan diuji secara obyektif. Pengulangan dan
pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behaviorisme ini adalah
terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan
mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat
penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasarkan atas perilaku yang
tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi
instruksi singkat yang diikuti contoh, baik dilakukan sendiri maupun melalui
simulasi (Rahyubi, 2016).
1
Penggunaan teori belajar dengan langkah dan strategi pembelajaran yang
tepat akan mempermudah peserta didik dalam memahami sesuatu yang sedang
dipelajari. Selain itu, suasana dan kondisi lingkungan belajar akan terasa lebih
kondusif, nyaman dan menyenangkan. Pada hakikatnya belajar merupakan
suatu proses perubahan tingkah laku (Wiranta, et.al., 2022).
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini, peneliti menggunakan metode kulatitatif yang berfokus
pada kajian literatur. Kajian literatur merupakan sebuah uraian atau deskripsi
tentang literatur yang relevan dengan bidang atau topik tertentu. Ia memberikan
tinjauan mengenai apa yang telah dibahas atau yang telah dibicarakan oleh
peneliti atau penulis, teori atau hipotesis yang mendukung, permasalahan
penelitian yang diajukan atau ditanyakan, metode dan metodologi yang sesuai.
Untuk menjelaskan mengenai teori belajar behavioristik dalam pembelajaran,
penulis melakukan kajian literatur dan untuk memperoleh data-data yang
dilakukan, maka penulis menggunakan buku-buku yang berkenaan dengan
topik yanga ada, supaya menemukan paparan yang baik mengenai teori belajar
behavioristik dalam pembelajaran.
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Behaviorisme dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme
berarti aliran. Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang
didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari
dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam melakukan penelitian, behavioris tidak
mempelajari keadaan mental (Nurlina, et al., 2021).
Teori belajar Behavioristik merupakan salah satu aliran psikologi
yang memandang bahwasannya perilaku belajar seseorang atau individu
hanya pada kejadian atau fenomena yang tampak secara kasat mata atau
jasmaniah dan mengabaikan aspek-aspek mental hal ini di kemukakan oleh
Soesilo. Aliran psikologi atau teori belajar behavioristik tidak melibatkan
2
minat, emosi, dan perasaan individu dalam proses belajar. Peristiwa dalam
pelaksanaan pembelajaran hanya semata-mata karena stimulus dan respon
yang diberikan kemudian hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan yang di
kuasi oleh individu. Belajar apabila ditinjau dari pandangan behavioristik
bisa disederhanakan lagi merupakan suatu bentuk perubahan yang dialami
individu berupa kemampuan dalam bentuk perubahan tingkah laku dengan
cara yang baru sebagai hasil dari adanya stimulus dan respon (Shahbana et
al., n.d.).
Teori Behavioristik hanya menganalisis perilaku yang tampak saja,
yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavioris lebih
dikenal dengan nama teori belajar karena seluruh perilaku manusia adalah
hasil belajar. Teori behavioristik disebut juga stimulus – response theory (S
– R), kelompok ini mencakup tiga teori yaitu S-R Bond, conditioning, dan
reinforcement (Hapudin, 2021).
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dinilia secara konkret. Perubahan
terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan
perilaku reaktif (response) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal
maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan, response
adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar
berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat, dan kecenderungan perilaku S-R
(Stimulus-Respons) (Thobroni, 2015).
2. Tokoh-tokoh Behaviorisme
Tokoh-tokoh penting yang mengembangkan teori belajar
behavioristik, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Ivan Petrovich Pavlov
Pavlov banyak menyumbangkan gagasan dan pemikirannya dalam
ilmu psikologi. Pendapatnya mengenai refleks terkondisi, adalah akibat
dari hasil pekerjaannya yang secara keseluruhan berbeda-beda di setiap
3
tempat. Teori Pavlov terkenal dengan sebutan teori classical
conditioning yang juga disebut response conditioning atau Pavloving
conditioning. Teori ini merupakan teori belajar kategori Stimulus-
Respons (S-R) tipe S. Classical conditioning (pengkondisian atau
persyaratan klasik) ada lah proses yang ditemukan Pavlov melalui
percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Kata classical yang mengawali
nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang
dianggap paling dahulu di bidang conditioning (upaya pembiasaan) dan
untuk membedakannya dari teori conditioning lain yang dipakai oleh
para pemikir behavioris lainnya. Teori Pavlov ini juga dapat disebut
respondent conditioning. Dalam pemikiran Pavlov, ada konsep
pengkondisian (conditioning), serta hadiah (reward) dan hukuman
(punishment) (Rahyubi, 2016).
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain
tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala
gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bakker, seorang pemikir lainnya, bahwa yang paling sentral
dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara,
melainkan tingkah lakunya. Pikiran seseorang mengenai tugas atau
rencana baru mendapatkan arti yang benar jika ia melakukan atau berbuat
sesuatu. Sedikit berbeda dengan eksperimen pada anjing dengan media
bel seperti dilakukan di atas, Pavlov kini melakukan percobaan dengan
cara mengoperasi leher seekor anjing sehingga kelenjar air liurnya
terlihat dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan
keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan,
maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru
makanan. Maka, air liur anjing pun keluar. Apabila perbuatan yang
demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan
4
hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan, maka air liur
anjing pun akan keluar pula (Rahyubi, 2016).
5
hukum latihan (law of exercise or repetition), yang terdiri dari dua
bagian, yakni: (a) law of use (hukum penggunaan), hubungan antara
stimulus dengan respons akan menguat saat keduanya dipakai; (b) law of
disuse (hukum ketidakgunaan), hubungan antara situasi dan respon akan
melemah apabila hubungan dihentikan. Inti dari hukum latihan ini
menyatakan bahwa manusia belajar dengan berbuat dan lupa karena tidak
berbuat. Jadi latihan akan memperkuat hubungan stimulus respon.
Ketiga, hukum efek (law of effect), jika suatu stimulus menimbulkan
respon yang pada gilirannya menimbulkan penguatan (reinforcement)
maka hubungan stimulus respon akan menguat. Begitu pula sebaliknya
jika stimulus menimbulkan respon yang berdampak menimbulkan
hukuman maka hubungan stimulus respon akan melemah. Intinya pada
hukum efek ini bahwa hubungan stimulus respon diperkuat bila disertai
rasa senang.
6
perubahan yang tidak dapat diamati seperti perubahan mental itu penting,
namun menurutnya tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut
sudah terjadi apa belum. Dengan asumsi demikian, dapat diramalkan
perubahan apa yang akan terjadi pada anak. Teori perubahan perilaku
(belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang manusia sebagai
produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat
pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk
kepribadian manusia. Behaviorisme tidak bermaksud
mempermasalahkan norma-norma pada manusia. Apakah seorang
manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun
irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai
akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus
bisa diamati dari luar. Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya
dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari
luar dengan respons yang ditampilkan oleh individu. Respons tertentu
akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar. S singkatan dari
Stimulus, dan R singkatan dari Respons (Akhiruddin et al., 2019).
7
hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang dibeerikan pada saat yang tepat, mampu mengubah
tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru/dosen
harus dapat mengasosiasikan stimulus respon secara tepat. Pebelajar
harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola
kelas guru/dosen tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan
oleh anak (Rahyubi, 2016).
8
shapping; (c) successive approximation; (d) extinction; (e) chaining; (f)
schedules of reinforcement (Alizamar, 2016).
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung
merpati, Skinner berpendapat bahwa unsur terpenting dalam belajar
adalah penguatan (reinforcement). Pengetahuan yang terbentuk melalui
ikatan stimulus-respons akan semakin kuat bila diberi penguatan.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus dapat
meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu, sedangkan
penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau
menghilang, Bentuk-bentuk penguatan positif berupa hadiah (permen,
makanan, dan lain-lain), perilaku (senyum, bertepuk tangan,
mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A. Juara 1, dan
sebagainya). Sedangkan bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain
menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan, dan
menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, muka kecewa, marah,
dan lain-lain) (Rahyubi, 2016).
9
merupakan penguatan. Makin banyak belajar makin banyak
reinformcement, makin motivasi memberikan respon yang menuju
keberhasilan belajar (Setiawan, 2017).
10
e. Materi yang di berikan sangat detail.
11
b. Peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang memerlukan motivasi
dan penguatan dari pendidik
c. Teori behaviorisme dalam pembelajaran sedikit memberikan kebebasan
bagi peserta didik untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuan.
d. Peserta didik dikendalikan oleh aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan
secara ketat.
e. Tujuan pembelajaran berfokus menambahkan pengetahuan, sedangkan
belajar sebagi aktivitas untuk mengungkapkan kembali pengetahuan
yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, ataupun tes.
f. Evaluasi menekankan pada perilaku yang nampak, respon pasif,
ketrampilan.
D. KESIMPULAN
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dinilia secara konkret. Perubahan
terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku
reaktif (response) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain
adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang
menjadi penyebab belajar. Sedangkan, response adalah akibat atau dampak,
berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan,
asosiasi, sifat, dan kecenderungan perilaku S-R (Stimulus-Respons). Tokoh-
tokoh penting yang mengembangkan teori belajar behavioristik, yaitu: Ivan
Petrovich Pavlov, Edward Lee Thorndike, John Broadus Watson, Edwin Ray
Guthrie, Burrhus Frederic Skinner, dan Clark Leonard Hull. Teori belajar
behavioristik terdapat kelebihan dan kekurangan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
pembelajaran, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran
yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa
pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Implikasi dari teori
12
behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang
gerak yang bebas bagi pembelajaran untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Akhiruddin, Sujarwo, & Atmowardoyo, H. N. (2019). Belajar dan Pembelajaran.
In Cv. Cahaya Bintang Cemerlang.
Alizamar. (2016). Teori Belajar dan Pembelajaran: Implementasi dalam
Bimbingan Kelompok Belajar di Perguruan Tinggi. Media Akademi.
B.R. Hergenhahn & Mattew H. Olson. (2019). Theories Of Learning (7th ed.).
Kencana.
Djamaluddin, A., & Wardana. (2019). Belajar Dan Pembelajaran. In CV Kaaffah
Learning Center.
Nurlina, Nurfadilah, dan A. B. (2021). Teori belajar dan pembelajaran (H.
Bancong (ed.)). LPP Unismuh Makassar. http://repository.uin-
malang.ac.id/6124/
Rahyubi, H. (2016). Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik
(Deskripsi dan Tinjauan Kritis). Nusa Media.
Setiawan, A. (2017). Belajar dan Pembelajaran. Uwais Inspirasi Indonesia.
https://www.coursehero.com/file/52663366/BELAJAR-DAN-
PEMBELAJARAN1-convertedpdf/
Shahbana, E. B., Kautsar farizqi, F., & Satria, R. (n.d.). Implementasi Teori
Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran. Jurnal Serunai Administrasi
Pendidikan, 9(1), 24–33. https://doi.org/10.37755/jsap.v9i1.249
Wiranta, et.al. (2022). Penerapan Teori Belajar Skinner. Saliha, 5(1), 78–91.
13