NPM:200920005
Semester: III
Mata Kuliah: Kurikulum dan Pembelajaran
Fungsi pendidikan adalah memelihara dan mewariskanya kepada generasi baru. Kurikulum ini
sangat mengutamakan isi pendidikan. Ukuran keberhasilan peserta didik dalam belajar adalah yang
menguasai seluruh atau sebagian besar dari isi pendidikan yang diajarkan guru.
Para pengembang kurikulum tinggal memilih bahan-bahan materi ilmu yang telah dikembangkan oleh
para ahli disiplin ilmu, kemudian mengorganisasinya secara sistematis, sesuai dengan tujuan
pendidikan dan tahap perkembangan peserta didik.
Guru sebagai penyampai bahan ajar harus menguasai semua pengetahuan yang menjadi isi
kurikulum. Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis. Pola-pola
organisasi yang terpenting menurut Sukmadinata (2009) di antaranya sebagai berikut.
a. Correlated curriculum
Pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu peajaran dikorelasikan denga
pelajaran lainnya.
B. Kurikulum humanistic
Model kurikulum humanistik menekankan pengembangan kepribadian peserta didik secara utuh dan
seimbang, antara perkembangan segi intelektual (kognitif), afektif, dan psikomotor. Kurikulum
humanistic menekankan pengembangan potensi dan kemampuan dengan memperhatikan minat dan
kebutuhan peserta didik.
Pembelajaran segi-segi sosial, moral, dan afektif mendapat perhatian utama dalam model kurikulum
ini. Pembelajarannya berpusat pada peserta didik (student centererd). Model kurikulum ini bersumber
dari pendidikan pribadi.
Kurikulum humanistic dikembangkan oleh pata ahli pendidikan humanistic, didasari oleh konsep-
konsep pendidikan pribadi (personalized education), yaitu John Dewey (progressive education) dan J.J.
Rousseau (Romantic Education).
Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki kompenen-kompenen yang sama dengan model kurikulum
lain, tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda. Setiap tahun program pendidikan mempunyai tujuan
yang berbeda. Tujuan utama dari rekonstruksi social adalah menghadapkan para peserta didik dengan
tantangan, ancaman, hambatan, atau gangguan yang biasanya dihadapi manusia. Tantangan merupakan
bidang garapan dari studi social yang perlu didekati dari bidang-bidang lain, seperti ekonomi, sosialogi,
spikologi, estetika, bahkan pengetahuan alam dan matematika. Masalah-masalah masyarakat bersifat
universal dan hal ini dapat dikaji dalam kurikulum.
Kerja sama yang terbentuk baik antara individu dalam kegiatan kelompok, maupun antarkelompok
dalam kegiatan pleno, sangat mewarnai metode rekonstruksi social. Kerja sama ini juga terjadi antara
peserta didik dengan tokoh masyarakat. Bagi rekontruksi social, belajar merupakan kegiatan bersama,
ada ketergantungan antara seorang dengan yang lainnya. Dalam kegiatan belajar mereka tidak ada
kompetesi, yang ada adalah kerja sama, saling pengertian dan consensus. Oleh karena itu, pendekatan
pembelajaran yang cocok adalah pendekatan pembelajaran kooperatif, bukan kompetitif (Widyastono,
2000).
D. Kurikulum kompetensi
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan kompetensi menjadi suatu keharusan. Setiap
orang dituntut kompeten dibidangnya. Kompetensi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak
(depdiknas, 2004.). sementara itu, menurut spencer dan spencer (1993) kompetensi merupakan
karakteristik mendasar seseorang yang berhubungan timbal balik dengan suatu criteria efektif atau
kecakapan terbaik seseorang dalam pekerjaan atau keadaan.
Selanjutnya, berdasarkan kajian dari literature. Widyastono (2013) merumuskan kompetensi adalah
pengetahuan (kognitif) yang setelah dimiliki seseorang, harus diwujudkan dalam bertindak
(spikomotor) dan bersikap (afektif). Seseorang dikatakan kompeten dibidang tertentu, apabila ia
memiliki pengetahuan dibidang itu, kemudian pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bertindak dan
bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, kita tau bahwa merokok dapat mengganggu kesehatan, tetapi masih ada diantara kita
hobinya merokok. Nah, orang yang hobi nya merokok itu, dapat dikatakan baru sekadar memiliki
pengetahuan dibidang kesehatan, tetapi belum memiliki kompetensi atau belum kompeten dibidang
kesehatan karena pengetahuannya belum diwujudkan dalam bertindak dan bersikap.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan tekonologi , dibidang pendidikan berkembang pula
teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan pendidikan klasik, yaitu menekankan isi
kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pemelihararaa dan pengawetan ilmu tersebut, melainkan pada
penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang benar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih
spesifik dan menjadi perilaku yang dapat diamati atau diukur. Penerapan tekonologi dalam bidang
pendidikan khususnya kurikulum ada dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat keras (teknologi alat)
dan perangkat (teknologi system).