Anda di halaman 1dari 3

Nama: Burma Michael Sipayung

NPM:200920005
Semester: III
Mata Kuliah: Kurikulum dan Pembelajaran

Model – Model Kurikulum


Pengembangan kurikulum berkenaan dengan model kurikulum yang dikembangkannya.
Minimal ada empat model kurikulum yang banyak diacu dalam pengembangan kurikulum, yaitu model
kurikulum subjek Akademis, Humanistik, Rekonstruksi Sosial dan Kompetensi (Sukmadinata, 2009).
Masing-masing model sejalan dengan teori yang mendasarinya, bertolak dari asumsinya atau
keyakinan dasar yang  berbeda sehingga menimbulkan pandangan yang berbeda pula tentang
kedudukan dan peranan pendidik, peserta didik, isi maupun proses pendidikan. Keempat model
kurikulum tersebut memiliki acuan teori atau konsep pendidikan yang berbeda.
Kurikulum subjek akademis mengacu pada pendidikan klasik, yaitu perenialisme dan
esensialisme; kurikulum humanistik mengacu pada pendidikan pribadi; kurikulum rekonstruksi sosial
mengacu pada pendidikan interaksional dan kurikulum kompetensi mengacu pada teknologi
pendidikan.

A. Kurikulum Subjek Akademis


Kurikulum subjek akademis merupakan salah satu model kurikulum yang paling tua. Kurikulum
ini menekankan isi atau materi pelajaran yang bersumber dari disiplin ilmu. Kurikulum subjek
akademis bersumber dari pendidikan klasik, yang berorientasi pada masa lau, bahwa semua ilmu
pengetahuan, teknologi, dan nilai-nilai budaya telah ditemukan oleh para ahli di masa lalu.

Fungsi pendidikan adalah memelihara dan mewariskanya kepada generasi baru. Kurikulum ini
sangat mengutamakan isi pendidikan. Ukuran keberhasilan peserta didik dalam belajar adalah yang
menguasai seluruh atau sebagian besar dari isi pendidikan yang diajarkan guru.
Para pengembang kurikulum tinggal memilih bahan-bahan materi ilmu yang telah dikembangkan oleh
para ahli disiplin ilmu, kemudian mengorganisasinya secara sistematis, sesuai dengan tujuan
pendidikan dan tahap perkembangan peserta didik.

Guru sebagai penyampai bahan ajar harus menguasai semua pengetahuan yang menjadi isi
kurikulum. Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis. Pola-pola
organisasi yang terpenting menurut Sukmadinata (2009) di antaranya sebagai berikut.

a. Correlated curriculum
Pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu peajaran dikorelasikan denga
pelajaran lainnya.

b. Unfied atau concentrated curriculum


Pola organisasi bahan peajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup
materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
c. Integrated curriculum
Kalau dalam unified masih tampak warna disiplin ilmunya, maka dalam pola yang integrated
warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu
persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.

d. Problem solving curriculum


Pola organisasi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan
menggunakan pengetahuan dan keteramplian yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin
ilmu

B. Kurikulum humanistic
Model kurikulum humanistik menekankan pengembangan kepribadian peserta didik secara utuh dan
seimbang, antara perkembangan segi intelektual (kognitif), afektif, dan psikomotor. Kurikulum
humanistic menekankan pengembangan potensi dan kemampuan dengan memperhatikan minat dan
kebutuhan peserta didik.

Pembelajaran segi-segi sosial, moral, dan afektif mendapat perhatian utama dalam model kurikulum
ini. Pembelajarannya berpusat pada peserta didik (student centererd). Model kurikulum ini bersumber
dari pendidikan pribadi.

Kurikulum humanistic dikembangkan oleh pata ahli pendidikan humanistic, didasari oleh konsep-
konsep pendidikan pribadi (personalized education), yaitu John Dewey (progressive education) dan J.J.
Rousseau (Romantic Education).

C. Kurikulum rekonstruksi social


Kurikulum rekontruksi sosial lebih memusatkan perhatiannya pada pemersalahan yang dihadapi
peserta didik dalam masyarakat kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan intruksional.
Pendidikan merupakan kegiatan bersama, interaksi dan kerja sama. Kerja sama atau interaksi bukan
hanya terjadi pada peserta didik dan guru melainkan juga antara peserta didik dengan peserta didik,
peserta didik dengan orang-orang lingkungannya dan sumber-sumber belajar lainnya. Melalui interasi
kerjasama ini, peserta didik berusaha memecahkan permasalahan yang dihadapinya dengan
masyarakat, menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.

Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki kompenen-kompenen yang sama dengan model kurikulum
lain, tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda. Setiap tahun program pendidikan mempunyai tujuan
yang berbeda. Tujuan utama dari rekonstruksi social adalah menghadapkan para peserta didik dengan
tantangan, ancaman, hambatan, atau gangguan yang biasanya dihadapi manusia. Tantangan merupakan
bidang garapan dari studi social yang perlu didekati dari bidang-bidang lain, seperti ekonomi, sosialogi,
spikologi, estetika, bahkan pengetahuan alam dan matematika. Masalah-masalah masyarakat bersifat
universal dan hal ini dapat dikaji dalam kurikulum.

Dalam pembelajaran rekonstruksi social, para pengembangan kurikulum berusaha mencari


keselarasan antara tujuan nasional dengan tujuan peserta didik. Guru-guru berusaha membantu para
peserta didik menemukan minat dan kebutuhannya. Para peserta didik sesuai dengan minatnya masing-
masing, berusaha memecahkan masalah social yang dihadapinya.

Kerja sama yang terbentuk baik antara individu dalam kegiatan kelompok, maupun antarkelompok
dalam kegiatan pleno, sangat mewarnai metode rekonstruksi social. Kerja sama ini juga terjadi antara
peserta didik dengan tokoh masyarakat. Bagi rekontruksi social, belajar merupakan kegiatan bersama,
ada ketergantungan antara seorang dengan yang lainnya. Dalam kegiatan belajar mereka tidak ada
kompetesi, yang ada adalah kerja sama, saling pengertian dan consensus. Oleh karena itu, pendekatan
pembelajaran yang cocok adalah pendekatan pembelajaran kooperatif, bukan kompetitif (Widyastono,
2000).

D. Kurikulum kompetensi
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan kompetensi menjadi suatu keharusan. Setiap
orang dituntut kompeten dibidangnya. Kompetensi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak
(depdiknas, 2004.). sementara itu, menurut spencer dan spencer (1993) kompetensi merupakan
karakteristik mendasar seseorang yang berhubungan timbal balik dengan suatu criteria efektif atau
kecakapan terbaik seseorang dalam pekerjaan atau keadaan.

Selanjutnya, berdasarkan kajian dari literature. Widyastono (2013) merumuskan kompetensi adalah
pengetahuan (kognitif) yang setelah dimiliki seseorang, harus diwujudkan dalam bertindak
(spikomotor) dan bersikap (afektif). Seseorang dikatakan kompeten dibidang tertentu, apabila ia
memiliki pengetahuan dibidang itu, kemudian pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bertindak dan
bersikap dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya, kita tau bahwa merokok dapat mengganggu kesehatan, tetapi masih ada diantara kita
hobinya merokok. Nah, orang yang hobi nya merokok itu, dapat dikatakan baru sekadar memiliki
pengetahuan dibidang kesehatan, tetapi belum memiliki kompetensi atau belum kompeten dibidang
kesehatan karena pengetahuannya belum diwujudkan dalam bertindak dan bersikap.

Sejalan dengan perkembangan ilmu dan tekonologi , dibidang pendidikan berkembang pula
teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan pendidikan klasik, yaitu menekankan isi
kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pemelihararaa  dan pengawetan ilmu tersebut, melainkan pada
penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang benar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih
spesifik dan menjadi perilaku yang dapat diamati atau diukur. Penerapan tekonologi dalam bidang
pendidikan khususnya kurikulum ada dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat keras (teknologi alat)
dan perangkat (teknologi system).

Anda mungkin juga menyukai