Aspek-Aspek Makna
Aspek-aspek semantik dapat dibedakan atas empat hal, yaitu pengertian, perasaan, nada,
dan tujuan. Keempat aspek makna tersebut akan diuraikan berikut ini.
a) Pengertian (Sense) Aspek makna pengertian disebut juga tema, yang melibatkan idea
atau pesan yang dimaksud. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara dengan lawan
bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan bahasa yang
digunakan atau disepakati bersama. Apapun yang kita bicarakan selalu mengandung tema
atau ide untuk membicarakan sesuatu atau menjadi topik pembicaraan.
Memiliki pengertian sama terhadap satuan-satuan hari, ini, hujan dan mendung. Kita
mengerti tema di dalam informasi karena apa yang kita bicarakan memiliki tema dan
pengertian. Sejalan dengan pendapat itu Djajasudarma (2013:3-4) mengungkapkan aspek
makna pengertian ini dapat dicapai apabila antara pembicara atau penulis dan kawan
bicara berbahasa sama. Informasi atau apa yang kita ceritakan tersebut memiliki
persoalan inti yang biasa disebut tema.
b) Perasaan (Felling) Aspek makna perasaan berhubungan dengan sikap pembicara dengan
situasi pembicaraan (sedih, panas, dingin, gembira, jengkel). Kehidupan sehari-hari akan
selalu berhubungan dengan rasa dan perasaan. Aspek semantik yang disebut perasaan
berhubungan dengan sikap pembicara terhadap apa yang sedang dibicarakan. Misalnya,
kalimat turut berduka cita, digunakan pada saat sedang sedih atau berduka, dan
sebaliknya ikut senang ya, digunakan disaat sedang bergembira karena menerima hadiah
atau bahagia karena sesuatu. Dengan demikian, setiap kata mempunyai makna yang
berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan
dengan perasaan.
c) Nada (Tone) Aspek makna nada adalah sikap pembicara kepada kawan bicara (Pateda,
2010). Aspek nada akan berbubungan dengan aspek makna yang bernilai rasa. Aspek
semantik nada melibatkan pembicara untuk memilih kata-kata yang sesuai dengan
keadaan lawan bicara atau pembicara sendiri. Aspek makna nada berhubungan antara
pembicara dengan pendengar yang akan menentukan sikap yang akan tercermin dari
kata-kata yang digunakan.
1. Tinggi-Rendah
Ketika bunyi-bunyi segmental diucapkan selalu melibatkan nada, baik nada
tinggi, sedang, atau rendah. Hal ini disebabkan karena faktor ketegangan pita
suara, arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan. Nada ini
menjadi perhatian fonetis karena secara linguistis berpengaruh pada tataran dalam
Variasi-variasi
] pada nada pun dapat dipakai untuk menyatakan perbedaan
makna pada tataran kata (tona) dan perbedaan maksud pada tataran kalimat
(intonasi). Pada tataran kata ditandai dengan angka arab [1] untuk nada rendah
setingkat do, [2] untuk nada biasa setingkat nada re, [3] untuk nada tinggi
setingkat mi, dan [4] untuk nada setingkat paling tinggi setingkat nada fa. Pada
terdapat dalam kalimat berita (deklaratif), [II] untuk intonasi datar naik, yang
biasa terdapat dalam kalimat tanya, dan [==] untuk intonasi datar tinggi, yang
biasa terdapat dalam kalimat perintah. Misalnya nada tinggi tajam menunjukan
kegembiraan.
b. Keras-Lemah
Variasai tekanan ini dapat dikelompokan menjadi empat, yaitu (1) tekanan
keras yang ditandai [„], (2) tekanan sedang ditandai [-], (3) tekanan lemah yang
ditandai dengan [`], dan (4) tidak ada tekanan yang ditandai dengan tidak adanya tanda
diakritik. Dalam bahasa-bahasa tertentu, variasi tekanan ini ternyata bisa membedakan
makna pada tataran kata, dan membedakan maksud pada tataran kalimat. Pada tataran
kata, tekanan selalu bersifat silabis, yaitu tekanan yang diarahkan pada sialaba tertentu.
Pada tataran kalimat, tekanan bersifat leksis, yaitu tekanan yang diarahkan pada kata
c. Panjang-Pendek
bunyi itu diucapkan. Bunyi panjang untuk vokaid diberi tanda satuan mora, tanda
titik satu [.] dinamakan satu mora , tanda titik dua [:] dinamakan dua mora, dan
tanda titik tiga [:.] menandakan tiga mora. Sementara itu bunyi-bunyi untuk kontoid
diberi tanda rangkap, dengan istilah geminat. Geminat adalah rentetan artikulasi
yang sama benar (identik) sehingga menimbulkan kontoid. Dalam bahasa tertentu
variasi panjang pendek bunyi ini ternyata bisa membedakan makna (sebagai
fonem), bahkan bermakna (sebagai morfem). Dalam bahasa Indonesia, aspek durasi
ini tidak membedakan makna atau tidak fonemis, juga tidak mempunyai makna
a. Kesenyapan
Pemutusan suatu arus bunyi-bunyi segmental ketika diujarkan oleh penutur atau
biasa disebut kesenyapan. Kesenyapan awal dan akhir ditandai dengan palang rangkap
memanjang [#], kesenyapan diantara kata menggunakan palang rangkap pendek [#],
sedangkan kesenyapan diantara suku kata ditandai dengan palang tunggal [+].
Kesenyapan awal terjadi ketika bunyi itu akan diujarkan, ketika akan mengujarkan
kalimat ini buku. Kesenyapan tengah terjadi antara ucapan dalam kalimat, misalnya
antara suku kata i dan ni pada kata ini, walaupun kesenyapan itu sangat singkat.
Kesenyapan akhir terjadi pada akhir ujaran, misalnya ujaran akhir kalimat ini buku
Contohnya, kalimat “kereta api dari Yogya sudah datang.” akan berbeda dengan kalimat
“kereta api dari Yogya sudah datang?”. Kalimat pertama bernada memberi tahu,
sedangkan kalimat kedua bernada bertanya.
d. Tujuan (Intension) Aspek semantik tujuan adalah maksud tertentu, baik disadari
maupun tidak, akibat usaha dari peningkatan (Pateda, 2010). Aspek semantik ini
melibatkan klasifikasi pernyataan yang bersifat deklaratif, persuasif, imperatif, naratif,
politis, dan pedagogis (pendidikan). Misalnya kalimat “Jangan diulangi ya!”, kalimat
tersebut mempunyai maksud atau tujuan agar orang itu tidak mengulangi lagi kesalahan
yang pernah dilakukannya. Kemudian seperti pada kalimat “Bagi yang tidak
mengerjakan tugas akan bapak hukum!” yang mempunyai maksud agar tugas yang
diberikan dikerjakan secepatnya dan tidak menerima hukuman.
.