Anda di halaman 1dari 76

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

BAB 1
Pengertian, Dimensi, Fungsi, danPerananKurikulum

Kurikulum merupakan acuan pembelajaran dan kepelatihan dalam pendidikan


dan/atau pelatihan. Pengembangan kurikulum melibatkan pemikiran-pemikiran secara
filsafati, psikologi, ilmu pengetahuan,, teknologi dan budaya. Kurikulum digunakan
sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan yang dinamis sejalan dengan kemajuan
zaman. Kurikulum perlu dikembangkan sesuai jenjang dan jenis pendidikan. Nana S.
Sukmadinata (1988:4) mengemukakan bahwa, Kurikulum mempunyai kedudukan
yang sangat sentral dan keseluruhan dalam proses pendidikan.
Ada empat fungsi kurikulum : (1) Kurikulum sebagai rencana, Sebagai suatu
rencana tertulis, kurikulum dapat juga dipandang sebagai dokumen tertulis
(Beauchamp, 1957:103); (2) Kurikulum sebagai pengaturan, Pengaturan dalam
kurikulum dapat diartikan sebagai pengorganisasian materi (isi) pelajaran pada arah
horizontal atau vertical. Dalam pengorganisasian kurikulum, Taba (1962: 428)
mengemukakan pentingnya memerhatikan dua aspek pembelajaran, yakni, materi apa
yang harus dikuasai serta proses mental apa yang terjadi. (3) Kurikulum sebagai cara
(4) Kurikulum sebagai pedoman. Kurikulum sebagai pedoman penyeleggaraan
kegiatan pembelajaran harus memiliki kejelasan tentang gagasan-gagasan dan tujuan
yang hendak dicapai melalui penerapan kurikulum.
Fungsi kurikulum dalam pendidikan adalah sebagai sarana pencerahan dan
memajukan suatu bangsa sebagaimana tertuang dalm Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tiga macam dilema yang mendominasi
masalah-masalah yang berkaitan dengan kurikulum adalah: (a) sifat hakiki dari suatu
kurikulum; (b) titik berat dan tujuan pengembangan kurikulum; serta (c) bagaiman
seseorang menentukan apa yang harus diajarkan (Schaffarzick dan Hampson,
1975:2).

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Reksoatmodjo, Tedjo Narsoyo. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan


Teknologi dan Kejuruan. Bandung: Refika Aditama.
Kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus
disampaikan oleh guru dan dipelajari oleh siswa. Kurikulum hanya menggambarkan
atau mengantisipasi hasil dari pengajaran. Jonshon membedakan perencanaan dan
pelaksanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan belajar mengajar, evaluasi, termasuk
pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh siswa. Menurut Johnson kurikulum adalah a structured
series of intended learning outcomes (Johnson, 1967: 130).
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik
pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang
dianutnya. Beuchamp (1968:6) Kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau
pengajaran. Kurikulum mempunyai peranan yang sangat erat dengan teori
pendidikan. Minimal ada empat teori pendidikan yakni, pendidikan klasik,
pendidikan pribadi, pendidikan interaksional, dan teknologi pendidikan. Kurikulum
sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam
seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan hasil pendidikan.

1.1 Pengertian dan Dimensi Kurikulum


Istilah kurikulum (curriculum) berasal dari kata curir (pelari) dancurere(tempat
berpacu).Pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah
mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai
akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah.
Berdasarkan pengertian di atas, dalam kurikulum terkandung dua hal pokok,
yaitu: (1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan (2) tujuan
utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah. Keberhasilan siswad ditentukan oleh
seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan
skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Selanjutnya berdasarkan hasil pengumpulan informasi tentang kata kurikulum


tahun 1916-1982 diperoleh beberapa pernyataan yang dapat dikembangkan sebagai
definisi dari kurikulum.
John Dewey (1916), education consist primarily in transmission through
communication. As societies become more complex in structure and resources, the
need for formal or intentional teaching and learning increases.
Henry C. Morisson (1940), the content of instruction without reference to
instructional ways or means.
Edward A. Krug (1950), all learning experiences under the direction of the
school.
Peter F. Oliva (1982), Curriculum is the plan or program for all experiences
which the learner encounters under the direction of the school.
R.Ibrahim (2005) mengelompokkan kurikulum menjadi tiga dimensi. Dimensi
pertama memandang kurikulum sebagai substansi, yaitu sebagai rencana kegiatan
belajar bagi siswa di sekolah atau sebagai perangkat tujuan yang ingin dicapai.
Dimensi kedua memandang kurikulum sebagai sistem, yaitu sebagai bagian dari
sistem persekolahan, sistem pendidikan dan bahkan sistem masyarakat. Dimensi
ketiga memandang kurikulum sebagai bidang studi, yaitu sebagai bidang studi
kurikulum.
Nana Syaodih Sukmadinata (2005) mengemukakan pengertian kurikulum
ditinjau dari tiga dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai rencana.
Kurikulum sebagai ilmu dikaji konsep, asumsi, teori teori dan prinsip prinsip
dasar tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum
dalam hubungannya dengan sistem sitem lain, komponen komponen kurikulum,
kurikulum dalam berbagai jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum,
dan sebagainya. Kurikulum sebagai rencana diungkap beragam rencana dan
rancangan atau desain kurikulum.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Said Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa pada saat sekarang istilah
kurikulum memilki empat dimensi pengertian, di mana satu dimensi dengan dimensi
yang lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut, yaitu: (1)
kurikulum sebagai suatu ide/gagasan; (2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis
yang sebenarnya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; (3)
kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum
sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum; (4) kurikulum sebagai suatu hasil
yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.

1.2 Fungsi Kurikulum


Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat
enam fungsi kurikulum, yaitu:
a. Fungsi Penyesuaian, mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memilki sifat well adjusted
yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial.
b. Fungsi Integrasi, mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh.
c. Fungsi Diferensiasi, mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mapu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu
siswa.
d. Fungsi Persiapan, mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke
jenjang pendidikan berikutnya.
e. Fungsi Pemilihan, mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

f. memilih program program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan


minatnya.
g. Fungsi Diagnostik, mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat
memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang
dimilikinya.

1.3 Peranan Kurikulum


Menurut Oemar Hamalik (1990), terdapat tiga peranan yang dinilai sangat
penting, yaitu:
a. Peranan Konservatif, menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai
sarana untuk mentransmisikan nilai nilai warisan budaya masa lalu yang
dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal
ini para siswa.
b. Peranan Kreatif, menekankan bahwa kurikulum harus mampu
mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi
dan kebutuhan kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa
mendatang.
c. Peranan Kritis dan Evaluatif, menekankan bahwa kurikulum harus mampu
menilai dan memilih nilai, budaya serta pengetahuan baru yang akan
diwariskan. Dalam hal ini harus turut aktif dalam kontrol atau filter sosial.

BAB 2
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Landasan Pengembangan Kurikulum

Fungsi kurikulum dalam pendidikan adalah sebagai sarana pencerahan dan


memajukan suatu bangsa sebagaimana tertuang dalm Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Landasan pengembangan kurikulum perlu mengacu pada falsafah kehidupan
bangsa Indonesia, dalam arti kurikulum dikembangkan harus berdasarkan cita-cita
pembangunan Indonesia yakni yang dapat mengantarkan Indonesia sejajar dengan
bangsa-bangsa lain di dunia.
1. Filsafat Pendidikan, merupakan aktivitas berpikir tingkat tinggi dalam
pencarian teori dan praktik pendidkikan. Masalah pokok yang terpenting
sebagai landasan berpikir secara filsapati tentang pendidikan adalah
perumusan asumsi tentang hasil akhir suatu pendidikan yakni tujuan
pendidikan (aim).
2. Psikologi Pendidikan, Crow dan Crow (1956: 7) mendefinisikan psikologi
as the study of human behavior and human interrelationship. Dalam definisi
ini perilaku (behavior) bukan hanya yang teramati, melainkan mencakup
reaksi seseorang, karena hal itu merupakan resultan dari motivasi internal atau
stimulus dari lingkungan. Psikolog menyepakati mengklasifikasikan kajian
psikologi kedalam beberapa label :fisio-psikologi, psikologi abnormal,
psikologi social, psikologi pendidikan, psikologi klinik, dll. Cabang psikologi
yang erat hubungannya dengan psikologi pedidikan adalah psikologi
perkembangan dan psikologi belajar.

3. Masyarakat dan Budaya

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

S. Nasution (1982:111) mengemukakan: Mendidik anak dengan baik hanya


mungkin jika kita memahami , masyarakat tempat mereka hidup. Oleh karena itu,
setiap Pembina Kurikulum harus mampu mempelajari keadaan, perkembangan,
kegiatan dan aspirasi masyarakat. Ini mengisyaratkan pentingnya melakukan
penyesuaian kurikulum (secara berkala) dengan perkembangan atau tepatnya
perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Perubahan dalam masyarakat terjadi
karena adanya dinamika dalam kehidupan bermasyarakat seperti yang digambarkan
dalam definisi menurut M. Titiev.
4. Orientasi ke Masa Depan
Sebagai pedoman peyelenggaraan pendidikan, kurikulum harus
dikembangkan berdasarkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan termanifestasikan
dalam pribadi-pribadi peserta didik., baik prilaku maupun sikap. Kuntjaraningrat
(1990: 26-32) Pendidikan hendaknya mampu menghasilkan manusia Indonesia yang :
(a) berorientasi ke masa depan , (b) hemat, (c) memiliki hasrat bereksplorasi, (d)
menghargai karya, (e) berusaha dengan kemampuan sendiri,(f) berdisiplin murni, (g)
berani bertanggung jawab. Ennis (1982) mengasumsikan bahwa berpikir kritis
mempunyai tiga dimensi, yaitu: (a) dimensi logis, (b) dimensi kriteria (c) dimensi
pragmatis.
Reksoatmodjo,TedjoNarsoyo. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan. Bandung: Refika Aditama.
Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang sangat kuat
yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Landasan
utama dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan filosofis, landasan psikologis,
landasan social budaya, serta perkembangan ilmu dan teknologi.

2.1 Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum


a. Pengertian Filsafat
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Istilah filsafat adalah terjemahan dari bahasa Inggris philosophy yang


berasal dari perpaduan dua kata Yunani Purba philien yang berarti cinta (love), dan

sophia (wisdom) yang berarti kebijaksanaan. Jadi secara etimologi filsafat berarti
cinta kebijaksanaan atau love of wisdom (Redja Mudyahardjo, 2001:83).
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti cinta akan kebijakan (love of
wisdom). Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat
secara bijak. Tiga cabang filsafat, yaitu metafisika, epistimologi, dan aksiologi.
Donald Butler, filsafat memberikan arah dan metadologi terhadap praktik pendidikan,
sedangkan praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagipertimbanganpertimbangan filosofis. Jhon Dewey (1964:177) Pendidikan itu tidak mempunyai
tujuan, hanya orang tua, guru dan masyarakat yang mempunyai tujuan.

b. Manfaat Filsafat Pendidikan


Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
1) Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anakanak melalui pendidikan di sekolah?
2) Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut,
kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
3) Filsafat dan tujuan pendidikan member kesatuan yang bulat kepada segala
usaha pendidikan.
4) Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga
manakah tujuan itu tercapai.

5) Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatankegiatan pendidikan.


c. Filsafat dan Tujuan Pendidikan

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama


dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Untuk itu harus ada kejelasan tentang
pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.
Filsafat suatu Negara tidak bisa dipungkiri akan memengaruhi tujuan
pendidikan di Negara tersebut. Oleh karena itu, tujuan pendidikan di satu Negara
akan berbeda dengan tujuan pendidikan di Negara lainnya, sebagai implikasi dari
adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.
Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada pandangan hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yaitu Pancasila. Nilai-nilai filsafat Pancasila
yang dianut bangsa Indonesia dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional seperti tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
d. Kurikulum dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup
suatu bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan juga harus mencerminkan
falsafah atau pandangan hidup yng dianut oleh bangsa tersebut. Sebagai contoh pada
waktu bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda, maka kurikulum yang dianut pada
masa itu sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda.
Keberadaan aliran-aliran filsafat lainnya dalam pengembangan kurikulum di
Indonesia dapat digunakan sebagai acuan, akan tetapi hendaknya dipertimbangkan
dan dikaji kesesuaiannya dengan nilai-nilai falsafah hidup bangsa Indonesia, karena
tidak semua konsep aliran filsafat dapat diadopsi dan diterapkan dalam sistem
pendidikan kita.

e. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai acuan atau landasan


berpikir. Kajian-kajian filosofis tentang kurikulum akan berupaya menjawab
permasalahan-permasalahan sekitar: (1) bagaimana seharusnya tujuan pendidikan itu
dirumuskan, (2) isi atau materi pendidikan yang bagaimana yang seharusnya
disajikan kepada siswa, (3) metode pendidikan apa yang seharusnya digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan, dan (4) bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan
pendidik dan peserta didik.
Jawaban atas permasalahan tersebut akan sangat bergantung pada landasan
filsafat mana yang digunakan sebagai asumsi atau sebagai titik tolak pengembangan
kurikulum. Menurut Redja Mudyahardjo (1989) terdapat tiga sistem pemikiran
filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya,
dan pendidikn di Indonesia pada khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan
Pragmatisme.
2.2 Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum
Psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum dan sangat diperlukan
dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan
menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian, yaitu Psikologi
Perkembangan dan Psikologi Belajar. Psikologi Perkembangan membahas tentang
perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid
dengan sel telur sampai dengan dewasa. Psikologi belajar merupakan suatu studi
tentang bagaiman individu belajar.
Pendidikan senantiasa berkaitan dengan perilaku manusia. Melalui pendidikan
diharapkan adanya perubahan perilaku peserta didik menuju kedewasaan, baik
dewasa dari segi fisik, mental, emosional, moral, intelektual, maupun sosial.
Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan/program pendidikan, sudah
pasti berhubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Pengembangan

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

1
0

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi yang
meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta
bagaimana perserta didik belajar. Melalui kajian tentang peserta didik, diharapkan
upaya pendidikan yang dilakukan sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik
penyesuaian dari segi kemampuan yang harus dicapai, materi atau bahan yang harus
disampaikan, proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari segi
evaluasi pembelajaran.
a. Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar (pendidikan), Syamsu
Yusuf (2005: 23), menegaskan bahwa penahapan perkembangan yang digunakan
sebaiknya bersifat elektif, artinya tidak terpaku pada suatu pendapat saja, tetapi
bersifat luas untuk meramu dari berbagai pendapat yang mempunyai hubungan yang
erat.Setiap tahap perkembangan memiliki karakteristik tersendiri, karena ada
dimensi-dimensi perkembangan tertentu yang lebih dominan dibandingkan dengan
tahap perkembangan lainnya. Atas dasar itu kita dapat memahami karakteristik profil
pada setiap tahapan perkembangannya. Syamsu Yusuf (2005: 23-27) menguraikan
karakteristik tahap-tahap perkemabangan individu yang digambarkan di atas sebagai
berikut:
1) Masa Usia Prasekolah
2) Masa Usia Sekolah Dasar
3) Masa Usia Sekolah Menengah
Pemahaman tentang perkembangan peserta didik berimplikasi terhadap
pengembangan kurikulum, antara lain:
1) Setiap pesrta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang sesuai
bakat, minat, dan kebutuhannya.
2) Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang
wajib dipelajari setiap anak di sekolah, juga perlu disediakan pelajaran
pilihan yang sesuai dengan minat anak.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

1
1

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

3) Lembaga pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar baik yang bersifat


kejuruan maupun akademik.
4) Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung aspek pengetahuan,
nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan pribadi yang utuh lahir
dan batin.
b. Psikologi Belajar dan Pengemabangan Kurikulum
Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar.
Pembahasan tentang psikologi belajar erat kaitannya dengan teori belajar.
Pemahaman tentang teori-teori belajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah
upaya mengenali kondisi objektif terhadap individu anak yang sedang mengalami
proses belajar dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan menuju
\kedewasaannya.
Sedikitnya ada tiga jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini dan
memiliki pengaruh terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia pada khususnya.
1) Teori Psikologi Kognitif (Kognitivisme)
Aliran ini bersumber dari Psikologi Gestalt-Field. Menurut mereka belajar
adalah proses mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah
pemahaman lama.
Teori belajar kognitif memandang manusia sebagai pelajar yang aktif yang
memprakarsai pengalaman, mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan
masalah, mengorganisasi apa-apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu
pemahaman baru. Karena itu teori ini juga disebut teori pengolahan informasi
(information processing theory).

Berdasarkan teori perkembangan kognitif dari Piaget, guru mempunyai


peranan dalam proses belajar mengajar sebagai berikut.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

1
2

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

a) Merancang program, menata lingkungan yang kondusif, memilih materi


pelajaran, dan mengendalikan aktivitas murid untuk melakukan inkuiri
dan interaksi dengan lingkungan.
b) Mendiagnosis tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan
kepada murid yang sejajae dengan tingkt perkembangannya.
c) Mendorong perkembangan murid ke arah perkembangan berikutnya
dengan cara memberikan latihan, bertanya dan mendorong murid untuk
melakukan eksplorasi. (Y. Suyitno, 2007:101-102)
2) Teori Belajar Behavioristik
Kelompok teori ini berangkat dari asumsi bahwa anak atau individu tidak
memiliki/membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak
ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan. Lingkunganlah yang
membentuknya, apakah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat; lingkungan
manusia, alam, budaya, maupun religi.
Perana guru dalam proses belajar mengajar berdasrkan teori psikologi
behavioristik adalah sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam
rumusan yang spesifik.
b) Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar.
c) Mengidentifikasi reinforce yang memadai.
d) Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan
memperlemah pola perilaku yang dikehendaki (Y, Suyitno, 2007: 103)
3) Teori Psikologi Humanistik
Teori ini berpandangan bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya
sendiri, oleh faktor internal, dan bukan oleh faktor lingkungan. Karena itu teori ini
disebut juga dengan self theory.

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

1
3

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Menurut Carl R. Rogers, peran guru sebagai fasilitator dapat dijabarkan


sebagai berikut:
a) Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif dan sikap positif
terhadap belajar.
b) Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar, dan guru memberikan
kesempatan secara bebas kepada siswa untuk menyatakan apa yang
hendak dan ingin mereka pelajari.
c) Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai
kekuatan untuk belajar.
d) Menyediakan sumber-sumber belajar, termasuk juga menyediakan dirinya
sebagai sumber belajar bagi siswa. (Y. Suyitno, 2007: 104)
2.3 Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang
berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.
Dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan individu agar
menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi, dan
berdasarkan pandangan antropologi, pendidikan adalah enkulturasi atau
pembudayaan. Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju
manusia yang berbudaya.
a. Masyarakat dan Kurikulum
Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri. Dengan demikian,
yang membedakan masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya adalah
kebudayaan.

Pendidikan harus mampu mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat


mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakat. Dalam konteks inilah kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat
menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat.

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

1
4

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang terdapat dalam


semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh
siswa lebih bermakna dalam hidupnya.
b. Kebudayaan dan Kurikulum
Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan, cita-cita,
pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nilai yang telah disepakati
oleh masyarakat. Secara lebih rinci, kebudayaan diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu:
1) Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain.
2) Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
3) Benda hasil karya manusia.
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan
kurikulum dengan pertimbangan:
1) Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap,
pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Oleh karena itu, sekolah/
lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan
pengalaman kepada para perserta didik dengan salah satu alat yang disebut
kurikulum.
2) Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan
budaya. Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota
masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi dan beradaptasi
dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya
sebagai makhluk berbudaya. Hal ini mambawa implikasi bahwa

3) kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan harus
bermuatan kebudayaan yang umum.
2.4 Landasan Teknologis Pengembangan Kurikulum

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

1
5

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu


bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara langsung maupun tidak langsung
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula terhadap
pendidikan. Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi
masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya
perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah
berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi
terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan
isi/materi pendidikan, pengguanaan strategi dan media pembelajaran, serta
penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk
dapat membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang
dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk
memecahkan masalah pendidikan.
2.5 Landasan Social Budaya
Setiap lingkungan masyarakat memiliki lingkungan social budaya yang berbeda.
Sitem social budaya ini mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar-anggota
masyarakat, antara anggota dan lembaga, serta antara lembaga dengan lembaga.
Aspek penting dalam social budaya adalah tatanan nilai.. Setiap generasi manusia
menempatkan dirinya dalam urutan sejarah kebudayaan. Israel Scheffler (1958)
melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam
peradaban masa sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.

BAB 3
Komponen-komponen Pengembangan Kurikulum

3.1 Komponen Tujuan


Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

1
6

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Dalam skala makro, rumusan tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau
sistem nilai yang dianut masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan menggambarkan suatu
masyarakat yang dicita-citakan. Dalam skala mikro, tujuan kurikulum berhubungan
dengan visi dan misi sekolah serta tujuan-tujuan yang lebih sempit, seperti tujuan
setiap mata pelajaran dan tujuan proses pembelajaran.
Tujuan pendidikan diklasifikasikan menjadi empat, yaitu:
a. Tujuan Pendidikan Nasional (TPN), adalah tujuan yang bersifat paling umum dan
merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan.
Secara jelas tujuan Pendidikan Nasional yang bersumber dari sistem nilai Pancasila
yang dirumuskan dalam UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 3, bahwa Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
b. Tujuan Institusional (TI), adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga
pendidikan. Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan
umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan.
c. Tujuan Kurikuler (TK), adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau
mata pelajaran. Contoh tujuan kurikuler adalah tujuan bidang studi Matematika di
SD, tujuan pelajaran IPS di SLTP, dan sebagainya.
d. Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP), didefinisikan sebagai
kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka memiliki bahasan
tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan.
Menurut Bloom (1965), bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan
dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikasi atau tiga domain (bidang), yaitu:
1.

Domain afektif

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

1
7

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari
dua bagian: Bagian pertama berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua
berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)
Yaitu yang berkenaan dengan kemampuan otak dan penalaran siswa,. Taksonomi
ranah tujuan kognitif menurut Bloom memiliki 6 tingkatan yaitu:
1. Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi,
fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh,
ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa
menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas,
standar kualitas minimum untuk produk.
2. Pemahaman (Comprehension)
Berisikan kemampuan mendemonstrasikan fakta dan gagasan mengelompokkan
dengan mengorganisir, membandingkan, menerjemahkan, memaknai, memberi
deskripsi, dan menyatakan gagasan utama

Terjemahan

Pemaknaan

Ekstrapolasi

3. Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan,
prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika
diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

1
8

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab


turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram.
4. Analisis (Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk
dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil
untuk mengenali pola atau hubungannya,. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan
mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan
tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke
dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.
5. Sintesis (Synthesis)
Satu tingkat di atas analisis, seseorang di tingkat sintesa akan mampu
menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat,
dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan
solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu
memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan
pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
6. Evaluasi (Evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan,
metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk

memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang
manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan
berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb.
2.

Domain afektif
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

1
9

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Yaitu berkenaan dengan sikap dan nilai tampak pada berbagai tingkah laku.
Taksonomi ranah tujuan afektif menurut Bloom memiliki 5 tingkatan yaitu:
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.
1. Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam
pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan
mengarahkannya.
1. Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi
persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
2. Penghargaan (Valuing)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek,
fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian
nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
3. Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan
membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
4. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi
karakteristik gaya-hidupnya.

3.

Domain psikomotorik
Yaitu berkenaan dengan keterampilan atau keaktifan pisik. Rincian dalam

domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang
dibuat Bloom.
1. Persepsi (Perception) : Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam
membantu gerakan.
2. Kesiapan (Set) : Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

2
0

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

3. Guided Response (Respon Terpimpin) : Tahap awal dalam mempelajari keterampilan


yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
4. Mekanisme (Mechanism) : Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari
sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.
5. Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response) : Gerakan motoris yang
terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.
6. Penyesuaian (Adaptation) : Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat
disesuaikan dalam berbagai situasi.
7. Penciptaan (Origination) : Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan
situasi, kondisi atau permasalahan tertentu.
3.2 Komponen Isi/Materi Pelajaran
Merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman belajar yang
harus dimiliki siswa. Isi kurikulum menyangkut semua aspek baik yang berhubungan
dengan pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan paa isi setiap
mata pelajaran yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan mahasiswa. Bahan atau
materi kurikulum berhubungan dengan pertanyaan apakah yang harus diajarkan dan
dipahami oleh siswa.

a. Sumber-sumber Materi Kurikulum


Isi atau materi kurikulum dapat berasal dari beberapa sumber berikut.
- Masyarakat beserta budayanya. Sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak
-

didik agar dapat hidup dimasyarakat.


Siswa. Disamping masyarakat beserta kebudayaannya, penetapan materi

kurikulum juga dapat bersumber dari siswa itu sendiri.


- Ilmu pengetahuan. Isi kurikulum diambil dari setiap disiplin ilmu.
b. Tahap Penyeleksian Materi Kurikulum
Ada beberapa tahap penyeleksian materi kurikulum yakni
-

Identifikasi kebutuhan. Kebutuhan (need) adalah ketiaksesuaian antara harapan


dan kenyataan.

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

2
1

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Mendapatkan Bahan Kurikulum. Dalam era teknologi informasi dewasa ini,


untuk menapatkan bahan kurikulum baru apat ilakukan dengan mudah, misalnya

dengan mengkaji berbagai jurnal penelitian.


Analisis Bahan. Menganalisis materi/bahan kurikulum dapat dilakukan engan
melihat informasi tentang bahan yang bersangkutan, misalnya dengan melihat

nama pengarang, edisi dan tahun terbitan, termasuk penerbitnya sendiri.


c. Penilaian Bahan Kurikulum
Jika bahan kurikulum telah dianalisis keakuratannya, selanjutnya diberikan
penilaian apakah bahan itu layak digunakan atau tidak.
d. Membuat keputusan Mengadopsi Bahan
Tahap ini merupakan tahap yang penting. Penentuan kelayakan ini harus
dilakukan secara objektif.
3.3 Pengembangan Komponen Strategi Pembelajaran
Strategi dan metode merupakan komponen ketiga dalam
pengembangan kurikulum. Komponen ini merupakan komponen
yang memiliki peran yang sangat

penting, oleh sebab itu berhubungan dengan implementasi


kurikulum. Strategi meliputi rencana, metode, dan perangkat
kegiatan yang direncanakan untuk mencapai
tujuan tertentu. Sejalan dengan pendapat di atas, T. Rakajoni(1989)
mengartikan strategi pembelajaran sebagai pola dan urutan umum
perbuatan guru-siswa dalam mewujukan kegiatan belajar mengajar
sesuai dengan strategi pembelajaran.
Dari kedua pengertian diatas, ada dua hal yang patut kita
cermati. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana
tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan
pemanfaatkan berbagai sumber daya / kekuatan dalam
pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai
pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

2
2

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu.


Artinya arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah
pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan langkah-langkah
pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber daya
semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian yang berdasarkan
dengan strategi pembelajaran.
Upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun
tercapai secara optimal, ini yang dinamakan dengan metode. Ini
berarti digunakan untuk merealisasi strategi yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, bisa terjadi satu stretegi pembelajaran
digunakan beberapa metode. Misalnya untuk melaksanakan strategi
ekspositori bisa menggunakan metode ceramah sekaligus metode
tanya jawab atau bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber
daya yang tersedia termasuk menggunakan media pembelajaran.
Dalam pelaksanaannya, strategi pembelajaran merupakan
implementasi kegiatan antara guru dan siswa yang keduanya tidak
dapat dipisahkan. Hal ini yang disebut dengan kegiatan belajarmengajar. Berkaitan dengan aktivitas belajar, harus diperhatikan
pula strategi belajar mengajar efektif yang dapat dikelompokkan
sebagai berikut :

a. Pengajaran Ekspositori
b. Pengajaran Interaktif
c. Pengajaran Kelompok Kecil
d. Pengajaran Inkuiri (Pemecahan Masalah)
e. Strategi Lainnya
3.3 Pengembangan Komponen Evaluasi
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

2
3

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian


terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian
tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang
bersangkutan.
Dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk
memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria.
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi
focus evaluasi.
Evaluasi sebagai alat untuk melihat keberhasilan pencapaian tujuan dapat
dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu tes dan nontes.
a. Tes
1) Kriteria tes sebagai evaluasi
Sebagai alat ukur dalam prosese evaluasi, tes harus memiliki dua kriteria yaitu
kriteria validitas dan reliabilitas.
2) Jenis-jenis tes
Tes hasil belajar dapat dibedakan atas beberapa jenis. Berdasarkan jumlah perserta,
tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi tes kelompok dan tes individu. dilihat dari
cara penyusunanya, tes juga dapat dibedakan menjadi tes buatan guru dan tes standar.

b. Non tes
Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai aspek
tingkat laku termasuk sikap, minat dan motivasi. Ada beberapa jenis non tes sebagai
alat evaluasi, diantanya wawancara observasi, studi kasus, skala penilaian.
1) Observasi adalah teknik penilaian dengan cara mengamati tingkah laku pada
situasi tertentu. Ada dua jenis observasi yaitu observasi partisipatip dan non
partisipatif.

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

2
4

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

2) Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang diwawancarai dan yang


mewawancarai.ada dua jenis wawancara yaitu wawancara langsung dan wawancara
tidak langsung.
3) Studi kasus dilaksanakan untuk memepelajari individu dalam periode tertentu
secara terus menerus.
4) Skala penilaan atau bisa disebut rating scale merupakan salah satu alat penilaian
dengan menggunakan skala yang telah disusun dari ujung negative sampai dengan
ujung positif, sehingga pada skala tersebut si penilai tinggal mebubuhi tanda ceklist.

BAB 4
Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum

4.1 Pengertian Kurikulum


Secara garamatikal, prinsip erarti asas, dasar, keyakinan dan pendirian. Dari
pengertian ini tersirat makna bahwa kata prinsip menunjuk pada suatu hal yang
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

2
5

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

sangat penting, mendasar, harus diperhatikan, memilki sifat mengatur dan


mengarahkan, serta sesuatu yang biasanya selalu ada atau terjadi pada situasi dan
kondisi yang serupa.
Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum menunjukkan pda suatu pengertian
tentang berbgai hal yang harus dijadikan patokan dalam menentukan berbagai hal
yang terkait dengan pengembangan kurikulum, terutama dalam menggambarkan fase
perencanaan kurikulum (curriculum planning).. Dari berbagai literatur tentang
kurikulum dapat dikemukakan setidaknya ada empat sumber prinsip pengembangan
kurikulum, yaitu: data empiris (empirical data), data experimen (experiment data),
dan akal sehat (common sense) (olivia, 1992:28).
4.2 Tipe prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum bisa diklasifikasikan menjadi tiga
tipe prinsip, yaitu: anggapan kebenaran utuh atau menyeluruh (whole true), anggapan
kebenaran parsial (partial truth), dan anggapan kebenaran yang masih memerlukan
pembuktian (hypothesis).
4.3 Macam-macam Prinsip Pengembangan Kurikulum
a. Prinsip Umum
Terdapat lima prinsip pengembangan kurikulum yaitu: prinsip relevansi,
fleksibilitas, knntinuitas, praktis atau efisiensi, dan efektifitas.

1) Prinsip Relevansi
Artinya adalah prinsip kesesuaian. Terdapat dua jenis yaitu relevansi eksternal
merupakan kurikulum harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat, masa kini maupun
kebutuhan yang diprediksi pada masa ynag akan datang. Relevansi internal yaitu
kesesuaian antar komponen kurikulum itu sendiri.
2) Prinsip fleksibilitas
Suatu kurikulum harus lentur (tidak kaku) terutama dalam hal pelaksanaanya.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

2
6

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

3) Prinsip Kontinuitas
Kurikulum dikembangkan secara berkesinambungan, yang meliputi
sinambung antar kelas maupun sinambung antar jenjang pendidikan
4) Prisip Praktis dan Efisiensi
Kurkulum dikembangkan dengan meperhatikan prinsip praktis, yaitu dapat
dan mudah diterapkan dilapangan.
5) Prinsip Efektivitas
Kurikulum selalau berrientasi terhadap tujuantertentu yang ingin dicapai.
b. Prinsip Khusus
Prinsip khusus hanya berlaku ditempat dan kondisi tertentu dan digunakan
dalam pengebangan komponen-kmpnen yang dikembangkan secara khusu.
1) Prinsip yang berkenaan dengan tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan mencakup tujuan yagn bersifat umum (jangka panjang),
jangka menengah, dan jangka pendek (khusus).
2) Prinsip yang berkenaan dengan isi pendidikan
Beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan untuk menentukan isi
pendidikan/kurikulum, yaitu:

a) Perlu penjabaran tujuan pendidikan, kurikulum dan pembelajaran kedalam


bentuk kegiatan belajra yang lebih sederhan.
b) Isi bahan pelaranharus meliputi pengetgahuan, sikap dan keterampilan.
c) Kurikulum harus disusun dengan urutan teratur yang logis dan sistematis.
3) Prinsip yang berkenaan dengan proses pembelajaran
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum pada proses
pembelajaran.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

2
7

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

a) Strategi tersebut cocok untuk mengajar bahan pelajaran ?


b) Strategi tersebut dapat melayani perbedaan individu ?
c) Strategi tersebut dapat menunjang mencapai pencapaian kognitif, afektif,
psikomotor ?
d) Strategi tersebut dapat mendoron berkembangnya kemampuan baru ?
4) Prinsip yang berkenaan dengan media dan lat bantu pembelajaran.
5) Prinsip yang berkenaan dengan evaluasi

BAB 5
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

5.1 Model Konsep Kurikulum


Model konsep kurikulum muncul sebagai implikasi dari adanya berbagai
aliran dalam pendidikan, antara lain aliran pendidikan klasik-tradisional melahirkan
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

2
8

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

konsep kurikulum rasionalisasi atau subjek akademis, aliran pendidikan pribadi


melahirkan konsep kurikulum aktualisasi diri atau humanistik, aliran pendidikan
interaksionis melahirkan konsep kurikulum rekonstruksi sosial, dan pendidikan
teknologis melahirkan konsep kurikulum teknologis.
1. Konsep Kurikulum Subjek Akademik (Rasionalisasi)
Kurikulum rasionalisasi atau subjek akademik berisi tentang pengetahuan.
Pengetahuan itu telah disusun oleh para ahli secara sistematis, logis, dan solid dalam
bentuk mata pelajaran. Dengan demikian pendidikan lebih bersifat pengembangan
intelektual.
Kurikulum ini lebih menekankan isi (content). Kegiatan belajar lebih banyak
diarahkan untuk menguasai isi sebanyak-banyaknya. Guru harus menguasai seluruh
pengetahuan yang merupakan isi pendidikan. Guru harus berhati-hati dalam bertindak
dan harus menjadi teladan bagi murid-muridnya, karena ucapan dan tindakan guru
akan dicontoh oleh murid-muridnya.
Menurut S. Nasution (1991), konsep kurikulum subjek akademik bertujuan
untuk menghasilkan ilmuwan yang bermutu tinggi dengan mengajarkan pemahaman
yang mendalam tentang prinsip-prinsip fundamental disiplin ilmu, menganjurkan
proses penelitian dan penemuan, dan memberikan kurikulum yang didasarkan atas
disiplin ilmu yang tersendiri karena tiap disiplin mempunyai metode penelitian yang
khusus.

Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis


memiliki karakteristik tertentu, antara lain:
(a) tujuan;
(b) isi/materi;
(c) metode; dan
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

2
9

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

(d) evaluasi.
Konsep kurikulum ini mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran pendidikan
yang lain, antara lain:
(a) konsep kurikulum ini terlalu menonjolkan domain kognitif-akademis
(b) konsep yang dikembangkan oleh para ahli belum tentu sesuai dengan minat dan
kebutuhan anak.
2. Konsep Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan interaksional yang
menekankan interaksi dan kerja sama antar siswa, guru, kepala sekolah, orang tua,
dan masyarakat. Menurut pemahaman kurikulum rekonstruksi sosial bahwa
kepentingan sosial harus diletakkan di atas kepentingan pribadi atau golongan. Tujuan
utama kurikulum ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk menghadapi
masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Pendekatan pembelajaran lebih banyak
menggunakan pendekatan tematik, yaitu menentukan tema pokok yang
dikembangkan menjadi beberapa topik.
Menurut S. Nasution (1991), konsep kurikulum ini mempunyai dua
kelompok, yaitu bersifat adaptif dan reformatoris. Adaptif dimaksudkan agar
individu dapat menyesuaikan diri dalam menghadapi segala macam bentuk
perubahan. Sedangkan kelompok reformis menginginkan agar individu tidak hanya

mampu menghadapi masalah-masalah yang akan datang, tetapi harus turut aktif
mengadakan perubahan yang diinginkan.
Konsep kurikulum rekonstruksi sosial sangat mengutamakan keterkaitan
kurikulum dengan masa depan masyarakat, bukan dengan apa yang terjadi saat ini.

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

3
0

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Masyarakat setiap negara atau daerah mempunyai tingkat sosial dan ekonomi yang
berbeda. Maka konsep kurikulum rekonstruksi sosial sangat tepat digunakan.
3. Konsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri)
Kurikulum ini lebih mengutamakan perkembangan anak sebagai individu
dalam segala aspek kepribadiannya. Tujuan pendidikan adalah untuk membina anak
secara utuh, baik fisik, mental, intelektual, maupun aspek-aspek afektif lainnya,
seperti sikap, minat, bakat, motivasi, emosi, perasaan, dan nilai.
Kurikulum humanistik bersumber dari aliran pendidikan humanistik. Mereka
sangat menentang pendidikan yang lebih mengutamakan intelektual. Mereka juga
menolak pendekatan pembelajaran yang bersifat teacher-centered. Kurikulum
humanistik justru lebih mengutamakan aktualisasi diri anak.
Kurikulum humanistik bersifat child-centeredyang menekankan ekspresi diri
secara kreatif, individualistis, dan aktivitas pertumbuhan dari dalam, bebas paksaan
dari luar. Kurikulum ini memadukan antara domain kognitif dan domain afektif
sehingga apa yang dipelajari anak mempunyai makna secara pribadi.
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum humanistik juga
mempunyai ciri tersendiri, antara lain:
(a) tujuan,
(b) materi,
(c) proses, dan
(d) evaluasi.

Kurikulum humanistik memandang aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan


yang mendasar. Tiap anak memiliki self masing-masing yang harus dibangkitkan dan
dikembangkan, sekalipun tidak dikenal dan disadarinya, bukan cenderung
tersembunyi.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

3
1

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

4. Konsep Kurikulum Teknologis


Konsep kurikulum teknologis dapat berbentuk aplikasi teknologi pendidikan
dan dapat juga berbentuk penggunaan perangkat keras dan perangkat lunak dalam
pendidikan. Prosedur pembelajaran didasarkan pada psikologi behaviorisme dan teori
stimulus-respons (S R Bond). Metode yang digunakan harus berorientasi pada
stimulus-respons. Pendekatan pembelajaran bersifat individual, artinya peserta didik
menghadapi tugas sesuai dengan kecepatan masing-masing.
Konsep kurikulum teknologis juga mempunyai kelemahan, antara lain sulit
menyampaikan bahan pelajaran yang bersifat kompleks atau materi pelajaran yang
membutuhkan tingkat berpikir tinggi, sulit mengembangkan domain afektif, sulit
melayani kebutuhan siswa secara perseorangan (bakat, sikap, minat), dan siswa cepat
bosan.
5.2 Model-model Pengembangan Kurikulum
1. Rogers Interpersonal Relations Model
Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa
kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes,
dan adaptif terhadap situasi perubahan.
Langkah-langkah dalam model ini adalah:
(a) memilih suatu sasaran administrator dalam sistem pendidikan.
(b) mengikutsertakan guru-guru dalam pengalaman kelompok secara intensif.
(c) mengikutsertakan unit kelas dalam pertemuan lima hari.

(d) menyelenggarakan pertemuan secara interpersonal antara administrator, guru dan


orang tua peserta didik.
(e) pertemuan vertikal yang mendobrak hierarki, birokrasi, dan status sosial.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

3
2

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

2. The Systematic Action-Research Model


Tiga faktor utama yang dijadikan pertimbangan dalam model ini adalah
adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekolah dan masyarakat, serta otoritas
ilmu. Langkah-langkah dalam model ini adalah:
(a) merasakan adanya suatu masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu diteliti
secara mendalam,
(b) mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang memengaruhinya,
(c) merencanakan secara mendalam tentang bagaimana pemecahan masalahnya,
(d) menentukan keputusan-keputusan apakah yang perlu diambil sehubungan dengan
masalah tersebut,
(e) melaksanakan keputusan yang telah diambil dan menjalankan rencana yang telah
disusun,
(f) mencari fakta secara meluas, dan
(g) menilai tentang kekuatan dan kelemahannya.
3. Emerging Technical Model
Model teknologis ini terdiri atas tiga variasi model, yaitu model analisis
tingkah laku, model analisis sistem, dan model berdasarkan komputer.
5.3 Model Pengembangan Kurikulum di Indonesia
Ada dua jenis model pengembangan kurikulum yang telah dan sedang
ditempuh di Indonesia, yaitu model yang berorientasi pada tujuan (goal-oriented
curriculum) dan model kurikulum berbasis kompetensi (competency-based

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

3
3

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

curriculum). Model pertama, yaitu kurikulum berorientasi pada tujuan, telah


digunakan di Indonesia sejak lama, yaitu sejak digunakannya kurikulum formal di
Indonesia sampai dengan tahun 1994 yang berlaku efektif sampai dengan tahun 2003.
Mengingat model ini banyak kelemahannya, maka sejak tahun 2004 Indonesia
menggunakan model kurikulum berbasis kompetensi. Jika dilihat dari konsepnya,
maka model kurikulum ini jauh lebih berat dan rumit dibandingkan dengan
kurikulum yang berorientasi pada tujuan karena kompetensi bukan sesuatu yang
ingin dicapai melainkan sesuatu yang harus dikuasai oleh peserta didik.

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

3
4

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

BAB 6
EVALUASI KURIKULUM
6.1

Pengertian evaluasi kurikulum


Kurikulum merupakan bagian dari pendidikan dalam lingkup yang luas.

Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Mengevaluasi


keberhasilan sebuah pendidikan berarti juga mengevaluasi kurikulumnya. Hal ini
berarti bahwa evaluasi kurikulum merupakan bagian dari evaluasi pendidikan, yang
memusatkan perhatiannya pada program-program untuk peserta didik. Sedangkan
evaluasi merupakan bagian penting dalam proses pengembangan kurikulum, baik
dalam pembuatan kurikulum baru, memperbaiki kurikulum yang ada atau
menyempurnakannya.
Evaluasi yang tepat dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mendukung
terwujudnya fase pengembangan ini dengan efektif dan bermakana. Dari hasil-hasil
evaluasi ini lah pihak pengembang dapat mengadakan perbaikan dan penyesuaian
sebelum kurikulum yang baru tersebut terlanjur disebarluaskan secara nasional.
Menurut Hamid Hasan (1988:13) evaluasi adalah suatu proses pemberian
pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan. Jadi dengan
demikian, evaluasi kurikulum adalah suatu proses evaluasi terhadap kurikulum secara
keseluruhan baik yang bersifat makro atau ruang lingkup yang luas (ideal curriculum)
maupun lingkup mikro (actual curriculum) dalam bentuk pembelajaran.
6.2

Tujuan evaluasi kurikulum


Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian

tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.


1.
Untuk perbaikan program
Bersifat konstruktif, karena informasi hasil evaluasi dijadikan input bagi perbaikan
yang diperlukan di dalam program kurikulum yang sedang dikembangkan.
2.

Pertanggungjawaban kepada berbagai pihak


Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

3
5

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Diperlukan semacam pertanggungjawaban dari pihak pengembang kurikulum


kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Pihak tersebut baik yang mensponsori
kegiatan pengembangan kurikulum maupun pihak yang akan menjadi konsumen dari
kurikulum yang telah dikembangkan. Tujuan yang kedua ini tidak dipandang sebagai
suatu kebutuhan dari dalam melainkan lebih merupakan suatu keharusan dari luar.
3.
Penentuan tindak lanjut hasil pengembangan
Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat berbentuk jawaban atas
dua kemungkinan pertanyaan : pertama, apakah kurikulum baru tersebut akan atau
tidak akan disebar luaskan ke dalam sistem yang ada? Kedua, dalam kondisi yg
bagaimana dan dengan cara yang bagaimana pula kurikulum baru tersebut akan
disebarluaskan ke dalam sistem yang ada? Dan untuk menghasilkan informasi yang
diperlukan dalam menjawab pertanyaan diperlukan kegiatan evaluasi kurikulum.
6.3
1.
2.
3.

Cakupan proses evaluasi kurikulum


Judgement (menetapkan suatu nilai)
- Subjektif
- Objektif (berdasar kriteria yang disepakati)
Kriteria
- Internal (program)
- Eksternal (luar program)
Objek penilaian
- Luas (program pendidikan)
- Terbatas (program belajar-mengajar)

6.4

Kategori evaluasi kurikulum

1.

PENILAIAN KONTEKS
Dasar dalam menentukan tujuan programo
Fisibilitas dengan kondisi dan situasi di mana program itu akan dilaksanakan

2.

PENILAIAN INPUT (MASUKAN)


Memperoleh informasi dan menyajikan keterangan sebagai dasar pemanfaatan

sumber daya untuk pencapaian tujuanPENILAIAN PROSES

Mengetahui kekuatan/kelemahan rencana dan pelaksanaano Memperoleh


informasi untuk perbaikan, penyempurnaan, pengembangan programPENILAIAN
3.
OUTPUT (KELUARAN-HASIL)

Menentukan keberhasilan program dan dampaknya


Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

3
6

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

6.5

Dimensi Evaluasi Kurikulum


Kurikulum memiliki dimensi yang luas karena mencakup banyak hal. Aspek-

aspek kegiatan kurikulum dimulai dari perencanaan, pengembangan komponen,


implementasi serta hasil belajar dianggap sebagai ruang lingkup kajian evaluasi
kurikulum. Dengan demikian, evaluasi kurikulum mencakup semua aspek tersebut,
artinya bahwa evaluasi kurikulum merupakan suatu proses evaluasi terhadap
kurikulum secara keseuruhan baik yang bersifat makro atau ruang lingkup yang luas
(ideal curriculum) maupun lingkup mikro (actual curricuum) dalam bentuk
pembelajaran.
Dimensi evaluasi kurikulum mencakup dimensi program (tujuan, isi
kurikulum dan pedoman kurikulum) dan dimensi pelaksanaan (input, proses, output
dan dampak).
1.

Dimensi Program
a. Tujuan (institusional, kurikuler, instruksional) yang terdiri dari : Lingkup

abilitas/kompetensi, kedalaman/keluasan tujuan, kesinambungan antar tujuan,


relevansi antar tujuan, rumusan kalimat.
b. Isi Kurikulum (Struktur, Komposisi, Jumlah mata pelajaran, alokasi waktu)
yang terdiri dari : Kesesuaian dengan tujuan, scope dan sequence, sifat isi, esensi,
kesinambungan, organisasi, keseimbangan, dan kegunaan.

c. Pedoman Pelaksanaan yang terdiri dari : Proses belajar-mengajar, sistem


penilaia.
n, administrasi dan supervisi, dan sumber belajar.
2.

Dimensi Pelaksanaan
a) Komponen Masukan
Masukan mentah (input peserta didik)
Komponen- komponen yang ada didalam masukan mentah ini yaitu : Jumlah

peserta didik, minat dan motivasi, kecakapan sebelumnya, dan bakat/potensi.


Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

3
7

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Masukan Alat yang terdiri dari :Bahan pelajaran/pelatihan, alat-alat


pembelajaran, media dan sumber belajar, pengajar/pelatih (jumlah dankualitasnya),
Sistem administrasi, dan prasarana pendidikan.
Masukan Lingkungan yang terdiri dari :lingkungan social, lingkungan
budaya, lingkungan geografis, dan lingkungan religius.
b)
Komponen Proses
Interaksi unsur-unsur masukan untukmencapai tujuan :
Peserta Peserta
Peserta Pengajar/pelatih
Peserta Lingkungan
Pengajar Pengajar
c)
Komponen Keluaran
Komponen keluaran ini nantinya akan menghasilkan suatu perubahan tingkah
laku (kompetensi) setelah mengalami proses : pengetahuan, sikap/nilai, dan
keterampilan.
d) Komponen Dampak
Dampak yang akan dirasakan oleh peserta didik di masyarakat /tempat kerja
yaitu : Kemandirian, kemampuan intelektual, kemampuan social, moral, etos kerja,
dsb.

6.6

Prinsip-prinsip Evaluasi
Tujuan evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa ketercapaian

tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan


indikator kinerja yang akan dievaluasikan yang merupakan efektivitas program.
Dalam sebuah evaluasi harus berpatokan pada kurikulum atau silabi dan
dirancang secara jelas yaitu apa yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilai, dan
interpretasi hasil penilaian.
Beberapa prinsip yang harus dipegang dalam suatu pelaksanaan evaluasi
pendidikan:
1. Keterpaduan.

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

3
8

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Evaluasi tersebut harus memegang pada prinsip-prinsip keterpaduan atau


keselarasan. Dimana ada kesesuaian antara tujuan intruksional pengajaran tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, dan metode pembelajaran.
2. Keterlibatan peserta didik
Dalam sebuah prinsip evaluasi harus memperhatikan keterlibatan peserta
didik merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik dalam
evaluasi bukan alternatif dan seluruhnya mempunyai keterkaitan yang erat.
3. Koherensi
Suatu evaluasi pendidikan harus berkaitan dengan materi pembelajaran yang
telah dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak
diukur. Dan keselarasan peseta didik dengan pembelajaran harus sesuai.
4. Pedagogis
Pedagogis adalah seni dalam mengajar. Prinsip evaluasi pendidikan yang
ketujuah adalah perlu adanya alat penilai dari aspek pedagogis untuk melihat
perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi
motivator bagi diri siswa atau peserta didik.

5. Akuntabel
Sudah semestinya hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau
bahan pertanggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seperti orangtua siswa,
sekolah, dan lainnya.
Yang harus diperhatikan agar mendapat informasi yang akurat, diantaranya:
1. Dirancang secara jelas abilitas
2. Penilaian hasil belajar menjadi bagian integral dalam proses belajar mengajar.
3. Agar hasil penilaian obyektif, menggunakan penilaian yang komprehensif.
4. Hasilnya hendaknya diikuti tindak lanjut.
5. Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dengan penilaian (grading)
6. Penilaian harus bersifat komparabel.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

3
9

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

7. Sistem penilaian yang digunakan hendaknya bagi siswa dan juga guru.
Secara sederhana dalam penggambaran prinsip-prinsip evaluasi menyangkut
beberapa hal yang mesti diperhatikan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Kejelasan Tujuan adalah Menjabarkan segala proses dan hasil pembelajaran
yang dicapai
b. Realistik dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi kondisi dan kemampuan
para siswa
c. Ekologi adalah memperhitungkan situasi dimana kurikulum yang akan
dilaksanakan
d. Operasional adalah merumuskan secara spesifik dan terperinci segala sesuatu
yang harus diukur
e. Klasifikasi merupakan Jenjang atau tingkatan, jenis pendidikan, daya dukung,
dan geografis
f. Keseimbangan merupakan Penilaian kurikulum yang ideal dan aktual,
mengenai komponen kurikulum yang mesti diperhatikan
g. Kontinuitas merupakan penilaian yang harus dilakukan secara menyeluruh
terhadap semua program yang akan dilaksanakan.

6.7

Fungsi evaluasi kurikulum

1. Evaluasi Formatif : dilaksanakan apabila kegiatan evaluasi diarahkan untuk


memperbaiki bagian tertentu dari kurikulum yang sedang dikembangkan.
2. Evaluasi Sumatif : dilaksanakan apabila kurikulum telah dianggap selesai
pengembangannya
6.8

(evaluasi terhadap hasil kurikulum).

Prosedur evaluasi kurikulum


Prosedur adalah langkah-langkah teratur dan tertib yang harus ditempuh

sesorang evaluator pada waktu melakukan evaluasi kurikulum. Langkah-langkah


tersebut merupakan tindakan yang harus dilakukan evaluator sejak dari awal sampai
akhir suatu kegiatan evaluasi. Prosedur yang dikemukakan disini adalah hasil revisi
dari prosedur, model, PSP yang dikemukakan Storeange dan Helm (1992).
1. Kajian terhadap evaluan
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

4
0

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Langkah pertama yang harus dilakukan evaluator terhadap kurikulum atau


bentuk kurikulum yang menjadi evaluannya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
pemahaman terhadap karakterisitk kurikulum.
2. Pengembangan proposal
Berdasarkan kajian yang dilakukan pada langkah pertama maka evaluator
kemudian mengembangkan proposalnya. Untuk itu maka evaluator memutuskan
pendekatan dan jenis evaluasi yang akan dilakukan.
3. Pertemuan atau diskusi proposal dengan pengguna jasa evaluasi
Pertemuan atau diskusi proposal dengan pengguna jasa evaluasi merupakan
langkah penting dan menentukan. Hasil diskusi dengan pengguna jasa akan
menentukan apakah proposal yang diajukan akan dapat ditindak lanjuti atau tidak.
Artinya, tidak ada pekerjaan evaluasi yang dilakukan berdasarkan proposal tersebut
4. Revisi Proposal
Revisi proposal adalah tindak lanjut dari hasil pertemuan antara pengguna jas
evaluasi dengan evaluator. Apabila dalam pertemuan dan pembicaraan tersebut
berbagai kompenen harus direvisi maka adalah kewajiban evaluator untuk melakukan
revisi tersebut.
5. Rekruitmen personalia
Rekruitmen personalia untuk pekerjaan evaluasi mungkin 8saja dilakukan
ketika proposal disusun. Jika prosedur itu yang ditempuh maka rekruitmen dianggap
sudah terjadi. Dalam hal demikian maka pada proposal jumlah orang, nama serta
kualifikasi harus dicantumkan.
6. Pengurusan persyaratan administrasi
Setiap kegiatan yang berkenaan dengan evaluasi kurikulum memrlukan
berbagai formalitas administrasi. Evaluator harus mendapatkan persetjuan dari
pengguna kurikulum, pimpinan sekolah atau atasannya, dan mungkin juga dari
pejabat yang terkait dengan masalah keamanan sosial politik.
7. Pengorganisasian pelaksanaan

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

4
1

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Pengorganisasian pelaksanaan adalah suatu kegiatan manajemenyang tingkat


kerumitannya ditentuakan oleh ruang lingkup pekerjaan evaluasi dan jumlah
evaluator yang terlibat.
8. Analisis data
Pekerjaan analisis data tentu saja merupakan tindak lanjut setelah proses
pengumpuilan data evaluasi berhasil dilakukan.
9. Penulisan pelaporan
Penulisan laporan sebagaimana halnya dengan analisis data, penulisan laporan
harus dilakukan oleh evaluator dan tim evaluator. Format laporn harus disesuaikan
dengan kesepakatan yang dilakukan pada waktu awal.
10. Pembahasan Laporan dengan pemakai jasa
Pembahasan ini diperlukan untuk melihat kelengkapan laporan. Dalam
pembahasan ini jika pengguna jasa memerlukan tambahan informasi.
11. Penulisan laporan akhir
Penulisan Laporan akhir adalah sebagai hasil dari revisi yang harus dilakukan
evaluator ketika terjadi pembahasan laporan dengan pengguna jasa.

BAB 7
KONSEP DASAR PEMBELAJARAN
7.1 Hakikat Belajar
Belajar merupakan aktivitas yang disengaja dan dilakukan oleh individu
supaya terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar, dari asalnya seseorang
tidak mampu melakukan sesuatu, menjadi bisa melakukannya. Dari asalnya seseorang
tidak terampil, menjadi terampil.
Terdapat tiga unsur pokok dalam belajar:
a. Proses
Balajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan
merasakan. Seseorang bisa dikatakan belajar apaila pikiran serta perasaannya aktif,
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

4
2

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

dan keaktifan pikiran dan perasaan seseorang tidak akan dirasakan oleh orang lain
kecuali oleh dirinya sendiri. begitu pun dengan peserta didik, dan guru hanya bisa
mengamati kegiatan-kegiatan siswa sebagai manifestasi dari adanya aktivitas pikiran
dan perasaan siswa.
b. Perubahan Perilaku
Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan perilaku sebagai akibat dari
kegiatan belajarnya Sebuah perilaku tidak dikatakan sebagai sebuah hasil belajar
apabila perilaku tersebut bukan perubahan dari hasil pengalaman (berinteraksi dengan
lingkungan), serta tidak terjadi proses mental emosional dalam beraktivitas.
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar diklasifikasikan menjadi tiga domain:
Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik. Domain kognitif berkaitan dengan kemampuan
intelektual manusia. Domain afektif berkaitan dengan emosional manusia, yaitu
kemampuan menguasai nilai-nilai yang dapat membentuk sikap seseorang. domain
psikomotorik berkaitan dengan perilaku dalam bentuk keterampilan-keterampilan
motorik (gerakan fisik).
c. Pengalaman
Belajar adalah mengalami, dalam arti belajar terjadi karena individu
berinteraksi dengan lingkungannya, yakni lingkungan fisik, baik itu bersifat alami
maupun bentuk hasil ciptaan, sesrta lingkungan sosialnya.
3.4 Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu uaya yang dilakukan oleh seorang guru atau
pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar.
Menurut Mudhofir (1987:30) ada empat pola pembelajaran:
a. Pola pembelajaran guru dengan siswa tanpa menggunakan alat bantu/bahan
pembelajaran dalam bentuk alat peraga.
b. Pola pembelajaran (guru+alat bantu) dengan siswa.
c. Pola pembelajaran (guru + media) dengan siswa.
d. Pola pembelajaran media dengan siswa, atau pola pembelajaran jarak jauh.

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

4
3

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Peran guru dalam pembelajaran ini harus memiliki multiperan dalam


pembelajaran. Menurut Adams dan Dickey (dalam Hamalik, 2005) peran guru
meliputi:
a.
b.
c.
d.

Guru sebagai Pengajar


Guru sebagai pembimbing
Guru sebagai ilmuwan
guru sebagai pribadi

3.5 Landasan Konsep Pembelajaran


a. Filsafat
Secara filosofis belajar berarti mengingatkan kembali pada manusia mengenai
makna hidup yang yang bisa dilalui melalui proses meniru, memahami, mengamati,
merasakan, menkaji, melakukan dan meyakini suatu kebenaran sehingga semuanya

memberikan kemudahan dalam mencapai segala yang dicita-citakan manusia. Dengn


demikian, filsafat apapun yang telah menjadi hasil pikir manusia akan mengalami
keterkaitan dengan belajar, bahwa dengan adanya filsafat maka manusia bisa
memelajari sesuatu.
b. Psikologi
Psikologi adalah ilmu yang memelajari gejala kejiwaan yang akhirnya
memelajari produk dari gejala kejiwaan tersebut dalam bentuk perilaku-perilaku,
dimana ini sangat dibutuhkan dalam proses belajar. Aspek psikologi ini menjadi
landasan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran.
c. Sosiologi

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

4
4

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Landasan Sosiologi ini diperlukan dalam mengiringi perkembangan perubahan zaman


yang semakin hedonistik
d. Komunikasi
Landasan komunikasi ini akan memberikan banyak warna dalm bentuk pendekatan,
model, metode, dan strategi pembelajaran, serta pola-pola inovasi pembelajaran.
Komunikasi cukup mampu memengaruhi peserta didik dalam mencapai keberhasilan
membaca informasi pembelajaran.
e. Teknologi
Pembelajaran yang komprehensif harus memerhatikan perbedaan interest siswa yang
bermacam-macam, dimana ada siswa dengan tipe auditif, visual, dan kinestetik.

Penggunaan teknologi dalam pembelajaran bisa menjembatani seluruh siswa dengan


interest yang berbeda, sehingga bisa meningkatkan kualitas pembelajaran.
3.6 Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan aspek yang sangat penting dalam kegiatan
pembelajaran. Proses pembelajaran yang telah direncanakan dengan baik akan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pembelajaran (instruction) merupakan akumulasi dari konsep belajar (learning)
dan konsep mengajar (teaching) dengan penekanan pada perpaduandiantara
keduanya, yaitu penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep ini bisa dipandang suatu
sistem, sehingga dalam sistem belajar ini memiliki komponen-komponen
menyangkut pada learning system serta teching system nya.
Pada hakikaelajaran erdiri dari empat unsur yakni:
a. Persiapan (preparation)

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

4
5

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Tujuan dari tahap persiapan ini untuk menimbulkan minat peserta belajar,
memberikan kesan positif pada peserta didik sehingga peserta didik dapat memulai
proses pembelajaran dengan baik, dan diharapkan dapat membuat proses
pembelajaran berlangsung lebih optimal.
b. Penyampaian (presentation)
Presentasi dilakukan hanya untuk mengawali proses belajar, dimana pada
presentasi guru sebagai fasilitator memimpin pembelajaran, dan peserta didik harus
terlibat aktif dalam pembelajaran.
c. Latihan (practice)
Setelah mendapat materi baru pada tahap presentasi, pada tahap pelatihan ini
bertujuan untuk membantu peserta belajar mengintegrasikan dan menyerap
pengetahuan yang baru tersebut.

d. Penampilan hasil (performance)


Tujuan tahap penampilan hasi adalah memastikan bahwa pengetahuan yang
didapat saat proses pembelajaran bisa tetap melekat dan berhasil diterapkan, dengan
membantu peserta belajar menerapkan dan memperluas pengetahuan serta
keterampilan baru mereka.
3.7 Hasil Belajar dari Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah melalui proses pembelajaran, peserta didik akan mendapatkan hasil
belajar. Hasil yang akan didapatkannya menyangkut segi kognitif, afektif, serta
psikomotorik.
Hasil yang didapatkan oleh peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu
dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Yang tergolong ke faktor
internal diantaranya:
1. Faktor fisiologis
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

4
6

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

2. Faktor psikologis
3. Faktor kematangan fisik serta psikisnya
yang memengaruhi hasil belajar peserta didik dari luar diantaranya:
1.
2.
3.
4.

Faktor sosial
Faktor budaya
Faktor lingkungan fisik
Faktor keagamaan

b. Motivasi Menuju Hasil Proses Pembelajaran


Motivasi berperan penting dalam menentukan hasil yang akan didapat dalam
proses pembelajaran. Menrut jenisnya, motif dibedakan menjadi motif primer dan
motif sekunder. Motif primer adalah motif yang sudah ada dalam diri individu, yang
biasa juga disebut dengan dorongan. Motif sekunder adalah motif yang berkembang
dalam diri individu yang muncul dari pengalaman individu itu sendiri.
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara komponen-komponen
system pembelajaran. Konsep dan pemahaman pembelajaran dapat dipahami dengan
menganalisis aktivitas komponen pendidikan, peserta didik, bahan ajar, media, alat,
prosedur, dan proses belajar. Konsep awal dalam memahami pembelajaran ini dapat
dipandang dari apa itu belajar

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

4
7

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

BAB VIII
KOMPONEN-KOMPONEN PEMBELAJARAN
8.1 Uraian
Pembelajaran memiliki makna yang lebih luas dari istilah pengajaran. Kata
pembelajaran dan kata pengajaran dapat dibedakan pengertiannya. Kalau kata
pengajaran hanya ada di dalam konteks guru-murid di kelas formal, sedangkan kata
pembelajaran tidak hanya ada dalam konteks guru-murid di kelas formal. Akan tetapi,
meliputi kegiatan belajar mengajar yang tidak dihadiri oleh guru secara fisik. Di
dalam kata pembelajaran, ditekankan pada kegiatan belajar siswa melalui usahausaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses
belajar.
Sebagai sebuah system, pembelajaran memiliki sejumlah komponen, yaitu:
1) Tujuan: tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai, oleh
kegiatan pembelajaran. Dimulai dari tujuan pembelajaran (umum dan khusus),
tujuan-tujuan itu bertingkat, berakumulasi, dan bersinergi untuk menuju tujuan yang
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

4
8

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

lebih tinggi tingkatannya, yakni membangun manusia (peserta didik) yang sesuai
denngan yang dicita-citakan.
2) Bahan (materi pembelajaran): pada dasarnya adalah isi dari kurikulum, yakni
berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topic/sub topic dan rinciannya.
Secara umum isi kurikulum itu dapat dipilah menjadi tiga unsur utama, yaitu: logika
(penngetahuan tentang benar-salah; berdasarkan prosedur keilmuan), etika
(pengetahuan tentang baik-buruk) berupa muatan nilai moral, dan estetika
(pengetahuan tentang indah-jelek) berupa muatan nilai seni.
3) Strategi pembelajaran: merupakan salah satu komponen di dalam sestem
pembelajaran, yang tidak dapat dipisahkan dari komponen lain yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor, antara lain:
a. Tujuan
b. Materi
c.
d.
e.
f.

Siswa
Fasilitas
Waktu
Guru

Jenis strategi pembelajaran meliputi;


a.
b.
c.
d.
4)

Ekspositori klasikal
Heuristik
Pembelajaran kelompok
Pembelajaran individual.
Media Pembelajaran: adalah alat dan bahan yang dapat digunakan untuk kepentingan
pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar. Jenis media pembelajaran

1.
2.
3.
4.
5.

meliputi:
Media visual
Media audio
Media audio visual
Media penyaji
Media interaktif
5) Evaluasi Pembelajaran:
Evaluasi pembelajaran bersifat komprehensif yang di dalamnya meliputi
penilaian dan pengukuran. Evaluasi pada hakikatnya merupakan suatu proses
membuat keputusan tentang nilai suatu objek (value judgment) tidak hanya
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

4
9

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

didasarkan kepada hasil pengukuran (quantitative description), dapat pula didasarkan


kepada hasil pengamatan (qualitative description) yang pada akhirnya menghasilkan
keputusan nilai tentang suatu objek yang dinilai.

BAB IX
PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN
Dari pembelajaran mengenai prinsip-prinsip pembelajaran seperti yang telah
dikemukakan di atas, pada pokoknya dapat dikemukakan ke dalam rangkuman
sebagai berikut. Prinsip dikatakan juga landasan. Prinsip pembelajaran menurut
Larsen dan Freeman (1986 dalam Supani dkk. 1997/1998) adalah represent the
theoretical framework of the method. Prinsip pembelajaran adalah kerangka teoretis
sebuah metode pembelajaran. Kerangka teoretis adalah teori-teori yang mengarahkan
harus bagaimana sebuah metode dilihat dari segi 1) bahan yang akan dibelajarkan, 2)
prosedur pembelajaran (bagaimana siswa belajar dan bagaimana guru mengajarkan
bahan), 3) gurunya, dan 4) siswanya.
Dengan demikian, prinsip pembelajaran adalah kerangka teoretis, petunjukpetunjuk teoretis bagi penyusunan sebuah metode pembelajaran dalam hal :
1)

Pemilihan dan peyusunan bahan pembelajaran yang akan dibelajarkan;

2) Pengaturan proses belajar mengajarnya: bagaimana mengajarkan dan


mempelajarinya, hal-hal yang berhubungan dengan pendekatan, teknik, media, dan
sebagainya;
3)

Guru yang akan mengajarkannya, persyaratan yang harus dimiliki, serta

aktivitas yang harus dilaksanakan;


4)

Siswa yang mempelajarinya, berkenaan dengan aktivitasnya; dan

5)

Hal-hal lain yang terlibat dalam proses belajar mengajar.

9.1 Prinsip Prinsip Dalam Penerapan Strategi Pembelajaran


Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

5
0

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip penggunaan strategi pembelajaran


adalah hal-hal yang diperhatikan dalam menggunakan strategi pembelajaran. Prinsip
umum penggunaan strategi pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi

pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan.
Setiap strategi memiliki kekhasan tersendiri, karena itu guru harus mampu memilih
strategi yang dianggap cocok dengan keadaan, guru perlu memahami prinsip-prinsip
umum penggunaan strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.

Berorientasi pada tujuan.


Dalam sistem pembelajaran tujuan merupakan komponen yang utama. Segala

aktivitas guru dan siswa, mestilah diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Ini sangat penting, sebab mengajar adalah proses yang bertujuan. Oleh
karenanya keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari
keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran. Guru dituntut untuk menyadari
tujuan dari kegiatan mengajarnya dengan titik tolak kebutuhan siswa.
b.

Aktivitas.
Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah

berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan.


Karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas
tidak dimaksudkan tidak terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi
aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental. Dinamika perkembangan
psikologis dan fisiologis yang normal dan baik akan sangat mendukung proses
pembelajaran dan pencapaian hasilnya.[3]
c.

Individualitas.
Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa, dan pada

hakekatnya yang ingin dicapai adalah perubahan perilaku setiap siswa. Walaupun

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

5
1

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

yang diajar adalah kelompok siswa dan standar keberhasilan guru ditentukan
setinggi-tingginya.
d. Integritas.
Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi
siswa. Strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian
siswa secara terintegrasi. Penggunaan metode diskusi misalnya, guru harus dapat
merancang strategi pelaksanaan diskusi tak hanya terbatas pada pengembangan aspek
intelektual saja, tetapi harus mendorong siswa agar mereka bisa berkembang secara
keseluruhan. Mendorong siswa agar dapat menghargai pendapat orang lain,
mendorong siswa agar berani mengeluarkan gagasan atau ide-ide yang orisinil,
mendorong siswa untuk bersikap jujur, tenggang rasa, dan lain sebagainya.
Peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 menyebutkan bahwa proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik.
9.2 Macam-macam Prinsip Pembelajaran
Prinsip pembelajaran dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu 1) prinsip
umum dan 2) prinsip khusus (lihat Supani, dkk. 1997/1998).
1. Prinsip umum,
Yaitu prinsip pembelajaran yang dapat diberlakukan/ berlaku untuk semua
mata pelajaran di suatu sekolah/program pendidikan. Prinsip-prinsip umum
pembelajaran di antaranya sebagai berikut.
1)

Prinsip motivasi,
Yaitu dalam belajar diperlukan motif-motif yang dapat mendorong siswa

untuk belajar. Dengan prinsip ini, guru harus berperan sebagai motivator siswa dalam
belajar.
2) Prinsip belajar sambil bekerja/mengalami,
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

5
2

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Yaitu dalam mempelajari sesuatu, apalagi yang berhubungan dengan


keterampilan haruslah melalui pengalaman langsung, seperti belajar menulis siswa
harus menulis, belajar berpidato harus melalui praktik berpidato.
3)

Prinsip pemecahan masalah,


Yaitu dalam belajar siswa perlu dihadapkan pada situasi-situasi bermasalah

dan guru membimbing siswa untuk memecahkannya.


4) Prinsip perbedaan individual
Yaitu setiap siswa memiliki perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal, seperti
intelegensi, watak, latar belakang keluarga, ekonomi, sosial, dan lain-lain. Dengan
demikian, guru dalam kegiatan pembelajaran dituntut memperhitungkan perbedaaperbedaan itu.
2. Prinsip khusus
Yaitu prinsip-prinsip pembelajaran yang hanya berlaku untuk satu mata
pelajaran tertentu, seperti pembelajaran bahasa Indonesia. Setiap mata pelajaran
memiliki banyak prinsip khusus. Prinsip-prinsip khusus pembelajaran bahasa
Indonesia di antaranya sebagai berikut.
1) Ajarkan bahasa, bukan tentang bahasa yaitu pembelajaran bahasa merupakan
aktivitas membina siswa mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi
sebagai penutur bahasa. Artinya, siswa dilatih keterampilan berbahasa yang
hanya dikuasai melalui praktik berbahasa.
2) Bahasa target bukan sekedar objek pembelajaran, tetapi juga wahana
komunikasi dalam proses pembelajaran atau di kelas. Artinya, kegiatan
pembelajaran tidak semata-mata ditujukan untuk mengenal dan menguasai
bahasa target. Akan tetapi, proses pembelajaran harus menjadikan bahasa itu
sebagai wahana dalam berkomunikasi, yaitu dengan menggunakan bahasa target
dalam setiap kesempatan berkomunikasi tentang topik-topik di luar bahasa
(pendekatan komunikatif).
3) Sejauh mungkin gunakan bahasa otentik yang digunakan dalam konteks
nyata sebagai sumber bahan ajar, seperti bahasa di surat kabar, bahasa nyata
dalam kehidupan.

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

5
3

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

4)

Setiap bahasa memiliki sistem bahasanya sendiri. Untuk itu, dalam

mempelajari bahasa kedua harus menjaga jangan sampai terjadi interferensi


(pengaruh) bahasa pertamanya terhadap bahasa kedua yang dipelajari.

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

5
4

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

BAB 10
PENDEKATAN, STRATEGI, dan MODEL PEMBELAJARAN
10.1 Uraian
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dirancang oleh guru agar siswa
melakukan kegiatan belajar untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Dalam
kegiatan pembelajaran, guru harus memahami karakteristik siswa, tujuan yang ingin
dicapai, kompetensi yang harus dimiliki siswa, materi yang akan diajarkan, cara
penyampaian materi, dan penggunaan jenis penilaian yang akan dipilih sebagai alat
ukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah dimiliki siswa.
Berkaitan dengan metode yang akan digunakan dalam pembelajaran, guru harus
terlebih dahulu memahami pendekatan, strategi, dan model pembelajaran.
Pemahaman akan hal ini menuntun guru memilih, memilah metode pembelajaran
yang tepat.
Perlu dipahami setiap pendekatan memiliki pandangan yang berbeda tentang konsepsi
dan makna pembelajaran. Ini menyebabkan strategi dan model pembelajaran yang
dikembangkan menjadi berbeda juga.
1. Pendekatan Pembelajaran
a) Pendekatan Filsafati terhadap Pembelajaran
G.F. Kneller (1971), E. J. Power (1982, Callahan dan Clark (1983) mengemukakan
adanya berbagai aliran filsafat pendidikan. Setiap aliran filsafat memiliki konsepsi
yang berbeda, aliran filsafat yang berbeda itu dipaparkan sebagai berikut :
1) Idealisme: Pembelajaran adalaha kegiatan Tanya jawab antara guru dan murid,
melatih keterampilan berpikir siswa, serta pemberian teladan dalam hal pengetahuan,
nilai dan moral keyakinan dan tingkah laku, agar siswa dapat menemukan jawaban
atas masalah yang dihadapinya, memiliki pengetahuan yang benar dan berlaku
sepanjang jaman, serta mengembangkan karakter dan bakatnya.

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

5
5

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

2) Realisme: Pembelajaran adalah kegiatan guru menciptakan kondisi lingkungan


disiplin tertentu untuk dialami siswa, agar sterbentuk kebiasaan-kebiasaan sehingga
dapat menyesuaikan dengan lingkungan dan melaksanakan tanggung jawab sosial.
3) Pragmatisme: Pembelajaran adalah guru memfasilitasi dan membimbing siswa
dalam memecahkan masalah melalui aktivitas inquiry (learning by doing) sesuai
minat, bakat dan kebutuhan siswa.
Pragmatisme menghendaki pembelajaran yang berpusat pada siswa, masalah, pada
aktivitas dan bersifat interdisipliner.
4) Kontruktivisme: Pembelajaran adalah kegiatan guru memfasilitasi dan membimbing
siswa berpikir, agar dapat mengembangkan konsep dan pengertian melalui
pengalaman yang sesuai dengan dunia nyata siswa.
Kontruktivisme memungkinkan siswa membangun pengetahuannya sendiri.
Pembelajaran bukanlah kegiatan guru mentransfer pengetahuan kepada siswa,
melainkan berpusat pada siswa, pada masalah, pada aktivitas, bersifat interdisipliner.
5) Eksistensialisme: Pembelajaran adalah guru mendampingi siswa berdasarkan minat
dan kebuthannya untuk sampai pada penyadaran diri dan mengembangkan komitmen
yang berhasil dan bermakna bagi eksistensinya.
6) Filsafat Pendidikan Nasional (Pancasila): Pembelajaran adalah interaksi pendidik
dengan peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan
pembelajaran meliputi berbagai kompetensi yang dijabarkan dari tujuan pendidikan
nasional dan diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan nasional yaitu menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis,
serta bertanggung jawab.
b)Pendekatan Psikologi terhadap Pembelajaran
Ada berbagai aliran pokok yang dapat digunakan dalam mendekati makna
pembelajaran, tiga aliran pokok diantaranya Behavorisme, Kognitif, dan Humanisme
1) Behavorisme: Pembelajaran adalah kegiatan guru menciptakan kondisi lingkungan
sebagai stimulus untuk direspons siswa yang dilakukan dalam bentuk
2) pembiasaan atau latihan tahap demi tahap. Yang diikuti dengan penguatan secara
terus menerus, agar terjadi modifikasi perilaku.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

5
6

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

3) Kognitif: Pembelajarn merupakan kegiatan guru pembimbing siswa melakukan


proses internal yang kompleks berupa pemrosesan informasi, agar dapat
mengembangkan kemampuan atau fungsi-fungsi kognitifnya secara optimal.
4) Humanisme: Pembelajaran adalan kegiatan guru memfasilitasi dan membimbing
siswa belajar melalui proyek- proyek terpadu, didasarkan atas pemuasan kebutuhan
dan kepribadian siswa, agar siswa memperoleh pemahan dan pengertian.
a. Pendekatan Sistem terhadap Pembelajaran
Berdasarkan pendekatan sistem, pembelajaran dapat dipandang sebagai suatu
keseluruhan terpadu yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berinteraksi
secara fungsional.
Komponen-komponen pembelajaran itu adalh tujuan atau kompetensi yang
ingin dicapai, materi pembelajaran yang akan disajikan, metode pembelajaran yang
digunakan, alat bantu/media yang dipakai, dan penilaian.
10.2
Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah pola umum rencana interaksi antara siswa
dengan guru dan sumber belajar lainnya pada suatu lingkungan belajar untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Berbagai jenis strategi pembelajaran yang dimaksud dapat dipilah berdasarkan
karakteristik sebagai berikut :
a. Berdasarkan Rasio Guru dan Siswa dalam Pembelajaran
Berdasarkan rasio guru dan siswa yang terlibat dalam pembelajaran, terdapat lima
jenis strategi pembelajaran yaitu:
1) Pembelajaran oleh seorang guru terhadap sekelompok besar (kelas) siswa
2) Pembelajaran oleh seorang guru terhadap sekelompok kecil (5-7 orang) siswa.
3) Pembelajaran oleh seorang guru terhadap seorang siswa.

4) Pembelajaran oleh satu tim guru terhadap sekelompok besar (satu kelas) siswa.
5) Pembelajaran oleh satu tim guru terhadap sekolompok kecil (5-7 orang) siswa.
b. Berdasarkan Pola Hubungan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran
Berdasarkan hubungan guru dan siswa dalam pembelajaran, terdapat tiga jenis
strategi pembelajaran yaitu :
1) Pembelajaran tatap muka
2) Pembelajaran melalui media
3) Pembelajaran tatap muka plus melalui media
c. Berdasarkan Peranan Guru dan Siswa dalam Pengelolaan Pembelajaran
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

5
7

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Ditinjau berdasarkan peranan guru dan siswa dalam pengelolaan


pembelajaran, umumnya dikemukakan dua jenis strategi pembelajaran :
1) Pembelajaaran yang berpusat pada guru
2) Pembelajaran yang berpusat pada siswa
Strategi yang berpusat pada guru merupakan pilihan bagi guru yang
menggunakan pendekatan filsafat realism dan pendekatan psikologi Behaviorisme,
sedangkan pembelajaran yang berpusat pada siswa merupakan pilihan guru dengan
paham pendekatan filsafat Pragmatisme, Eksistensialisme, dan Konstruktivisme
selain itu juga merupakan pilihan bagi guru yang menggunakan pendekatan psikologi
Kognitif dan Humanisme.
Apabila kita menganalisis lebih dalam makna pembelajaran berdasar
pendekatan filsafat pendidikan nasional (Pancasila) maka kita menemukan satu
strategi pembelajaran yaitu moderat(tidak mengharuskan pembelajaran berpusat pada
guru, dan tidak mengharuskan juga pembelajaran berpusat pada siswa saja.
d. Berdasarkan Peranan Guru dan Siswa dalam Mengolah Pesan atau Materi
Pembelajaran
Berdasarkan peranan guru dan siswa dalam mengolah pesan atau materi
pembelajara, terdapat dua jenis strategi pembelajaran yaitu :
1) Pembelajaran ekspositorik
2) Pembelajaran heuristik
Setiap pembelajaran diarahkan untuk mencapai suatu tujuan dan berkaitan
dengan pesan atau materi pembelajaran tertentu. Pembelajaran yang menyampaikan
pesan dalam keadaan telah siap dimana sisiwa tinggal menerima saja disebut
pembelajaran ekspositorik. Pembelajaran yang mengharuskan siswa mengolah
pesan sendiri disebut pembelajaran heuristik
e. Berdasarkan Proses Berpikir dalam Mengolah Pesan atau Materi Pembelajaran
Berdasarkan proses berpikir dalam mengolah pesan atau materi
pembelajaran, terdapat tiga strategi pembelajaran yaitu:
1) Pembelajaran deduktif
2) Pembelajaran induktif
3) Pembelajaran deduktif-induktif
Strategi pembelajaran deduktif merupakan pilihan bagi guru yang menganut
filsafat Idealisme. Strategi induktif merupakan pilihan bagi guru yang menganut

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

5
8

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

filsafat Realisme. Strategi deduktif-induktif merupakan pilihan bagi guru yang


menganut filsafat Pragmatisme.
10.3
Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan
untuk merancang pembelajaran tatap muka di dalam kelas atau dalam latar tutorial
dan dalam membentuk materiil-materiil pembelajaran.
Model pembelajaran juga tidak lebih umum daripada strategi pembelajaran, model
pembelajaran lebih khusus daripada strategi pembelajaran. Alasannya antara lain,
bahwa scenario suatu model pembelajaran memuat suatu strategi pembelajaran
tertentu yang sebaiknya diaplikasikan oleh guru. Suatu model pembelajaran telah
memuat 1) syntax (serangkaian tahapan lagkah-langkah yang konkret yang harus
diperankan oleh guru dan siswa. 2) sistem sosial yang diharapkan. 3) prinsip-prinsip
reaksi siswa dan guru, dan 4) Sistem penunjang yang disyaratkan.
a. Model Pembelajaran Berdasarkan Teori
1. Model Interaksi Sosial
Model interaksi sosial didasari oleh teori belajar Gestalt. Model ini
menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat
(learning to life together).
Pokok pandangan Gestalt adalah objek (terletak pada keseluruhan bentuk bukan
bagian-bagiannya) atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan
yang terorganisasikan. Aplikasi Teori Gestalt dalam pembelajaran adalah :
a) Pengalaman Insight/Tilikan. Dalam proses pembelajaran, siswa hendaknya
memiliki kemampuan insight (Kemampuan mengenal keterkaitan unsure-unsur
dalam suatu objek).
b) Pembelajaran yang Bermakna. Kebermaknaan unsure-unsur yang terkait dalam
suatu objek menunjang pembentukan pemahaman dalam proses pembelajaran.
c) Perilaku Bertujuan. Perilaku terarah pada suatu tujuan yang hendak dicapai.
d) Prinsip Ruang Hidup (Life space). Perilaku siswa terkait dengan lingkungan
dimana dia berada.
Model Interaksi Sosial ini mencakup Strategi Pembelajaran/ metode
pembelajaran sebagai berikut:

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

5
9

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

a) Kerja Kelompok, bertujuan mengembangkan keterampilan, berperan serta dalam


proses bermasyarakat.
b) Pertemuan kelas, bertujuan mengembangkan pemahaman mengenai diri sendiri
dan rasa tanggung jawab.
c) Pemecahan Masalah Sosial (Inquiry social), bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah dengan logis.
d) Model Laboratorium, bertujuan untuk mengembangkan kesadaran pribadi dan
keluwesan dalam kelompok.
e) Bermain Peranan, bertujuan member kesempatan pada peserta didik menemukan
nilai-nilai sosial dan pribadi melalui situasi tiruan.
f) Simulasi Sosial, bertujuan untuk mengalami berbagai kenyataan sosial dan
melihat reaksi mereka.
2. Model Pemrosesan Informasi
Model ini berdasarkan Teori Belajar Kognitif (Piaget) dan berorientasi pada
kemampuan siswa memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya.
Teori Pemrosesan Informasi/Kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985).
Asumsinya bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan.
Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal, kondisikondisi eksternal, dan interaksi antarkeduanya akan menghasilkan hasil belajar.
Fase-Fase proses pembelajaran menurut Robert M. Gagne adalah:
a) Motivasi (Fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan untuk
melakukan suatu tindakan).
b) Pemahaman (Individu mnenerima dan memahami informasi yang diperoleh dari
pembelajaran).
c) Pemerolehan (Individu memberikan makna /mempersepsi segala informasi yang
sampai pada dirinya).
d) Penahanan (Menahan informasi/hasil belajar agar dapat digunakan untuk jangka
e)
f)
g)
h)

waktu panjang)
Ingatan Kembali, (Mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan).
Generalisasi (Menggunakan hasil pembelajaran unntuk keperluan tertentu).
Perlakuan, (Perwujudan perubahan perilaku individu hasil pembelajaran).
Umpan Balik, (Individu memperoleh feedback dari perilaku yang telah
dilakukannya).
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

6
0

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Terdapat Sembilan langkah yang harus diperhatikan pendidik di kelas dalam


kaitannya dengan pembelajaran pemrosesan informasi, yaitu:
a) Melakukan tindakan untuk menarik perhatian siswa
Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topic yang akan

10.4

dibahas.
a) Merangsang siswa untuk memulai aktivitas pembelajaran.
b) Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah ditetapkan.
c) Memberikan bimbingan bagi aktivitas siswa dalam pembelajaran.
d) Memberikan penguatan pada prilaku pembelajaran.
e) Memberikan freedback terhadap prilaku yang ditunjukkan siswa.
f) Melaksanakan nilai proses dan hasil.
g) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan menjawab
berdasarkan pengalamannya.
Adapun beberapa strategi pembelajaran (metode dan teknik) model pemrosesan
informasi ini meliputi, diantaranya:
a. Mengajar induktif, yaitu untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan
membentuk teori.
b. Latihan Inquiry, yaitu untuk mencari dan menemukan informasi yang memang
diperlukan.
c. Inquiry keilmuan, bertujuan untuk mengajarkan sistem penelitian dalam disiplin ilmu,
dan diharapkan akan memperoleh pengalaman dalam domain-domain disiplin ilmu.
d. Pembentukan konsep, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir
induktif, mengembangkan konsep, dan kemampuan analisis.
e. Model pengembangan, bertujuan untuk mengembangkan inteligensi umum, terutama
berpikir logis, aspek sosial, dan moral.
f. Advanced Organizer Model, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
memproses informasi yang efisien untuk menyerap dan menghubungkan satuan ilmu
pengetahuan secara bermakna.
Sedangkan impilkasi Teori Belajar Kognitif (Piaget) dalam pembelajaran,
diantaranya:
a. Bahasa dan cara berpikirn anak berbeda dengan orang dewasa, oleh karena itu guru
hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak. Anak akan
dapat belajar dengan baik apabila ia mampu menghadapi lingkungan dengan baik.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

6
1

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

b. Guru harus dapat membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan
belajarnya sebaik mungkin (fasilitator, ing ngarso sung tulodo).
c. Bahan yang harus dipelajari hendaknya dirasakan baru, tetapi tidak asing. Beri
peluang kepada anak untuk belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya.
d. Di kelas, berikan kesmpatan pada anak untuk dapat bersosialisasi dan diskusi
sebanyak mungkin.
3. Model Personal
Model ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi kepada
perkembangan diri individu. Perhatian utamanya pada emosional siswa untuk
mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini
menjadikan pribadi siswa yang mampu membentuk hubungan yang harmonis serta
mampu memproses informasi secara efektif.
Model ini juga berorientasi pada individu dan perkembangan keakuan. Tokoh
humanistic adalah Abraham Maslow (1962), R. Rongges. C. Buhler, dan Arthur
Comb. Menurut teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang
kondusif, agar siswa merasa bebas dalam belajar dan mengembangkan dirinya, baik
emosional maupun intelektual. Teori humanistic timbul sebagai gerakan
memanusiakan manusia. Pada teori humanistic ini, pendidik seharusnya berperan
sebagai pendorong, bukan menahan sensivitas siswa terhadap perasaannya
Implikasi teori humanistic dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.

Bertingkah laku dan belajar adalah hasil pengaatan.


TL yang ada, dapat dilaksanakan sekarang (learning to do).
Semua individu memiliki dorongan dasar terhadap aktualisasi diri.
Sebagian besar TL individu adalah hasil dari konsepsinya sendiri.
Mengajar adalah bukan hal penting, tapi belajar siswa adalah sangat penting

(learn how to learn).


f. Mengajar adalah membantu individu untuk mengembangkan suatu hubungan
yang produktif dalam lingkungannya dan memandang dirinya sebagai
pribadi yang cakap.
Model pembelajaran personal ini meliputi strategi pembelajaran (metode
pembelajaran) sebagai berikut:

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

6
2

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

a. Pembelajaran Non-Direktif, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan


perkembangan pribadi (kesadaran diri, pemahaman, dan konsep diri).
b. Latihan Kesadaran, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan interpersonal
atau kepedulian siswa.
c. Sinetik, untuk mengembangkan kreativitas pribadi dan memecahkan masalah
secara kreatif.
d. Sistem Konseptual, untuk meningkatkan kompleksitas dasar pribadi yang luwes.
4. Model Modifikasi Tingkah Laku
Model ini bertitik dari teori belajar behavioristic, yaitu bertujuan
mengembangkan sistem yang efisien untuk menurutkan tugas-tugas belajar dan
membentuk TL dengan cara memanupulasi penguatan (reinforcement). Model ini
lebih menekankan pada aspek perubahan prilaku psikologis dan perilaku yang tidak
dapat diamati. Karakteristik Model ini adalah dalam hal penjabaran tugas-tugas yang
harus dipelajari siswa lebih efisien dan berurutan.
Ada empat fase dalam model modifikasi tingkah laku, yaitu fase mesin
pengajaran (CAI dan CBI), penggunaan media, pengajaran berprograma (linier dan
branching) open conditioning, dan open reinforcement. Implementasi dari model ini
adalah: meningkatkan kegiatan pengucapan anak, guru selalu perhatian terhadap TL
belajar siswa, modifikasi TL anak yang kemampuan belajarnya rendah dengan
reward, sebagai reinforcement pendukung, dan penerapan prinsip pembelajaran
individual terhadap pembelajaran klasikal.
5. Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Pembelajaran disekolah tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan
kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar
pengalaman belajar yang dimiliki siswa senantiasa terkait dengan permasalahanpermasalahan actual yang terjadi dilingkungannya. Dengan demikian, inti dari
pendekatan CTL adalah berkaitan setiap materi atau topic pembelajaran dengan
kehidupan nyata.
Ketika memberikan pengalaman belajar yang diorientasikan pada pengalaman
dan kemampuan aplikatif yang lebih bersikap praktis, tidak dapat diartikan bahwa
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

6
3

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

pemberian pengalaman teoretik konseptual tidak penting. Sebab dikuasainya


pengetahuan teoretik secara baik oleh para siswa akan memfasilitasi kemampuan
aplikatif lebih baik pula.
Pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep
belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan menerapkannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi, 2002).
Oleh sebab itu, melalui pendekatan CTL, mengajar bukan transformasi
pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-konsep yang
sepertinya terlepas dari kehidupan nyata. Akan tetapi, lebih ditekankan kepada upaya
memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan untuk bisa hidup (life skill) dari apa
yang dipelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah
lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik), akan tetapi
secara fungsional apa yang dipelajari sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi
dan permasalahan kehidupan yang terjadi dilingkungannya (keluarga dan
masyarakat).
Pendekatan kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang
memfasilitasi kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan
pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata)
melalui pelibatan aktivitas belajar mencoba melakukan dan mengalami sendiri
(learning by doing). Dengan demikian, pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi
produk, akan tetapi yang lebih penting adalah proses. Dalam pembelajaran
kontekstual ada tujuh prinsip pembelajaran yang harus dikembangkan oleh guru
yaitu: 1) kotruktivisme, 2) menemukan (inquiry), 3) bertanya, 4) masyarakat belajar,
5) pemodelan, 6) refleksi, dan 7) penilaian sebenarnya.
CTL, sebagai suatu pendekatan, dalam implementasinya tentu saja
memerlukan desain/perencanaan pembelajaran yang mencerminkan konsep dan
prinsip CTL. Desai pembelajaran pada intinya merupakan suatu perencanaan atau

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

6
4

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

rencana sistem pembelajaran yang dibuat oleh guru untuk memudahkan dan
meningkatkan proses dan hasil pembelajaran.
Secara lebih jelas diungkapkan oleh Reigeluth, bahwa fungsi dan peran Desai
Pembelajaran, Antara lain:
1)
2)
3)
4)

Instructional design prescribes methods a part of Intructional Development.


Instructional design prescibles procedure for Instructional Implementation.
Instructional design prescibles procedure for Instructional Management.
Instructional design identifies and remedies weaknesses as a part of Inteructional
Evaluation.
Berdasarkan uraian singkat diatas, maka desain pembelajaran memiliki sifat
keluwesan (fleksibel), tidak kaku dalam satu model tertentu saja. Format dasain bisa
dikembangkan dalam bentuk yang bervariasi tergantung pada tujuan dan model
pembelajaran bagaimana yang akan dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar.
Pendekatan CTL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan
menemukan pengeaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkai dengan kehidupan
nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan
mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi
produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses. Pembelajaran konstektual ini
memiliki tujuh tahapan pokok yag harus dikembangkan oleh guru, yaitu:

a) Kontruktivisme (Contructivisme)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam pendekatan
CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang
hasilnya diperluas memalui konteks yang terbatas. Pengatahuan bukanlah sepangkat
fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Batasan kontruktivisme diatas memberikan penekanan bahwa konsep bukalah tidak
penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh
siswa. Akan tetapi, bagai mana dari setiap konsep atau pengetahuanyang dimiliki
siswa dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam
kondisi nyata.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

6
5

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Berdasarkan penilaian ditemukan bahwa pemenuhanterhadap kemampuan


penguasaan teori berdampak positif untuk jangka pendek, tetapi tidak memberikan
sumbangan yang cukup baik dalam waktu jangka panjang. Implikasi bagi guru dalam
mengembangkan tahap kontruktivisme ini terutama dituntut kemampuan untuk
membimbing siswa mendapatkan makna dari setiap konsep yang dipelajarinya.
Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung maupun tidak
langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh para siswa
itu sendiri.
Oleh karena itu, setiap guru harus memiliki bekal wawasan yang cukup luas,
sehingga dengan wawasan itu ia selalu dengan mudah memberikan ilustrasi,
menggunakan sumber belajar dan media pembelajaran yang dapat merangsang siswa
untuk aktif mencari dan melakukan, serta menemukan sendiri kaitan antara konsep
yang dipelajari dengan pengalamanya. Dengan cara itu pengalaman belajar siswa
akan memfasilitasi kemampuan siswa untuk melakukan transformasi terhadap
pemecahan masalah lain yang memiliki sifat keterkaitan, meskipun terjadi pada ruang
dan waktu yang berbeda.
b) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari pendekatan CTL. Melalui upaya
menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta
kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat
seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.
Hasil pembelajaran merupakan hasil dan kreativitas siswa sendiri, akan lebih
diingat untuk jangka waktu yang lama daripada sepenuhnya pemberian guru
(berimplikasi pada strategi uang dikembangkan oleh guru).
Suasana demokratis dalam pembelajaran dengan member kesempatan yang luas
kepada siswa untuk melakukan observasi, keberanian bertanya, mengajukan dugaan,
mencari dan mengolah data, serta menimpulkan apa yang telah dipelajarinya,
merupkana hal yang harus dikembangkan oleh guru.
c) Bertanya (Questioning)

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

6
6

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Berkembangnya kemampuan dan keinginan untuk bertanya, sangat


dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Pertanyaan
yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk nyata.
Melaui penerapan bertanya , pembelajaran akan lebuh hidup,
mendorong proses pembelajaran yang lebih luas, serta akan menemukan unsur-unsur
lain yang tidak terpikirkan baik oleh guru atau siswa.
d) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan
kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Hasil
pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai
pengalaman(sharing).
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Penerapan learning
communityakan bergantung pada model komunikasi pembelajaran yang
dikembangkan guru. Dimana dituntut keterampilan dan profesionalisme guru untuk
mengembangkan komunikasi banyak arah, bukan hanya hubungan antar guru dengan
siswa atau sebaliknya. Akan tetapi, secara luas dibuka hubungan komunikasi
pembelajaran antar siswa.
Setiap siswa seharusnya dibimbing untuk mengembangkan rasa ingin tahunya
melalui pemanfaatan sumber belajar yang tidak hanya disekat oleh masyarakat
belajar, tetapi di luar kelas.
e) Pemodelan
Kini guru bukanlah satu-satunya sumber belajar siswa. Kelebihan dan
keterbatasan yang dimiliki guru, guru akan mengalami hambatan untuk memberikan
pelayanan pada siswa yang kebutuhannya rata-rata heterogen.
Pembuatan model dapat dijadikan alternative untuk mengembangkan
pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan
membantu mengatasi keterbatasan guru.
f) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja
dipelajari.
Melalui pendekatan CTL pengalaman belajar bukan hanya di dalam
kelas, tetapi jauh lebih penting membawa pengalaman belajar keluar kelas, yaitu saat
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

6
7

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

ia dituntut untuk menanggapi permasalahan nyata yang dihadapi sehari-hari.


Disinilah unsur refleksi sangat penting pada setiap kesempatan pembelajaran.
g) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian sebagai integral pembelajaran memiliki fungsi yang amat
menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran
melalui penerapan CTL.
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi
yang memberikan gambaran terhadap pengalaman belajar siswa. Gambaran tentang
kemajuan belajar siswa diperlukan selama proses pembelajaran, dengan cara tersebut
guru dapat mengetahui tingkat kemampuan siswa.

BAB 11
INOVASI KURIKULUM
11.1 Uraian
A. Dasar Pemikiran
Sejak kurikulum 1975 sampai sekarang (kurikulum 2004) bberbagai inovasi
telah dilakukan, baik dalam komponen tujuan, isi/materi, proses maupun evaluasi.
Inovasi tersebut, antara lain dari kurikulum yang berorientasi kepada tujuan (goal
oriented) menjadi kurikulum yang berorientasi pada kompetensi, dari subjectcentered curriculum menjadi broad-field curriculum , dari pembelajaran yang bersifat
teacher-centered menjadi child-centered dengan dengan menggunakan pendekatan
Students Active Learning (SAL) atau di Indonesia dikenal dengan istilah CBSA,
sistem pengajaran pamong, sistem belajar jarak jauh, pengembangan keterampilan
proses, pengembangan life skills, perubahan sistem penilaian dari yang hanya paper
and pencil test menjadi classroom-based assessment dengan salah sau tekniknya
adalah portfolio, dan tentu masih banyak lagi bentuk-bentuk inovasi lain.
B. Konsep, Jenis dan Strategi Inovasi
Berbicara tentang inovasi (pembaruan) mengingatkan kita pada istilah
invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

6
8

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

sebagai hasil karya manusi. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang
sebenarnya telah ada sebelumnya). Dengan demikian, inovasi berarti usaha
menemukan sesuatu yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (upaya) invention
dan discovery.
Pada dasarnya, inovasi kurikulum berkenaan dengan inovasi terhadap system
kurikulum itu sendiri. Focus inovasi adalah ide atau rangkaian ide. Inovasi yang
karena sifatnya tetap bercorak mental, sedangkan inovasi yang lain harus memperoleh
bentuk yang nyata. Inovasi kurikulum harus dilakukan secara sengaja dan terencana,
dalam arti bukan karena factor kebetulan atau sekadar hobi.
Inovasi kurikulum adalah usaha melakukan pembaruan system kurikulum untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Tujuan inovasi kurikulum, antara lain: (a) lebih
meratanya kesempatan belajar, (b) adanya keserasian antara kegiatan pembelajaran
dengan tujuan kurikulum, (c) implementasi kurikulum menjadi lebih efisien dan
efektif, (d) menghargai kebudayaan local/daerah, (e) tumbuhnya sikap, minat, dan
motivasi belajar peserta didik, (f) tersebarnya paket kurikulum yang menarik dan
menyenangkan semua pihak, mudah dicerna, mudah diperoleh, dan (g) terpenuhinya
kebutuhan tenaga terdidik dan terlatih yang bermutu. Adapun ciri-ciri utama suatu
inovasi, yaitu: (a) adanya sesuatu yang baru menurut persepsi yang menerima, (b)
diciptakan secara sengaja, (c) bertujuan untuk memperbaiki system yang sudah ada,
dan (d) kebaikan dari inovasi itu dapat ditunjukkan.
Inovasi harus mengandung makna perbaikan terhadap tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan termasuk menetapkan satu atau lebih kriteria kualitatif. Inovasi juga
biasanya dilihat sebagai sesuatu yang baru dan bukannya menyusun kembali apa yang
sudah ada ke dalam pola-pola baru, di lain pihak perubahan memimnta respons
sedangkan inovasi memerlukan inisiatif.
Pelaksanaan inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari pelaksana inovasi itu
sendiri. Dilihat dari hal itu, inovasi kurikulum dibagi kedalam dua jenis, yaitu topdown innovation dan Buttom-up innovation.
1. Top-Down Innovation
Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai upaya untuk meningkatkan
mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, ataupun
sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi, dan sebagainya. Inovasi seperti ini
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

6
9

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan, dan
bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan
bawahannya dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.
2. Button-up Innovation
Inovasi ini dibuat berdasarkan ide, pikiran, kreasi, inisiatif di sekolah, guru
atau masyarakat. Sistem pendidikan ini cenderung bersifat sentralistis.
Selanjutnya, Chin dan Benne dalam Kennedy (1987) mengemukakan tiga strategi
yaitu:
a. Strategi Pemaksaan
Strategi pemaksaan berdasarkan kekuasaan merupakan suatu pola inovasi
yang sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah inovasi itu sendiri. Strategi ini
cenderung memaksakan kehendak, ide, dan pikiran sepihak tanpa menghiraukan
kondisi dan keadaan serta situasi yang sebenarnya di mana inovasi itu akan
dilaksanakan.
b. Strategi Empirik-Rasional
Asumsi dasar dalam strategi ini adalah bahwa manusia mampu menggunakan
pikiran logisnya sehingga mereka akan bertindak secara rasional. Dalam kaitan
dengan ini, innovator bertugas mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan
metode yang terbaik dan valis untuk memberikan manfaat bagi penggunanya.
c. Strategi Pendidikan yang Berulang Secara Normatif
Strategi ini didasarkan pada pemikiran yang menekankan bagaimana klien
memahami permasalahan pembaruan, seperti perubahan sikap, keterampilan, dan
nilai-nilai yang berhubungan dengan manusia.
C. Proses Pengembangan dan Keputusan Inovasi
1. Invention
Meliputi penemuan-penemuan baru yang biasanya merupakan adaptasi dari
apa yang telah ada. Dalam praktiknya, sering terjadi inovasi kurikulum dan
pembelajaran menggambarkan suatu hasil yang sangat berbeda dengan ada yang
terjadi sebelumnya.
2. Development
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

7
0

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Yaitu suatu proses sebelum masuk kedalam skala yang lebih besar.
Pengembangan sering kali bergandengan dengan penelitian sehingga prosedur
research and development merupakan tahapan yang digunakan dalam kurikulum
research and development yang meliputi berbagai aktivitas.
3. Diffusion
Difusi merupakan suatu tipe khusus dari komunikasi yang berhubungan
dengan gagasan atau ide baru. Komunikasi merupakan proses yang melibatkan para
pelakunya dalam menciptakan dan membagi informasi di antara sesamanya dalam
rangka mencapai pemahaman bersama. Komunikasi dalam difusi adalah isi pesan
dalam komunikasi tersebut adalah baru. Barunya isi pesan yang terdapat dalam
komunikasi tersebut menentukan ketidakpastian. Ketidakpastian adalah tingkat
kepercayaan terhadap sejumlah alternative dari suatu peristiwa yang akan terjadi.
4. Adoption
Pada tahap penyerapan (adoption) terdapat beberapa unsur penting yang perlu
dipertimbangkan, antara lain: penerimaan, waktu, tipe pembaruan, unit pengadopsi,
saluran komunikasi, struktur social dan budaya.
Proses pengembangan invoasi perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Memahami masalah atau kebutuhan yang timbul dalam masyarakat. Dalam
sistuasi tertentu, akibat desakan dan kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi,
maka munculah ide, gagasan dan pandangan baru yang mencoba memecahkan
masalah secara komprehensif.
b) Melakukan penelitian dasar dan terapan.
c) Pengembangan.
d) Komersialisasi. Pada tahap ini proses penelitian dan pengembangan dikemas
dalam bentuk produk siap pakai oleh pengguna.
e) Difusi dan adopsi. Masalah yang paling krusial dalam proses pengembangan
inovasi adalah keputusan untuk memulai difusi kepada pengguna (adopter). Hal
ini dapat dilakukan dengan memperhatikan dua hal, yaitu menjaga kualitas
teknologi dan keputusan untuk menyebarluaskan inovasi.
f) Konsekuensi. Tahap akhir dari proses pengembangan inovasi adalah
konsekuensi. Persoalannya apakah kebutuhan dapat dipecahkan oleh hasil
inovasi atau sebaliknya.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

7
1

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Proses keputusan inovasi adalah proses dimana seorang individu atau unit
pembuatan keputusan mempertimbangkan langkah-langkah membuat keputusan,
mulai dari memahami tentang inovasi, menentukan sikap, membuat keputusan,
implementasi sampai pada konfirmasi dari keputusan tersebut.
Adapun uraian dari kelima langkah utama dalam proses keputusan inovasi ini adalah
sebagai berikut.
1) Pengetahuan, terjadi bila seorang individu terbuka terhadap adanya inovasi
dan memperoleh pengetahuan tentang bagaimana cara ia terlibat dan
berfungsi dalam pengembangan inovasi.
2) Persuasi, terjadi bila seorang individu menentukan sikap senang atau tidak
senang terhadap inovasi tersebut.
3) Keputusan, terjadi bila seorang individu terikat dalam aktivitas untuk
memilih mengadopsi atau menolak inovasi tersebut.
4) Implementasi, terjadi bila seorang individu menentukan pelaksanaan suatu
inovasi.
5) Konfirmasi, terjadi bila seorang individu mencari dukugan bagi suatu
keputusan inovasi yang telah dibuat, tetapi mungkin mengembalikkan
keputusan yang lalu jika pesan-pesan yang disampaikan bertentangan
dengan inovasi itu.
D. Saluran Komunikasi
Saluran komunikasi adalah alat untuk menyampaikan pesan dari individu lain,
baik langsung maupun tidak langsung. Saluran media massa adalah semua alat yang
digunakan untuk menyalurkan pesan-pesan yang melibatkan suatu media massa.
Dalam proses difusi perlu dipertimbangkan juga masalah waktu, karena waktu
merupakan unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu yang terlibat dalam
proses difusi, antara lain: (a) dalam proses keputusan inovasi, dimana individu baru
pertama kali megetahui tentang inovasi sampai kepada adopsi atau penolakan, (b)
dalam keinovasian individu atau unit adopsi lainnya, artinya perbandingan kecepatan
inovasi untuk diadopsi dari suatu system dengan system lainnya adalah relative, (c)
tingkat adopsi dalam system, biasanya diukur menurut jumlah anggota system yang
mengadopsi invoasi dalam jangka waktu tertentu.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

7
2

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

E. Implementasi Inovasi dan Kecepatan Adopsi


Dalam rangkaian inovasi, implementasi menduduki posisi yang sangat
penting, karena menyangkut sistem inovasi itu sendiri. Berkaitan dengan maalah
implementasi, Nakamura dan Smallwood (1980) mengatakan, terdapat tiga
lingkungan yang dihubungkan dengan komunikasi dan pemenuhan (compliance),
yaitu pembentukan kebijakan (policy formation) dalam sistem yang bersifat siklus.
Dalam konteks itu, mereka mengingatkan agar kita tidak hanya melihat implementasi
sebagai suatu proses dari atas ke bawah, tetapi perlu mempertimbangkan penjajagan
terhadap peranan penting yang dimainkan oleh para pelaku disetiap lingkungan
seperti yang disebutkan tersebut.

Lebih lanjut, Fullan dan Pomfret (1977)

menjelaskan studi implementasi cenderung menggambarkan dua orientasi pokok.


Orientasi pertama bertujuan untuk menetapkan tingkat implementasi dalam arti
samapai mana penggunaan inovasi secara actual sesuai dengan apa yang diharapkan.
Orientasi kedua diarahkan pada analisis kerumitan proses perubahan dalam arti
bagaimana inovasi dikembangkan atau diubah selama proses implementasi.
Implementasi merupakan salah satu bagian penting dari proses keputusan inovasi.
Nicholls (1983) dalam studinya mengemukakan enam kesimpulan sebagai
persyaratan penting untuk membantu keberhasilan implementasi inovasi, yaitu:
a. Guru harus memahami betul tentang inovasi tersebut.
b. Guru harus memiliki pengetahuan tentang proses perencanaan, keterampilanketerampilan, dan kemampuan tertentu untuk mengembangkan dan melaksanakan
inovasi.
c. Kriteria penilaian terhadap inovasi harus disusun terlebih dahulu.
d. Penolakan terhadap inovasi harus sudah diperhitungkan pada saat inovasi mulai
ditetapkan.
e. Pengetahuan dan perhatian sangat diperlukan saat proses implementasi inovasi
f. Jalur komunikasi yang efektif harus dibangun dan dapat digunakan oleh semua
yang terlibat dalam inovasi.
Kecepatan adopsi merupakan kecepatan relative dimana suatu inovasi
diadopsi melalui anggota-anggota kelompok sistem sosial. Hal itu dapat diukur
secara umum melalui sejumlah individu yang mengadopsi ide-ide baru pada masa
tertentu. Jadi, kecepatan adopsi adalah suatu ukuran angka dari langkah-langkah
kurve adopsi untuk suatu inovasi.
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

7
3

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

F. Inovasi Kurikulum di Indonesia


Ada beberapa pertimbangan perlunya inovasi kurikulum di Indonesia, yaitu
sebagai berikut:
Pertama, relevansi yaitu masih adanya ketidaksesuaian antara kurikulum yang
digunakan dengan kebutuhan dilapangan. Kedua, mutu pendidikan di Indonesia
masih sangat rendah. Ketiga, masalah pemerataan. Pembangunan pendidikan di
Indonesia sampai saat ini memang masih kurang merata.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, maka diperluakan berbagai upaya
atau terobosan dan pemikiran yang mendalam serta pendekatan progresif dalam
bentuk inovasi kurikulum sehingga diharapkan ada peningkatan mutu pendidikan,
baik masa sekarang maupu masa depan.
Setelah bentuk inovasi kurikulum itu ada, kemudian dilaksanakan dalam
situasi sebenarnya. Untuk itu ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Faktor guru (pendidik)
b. Faktor peserta didik (siswa)
c. Faktor program pembelajaran
d. Faktor fasilitas
e. Faktor lingkungan sosial masyarakat.
G. Ruang Lingkup dan Bentuk Inovasi Kurikulum
Secara garis besar, ruang lingkup inovasi kurikulum terdiri atas, tujuan
kurikulum, struktur kurikulum, isi/ materi pelajaran, proses pembelajaran, dan sistem
penilaian.
Tujuan kurikulum (tujuan kurikuler) bersumber dari setiap mata pelajaran.
Jadi, setiap terjadi perubahan mata pelajaran, maka setiap itu pula terjadi perubahan
tujuan kurikulum. Susunan mata pelejaran ini biasanya disebut struktur kurikulum.
Inovasi kurikulumjuga menyangkut materi. Selama ini, kurikulum di Indonesia
banyak menggunakan kurikulum berbasis isi(content-based curriculum), dan sejak
kurikulum 2004 baru menggunakan kurikulum berbasis kompetensi.
Perubahan kurikulum ini juga membawa implikasi terhadap cara guru
mengajar atau proses pembelajaran. Semua guru lebih menekankan pada selesainya
pokok bahasan (isi), tetapi melupakan hasil, tetapi sekarang lebih menekankan hasil
disbanding poko bahasan.
H. Hambatan-hambatan dalam Implementasi Inovasi Kurikulum
Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

7
4

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Hambatan tersebut antara lainnya dapat disebabkan oleh tidak sesuainya latar
belakang kultur masyarakat (terutama guru) tempat inovasi itu berkembang dengan
budaya Indonesia. Penyebab lainnya adalah masih kurangnya sikap dan kemapuan
berpikir kritis, analitis, reflektif, konstruktif, dan antisipatif terhadap inovasi yang
dikenalkan, baik mengenai kegunaannya maupun implikasi yang mungkin timbul,
sekarang atau masa mendatang

DAFTAR PUSTAKA

Anonim(2015). Taksonomi Bloom. Tersedia http://www.wiki/Taksonomi_Bloom


[ 10 Agustus 2015 ]
Wahyudin,Dinn.2014.Manajemen Kurikulum.Bandung : PT.Remaja Rosdakarya
Arifin, Zainal (2012) Buku Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,
Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI. Ilmu & Aplikasi Pendidikan. Bandung:
PT Imperial Bhakti Utama,
Hernawan, Asep Herry, dkk. 2010. Pengembangan Kurikulum dan Pengembangan.
Jakarta : Universitas Terbuka.
Depdiknas. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : BP. Dharma Bakti.

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

7
5

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN

Agri Triya Nugraha ( 1405603 )

7
6

Anda mungkin juga menyukai