Anda di halaman 1dari 40

Materi 1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembentukan suatu organisasi yaitu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Begitu pula
dengan salah satu organisasi yang sangat besar seperti dunia persekolahan dalam tingkat
nasional. Untuk mencapai tujuan pendidikan maka harus dibuat rancangan untuk mencapai
tujuan tersebut agar dalam pelaksanaannya terorganisir dan terarah. Oleh karena itulah kita
mengenal yang namanya kurikulum.
Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di
sekolah bagi pihak-pihak yang terkait. Selain sebagai pedoman, bagi siswa kurikulum
memiliki enam fungsi, yaitu: fungsi penyesuaian, fungsi pengintegrasian, fungsi diferensiasi,
fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik.
Kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni
mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup di masyarakat. Makna dapat hidup di
masyarakat itu memiliki arti luas, yang bukan saja berhubungan dengan kemampuan peserta
didik untuk menginternalisasi nilai atau hidup sesuai dengan norma-norma masyarakat akan
tetapi juga pendidikan harus berisi tentang pemberian pengalaman agar anak dapat
mengembangkan kemampuannya sesuai dengan minat dan bakat mereka. Dengan demikian
dalam sistem pendidikan kurikulum merupakan komponen yang sangat penting, sebab di
dalamnya bukan hanya menyangkut tujuan dan arah pendidikan saja akan tetapi juga
pengalaman belajar yang harus dimilki setiap siswa serta bagaimana mengorganisasi
pengalaman itu sendiri.
Kedudukan kurikulum ini sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan.
Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan
kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa
memahami konsep dasar dari kurikulum. Pada dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem
yang terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen kurikulum suatu lembaga
pendidikan dapat diidentifikasi dengan cara mengkaji suatu kurikulum lembaga pendidikan
itu.
Mengingat pentingnya pemahaman menyeluruh konsep dasar dari kurikulum ini,
maka penulis tergerak untuk menyusunnya menjadi sebuah makalah yang khusus
mengungkap mengenai hal tersebut. Kiranya kehadiran makalah ini dapat sedikit membuka
wawasan para pembaca semua.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian dari kurikulum ?
2. Apakah Fungsi Kurikulum ?
3. Apa saja Konsep Kurikulum dalam Pendidikan?

C. Tujuan Masalah
Mengacu dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dari kurikulum.
2. Mengetahui Fungsi Kurikulum.
3. Mengetahui konsep kurikulum dalam Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Kata Kurikulum memiliki banyak arti yang berbeda tergantung dari posisi seseorang
dalam system pendidikan . Sebagai contoh, seorang pembuat kurikulum akan melihatnya
sebagai suatu rencana untuk pengalaman kurikulum di sekolah ( yang ideal); seorang
guru akan melihatnya sebagai pemerintah atau orang yang biasanya berada di luar ruang
kelas yang mengatakan padanya unutk mengajar
(mempraktekkan); seorang siswa akan melihatnya sebagai apa yang harus saya pelajari untuk
lulus sekolah atau madrasah (kenyataan) dan orang tua melihatnya sebagai apa yang
sebenarnya telah dipelajari oleh anak saya di sekolah (prestasi). Pihak lain mungkin akan
melihatnya sebagai buku atau materi unutk guru dan siswa.
Istilah kurikulum di gunakan pertama kali pada olahraga pada zaman Yunani kuno
yang berasal dari kata curir dan curer, yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang
atlit. Pada waktu itu , orang mengistilahkan dengan tempat berpacu atau tempat berlari dari
mulai start sampai finish. (Wina(Sanjaya,200:1)[1][1] Istilah Kurikulum kemudian
digunakan dalam dunia pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, para ahli memiliki pandangan yang beragam tentang
kurikulum. Pengertian kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan praktik dan
teori pendidikan.
Pengertian kurikulum yang ditinjau dari beberapa sudut pandang :
1. Pengertian Kurikulum Secara Tradisional
Dalam pandangan lama kurikulum dipandang sebagai kumpulan mata pelajaran yang
harus disampaikan oleh guru atau dipelajari oleh siswa. Pelajaran-pelajaran materi apa yang
harus ditempuh di sekolah madrasah, itulah kurikulum.
Kurikulum dalam arti sejumlah mata pelajaran ya hams ditempuh oleh murid, menurut
Oemar Hamalik, mempunyai implikasi bahwa mata pelajaran pada hakekatnya adalah
pengalaman masa lampau dan tujuan mempelajarinya adalah untuk memperoleh ijazah.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pada pergeseran fungsi
sekolah. Seiring dengan perkembangan informasi dan teknologi sekolah tidak saja dituntut
untuk rnembekalai berbagai macam ilmu pengetahuan yang sangat cepat berkembang, tetapi
juga dituntut untuk dapat mengembangkan minat bakat, membentuk moral kepribadian,
bahkan berbagai macam ketrampilan yang dibutuhkan untuk memenhuni dunia kerja.
Pergeseran fungsi sekolah tersebut berdampak pada pergeseran makna kurikulum, dimana
kurikulum tidak lagi dipandang sebagai mata pelajaran akan tetapi dianggap sebagai
pengalaman belajar siswa. dijelaskan oleh William F. Pinar da bukunya What is Curriculum
Theory, yang menjelas bahwa kurikulum pada saat mi adalah dimaknai sebagai pengalaman
belajar. Pergeseran makna ini disebab pengaruh humanisme, seni, dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Pengertian Kurikulum Secara Modern :
Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya “Curriculum
Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi
belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”. [2][2]
Menurut B. Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum adalah semua
pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah”.
Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang
direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau mahasiswa untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.
Selain itu, kurikulum dalam pandangan modern juga berarti pada methodology.
Misalnya, Hilda Taba dalam bukunyanya Curriculum Development, menuliskan Currikulum
is, after all, a way of preparing young people to participate as productive members of our
culturer”. Artinya, kurikulum adalah cara mempersiapkan manusia untuk berpartisipasi
sebagai anggota yang produktif dan suatu budaya.[3][3]
Sesuai penjelasan David Pratt bahwa: “A curriculum is anorganized set of formal
educational and or training intentions “. Artinya, kurikulum adalah seperangkat organisasi
pendidikan formal atau pusat-pusat latihan.
Dari berbagai pengertian kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum ditinjau dari
pandangan modern merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan
suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga
pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut S.Nasution kurikulum dapat ditinjau sebagai berikut :
1. Kurikulum dapat dilihat sebagai produk yakni sebagai hasil karya para pengembang
kurikulum, biasanya dalam suatu panitia. Hasilnya dituangkan dalam bentuk buku atau
pedoman kurikulum, misalnya berisisejumlah mata pelajaran yang harus diajarkan.
2. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program,yakni alat yang dilakukan oleh
sekolah atau madrasah untuk mencapai tujuannya. ini dapat berupa mengajarkan berbagai
mata pelajaran tetapi dapat juga meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat mempengaruhi
perkembangan siswa misalnya perkumpulan sekolah atau madrasah, pertandingan,pramuka,
warung sekolah atau madrasah dan lain-lain.
3. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa,
yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu. Apa yang diharapkan akan dipelajari tidak
selalu sama dengan apa yang benar-benar dipelajari.
4. Kurikulum sebagai pengalaman siswa. Ketiga pandangan di atas berkenaan dengan
perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang secara aktual menjadi
kenyataan pada tiap siswa. Ada kemungkinan, bahwa apa yang diwujudkan pada diri anak
berbeda dengan apa yang diharapkan menurut rencana
Dan beberapa definisi kurikulum yang telah disebutkan di atas bisa diambil
kesimpulan, bahwa kurikulum merupakan pengalaman peserta didik baik di sekolah atau
madrasah maupun di luar sekolah di bawah bimbingan sekolah. Kurikulum tidak hanya
terbatas pada mata pelajaran, tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi
perkembangan peserta didik, dan bisa menentukan arah atau mengantisipasi sesuatu yang
akan terjadi. Dengan kata lain kurikulum haruslah menunjukkan kepada apa yang sebenarnya
haru dipelajari oleh peserta didik.
B. Fungsi Kurikulum
Menurut Sutopo dan Soemanto sebagaimana dikuti oleh Muhammad Joko Susilo kurikulum
berfungsi:[4][4]
1. Kurikulum dalam rangka mencapai tujuan. Bila tujuan pendidikan yang diinginkan tidak
tercapai orang cenderung meninjau kembali alat yang digunaka untuk mencapai tujuan
tersebut.
2. Bagi siswa kurikulum berfungsi sebagai organisasi belajar yang harus dikuasai dan
dikembangka seirama perkembangan siswa.
3. Bagi guru, kurikulum berfungsi
a) sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar siswa.
b) sebagai alat untuk mengadakan evaluasi perkembangan siswa
c) sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan.
4. Bagi kepala sekolah dan pembiña sekolah kurikulum berfungsi
a) sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi, yaitu memperbaiki situasi belajar.
b) sebagai pedoman untuk fungsi supervisi dalam menciptakan situasi untuk menunjang
situasi belajar.
c) sebagai pedoman dalam fungsi supervisi untuk membantu guru dalam memperbaiki situasi
belajar.
d) sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi kemajuan belajar mengajar.
5. Bagi orang tua murid, kurikulum. berfungsi sebagai panduan untuk membantu anak.
6. Bagi sekolah pada tingkatan di atasnya, kurikulum berfungsi sebagai
pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan dan penyiapan tenaga guru.
7. Bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah, kurikulum berfungsi dalam memberikan
bantuan guru dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan
kerja sama dengan pihak orang tua/masyarakat untuk menyempurnakan program pendidikan
di sekolah agar bisa lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.

C. Konsep Kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep
kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem,
dan sebagai bidang studi.[5][5]
a. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi/rencana :
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-
murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum
juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar,
kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan
sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum
dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat
mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
b. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem
Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan
sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja
bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyem-
purnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan
fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
c. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi:
Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli
pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan
ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum
mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai
kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya
dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk :
1. mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis
2. mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-
pengetahuan baru
3. melakukan penelitian inferensial dan prediktif
4. mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-
model kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui
pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi,sebagai sistem, maupun bidang studi
kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

1. Awal mulanya kata curriculum digunakan dalam bidang olahraga karena memiliki arti
suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis start sampai dengan
finish. Namun pada tahun 1995 istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan,
dengan pengertian sebagai rencana dan pengaturan tentang sejumlah mata pelajaran
yang harus dipelajari peserta didik dalam menempuh pendidikan di lembaga
pendidikan. Berdasarkan seluruh pandangan dari berbagai sudut mengenai pengertian
kurikulum, maka dapat disimpulkan pengertian kurikulum adalah sederet rancangan
peraturan pembelajaran yang dibuat oleh institusi pendidikan untuk membantu peserta
didik mencapai tujuan pendidikan tertentu.
2. Fungsi Kurikulum

kurikulum berfungsi sebagai organisasi belajar yang harus dikuasai dan dikembangka seirama
perkembangan siswa.

3. Konsep Kurikulum
a. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi/rencana :
b. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem
c. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi:

DAFTAR PUSTAKA
Harun Asrohah,Anas Amin Alamsyah, Pengembangan Kurikulum,
kopertaisIV Press, Surabaya 2014
http://mhadhicahyadi.blogspot.co.id/2014/12/makalah-pengertian-dimensi-fungsi-dan.html
Suratmanskaters.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-konsep-fungsi-dan-peranan.html
Materi 2
A. Teori Kurikulum
Perkembangan teori kurikulum menurut Kamarga (2008) meliputi tahapan: menurut Franklin
Bobbit : kehidupan manusia terbentuk oleh sejumlah kecakapan, diperoleh melalui
pendidikan yakni penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi à
TUJUAN Kurikulum. Keseluruhan tujuan & pengalaman menjadi bahan kajian teori
kurikulum 1920 : pengaruh pendidikan progresif berkembang gerakan pendidikan yang
berpusat pada anak. Isi kurikulum didasarkan pada minat & kebutuhan siswa. Caswell 1947:
konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat à kurikulum interaktif yang menekankan
pada partisipasi guru dirumuskan 3 tugas teori kurikulum :
a. Identifikasi masalah yang muncul dalam pengembangan kurikulum
b. Menghubungkan masalah dengan struktur yang mendukungnya
c. Meramalkan pendekatan di masa yang akan datang. Ralph W Tyler : 4 pertanyaan pokok
inti kajian kurikulum :1. Tujuan Pengalaman, 2. pendidikan Organisasi, 3. pengalaman 4.
Evaluasi. Beauchamp 1963 : teori kurikulum berhubungan erat dengan teori-teori lain.
Othanel Smith : sumbangan filsafat terhadap teori kurikulum (perumusan tujuan &
penyusunan bahan). Mc Donald (1964) : sistem dalam persekolahan yakni kurikulum,
pengajaran, mengajar, belajar. Beauchamp (1960 – 1965) : 6 komponen kurikulum sebagai
bidang studi (1) landasan kurikulum, (2) isi kurikulum, (3) disain kurikulum, (4) rekayasa
kurikulum, (5) evaluasi kurikulum, (6) penelitian dan pengembangan. Mauritz Johnson
(1967) : membedakan kurikulum (tujuan) dengan proses pengembangan kurikulum.
Pengalaman belajar merupakan bagian dari pengajaran. Sumber / landasan inti penyusunan
kurikulum : (1) Bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang tua, (2) Menjadi luas, meliputi
semua unsur kebudayaan, (3) Bersumber pada anak : kebutuhan, perkembangan, dan minat,
(4) Berdasarkan pengalaman kurikulum yang sebelumnya, (5) Nilai (value), dan (6)
Kekuasaan sosial & politik.
kurikulum (curriculum) yang pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga, berasal dari
kata currir (pelari) dan curere (tempat terpacu). Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai
jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk
memperoleh medali atau penghargaan. Kemudian, penertian tersebut diterapkan dalam dunia
pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang
siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh ijaza. Dari rumusan
pengertian kurikulum tersebut terkandung dua hal pokok, yaitu (1) adanya mata pelajaran
yang harus ditempuh oleh siswa, dan; (2) tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijaza.
Dengan demikian, implikasi terhadap pengajaran yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh
mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan
menentukan.
Pengertian kurikulum seperti tersebut di atas dianggap pengertian yang sempit atau
sederhana. Jika anda mempelajari buku-buku atau lteratur lainnya tentang kurikulum yang
berkembang saat ini, terutama yang berkembang di negara-negara maju maka Anda akan
menemukan banyak pengertian yang lebih luas dan beragam. Kurikulum itu tidak terbatas
hanya sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakupi semua pengalaman belajar (leraning
experiences) yang dialami siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya. Bahkan
Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan
kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for the
students by the school). Kurikulum tidak di batasi pada kegiatan di dalam kelas saja.
Pendapat yang senada dan menguatkan pengertian tersebut dikemukakan oleh Saylor,
Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah
untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halam sekolah
maupun di luar sekolah (The curriculum is the sum total of school’s efforts to influence
learning, wheter in the classroom, on the playground, or out of school).
Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum tersebut meka secara teoritis
kita agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat. Menurut
Hamil Hasan (1988), sebenarnya kurikulum itu bukanlah serupakan suatu yang tunggal.
Istilah kurikulum menunjukkan berbagai dimensi pengertian. Ia menunjukkan bahwa pada
saat sekarang istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, dimana satu dimensi
dengan dimensi yang lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Kurikulum sebagai suatu ide.
2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan perwujudan dari
kurikulum sebagai suatu ide.
3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum
sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum. Secara teoritis dimensi kurikulum ini
adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis.
4. Kurikulum sebagai sutau hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu
kegiatan.
B. Definisi Kurikulum
Definisi kurikulum, yang berkembang dan dianut oleh ahli pendidikan, beragam dan tidak
hanya satu macam. Dalam Pendidkan Jasmani, beragam pakar mendefinisikan kurikulum.
Kurikulum sering dipandang oleh guru pendidikan jasmani sebagai seluruh bidang studi yang
ditawarkan kepada peserta didik atau diidentifikasi sebagai bidang studi. Secara umum, ada
dua aliran yang mendefinisikan kurikulum, yaitu:
(1) Kurikulum dipandang secara mikro.
Pandangan ini mewakili mereka yang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan kurikulum
adalah materi suatu mata ajar yang harus disampaikan kepada peserta didik. Mereka
memandang kurikulum secara mikro. Contoh definisi kurikulum yang termasuk golongan ini
adalah: Kurikulum berasal dari kata Yunani “curere” yang berarti tempat bertanding, arah
perjalanan, atau suatu pengajaran di perguruan tinggi (Brotosuroyo, Sunardi & Furqon, 1992:
3). Kurikulum berasal dari bahasa Latin “curriculum” yang berarti a running course, or race
course, especially a chariot race course. Kurikulum juga berasal dari bahasa Prancis “courier”
artinya “to run” atau berlari. Kurikulum kemudian diartikan sebagai matapelajaran yang
harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah (Nasution, 1993: 9).
(2) Kurikulum dipandang secara makro atau sesuatu yang memiliki cakupan yang luas.
Kurikulum didefinisikan sebagai seluruh pengalaman yang diatur dalam kehidupan
persekolahan, mulai dari mata pelajaran di kelas sampai kegiatan ekstrakuriler. Beberapa
contoh definisi yang mewakili kelompok adalah:
Gallen & Alexander (dalam Soetopo & Soemanto, 1993: 13) menyatakan bahwa curriculum
is sum total of the school efforts to influence learning whether in the classroom, playground
or out of school. Suharsimi Arikunto (1994: 1) menyatakan bahwa kurikulum adalah seluruh
pengalaman belajar yang dikembangkan dan dipersiapkan bagi peserta didik untuk mengatasi
situasi kehidupan dengan bimbingan pendidik.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Melograno (1996: 2) curriculun is defined as the
planned sequence of (1) what students are to learn, (2) how students acquire that learning, (3)
how students’ learning is verified.
Selain itu, terdapat beberapa pendapat para ahli kurikulum yang digunakan untuk
menjelaskan sifat dan struktur suatu kurikulum, mereka mengklasifikasikan kurikulum
menjadi:
(1) Kurikulum tradisional
Dalam pandangan tradisionalist, kurikulum merupakan suatu mata pelajaran yang berdiri
sendiri. Mereka sedikit menghubungkan satu mata ajar dengan mata ajar yang lain. Siswa
belajar suatu mata ajar yang diberikan di sekolah pada periode waktu tertentu. Pandangan ini
cenderung membiarkan siswa untuk mempelajari fakta dan keterampilan dalam satu bidang
tertentu secara terpisah tanpa memandangnya sebagai bagian pendidikan secara keseluruhan.
(2) Kurikulum fungsional
Para fungsionalist menitikberatkan perhatian pada pemanfaatan jumlah waktu belajar yang
tersedia untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Dalam Pendidikan Jasmani,
golongan ini mempelajari hubungan antara materi, gaya mengajar yang dipergunakan oleh
guru di dalam kelas, dan jumlah waktu yang dimanfaatkan peserta didik untuk mengerjakan
tugas belajarnya dalam rangka memaksimalkan upaya mencapai prestasi belajar yang
dicanangkan.
(3) Kurikulum tersembunyi (Hidden Curriculum)
Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) adalah bahan ajar yang disampaikan oleh guru
berupa norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, tetapi tidak tersusun secara eksplisit
dalam dokumen kurikulum. Bahan yang disampaikan merupakan kesepakatan para guru
karena dipandang penting bagi perkembangan afektif siswa. Guru Penjas harus mencermati
norma-norma yang terkandung dalam kegiatan yang diajarkan, memiliki keyakinan bahwa
terdapat kesesuaian antara nilai yang nyata dan nilai yang tersembunyi dalam suatu kegiatan
yang dipelajari oleh peserta didik.
Memperhatikan definisi kurikulum di atas, yang beragam, perlu diperhatikan bahwa untuk
keperluan pembahasan pada jenjang perguruan tinggi, ini yang dimaksud dengan kurikulum
adalah pengalaman-pengalaman dan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh sekolah
dengan tujuan untuk memodifikasi perilaku siswa menuju perilaku yang diharapkan.
Kurikulum Penjas merupakan bagian dari kurikulum sekolah secara keseluruhan yang
memberikan sumbangan bagi filosofi, tujuan, dan sasaran pendidikan.
C. Kurikulum Sebagai Praxis
Bagaimana perubahan kurikulum Penjas akan terjadi ? Apa yang akan menyebabkan
timbulnya perbedaan antara materi kurikulum yang ada dengan materi yang akan datang ?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan mengemuka saat seseorang mempelajari teori
kurikulum. Pada dasarnya, perencanaan kurikulum merupakan hasil kebijakan publik.
Prioritas nasional untuk mengembangkan pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi,
perluasan persamaan kesempatan, dan pendidikan tenaga kerja yang mampu bersaing dalam
ekonomi global menghasilkan perubahan yang penting kurikulum persekolahan. Perencanaan
kurikulum merupakan suatu perhatian publik yang penting. Ia juga merupakan
tanggungjawab profesional yang besar. Sebagian besar keputusan yang berkaitan dengan
pedoman kurikulum, pemilihan buku-buku teks, dan keputusan harian mengenai
pembelajaran dan materinya dibuat oleh para guru. Perencanaan kurikulum benar-benar
merupakan serangkaian pembuatan penilaian profesional dan kebijakan publik. Yang
dimaksud dengan praksis dalam Pendidikan adalah suatu aktivitas praktik; setiap guru harus
membuat keputusan menganai materi dan proses pengajaran bagi pesesrta didiknya dalam
kurun waktu dan tempat tertentu. Orang Yunani kuno memberikan hasil analisis yang
bermanfaat untuk menerangkan aktivitas praktik. Mereka membedakan dua bentuk aktivitas
praktik: poiesis dan praxis. Poiesis berarti produksi suatu anggapan atau definisi yang
memberikan aturan atau acuan tertentu untuk menyelesaikan tugas tertentu. Poiesis kadang-
kadang diartikan sebagai petunjuk teknis. Praxis adalah suatu aktivitas yang mencoba
mewujudkan kesejahteraan manusia dan di dalamnya terkandung pengertian perkembangan
yang progresif atas pemahaman tujuan yang sedang disasar yang timbul dalam kegiatan itu
sendiri. Kritik dan refleksi diri merupakan bagian tak terpisahkan dari praxis. Carr dan
Kemmis menyebutkan praxis sebagai tindakan yang ditetapkan dan direncanakan, :praxis
bersumber dari komitmen para praktisi untuk berlaku bijak dan jelas dalam keadaan yang
praktis, nyata, dan historis. Dalam pelaksanaan kurikulum sebagai praxis, elemen praxis yang
perlu diperhatikan adalah: (1) ideologi yaitu seperangkat keyakinan, norma-norma, dan
pemikiran-pemikiran yang menyediakan kerangka yang digunakan untuk membuat
penjelasan tentang dunia ini, (2) wacana adalah apa yang dikatakan dan ditulis tentang suatu
topik tertentu, dan (3) tindakan adalah pelaksanaan dari apa yang sudah dipikirkan dan
direncanakan. Mengapa menetapkan kurikulum sebagai praxis, Pernyataan bahwa kurikulum
sebagai praxis memiliki titik berat pada beberapa aspek kurikulum. Pertama, ia menekankan
bahwa kurikulum merupakan aktivitas praktik yang dilaksanakan pada kurun waktu dan
tempat tertentu dan dengan demikian menempatkan perhatian pada dampak kondisi sosial
dan historis terhadap keputusan kurikuler. Kedua, defisni tersebut menunjukkan bahwa teori
dan praktik merupakan dua hal yang tidak terpisahkan dan saling berhubungan. Kurikulum
dikembangkan lewat interaksi yang dinamis antara tindakan dan refleksi. Dengan demikian,
kurikulum bukan hanya seperangkat rencana yang harus diimplementasikan, tetapi juga
dihasilkan lewat proses secara aktif yang meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pengevaluasian secara resiporkal dan terpadu. Bagi para guru, definisi kurikulum sebagai
praxis menitikberatkan pada kebutuhan untuk melakukan pengujian secara berkelanjutan dan
perbaikan keyakinan, tujuan dan prosedur pelaksanaannya. Teori-teori dan model kurikulum
merupakan bagian dari wacana yang membantu pembentukan praktik kurikuler. Setiap teori
kurikulum berdasarkan atas seperangkat asumsi tertentu mengenai masyarakat, manusia, dan
pendidikan. Teori kurikulum akan menjadi operasional lewat pemilihan atau pengembangan
kerangka berpikir. Model kurikulum merupakan pola umum untuk membentuk atau
menciptakan rencana program untuk jenjang pendidikan tertentu; model tersebut berkaitan
dengan kerangka konseptual dan harus sesuai dengan teori yang mendasari kerangka tersebut.
Para ahli pendidikan jasmani mempelajari teori kurikulum dalam rangka mengklarifikasi
falsafah pendidikan seseorang, mengembangkan perspektif baru, dan meningkatkan
keterampilan praktis dalam pengembangan kurikulum. Sifat dan kualitas program pendidikan
jasmani masa yang akan datang akan tergantung kepada perkembangan sosial, ekonomi, dan
politik dan tergantung kepada komitmen dan upaya pelaksanakaan tanggungjawab
profesional untuk pembuatan keputusan kurikuler masa datang.
D. Struktur Kurikulum
1. Untuk mempelajari kurikulum secara menyeluruh, orang perlu memahami struktur
kurikulum secara benar. Struktur adalah suatu bangunan yang tersusun oleh gabungan dari
bagian-bagian yang ada, satu sama lain saling berkaitan, dan saling mengisi. Setiap bagian
memiliki fungsinya sendiri-sendiri. Kurikulum memiliki struktur tertentu yang harus
dipelajari oleh orang yang berminat terhadapnya.
2. Menurut Permendiknas no.: 20/2006 tentang standar isi, struktur kurikulum merupakan
pola dan susunan substansi pembelajaran yang harus ditempus oleh siswa dalam suatu
tahapan/periode pembelajaran. Substansi pembelajaran terdiri dari mata pelajaran, muatan
lokal, dan pengembangan diri.

E. Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum bagi siswa, dalam literatur lain, Alexander Inglis (dalam Hamalik, 1990)
mengemukakan enam fungsi kurikulum sebagai berikut:
1. Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function)
2. Fungsi integrasi (the integrating function)
3. Fungsi diferensial (the differentiating function)
4. Fungsi persiapan (the propaedautic function)
5. Fungsi pemilihan (the selective function)
6. Fungsi diagnostik (the diagnostic function)
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted, yaitu mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian
integral dari masyarakat.
Fungsi diferensial mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki
perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis, yang harus dihargai dan dilayani dengan
baik.
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam
masyarakat seandainya ia karena sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang
sesuia dengan kemampuan dan minatnya.
Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan
(potensi) dan kelemahan yang dimilikinya.

F. Komponen Kurikulum
Menurut Ivor K Davies (Hasan, 1990) mengemukakan bahwa tujuan dalam suatu kurikulum
akan mengambarkan kualitas manusia yang diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan.
Ada ahli kurikulum yang memandang tujuan sebagai proses (process), seperti Bruner dan
Fenton (Hasan, 1990). Namun, kebanyakan para ahli memandang tujuan sebagai hasil
(product). Gagne dan Briggs (1974) menyatakan bahwa tujuan merupakan suatu kapasitas
yang dapat dilakukan dalam waktu tidak lama setelah suatu kegiatan pendidikan berlangsung,
bukan merupakan apa yang dialami siswa selama proses pendidikan. R.F. Mager dan K.M.
Beach Jr. (1967) mengemukakan bahwa tujuan itu harus menggambarkan produk atau hasil,
bukan prosesnya. Sementara Soetopo & Soemanto (1993: 26-36) jika kurikulum dipandang
sebagai suatu sistem, komponen yang menjadi subsistemnya adalah (1) tujuan, (2) materi, (3)
organisasi & strategi, (4) sarana, dan (5) evaluasi. Komponen komponen kurikulum
merupakan satu kesatuan yang utuh dan berkaitan secara resiprokal. Rincian setiap komponen
dijelaskan sebagai berikut:
1) Komponen Tujuan
Tujuan adalah arah atau sasaran yang hendak dituju oleh proses pendidikan. Karenanya,
setiap kurikulum memiliki target pedoman yang akan dicapai atau dituju di akhir
pelaksanaannya. Tujuan merupakan pedoman untuk melakukan evaluasi atas pekerjaan yang
telah diselesaikan. Sesuai dengan tingkatannya, tujuan terdiri dari:
a) Tujuan Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, berbunyi
bahwa: ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan
Pendidikan Nasional (TPN) merupakan tujuan pendidikan yang ideal dan jangka panjang.
Tujuan ini merupakan penjabaran dari pandangan hidup dan dasar negara Indonesia. TPN
merupakan tujuan yang hirarkinya paling tinggi dan merupakan sumber untuk
mengembangkan tujuan di bawahnya.
b) Tujuan Institusional/Lembaga
Tujuan institusional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun
jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu. Permendiknas No. 22 Tahun 2007 merinci
tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sebagai berikut.
(1) Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(2) Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut.
(3) Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
c) Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan turunan dari Tujuan Institusional. Tujuan kurikuler merupakan
target yang ingin dicapai oleh peserta didik dalam satu bidang studi tertentu. Menurut M. Ali
(1992: 76) tujuan kurikuler atau tujuan bidang studi menggambarkan bentuk pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang berhubungan dengan mata pelajaran yang terdapat dalam
kurikulum sekolah. Setiap mata pelajaran mempunyai tujuan masing-masing dan memiliki
ciri khas yang tidak dimiliki oleh mata pelajaran yang lain. Permendiknas No. 23 Tahun 2007
tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjelaskan bahwa: Pendidikan Jasmani,
Olahraga, dan Kesehatan di Sekolah Dasar bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut. (1) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya
pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai
aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih, (2) Meningkatkan pertumbuhan fisik dan
pengembangan psikis yang lebih baik, (3) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak
dasar, (4) Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilainilai, yang
terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, (5) Mengembangkan sikap
sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis (6)
Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan
lingkungan (7) Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih
sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan
kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.
Mata pelajaran Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut. (1) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri
dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat
melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih (2). Meningkatkan
pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik. (3). Meningkatkan kemampuan
dan keterampilan gerak dasar (4). Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui
internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan, (5). Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama,
percaya diri dan demokratis, (6). Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan
diri sendiri, orang lain dan lingkungan, (7). Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga
di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang
sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif
Mata pelajaran Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan di SMA/MA bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut. (1) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri
dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat
melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih. (2) Meningkatkan
pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik. (3). Meningkatkan kemampuan
dan keterampilan gerak dasar (4). Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui
internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan. (5). Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama,
percaya diri dan demokratis. (6). Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan
diri sendiri, orang lain dan lingkungan. (7). Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga
di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang
sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.
c) Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pendidikan operasional yang hendak dicapai dari
setiap kegiatan pembelajaran setiap mata pelajaran. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara
spesifik dan lebih menggambarkan tentang “what will the student be able to do as result of
the teaching that he was unable to do before” (Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata,
1997). Dengan kata lain, tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan
perubahan perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses
pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan perilaku tersebut meliputi
perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan pembelajaran,
yakni : (1) Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik, dengan :
(a) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b)
menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan
pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang
yang dapat diajak bekerja sama. (2) Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh
peserta didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan, panjangnya
dan frekuensi respons. (3) Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang
perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b) kondisi atau
lingkungan psikologis.
2) Komponen Materi
3) Komponen berikutnya yang menjadi bagian kurikulum adalah Materi yang terdiri dari isi
dan struktur program.
a) Isi adalah bahan/kegiatan yang harus diberikan kepada peserta didik dalam jangka waktu
tertentu dan pada jenjang pendidikan tertentu, atau pada kelas tertentu. Isi materi terdiri dari :
(1) Materi Pokok berisi rincian bahan ajar yang harus disampaikan kepada pesesrta didik agar
tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. (2) Bahan pengajaran adalah urut-urutan
penyampaian materi pokok, dari tahun pertama ke tahun berikutnya. Urut-urutan biasanya
berdasarkan karakter materi, kemampuan/minat siswa. (3) Sumber bahan adalah resources
yang digunakan sebagai sumber sejumlah pengalaman belajar yang dibutuhkan oleh siswa.
Sumber bahan belajar dapat berasal dari orang, tempat, dan barang cetakan dan eletronik. (4)
Silabus.

G. Komponen Isi/Materi
Berikut ini diuraikan beberapa kriteria menurut tiga ahli kurikulum. Zais (1976) menentukan
empat kriteria dalam melakukan pemilihan isi/materi kurikulum, yaitu sebagai berikut:
1. Isis kurikulum memiliki tingkat kebermaknaan yang tinggi (significance).
2. Isi kurikulum bernilai guna bagi kehidupan (utility).
3. Isi kurikulum sesuai dengan minat siswa (interest).
4. Isi kurikulum harus sesuai dengan perkembangan individu (human development).
Hilda Taba menetapkan kriteria sebagai berikut :
1. Isi kurikulum harus valid (sahih) dan signifikan.
2. Isi kurikulum berpegang kepada kenyataan-kenyataan sosial.
3. Kedalama dan keluasaan isi kurikulum harus seimbang.
4. Isi kurikulum menjangkau tujuan yang luas, meliputi pengetahuan, keterampilan, dan
sikap.
5. Isi kurikulum harus dapat dipelajari dan disesuaikan dengan pengalaman siswa.
6. Isi kurikulum harus dapat memenuhi kebutuhan dan menarik minat siswa.
Ronald C. Doll (1974) juga mengemukakan beberapa kriteria pemilihan isi kurikulum
sebagai berikut :
1. Validitas dan signifikansi bahan (subject matter) sebagai disiplin ilmu.
2. Keseimbangan rung lingkup bahan (scope) dan kedalamannya (depth).
3. Kesesuaian dengan kebutuhan dan minat siswa.
4. Daya tahan (durability) bahan.
5. Hubungan logis bahan antara ide pokok (main ideas) dan konsep dasar (basic concept).
6. Kemampuan siswa mempelajari bahan tersebut.
7. Kemungkinan menjelaskan bahan itu dengan data dari disiplin ilmu lain.
Dalam mengkaji isi materi kurikulum ini, kita sering dihadapkan pada masalah scope dan
sequence. Scope atau rung lingkup isi kurikulum dimaksud untuk menyatakan keluasaan dan
kedalaman bahan, sedangkan squence menyangkut ururtan (order) isi kurikulum. Menurut S.
Nasution (1987) pengurutan bahan kurikulum tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Urutan secara kronologis, yaitu menurut terjadinya suatu peristiwa.
2. Urutan secara logis yang dilakukan menurut logika.
3. Urutan bahan dari sederhana menuju yang lebih kompleks.
4. Urutan bahan dari mudah menuju yang lebih sulit.
5. Urutan bahan dari spesifik menuju yang lebih umum.
6. Urutan bahan berdasarkan psikologi unsur, yaitu dari bahan bagian-bagian kepada
keseluruhan.
7. Urutan bahan berdasarkan Psikologi Gestalt, yaitu dari keseluruhan menuju bagian-bagian.
Sejalan dengan pendapat di atas, Sukmadinata (1988), berdasarkan beberapa sumber,
mengungkapkan beberapa cara menyusun sekuen bahan kurikulum sebagai berikut:
1. Urutan kronologis, yaitu untuk mengurutkan bahan ajar yang mengandung urutan waktu,
seperti peristiwa-peristiwa sejara, penemuan-penemuan dan sebagainya.
2. Urutan kausal, yaitu urutan bahan ajar yang mengandung sebab-akibat.
3. Urutan struktural, yaitu urutan bahan ajar yang disesuaikan dengan strukturnya.
4. Urutan logis dan psikologis, yaitu urutan bahan ajar yang disusun dari yang sederhana
kepada yang rumit/kompleks (logis) dan dari yang rumit/kompleks kepada yang sederhana
(psikologis).
5. Urutan spiral, yaitu urutan bahan ajar yang dipusatkan pada topik-topik tertentu, kemudian
diperluas dan diperdalam.
6. Urutan rangkaian ke belakang, yaitu urutan bahan ajar yang dimulai dari langkah terakhir,
kemudian mundur ke belakang.
7. Urutan berdasarkan hierarki belajar, yaitu urutan bahan yang menggambarkan urutan
berperilaku yang mula-mula harus dikuasai siswa, berturut-turut sampai perilaku terakhir.
Penetapan sekuen atau urutan mana yang akan dipilih tampaknya sangat tergantung pada
sifat-sifat materi/isi kurikulum sebagaimana telah diungkapkan pada bagian terdahulu, juga
harus memiliki konsistensi dengan tujuan yang telah dirumuskan.

H. Aspek Strategi Dan Pembelajaran


Strategi pembelajaran sangat penting di kaji dalam studi tentang kurikulum, baik secara
makro maupun mikro. Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan masalah cara atau sistem
penyampaian isi kurikulum (delivery system) dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
dirumuskan. Pengertian strategi pembelajaran dalam hal ini meliputi pendekatan, prosedur,
metode, model dan teknik yang digunakan dalam menyajikan bahan/isis kurikulum. Sudjana
(1988) mengemukakan bahwa startegi pembelajaran pada hakikatnya adalah tindakan nyata
dari guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif
dan lebih efisien.
Tinggi rendahnya aktivitas belajar siswa bayak dipengaruhi oleh strategi atau pendekatan
mengajar yang digunakan. Banyak pendapat mengenai berbagai pendekatan yang dapat
digunakan dalam penyampaian bahan/isi kurikulum ini. Richard Anderson (Sudjana, 1990)
mengajukan dua pendekatan, yaitu pendekatan yang berorientasi pada guru, di mana aktivitas
guru dalam suatu proses pembelajaran lebih dominan dibandingkan siswa. Massialas
(Sudjana, 1990) mengajukan dua pendekatan, yaitu pendekatan ekspositori dan pendekatan
inkuiri. Sementara itu, studi yang dilakukan oleh sudjana (1990) menghasilkan lima macam
model berkadar CBSA, yaitu model delikan (dengar-lihat-kerjakan), model pemecahan
masalah, model induktif, model deduktif dan model deduktif-induktif. Bruce Joyce dan
Marsha Weil (1980) dalam bukunya yang terkenal (models of teaching), mengemukakan
empat kelompok atau rumpun model, yaitu model pemrosesan informasi (information
processing models), model personal, model interaksi sosial, dan model tingkah laku
(behavioral models).

I. Aspek Evaluasi
Kegiatan evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan di dalam pengembangan sutau
kurikulum, baik dalam level makro maupun mikro. Komponen evaluasi ini ditujukan untuk
menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan, serta menilai proses implementasi
kurikulum secara keseluruhan, termasuk juga menilai kegiatan evaluasi itu sendiri. Hasil dari
kegiatan evaluasi ini dapat dijadikan sebagai umpan balik (feedback) untuk mengadakan
perbaikan dan penyempurnaan pengembangan komponen-komponen kurikulum. Pada
akhirnya hasil evaluasi ini dapat berperan sebagai masukan bagi penentuan kebijakan-
kebijakan dalam pengambilan keputusan kurikulum khususnya, dan pendidikan pada
umumnya, baik bagi para pengembangan kurikulum dan para pemegang kebijakan
pendidikan, maupun bagi para pelaksana kurikulum pada tingkat lembaga pendidikan (seperti
guru, kepala sekolah).
Pada awal perkembangannya, konsep evaluasi banyak sekali dipengaruhi secara dominan
oleh konsep pengukuran (measurement). Salah satu misalnya konsep yang dikemukakan oleh
Ralph W. Tyler (1975). Ia mengungkapkan bahwa proses evaluasi ini merupakan proses yang
sangat esensial guna mengetahui pakah tujuan (objective) secara nyata telah terealisasikan.
Sementara itu, Hilda Taba (1962) juga berpendapat bahwa secara prinsipil yang menjadi
fokus dari evaluasi ini adalah tingkat dimana siswa mencapai tujuan. Pengertian-pengertian
evaluasi tersebut lebih diarahkan atau berorientasi kepada perubahan perilaku dan lebih
mementingkan hasil atau produk belajar, kurang memperhatikan proses dan kondisi-kondisi
belajar yang mempengaruhi hasil belajar. Menurut Hasan (1988), pengertian evaluasi seperti
itu sudah dianggap tidak lagi memenuhi makna evaluasi yang sesungguhnya.
Perkembangan selanjutnya dari konsep evaluasi ini, menurut Hasan (1988), berperan pada
satu konsep dasar yaitu adanya pertimbangan (judgement). Dengan pertimbang inilah
ditentukan nilai (worth/merit) dari sesuatu yang sedang dievaluasi. Dengan demikian,
pengertian evaluasi harus diarahkan pada satu proses pemberian pertimbangan mengenai nilai
dan arti dari sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu yang dipertimbangkan tersebut bisa
berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau suatu kesatuan tertentu. Pemberian
pertimbangan tersebut haruslah berdasarkan kriteria tertentu, baik dari penilaian itu sendiri
maupun dari luar penilaian. Dari pengertian tersebut, evaluasi lebih dianggap sebagai suatu
proses, bukan hasil (produk).
Materi 3

BAB I
PENDAHULUAN
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis,
karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya
kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya
memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara
mendalam. Pada dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
komponen. Setiap komponen yang menyusun kurikulum saling berhubungan satu sama lain,
sehingga dalam proses pengembangan kurikulum harus memperoleh perjatian yang sama
besarnya. Komponen-komponen tersebut yaitu komponen tujuan, isi, metode, serta
komponen evaluasi. Proses pengembangan kurikulum memang merupakan sesuatu yang
kompleks, karena tidak hanya menuntut penguasaan kemampuan secara teknis, akan tetapi
lebih dari itu para pengembang kurikulum harus mampu mengantisipasi berbgai faktor yang
berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum baik yang bersifat internal maupun
eksternal.
Adapun proses pengembangan kurikulum merupakan suatu kegiatan menghasilkan
kurikulum baru melalui langkah-langkah penyusunan, pelaksanaan dan penyempurnaan
kurikulum atas dasar penilaian yang dilakukan selama kegiatan pelaksanaan kurikulum, dan
hal tersebut bisa dikatakan bahwa terjadinya perubahan-perubahan kurikulum mempunyai
tujuan untuk perbaikan. Suatu kurikulum tidak dapat terbentuk atau tidak dapat
dikembangkan tanpa adanya tujuan khusus sebagai hasil yang diharapkan. Dengan adanya
tujuan, maka akan memudahkan para pengemang kurikulum dalam menentukan nilai-nilai
apa saja yang harus ada dalam kurikulum tersebut. Karena itu, sebagai orang yang kelak akan
berperan dalam implementasi kurikulum, sangat penting bagi para calon pendidik untuk
memahami dan menguasai tata cara pengembangan tujuan dan isi kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kurikulum
Dalam usaha menjamin keberlangsungan pendidikan kurikulum merupakan salah satu
alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itulah hubungan antara pengajaran/
pendidikan dengan kurikulum zaman dahulu kala pertama-tama untuk bidang olahraga yaitu
suatu jarak untuk perlombaan yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Juga diartikan
sebagai kereta pacu pada zaman itu. Sebagaimana dalam Webster’s Third New International
Dictionary menyebutkan kurikulum berasal dari kata curere dalam bahasa latin Currerre yang
berarti :[1]
a. Berlari cepat
b. Tergesa-gesa
c. Menjalani
Yang kemudian arti kata currerre di kata bendakan menjadi Curriculum yang berarti :
a. Lari cepat, pacuan, balapan berkereta, berkuda, berkaki.
b. Perjalanan, suatu pengalaman tanda berhenti.
c. Lapangan perlombaan, gelanggang, jalan
Disamping penggunaan dalam olah raga ternyata juga di pakai dalam bidang
pendidikan yang berarti sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu
tingkat atau ijazah (kurikulum tradisional). Oleh karena itulah pengertian kurikulum dapat di
klasifikasikan kedalam 2 bentuk yaitu kurikulum tradisional dan kurikulum modern
Berikut beberapa pengertian kurikulum modern menurut para ahli
 Mengutip pendapat George A. Beaucham kurikulum sebagai bidang studi membentuk
suatu teori yaitu teori kurikulum. Selain sebagai bidang studi kurikulum juga sebagai rencana
pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem
persekolahan.
 Sumidjarto mengemukakan pengertian kurikulum secara modern adalah segala
pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanaakan dan di organisasikan sudah di taati oleh
para siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah di tetapkan bagi suatu lembaga
pendidikan
 Nasution dalam bukunya azas-azas kurikulum. Kurikulum adalah usaha-usaha
pendidikan dan administrasi pendidikan sekalipun kurikulum selalu menyangkut persoalan
mengenai yang hendak di ajarkan. namun kurikulum tidak hanya mata pelajaran yang
dipersoalkan, tetapi di pragnisasikan menjadi pengalaman yang bermakna bagi murid
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa kurikulum senantiasa berubah sesuai
dengan perkembangan zaman, dengan kata lain tidak ada kurikulum yang baku dan dapat
digunakan sepanjang masa. kurikulum akan berubah sesuai dengan pengembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan, kebutuhan anak, dan tuntutan masyarakat
B. Pengertian Sistem
Istilah sistem berasal dari bahasa yunani “systema” yang berarti sehimpunan bagian atau
komponen yang paling berhubungan secara teratur dan merupakan satu keseluruhan (a
whole), Istilah komponen menurut Awad dalam Tatang dapat menunjuk pada tiga hal,
yaitu:[2]
 Bagian-bagian fisik, misalnya sayap, mesin , dan ekor pesawat terbang,
 Langkah-langkah administrasi, misalnya perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengontrolaan, dan sebagainya
 Subsistem yang kedudukannya lebih rendah dan lebih kecil.
Komponen atau sub sistem biasanya terdiri lagi dari berbagai subsistem yang lebih
kecil, begitu seterusnya. Dengan demikian, sesuatu sistem dapat merupakan subsistem dari
sistem yang lain lebih besar atau lebih luas. Bagian-bagian atau komponen yang saling
berhubungan itu berada didalam suatu lingkungan yang sedikit banyak bersifat rumit, dan
komponen-komponen tersebut melakukan kegiatan yang mempunyai pola yang teratur, tidak
sembarangan.
Dengan kata lain, sistem adalah benda, atau peristiwa (kejadian) yang terorganisir,
yang terdiri atas bagian-bagian (komponen-komponen) yang lebih kecil dan seluruh bagian
(komponen) tersebut secara bersamaan berfungsi untuk mencapai tujuan tertentu.
Sesuatu dapat dikatakan sebagai suatu sistem apabila mengandung 4 kriteria sebagai
berikut:
 Dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
 Setiap bagian itu mempunyai fungsi sndiri-sediri
 Seluruh bagian iu melakukan fungsinya secara bersama-sama
 Fungsinya bersama yang dilakukannya itu mempunyai suatu tujuan tertentu.
Dari uraian diatas, kata sistem memberi petunjuk kepada kita, adanya suatu kesatuan
dari beberapa komponen, dimana fungsi komponen itu tidak terpisah satu sama lain,
melainkan saling berintraksi, berinterrelasi dan berintegrasi untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
Dengan demikian, kurikulum sebagai suatu sistem merupakan satu kesatuan yang
utuh, dengan bagian-bagiannya yang berintraksi satu sama lain. Oleh karena itu kurikulum
dapat diartikan sebagai satu kesatuan utuh yang didalamnya terdiri dari komponen yang
saling terkait. Keterkaitan komponen tersebut sangat mendukung proses kerjanya kurikulum
sebagai sistem tersebut.
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia atau pun binatang,
yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-komponen dari anatomi
tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi, atau materi, proses atau sistem penyampaiaan
dan media, serta evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain.
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi
dua hal.
 Kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan
masyarakat.
 Kesesuaan antara komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses
sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan
kurikulum.
C. Komponen-Komponen Kurikulum
Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan. Maka hal ini berarti bahwa sebagai alat pendidikan, kurikulum memiliki bagian-
bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya secara baik. Bagian-bagian
ini disebut komponen. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan memiliki
komponen pokok dan komponen penunujang yang saling berkaitan, berinteraksi dalam
rangka dukungannya untuk mencapai tujuan itu. Kurikulum adalah sebuah sistem, Sistem
adalah suatu kesatuan sejumlah elemen (objek, manusia, kegiatan, informasi, dsb) yang
terkait dalam proses atau struktur dan dianggap berfungsi sebagai satu kesatuan organisasai
dalam mencapai satu tujuan. Jika pemahaman sistem diatas dipergunakan melihat kurikulum
itu ada sejumlah komponen yang terkait dan berhubungan satu sama lain untuk mencapai
tujuan. Dengan demikian, dipandang sistem terhadap kurikulum, artinya kurikulum itu
dipandang memiliki sejumlah komponen-komponen yang saling berhubungan, sebagai
kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuan.[3]
Unsur atau komponen-komponen pengembangan kurikulum yang utama adalah : (1)
tujuan; (2) materi atau bahan ajar; (3) strategi, mengajar; (4) organisasi kurikulum; (5)
evaluasi dan (6) penyempurnaan pengajaran.[4] Keenam komponen tersebut berkaitan erat
antara satu dengan lainnya. Sedangkan menurut Nasution yang dikutip oleh Abdullah
komponen kurikulum ada 4 yaitu : Tujuan, Bahan Pelajaran, Proses, dan Penilaian.[5]
Lain halnya dengan Tohari Musnamar sebagaimana dikutip Muhaimin telah
mengidentifikasikan dan merinci komponen-komponen yang dipertimbangkan dalam rangka
pengembangan kurikulum yaitu: dasar dan tujuan pendidikan, pendidik, materi pendidikan,
sistem penjenjangan, sistem penyampaian, sistem evaluasi, peserta didik, proses pelaksanaan
(belajar mengajar), tindak lanjut, organisasi kurikulum, bimbingan dan konseling,
administrasi pendidikan, sarana dan prasarana, usaha pengembangan, biaya pendidikan, dan
lingkungan. Sementara itu Hasan Langgulung membagi unsur kurikulum menjadi empat
yaitu: tujuan pendidikan, isi atau kandungan pendidikan, metode pengajaran, dan metode
penilaian.
Menurut sutopo dan sumanto, komponen-komponen kurikulum tediri dari : tujuan,
materi, organisasi atau strategi mengajar, sarana dalam kurikulum dan evaluasi. Kelima
komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan antar satu
dengan yang lain. Adanya keterkaitan itulah yang disebut dengan suatu sistem dalam
kurikulum.
TUJUAN

EVALUASI BAHAN

PBM

Untuk lebih jelasnya, Dibawah ini akan dijelaskan satu persatu tentang komponen
kurikulum tersebut:
1. Tujuan
Komponen tujuan adalah yang berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan.
Dalam skala makro, rumusan tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau sistem
nilai yang dianut masyarakat. Tujuan menggambarkan sesuatu yang dicita-citakan
masyarakat. Seperti halnya masyarakat Indonesia menganut sistem nilai pancasila, maka
tujuan yang diharapkan tercapai oleh suatu kurikulum adalah terbentuknya masyarakat yang
pancasilais. Dalam skala mikro, tujuan kurikulum berhubungan dengan visi dan misi sekolah
serta tujuan-tujuan yang lebih sempit, seperti tujuan mata pelajaran. Tujuan pendidikan
diklasisifikasikan menjadi 4 yaitu :
1) Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)
Tujuan pendidikan Nasional merupakan sumber dan pedoman dalam usaha penyelenggaraan
pendidikan. Setiap lembaga penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yang dirumuskan dalam Undang-undang No.20
Tahun 2003, pasal 3 bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
2) Tujuan Institusional (TI)
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan.
Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang
dirumuskan, berupa kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, kejuruan, dan pendidikan tinggi.
3) Tujuan Kurikuler (TK)
Tujuan kurikulum asalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata
pelajaran. Atau dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki siswa setelah
mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan.
4) Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP)
Tujuan pembelajaran merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik
setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali
pertemuan. Sementara itu tujuan pendidikan merupakan landasan bagi pemilihan materi serta
strategi penyampaian materi tersebut. Tujuan akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran
dan mewarnai komponen lainnya.[6]Ada tiga klasifikasi domain (bidang) bentuk prilaku,
yaitu:
1. Domain kognitif berkenaan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berfikir,
seperti kemampuan mengingat, memecahkan masalah.
2. Domain afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai dan apresiasi.
3. Domain psikomotor berkaitan dengan keterampilan atau skill seseorang.
Tujuan-tujuan khusus mengajar juga memiliki tingkat kesukaran yang berbeda-beda.
Domain kognitif terdidri atas 6 tingkatan yang paling rendah: Pengetahuan Pemahaman,
Aplikasi, Analisis, Sintetis dan evaluasi
Untuk domain afektif di bagi menjaadi 5 tingkatan yang juga berjenjang yaitu:
menerima, merespon, menilai, mengorganisasi nilai dan karakteistik nilai. Untuk domain
psikomotorikdibagi menjadi 6 tingkatan yaitu: gerakan refleks, gerakan-gerakan dasar,
kecakapan mengamati, kecakapan jasmaniah, gerakan-gerakan keterampilan dan komunikasi
yang berkesinambungan
Perumusan tujuan mengajar yang berbentuk tujuan khusus memberikan beberapa
keuntungan:
 Tujuan khusus memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar
mengajar kepada siswa.
 Tujuan khusus membantu memudahkan guru-guru memilih dan menyusun bahan ajar.
 Tujuan khusus memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media mengajar.
 Tujuan khusus memudahkan guru mengadakan penilaian. Dengan tujuan khusus, guru
akan mudah menentukan bentuk tes, lebuh mudah merumuskan butir tes dan lebih mudah
menentukan kriteria pencapaian.
Di samping keuntungan-keuntungan di atas, pengembangan tujuan mengjara yang bersifat
khusus menghadapi beberapa ksukaran yaitu:
1) Sukar menyususn tujuan-tujuan untuk domain afektif
2) Sukar menyusun tujuan-tujuan khusus pada tingkat tinggi.
Maka untuk mengatasi 2 kesukaran di atas, diperlukan skill, latihan dan pengalaman yang
mencukupi dari guru-guru.
2. Komponen Isi/Materi Pembelajaran
Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman belajar yang
harus dimiliki siswa. Isi kurikulum menyangkut semua aspek baik yang berhubungan dengan
pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap mata pelajaran
yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan siswa. Fuaduddin mengemukakan beberapa
kriteria yang digunakan untuk menyusun materi kurikulum, sebagai berikut:
a. Continuitas (kesinambungan)
b. Sequences (urutan)
c. Intergration (keterpaduan)
d. Flexibility (keluesan atau kelenturan)
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan maka disusunlah sedemikian
rupa sesuai dengan Scope dan Scuece-nya. Isi atau materi tersebut biasanya berupa materi
mata pelajaran, seperti pendidikan agama Islam, yang meliputi hadits, fiqh, tarikh, bahasa
arab dan lain sebagainya.[7] Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak
lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas
bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme,
eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini,
materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
1) Teori, seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling
berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi
hubungan-hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan
gejala tersebut.
2) Konsep, suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan,
merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3) Generalisasi, kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari
analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4) Prinsip, yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan
hubungan antara beberapa konsep.
5) Prosedur, yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus
dilakukan peserta didik.
6) Fakta, sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari
terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7) Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam
materi.
8) Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas
suatu uraian atau pendapat.
9) Definisi, yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam
garis besarnya.
10) Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam
upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih
memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu,
materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran
dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari
masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam.
Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari
disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja
untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang
lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan
obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi
pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran,.
Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang
beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan
secara eklektik dan fleksibel.
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran,
sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu
memperhatikan hal-hal berikut :
a. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah
teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan
materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman
ke depan.
b. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa
dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
c. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non
akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan
yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan
manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan
dalam kehidupan sehari-hari.
d. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat
kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya
terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
e. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi
peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga
memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Komponen Isi dan struktur Progam atau materi merupakan bahan yang diprogamkan
guna mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Uraian bahan pelajaran inilah yang
dijadikan dasar pengambilan bahan dalam setiap belajar mengajar dikelas oleh pihak guru.
Penentuan pokok-pokok dan sub-sub pokok bahasan didasarkan pada tujuan instruksional.[8]
Isi atau materi tersebut berupa materi-materi bidang studi, seperti matematika, Bahasa
Indonesia, IPA, IPS, dan sebagainya. Bidang-bidang tersebut disesuaikan dengan jenis,
jenjang maupun jalur pendidikan yang ada. Bidang-bidang tersebut biasanya telah
dicantumkan dalam struktur program kurikulum sekolah yang bersangkutan.[9]
Isi / materi kurikulum hakikatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman yang
dikembangkan dan disusun untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara umum isi kurikulum
itu dapat dikelompokan menjadi :
a. Logika, yaitu pengetahuan tentang benar salah berdasarkan prosedur keilmuan.
b. Etika, yaitu pengetahuan tentang baik buruk, nilai dan moral
c. Estetika, pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seninya.
Pengembangan materi kurikulum harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Mengandung bahan kajian yang dapat dipelajari siswa dalam pembelajaran.
b. Berorientasi pada tujuan, sesuai dengan hirarki tujuan pendidikan.[10]
Siswa belajar dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya, lingkungan orang-orang, alat
dan ide-ide. Tugas utama seorang guru adalah menciptakan lingkungan tersebut, untuk
mendorong siswa melakukan intraksi yang produktif dan memberikan pengalaman belajar
yang dibutuhkan. Kegiatan dan lingkungan demikian dirancang dalam suatu rencana
mengajar, yang mencakup komponen-komponen: tujuan khusus, sekuens bahan ajaran,
strategi mengajar, media dan sumber belajar, serta evaluasi hasil mengajar.
Guru yang berkualitas diantaranya adalah mengetahui dan mengerti peran dan fungsinya
dalam proses pembelajaran. Untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan
diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-sub topik tertentu. Tiap
topik atau sub topik mengandung ide-ide pokok yang relevan dengan tujuan yang telah di
tetapkan. Topik-topik atau sub-sub topik tersebut tersusun dalam sekuens tertentu yang
membentuk suatu sekuens bahan ajar.

4. Metode dan Strategi Mengajar


Istilah starategi berasal dari bahasa yunani yaitu startegia, starategi merupakan
sebuah perencanaan yang panjang untuk berhasil dalam mencapai suatu keuntungan. Strategi
didefenisikan sebagai suatu garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Demikian pula, strategi merupakan perencanaan,langkah, dan rangkaiaan untuk
mencapai suatu tujuan, maka dalam pembelajaran guru harus membuat suatu rencana,
langkah-langkah dalam mencapai tujuan.[11]
Strategi dan metode merupakan komponen dalam pengembangan kurikulum.
Komponen ini merupakan komponen yang memiliki peran sangat penting, sebab
berhubungan dengan implementasi kurikulum. Strategi merujuk pada pendekatan dan metode
serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi
pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tergambar
dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaan, mengadakan penilaian, pelaksanaan
bimbingan dan mengatur kegiatan, baik yang secara umum berlaku maupun yang bersifat
khusus dalam pengajaran.
Strategi pelaksanaan kurikulum berhubungan dengan bagaimana kurikulum itu
dilaksanakan disekolah. Kurikulum merupakan rencana, ide, harapan, yang harus diwujudkan
secara nyata disekolah, sehingga mampu mampu mengantarkan anak didik mencapai tujuan
pendidikan. Kurikulum yang baik tidak akan mencapai hasil yang maksimal, jika
pelaksanaannya menghasilkan sesuatu yang baik bagi anak didik. Komponen strategi
pelaksanaan kurikulum meliputi pengajaran, penilaian, bimbingan dan penyuluhan dan
pengaturan kegiatan sekolah.[12]
Strategi meliputi rencana, metoda dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk
mencapai tujuan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian
kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya / kekuatan
dalam pembelajaran. Upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal, dinamakan metode.
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang
melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan
materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi
pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran
adalah penguasaan informasi-intelektual, sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh
kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka
strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan
tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan
pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif
menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan
pada umumnya bersifat penyajian (ekspositori) secara massal, seperti ceramah atau seminar.
Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari
kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu
proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan
materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan
bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan
belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan
rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika
kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang
digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual,
langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran
moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya. Selanjutnya, dengan
munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan
kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski
masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi
dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara
individual.
Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap
muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran
guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang
berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan
belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas,
ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi
pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
Ringkasnya, ada beberapa strategi yang dapat di gunakan dalam mengajar.
Sebagaimana di kemukakan Rowntree, Ausabel dan Robbins membaginya atas strategi
Reception/Expossition Discovery Learning dan Group individual Learning, Strategi, dan
Rote Meaningfull Learning[13]
Dibawah ini, akan pemakalah jelaskan tentang strategi-strategi tersebut :
a. Reception/Exposition Learnig-Discovery Learning
Reception dan exposition sesungguhnya mempunyai makna yang sama, hanya
berbeda dalam pelakunya. Reception learning dilihat dari sisi guru, sedangkan exposition
dilihat dari sisi guru. Dalam exposition atau reception learning, keseluruhan bahan ajar
disampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir atau bentuk jadi, baik secara lisan maupun
tertulis. Siswa tidak dituntut untuk mengolah, atau melakukan aktivitas lain kecuali
menguasainya. Dalam discovery learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir,
siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan minghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mengorganisasikan bahan serta membuat
ksimpulan-kesimpulan. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut siswa akan mengusainya,
menerapkan, serta menemukan hal-hal bermanfaat bagi dirinya.
b. Rote Learning-Meaningful Learning
Dalam rote learning bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan arti atau
maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan ajar dengan menghafalnya. Dalam meaningful
learning penyampain bahan mengutamakan maknanya bagi siswa. Menurut Ausebel and
Robinson (1970:52-53) sesuatu bahan ajar bermakna bila dihubungkan dengan struktur
kognitif yang ada pada siswa. Struktur kognitif terdiri atas fakta-fakta, data, konsep,
proposisi, dalil, hukum dan teori-teori yang telah dikuasai siswa sebelumnya, yang tersusun
membentuk suatu struktur dalam pikiran anak. Lebih lanjut,Ausebel and robinson
menekankan bahwa reception discoverylearning dan rote meaningful learning dapat
dikombinasikan satu sama lain sehingga membentuk 4 kombinasi strategi belajar-mengajar,
yaitu : a) meaningful-reception learning, b) rote-reception learning, c)meaningful-discovery
learning, dan d) rote-discovery learning.
c. Group Learning-Individual-Leaning
Pelaksanaan discovery learning menuntut aktivitas belajar yang bersifat individual
atau dalam kelompok-kelompok kecil. Discovery learing daam bentuk kelas pelaksanaannya
agak sukar dan mempunyai beberapa masalah. Masalah pertama, karena kemampuan dan
kecepatan belajar siswa tidak sama, maka kegiatan discovery learning hanya akan dilakukan
oleh siswa-siswa yang pandai dan cepat, siswa-siswa yang kurang dan lamban, akan
mengikuti saja kegiatan dan temuan-temuan anak-anak cepat. Di pihak lain, anak-anak
lambat akan menderita kurang motif belajar, acuh tak acuh, dankemungkinan menjadi
penganggu kelas. Masalah lain adalah kemungkinan untuk bekerja sama. Kerja sama hanya
akan menenti atau monoton. Dengan demikian akan terjadi perbedaan yang semakin jauh
antara anak yang pandai dengan anak yang kurang.
5. Media Mengajar
Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat yang
disediakan guru untuk mendorong siswa abelajar. Perumusan diatas menggambarkan
pengertian media yang cukup luas, mencakup berbagai bentuk perangsang belajar, berupa
alat-alat elektronika seperti mesin pengajaran, film, audio cassette, vidio cassette, televisi,
dan komputer.
6. Evaluasi Pengajaran.
Komponen selanjutnya adalah evaluasi pengajaran, evaluasi ditujukan untuk menilai
pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar.
Evalasi terbagi kepada dua bagian, yaitu:
 Evaluasi hasil belajar mengajar
Untuk menilai keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan-tujuan khusus yang telah
ditentukan, diadakannya suatu evaluasi. Dalam evaluasi ini, disusun butir-butir soal untuk
mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang telah ditentukan. Untuk tiap tujuan khusus
minimal disususn satu buti soal. Menurut lingkup luas bahan dan jangka waktu dibedakan
antara evaluasi formatif ( ditujukan untuk menilai penguasaan siswa trhadap tujuan –tujuan
belajar dalam jangka waktu panjang yang relatif pendek, dimana tujuan utama dari evaluasi
formatif sebenarnya lebih besar ditujukan untuk menilai proses belajar mengajar). Dan
evaluasi sumatif (ditujukan untuk menilai kemajuan belajar siswa serta menilai efektivitas
program secara menyeluruh , dimana untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan
yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu yang cukup lama, satu
semester, atu tahun atau selama jenjang pendidikan).
 Evaluasi pelaksanaan mengajar
Komponen yang dievaluasi dalam pengajaran bukan hanya hasil belajar mengajar, tetapi
keseluruhan pelaksanaan pengajaran, yang meliputi evaluasi komponen tujuan mengajar
(yang menyangkut sekuens bahan ajar), dan media pengajaran, serta komponen evaluasi
mengajar itu sendiri.
Stufflebeam dkk (197:243) mengutip model evaluasi dari EPIC , bahwa dalam
program mengajar komponen-komponen yang dievaluasi meliputi: komponen tingkah laku
yang mencakup aspek-aspek (sub komponen): kognitif, afektif, dan psikomotor.
Komponen-komponen ini mencakup sub komponen: isi. metode, organisasi, fasilitas
dan biaya, dan komponen populasi mencakup :siswa, guru, administrator, spesialis
pendidikan, keluarga dan masyarakat.
Pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak pernah berakhir. Proses
tersebut meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Evaluasi merupakan komponen
untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum evaluasi berfungsi
untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, atau untuk
evaluasi yang digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang ditetapkan.
Fungsi evaluasi ada dua, yaitu fungsi sumatif dan fungsi formatif.
Evaluasi dikelompokkan kedalam dua jenis :
· Tes adalah alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
aspek kognitif atau tingkat penguasaan materi pembelajaran.
· Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai aspek tingkah laku
termasuk sikap, minat dan motifasi.
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas,
evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan
pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sedangkan dalam
pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja
kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang
dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi,
kelayakan program.
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi
kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah
evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau
komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen
kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar
siswa.
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi
fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas
dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda
dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi
kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan,
instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori,
interview, catatan anekdot dan sebagainya.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan
pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu
sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan
pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para
pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik,
memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta
fasilitas pendidikan lainnya. Aspek-aspek yang harus dievaluasi, menurut Arich Lewy sesuai
dengan tahap-tahap dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
a. Penentuan tujuan utama
b. Perencanaan
c. Uji-coba dan revisi
d. Uji lapangan
e. Pelaksanaan kerikulum
f. Pengawasan mutu.[14]
Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Dalam konteks
kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan
telah tercapai atau belum, juga digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang
ditetapkan. Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum, dengan evaluasi dapat
diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran, keberhasilah siswa,
guru dan proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan hasil evaluasi dapat dibuat keputusan
kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang diperlukan. Jenis-
jenis penilaian meliputi :
a. Penilaian awal pembelajaran (Input program)
b. Penilaian proses pembelajaran (Program)
c. Penilaian akhir pembelajaran.(output program).
BAB III
PENUTUP

Sebagai suatu sistem, kurikulum mempunyai komponen-komponen atau bagian-


bagian yang saling mendukung dan membentuk satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Kurikulum menyediakan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk mengalami
proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai target tujuan pendidikan nasional
maupun tujuan pendidikan islam. Di dalam kurikulum terdapat komponen yang tidak bisa
dipisahkan karena antar komponen itu saling terkait.
Dalam proses belajar mengajar seorang pendidik harus bias menciptkan suasana yang
kondusif serta mampu memunculkan motivasi peserta didik. Strategi pengajaran mengatur
seluruh komponen, baik pokok maupun penunjang dalam sistem pengajaran. Kurikulum
mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tujuan utama atau tujuan dari kurikulum
tersebut. Karena komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan menunjang untuk
mencapai tujuan dari kurikulum maka di sebutlah kurikulum sebagai suatu sistem
Daftar Pustaka
Nasution S, asas-asas kurikulum, bumi aksara, Jakarta, 1995
Neliawati, pengembangan kurikulum PAI, FITK IAIN SU, Medan, 2014
Hamid syarif. Pengembanagan kurikulum, garoeda buana indah, Pasuruan, 1993
Fuaduddin, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Proyek pengembangan Pendidikan,
Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1992
Nana Syaodih Sukmadinata, pengembangan kurikulum dan praktek, Remaja Rosdakarya,
Bandung
Abdulloh, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Yogyakarta, Ar-ruzz Media, 2010.
Burhan Nurgiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. Yogyakarta : BPF,
1985
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1992,
Nana Sudjana, Pembinan dan pengembangan kurikulum disekolah, Bandung: Sinar Baru,
1991

Anda mungkin juga menyukai